Cedera
tulang belakang servikal secara tradisional dibagi atas fraktura dan
dislokasi tulang belakang servikal atas serta bawah. Cedera tulang belakang
servikal atas adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai basis oksiput hingga
C2. Cedera tingkat ini jarang pada dewasa, merupakan kurang dari 25%
fraktura dan dislokasi pada tulang belakang servikal. Pada anak- anak,
kebanyakan cedera tulang belakang servikal adalah terjadi pada tingkat atas.
Cedera tulang belakang servikal bawah termasuk fraktura dan dislokasi ruas
tulang belakang C3 hingga C7. Ruas tulang belakang C5
adalah yang tersering mengalami fraktura.
Cedera pada tulang belakang tingkat bawah
lebih sering berkaitan dengan cedera kord spinal, mungkin karena rasio daerah
potongan melintang kanal spinal terhadap kord spinal lebih kecil pada tulang
belakang servikal bawah dibanding atas. Karena anatomi dan catu vaskuler kord
spinal yang unik, berbagai sindroma tidak lengkap dapat dijumpai pada cedera
kord spinal servikal. Pada sindroma ini, fungsi sensori dan motor tertentu
terganggu atau hilang, namun lainnya tetap utuh.
1. Sindroma
kord sentral
paling
sering dijumpai setelah suatu cedera hiperekstensi servikal. Karena sebab
tertentu seperti keadaan mekanik dan catu vaskuler dari kord, bagian sentral
dapat mengalami kontusi walau bagian lateral hanya mengalami cedera ringan.
Khas pasien mengeluh disestesi rasa terbakar yang berat pada lengan, mungkin
karena kerusakan serabut spinotalamik, mungkin saat ia menyilang komisura
anterior. Pemeriksaan fisik menunjukkan kelemahan lengan, dengan utuhnya
kekuatan ekstremitas bawah. Sebagai tambahan, sensasi nyeri dan suhu hilang
dalam distribusi seperti tanjung. Semua lesi yang menyebabkan cedera primer
terhadap kord spinal sentral dapat menimbulkan gambaran defisit serupa, seperti
siringo- mielia, tomor kord spinal intrinsik, dan hidromielia. Sindroma ini
secara jarang dapat terjadi pada kord spinal bawah (konus medularis).
2. Sindroma
arteria spinal anterior
terjadi
karena arteria ini mencatu substansi kelabu dan putih bagian ventrolateral dan
posterolateral kord spinal. Kerusakan arteria ini berakibat sindroma klinis
paralisis bi- lateral dan hilangnya sensasi nyeri serta suhu dibawah tingkat
cedera, namun sensasi posisi dan vibrasi (fungsi kolom posterior) utuh. Lesi
arteria ini bisa karena cedera tulang belakang, neoplasma yang terletak
anterior (biasanya metastasis) dan cedera aortik.
- Sindroma Brown-Sequard, pada bentuk yang murni, menunjukkan akibat dari hemiseksi kord spinal. Defisit neurologis berupa hilangnya fungsi motor ipsilateral, sensasi vibrasi dan posisi. Sebagai tambahan, sensasi nyeri serta suhu kontralateral hilang. Luka tembus dan peluru dapat menimbulkan sindroma Brown-Sequard 'lengkap', namun manifestasi tak lengkap sindroma ini tampak dengan berbagai ragam pada lesi lain, termasuk trauma dan neoplasma.
- Sindroma kolom posterior
terjadi
bila kolom posterior rusak secara selektif, berakibat hilangnya sensasi vibrasi
dan proprioseptif bilateral dibawah lesi. Temuan ini tersering dijumpai
sekunder terhadap kelainan sistemik (neurosifilis), namun secara jarang
dijumpai setelah trauma kord spinal.
Sasaran
utama
pengelolaan gawat darurat awal pada pasien dengan fraktura dan dislokasi tulang
belakang leher adalah untuk mencegah cedera sekunder terhadap kord spinal
maupun akar saraf. Ini penting bahkan pada pasien yang sudah mengalami
transeksi fungsional kord spinal seketika pada tingkat fraktura. Utuhnya bahkan
hanya sebuah segmen kord spinal diatas tingkat cedera dapat membuat perbedaan
yang sangat besar dalam rehabilitasi jangka panjang pada pasien dengan cedera
kord spinal permanen.
Immobilisasi
leher saat resusitasi atau penilaian medikal awal sangat menentukan. Ini sering
terabaikan pada pasien pada keadaan akut dengan cedera berganda dan fungsi
vital yang tak stabil. Petugas medis gawat darurat terlatih untuk melakukan
immobilisasi terhadap pasien yang mengalami cedera tersangka. Kantung pasir
atau kolar servikal kaku adalah jenis yang biasa digunakan petugas sejak tempat
kecelakaan. Apapun jenis immobilisasi yang dilakukan, ia tetap dipertahankan
ditempatnya hingga tulang belakang servikal dinilai dengan radiograf lateral.
Bila fraktura tulang belakang servikal dijumpai, stabilitas fraktura
ditentukan.
Semua
pasien dengan fraktura tulang belakang servikal yang diperkirakan tak stabil
harus segera diletakkan dalam fiksasi skeletal eksternal dan traksi dengan ring
halo atau kaliper (tong). Beban traksi bervariasi, namun umumnya
ditentukan sekitar 3-5 pon per ruas tulang belakang servikal. Jadi sebesar
15-25 pon digunakan untuk fraktura C5 tak stabil. Bila sinar-x ulang
menunjukkan reduksi tak lengkap dari pergeseran fraktura atau subluksasi, maka
beban tambahan diberikan hingga fraktura-dislokasi berkurang (maksimum 5kg per
tingkat diatas segmen yang cedera).
Pada
kebanyakan fraktura-dislokasi tulang belakang servikal akan dapat
diimmobilisasi dan direduksi dengan efektif memakai fiksasi skelet eksternal
dan traksi. Manipulasi leher berlebihan juga berakibat cedera kord spinal
permanen disaat resusitasi awal pada pasien cedera. Walau mempertahankan jalan
nafas adalah vital, ekstensi yang berlebihan leher disaat intubasi sebelum
fraktura servikal dipastikan harus dicegah.
Bila
jalan nafas artifisial diperlukan sebelum film servikal dibuat, maka dilakukan
krikotiroidotomi atau intubasi nasal. Namun intubasi bukan kontra indikasi pada
pasien dengan fraktura tulang belakang servikal asal dilakukan oleh petugas
yang berpengalaman, sebaiknya seorang ahli anestesi terlatih. Pegangan penting
atas ada serta beratnya cedera tulang belakang servikal adalah pelebaran ruang
jaringan lunak prevertebral.
Cedera
dan ketidakstabilan nyata mungkin tampil dengan tanpa kelainan tulang yang
jelas pada foto polos. Pada keadaan ini bukti cedera hanyalah pelebaran ruang
retrofaringeal atau retro- trakheal. Ruangan retro faringeal membentang dari
pinggir posterior bayangan udara faringeal ke aspek antero- inferior dari
aksis. Pengukuran melebihi 6-7mm pada anak dan dewasa adalah abnormal. Ruang retrotrakheal
ditentukan oleh ruangan jaringan lunak antara batas posterior bayangan udara
trakheal keaspek antero- inferior badan ruas tulang belakang C6.
Walau ruang ini bervariasi menurut usia dan pernafasan, pengukuran yang
melebihi 14mm pada anak dan 22mm pada dewasa adalah abnormal, cedera tulang
belakang leher yang bermakna harus diduga. Penting untuk menampilkan seluruh
ruas tulang belakang servikal pada foto lateral pada pasien yang mengalami
trauma yang jelas. Sering foto pertama tidak memadai menampilkan C7
karena bertumpuk dengan bahu.
Kerusakan
kord spinal irreversibel secara sekunder dapat diakibatkan oleh manipulasi
leher pada pasien dengan fraktura atau dislokasi C7 tak stabil
disaat C7 tak tampak pada foto pertama. Ada beberapa indikasi
untuk pemasangan traksi leher pada pengelolaan awal cedera tulang belakang
servikal:
1.
Immobilisasi tulang belakang servikal pada pasien dengan fraktura tak stabil.
2.
Reduksi dislokasi atau subluksasi.
3.
Distraksi foramina intervertebral pada pasien dengan kompresi radikuler.
4.
Mengurangi nyeri yang diakibatkan cedera jaringan lunak bersangkutan.
Terdapat
dua indikasi yang jelas untuk tindakan operasi gawat darurat atas
fraktura dan dislokasi tulang belakang servikal:
1. Defisit
neurologis progresif.
2. Adanya
cedera kord spinal tak lengkap. Pada keadaan tersebut operasi hanya dilakukan
bila terdapat kompresi ekstrinsik atas kord spinal yang tampak pada mielografi.
Intervensi bedah gawat darurat untuk stabilisasi atau reduksi jarang diperlukan
karena biasanya dapat dicapai dengan traksi skelet. Walau dilaporkan perbaikan
neurologis nyata pada pasien dengan kehilangan fungsi neurologis lengkap
dibawah tingkat cedera yang mendapat operasi dekompresi dalam 24 jam setelah
cedera, umumnya tidak diyakini bahwa intervensi bedah emergensi selalu
diperlukan pada pasien yang menampakkan kehilangan fungsi neurologis segera dan
lengkap dibawah tingkat fraktura pada saat kecelakaan.
A. DISLOKASI
ATLANTO-OKSIPITAL (DAO)
Ditemukan lebih banyak dibanding
masa-masa sebelumnya, karena membaiknya resusitasi ditempat kecelakaan dan
cepatnya transportasi ke UGD.
MEKANISME
CEDERA Biasa mengenai penumpang mobil atau pejalan kaki
yang mengalami kecelakaan lalu lintas. Sendi kranioservikal terdiri dari dua
kelompok ligamen yang terpisah. Tengkorak melekat dengan C1 melalui
ligamen kapsul sendi, ligamen membran kapsul sendi AO anterior dan posterior,
dan dua ligamen AO lateral. Ligamen krusiat (berstruktur longitudinal yang
berhubungan dengan ligamen transvers atlas) memberikan stabilitas tambahan pada
sendi ini.
Harus diingat bahwa kelompok kedua yang
berjalan dari oksiput menuju C2 memberikan struktur penyokong yang
utama pada sendi kranioservikal ini. Pada ligamen ini, dimana termasuk ligamen
dental apikal, pasangan ligamen alar serta membran tektorial, juga membatasi
gerakan ekstrim pada sendi kraniovertebral. Terutama, hiperekstensi dibatasi
oleh membran tektorial dan fleksi lateral oleh ligamen alar (fleksi berlebihan
dibatasi oleh kontak proses odontoid dengan basion).
Walau dislokasi kranium kedepan terhadap
tulang belakang servikal terjadi setelah pemotongan ligamen alar serta membran
tektorial, DAO traumatika mungkin mencakup cedera ligamen yang lebih luas.
Hiperekstensi akan menyebabkan robeknya membran tektorial, dan cedera ligamen
alar disebabkan oleh komponen fleksi lateral yang ekstrim. Terpisahnya elemen
posterior aksis dan atlas, mungkin diakibatkan oleh hiperfleksi, tampak pada
beberapa pasien.
DAO tampaknya mempunyai insidens yang
tinggi pada kelompok pediatrik yang mungkin ada kaitannya dengan insidens yang
relatif tinggi akan kecelakaan mobil- pedestrian, dengan immaturitas sendi
kraniovertebral, atau keduanya. Hubungan kranioservikal secara keselu- ruhan,
pada anak tampaknya kurang stabil dibanding dewasa karena dua faktor.
Pada anak-anak dataran sendi diantara
kranium dengan atlas hampir horizontal. Perkembangan kondilus oksipital terjadi
bersama dengan maturasi yang akan memungkinkan sendi kranioservikal berfungsi
lebih stabil pada bidang yang lebih vertikal. Selanjutnya kondilus oksipital
pada bayi dan anak tidak terletak lebih dalam terhadap fossa faset superior
atlas. Dengan maturasi, massa kondiler bertambah dan fossa dari faset superior
C1 berkembang lebih lengkap, dengan akibat persendian yang lebih
stabil.
GAMBARAN
KLINIS Disfungsi neurologis akibat DAO bisa dibagi kedalam
lesi yang mengenai batang otak, saraf kranial, kord spinal atas, dan akar saraf
spinal. Banyak pasien yang disertai cedera kepala hingga memperrumit gambaran
neurologis.
Cedera
batang otak walau sering pada DAO, tidak selalu tampil lengkap. Postur
deserebrasi atau adanya kehilangan fungsi batang otak lengkap mungkin tampak,
walau sulit untuk memastikan apakah seluruhnya akibat DAO pada pasien yang
disertai cedera kepala.
Kerusakan piramidal diskreta mungkin
mengakibatkan paraparesis. Ketidakstabilan kardiopulmoner berakibat
bradikardia, respirasi yang irreguler, atau bahkan apnea dapat terjadi setelah
kerusakan batang otak. Kerusakan batang otak berat paling mungkin sebagai
penyebab kematian yang tinggi. Dislokasi kranioservikal mungkin berakibat
avulsi atau peregangan saraf kranial bawah. Saraf kranial keenam, sembilan
hingga duabelas, adalah yang terutama berrisiko.
Etiologi sebenarnya disfungsi saraf
keenam sulit dipastikan pada pasien yang disertai cedera kepala. Hipertensi
berat mungkin timbul bila kedua sinus karotid mengalami denervasi setelah
cedera saraf kesembilan. Gangguan fungsi kord spinal atas berakibat kuadri-
plegia, walaupun hemiparesis lebih sering terjadi pada pasien dengan DAO
(setiap disfungsi motori mungkin juga menunjukkan cedera batang otak).
DAO traumatika mungkin juga disertai
cedera akar servikal. Cedera unilateral multipel pada akar servikal bisa
menyerupai lesi pleksus brakhial. Sebagai tambahan atas kerusakan neural langsung,
cedera arteria vertebral mungkin menyebabkan iskemia atau disfungsi neural. DAO
berhubungan dengan kompresi, robekan intimal, spasme, dan trombosis pembuluh
ini. Beberapa pasien dengan DAO bisa dengan defisit yang timbul tidak sejak
awal. Ini mungkin karena trauma tambahan terhadap sistema saraf (sekunder
terhadap pergerakan pada tulang belakang yang tak stabil) atau terhadap masalah
lain seperti iskemia akibat emboli atau trombosis pembuluh yang rusak. Pasien
DAO sering dengan cedera berganda dan karenanya harus dinilai secara lengkap
atas cedera lainnya.
GAMBARAN
RADIOLOGIS Diagnosis definitif DAO dibuat berdasar radiograf.
Walau temuan mungkin tidak jelas, adanya hematoma retrofaringeal, yang tak
selalu ada, harus mewaspadakan pemeriksa akan cedera tulang belakang serius.
Diagnosis DAO mungkin dipastikan oleh
satu dari beberapa kriteria radiografik. Powers telah menentukan bahwa hubungan
antara basis tengkorak dan C1 ditentukan oleh rasio panjang dua buah
garis. Garis pertama adalah jarak antara basion dengan arkus posterior C1,
dan yang lainnya adalah jarak antara opistion dan arkus anterior atlas. Rasio
rata-rata garis I dan garis II pada orang normal adalah 0.77. Nilai yang lebih
dari satu mungkin menunjukkan DAO. Rasio ini tak dipengaruhi dimensi, karenanya
tidak dipengaruhi pembesaran yang mungkin terjadi pada posisi film yang tidak
baku.
Rasio ini tak berlaku pada pasien dengan
anomali kongenital foramen magnum atau fraktura arkus neural atlas. Rasio
mungkin kurang dari satu pada pasien DAO longitudinal atau posterior. Lee
menilai hubungan kraniovertebral dengan cara pasangan garis (garis-x): sebuah
dari basion ketitik tengah garis C2 spinolaminer (BC2Sl) dan lainnya
dari opistion ke sudut posteroinferior dens (C2O). Garis BC2Sl memotong tangensial
aspek posterosuperior dens dan garis C2O memotong tangensial titik tertinggi
garis C1 spinolaminer pada pasien normal yang berusia lebih dari 5
tahun. Hubungan ini berubah pada DAO. Metoda garis-x mungkin lebih sensitif
dari rasio Powers. Validitasnya tergantung hubungan normal C1 dan C2,
dan pada lebih dari 50% pasien dengan DAO, terdapat pemisahan abnormal dari
elemen posterior C1 dan C2. DAO mungkin pula didiagnosa
dengan menentukan pertambahan jarak dari lokasi paling posterior korteks
mandibuler terhadap arkus anterior C1 serta proses odontoid. Posisi
radiografik yang tepat, dengan film 72 sm, diperlukan untuk mendapatkan
pengukuran yang benar dan hal ini tidak selalu tersedia di UGD. Metoda ini
tidak bernilai pada DAO posterior, karenanya fraktura mandibuler yang tergeser
dapat membatalkan pengukuran. Kaufman menyelidiki jarak dari kondilus oksipital
ke faset superior C1 pada anak dan mendapatkan jaraknya tidak lebih
dari 5mm. Diperkirakan bahwa bila setiap pergeseran lebih dari 5mm menunjukkan
DAO.
Pengukuran ini mungkin didapat dari foto AP
ataupun lateral, dan tampaknya terutama berguna dalam menentukan adanya
dislokasi longitudinal. Jarak ini belum dinilai pada orang dewasa. Terdapat
tiga jenis spesifik DAO: DAO jenis I terdiri dari pergeseran anterior
oksiput terhadap C1, jenis II adalah distraksi longitudinal primer
dengan separasi oksiput dari atlas, dan DAO jenis III bila oksiput dislokasi
keposterior dari C1.
PENGELOLAAN
DAN OUTCOME Semua korban kecelakaan, terutama
dengan cedera kepala dan leher, harus diduga mengalami DAO. Pengelolaan awal
adalah mempertahankan ventilasi adekuat dengan tulang belakang servikal
diimmobilisasi pada posisi netral. Intubasi nasotrakheal harus dilakukan pada
pasien yang memerlukan perlindungan jalan nafas atau menderita distress
pernafasan.
Bila gagal atau sulit, trakheo- stomi
harus segera dilakukan. Terdapat kontroversi akan keamanan dan manfaat traksi
pada tahap awal pengelolaan pasien. Walau ada dugaan struktur neural akan
terganggu oleh traksi, hingga saat ini hal ini tak pernah dilaporkan dengan
jelas. Pembagian DAO menjadi tiga jenis berguna untuk membimbing terapi awal.
Pasien dengan DAO jenis II, masalah primer adalah distraksi longitudinal,
karenanya traksi mungkin akan menyebabkan distraksi lebih jauh, karenanya
dikontraindikasikan.
Namun pada pasien dengan DAO jenis I
(anterior) dan III (posterior) dan defisit neurologis, traksi diindikasikan
untuk mengembalikan struktur tulang dan untuk mendekompresi elemen neural.
Resolusi yang cepat dari defisit neurologis major didapatkan untuk pasien jenis
I dan III yang ditindak dengan cara ini. DAO jenis I atau III yang berdiri
sendiri-sendiri tidak mutlak merupakan suatu keharusan untuk pemasangan traksi.
Bila malalignmentnya hanya minimal, dan/atau defisit ringan, mungkin realignment
bisa dipertanggung- jawabkan dengan pengaturan posisi secara hati-hati dengan
bantuan fluoroskopi. Hanya pada keadaan mis- alignment yang parah atau
defisit neurologis major, traksi bisa dipertimbangkan.
Tindakan dengan traksi harus hati-hati,
beban 2.5 kg atau kurang. Beban yang berlebihan harus dicegah, pengamatan ketat
radiologis dan neurologis diperlukan. Setelah adanya perbaikan dari defisit
atau realignment radiografik dari tulang belakang, traksi bisa dikurangi
hingga 0.5-1kg, atau bahkan dihentikan serta pasien diimmobilisasi. Setiap
traksi dengan beban ringan tersebut harus dilakukan dengan alat halter
servikal. Perhatian khusus diarahkan pada pemeliharaan jalan nafas yang
adekuat.
Traksi bisa juga dengan tong
Gardner-Wells atau ring halo. Anak memerlukan pertimbangan khusus. Setelah usia
4 tahun (dan mungkin sejak dua tahun) sudah cukup perkembangan kalvaria yang
aman untuk pemasangan tong. Bila jarak interpin minimal dari tong
Gardner-Wells sangat besar untuk memungkinkan fiksasi adekuat dari tengkorak
yang masih kecil, tong University of Virginia mungkin merupakan
alternatif.
Alat halo mungkin juga dipertimbangkan.
Pin halo harus dipuntirkan dengan torsi 2kg pada pasien 2-4 tahun. Pada anak
dibawah 2 tahun, kawat yang dipasang melalui 2 lubang burr mungkin digunakan
untuk traksi. Teknik ini memerlukan pengamanan kulit dengan meletakkan bantalan
antara kawat dan kulit. Walau beberapa pasien berhasil dengan baik dengan
tindakan traksi serta immobilisasi lama, sisanya tetap tidak stabil dan
memerlukan fusi terbuka.
Cedera yang primer pada ligamen, seperti
DAO, sering tetap tak stabil setelah terapi konservatif, karenanya dianjurkan
sebagai tindakan definitifnya adalah fusi posterior sesegera keadaan medikal
memungkinkan. Fusi dari oksiput hingga C1 dan C2
(terkadang C3) diperlukan walau nyatanya hal ini mungkin mengurangi
mobilitas tulang belakang servikal sekitar 50%. Disukai fusi dengan fiksasi
kawat dan tandur tulang. Penggunaan kawat dan metil metakrilat adalah metoda
alternatif, dan walau teknik ini memerlukan pemasangan benda asing, fiksasi
internal dapat segera dilakukan. Pasien yang hidup setelah DAO dalam 48 jam
pertama mempunyai outcome yang baik. Hingga seperempat mungkin dengan
neurologis intak, dan 25% lainnya hanya dengan defisit minor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar