Asuhan Keperawatan Pasien dengan Tumor Otak (Tumor Intrakranial)


Konsep Dasar
1.      Pengertian.
Tumor intracranial meliputi lesi benigna dan maligna. Tumor intracranial dapat terjadi pada beberapa struktur area otak dan pada semua kelompok umur. Tumor otak dinamakan sesuai dengan jaringan dimana tumor itu muncul.

2.      Penyebab
Tumor intracranial primer atau neoplasma berasal dari sel intrinsic jaringan otak dan berasal dari kelenjar pituitary dan kelenjar pineal. Sedangkan tumor sekunder atau metastasis juga beperngaruh pada tumor intracranial. Tumor intracranial primer dibagi atas dua yaitu tumor intraserebral primer dan tumor ekstrasebral primer.

3.      Type tumor otak
Tumor intraserebral primer :
a.       Glioma : astrocytoma, oligodendrogliomas, ependymomas, medulloblastoma dan glioblastoma.
Terdapat pada jaringan konektif otak, infiltrasi terutama pada jarinan hemisfer serebral, berkembang cepat.
Tumor ekstraserebral primer :
  1. Meningioma.
Terdapat pada lapisan meningeal yang menutupi otak. Biasanya beningna tapi bias berubah menjadi ganas. Bisa timbul tanda dan gejala neurologis seperti anosmia, atropi optic, palsi ekstraokuler, papiledema, disfungsi serebelar.
  1. Tumor pituitary.
Terdapat pada berbagai jaringan.
  1. Neuroma.
Berasal dari sel Schwann pada saraf cranial ketiga. Mulanya benigna kemudia berubah menjadi maligna.  
Tumor metastase
Sel kanker menyebar ke otak via system sirkulasi, pembedahannya sulit, dan prognosis jelek. Metastase dapat terjadi pada epidural, meningeal atau parenkim otak.
4.      Patofisiologi
Gejala tumor intracranial dapat memberikan efek local ataupun efek general. Pada lobus frontal terjadi gangguan kepribadian, gangguan afek, disfungsi system motor, kejang, aphasia.. Pada presentral gyrus dapat ditemukan kejang Jacksonian. Pada lobus oskipital terjadi gangguan penglihatan, dan sakit kepala (headache). Lobus temporal bias terjadi halusinasi pendengaran, penglihatan atau gustatory dan kejang psikomotor, aphasia.. Pada lobus parietal dapat ditemukan ketidakmampuan membedakan kiri – kanan, deficit sensori (kontralateral). Ada juga yang menekan secara langsung pada struktur saraf menyebabkan degenerasi dan interferensi dengan sirkulasi local. Bisa timbul edem local dan jika lama maka mempengaruhi fungsi jaringan saraf.
Suatu tumor otak sesuai type dimana-mana pada rongga cranial bias menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (TIK). Bila tumor berada di ventrikel maka dapat menyebabkan obstruksi. Bila edema meningkat maka suplay darah ke otak menurun dan karbondioksida tertahan. Pembuluh darah dilatasi untuk meningkatkan suplay oksigen darah. Hal ini malah akan memperberat edem.
Papilledem merupakan efek general dari peningkatan tekanan intracranial dan sering sebagai tanda terakhir yang timbul. Kematian akibat kompresi batang otak.
 
5.      Komplikasi :
a.       Edema serebral
b.      Tekanan intracranial meningkat.
c.       Herniasi otak
d.      Hidrosefalus.
e.       Kejang.
f.       Metastase ke tempat lain.

6.      Studi diagnostic dan hasil.
a.       Scan otak. Meningkatt isotop pada tumor.
b.      Angiografi serebral. Deviasi pembuluh darah.
c.       X-ray tengkorak. Erosi posterior atau adanya kalsifikasi intracranial.
d.      X-ray dada. Deteksi tumor paru primer atau penyakit metastase.
e.       CT scan atau MRI. Identfikasi vaskuler tumor, perubahan ukuran ventrikel serebral.
f.       Ekoensefalogram. Peningkatan pada struktur midline.

7.      Manajemen medis.
Pengobatan tumor otak meliputi pembedahan, kemoterapi, radiasi atau kombinasi ketiga – tiganya.
a.       Managemen umum. Terapi radiasi dan nutrisi yang adekuat.
b.      Pembedahan. Kraniotomi, kraninektomi, prosedur transpheniodal, prosedur shunting, dan reservoir Ommaya.
c.       Terapi obat. Kortikosteroid, antikonvulsan, analgesic/antipiretik, histamine reseptor antagonis, antacids, kemoterapi sistemik.

Asuhan Keperawatan Tumor Otak
1.      Pengkajian.
a.       Gangguan fokal neurologis. Pada lobus frontal terjadi gangguan kepribadian, gangguan afek, disfungsi system motor, kejang, aphasia.. Pada presentral gyrus dapat ditemukan kejang Jacksonian. Pada lobus oskipital terjadi gangguan penglihatan, dan sakit kepala (headache). Lobus temporal bias terjadi halusinasi pendengaran, penglihatan atau gustatory dan kejang psikomotor, aphasia.. Pada lobus parietal dapat ditemukan ketidakmampuan membedakan kiri – kanan, deficit sensori (kontralateral).
b.      Meningkatnya TIK : letargi, HR menurun, tingkat kesadaran menurun, papilledem, muntah proyektil, kejang, perubahan pola napas, perubahan tanda vital.
c.       Mentasi. Perubahan kepribadian, depresi, menurun daya ingat dan kemampuan mengambil keputusan.
d.      Disfungsi pituitary. Syndroma cushing, akromegali, giantisme, hipopituitarisme.
e.       Nyeri. Headache persisten.
f.       Aktivitas kejang.
g.      Status cairan. Mual dan muntah, urine output menurun, membrane mukosa kering, turgor kulit menurun, serum sodium menurun, BUN, Hb, Hct, hipotensi, takikardi, berat badan menurun.
h.      Psikososial. Marah, takut, berkabung dan hostility.
2.      Diagnosa Keperawatan.
a.       Gangguan body image berhubungan dengan kehilangan rambut, dan perubahan struktur dan fungsi tubuh.
b.      Antisipasi berkabung berhubungan dengan penerimaan kemungkinan kematian pasien.
c.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kemoterapi dan terapi radiasi.
d.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan sakit kepala yang hebat dan efek samping pengobatan.
e.       Resiko tinggi volume cairan menurun berhubungan dengan efek samping kemoterapi dan terapi radiasi.


3.      Perencanaan Keperawatan.
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
Gangguan body image berhubungan dengan kehilangan rambut, dan perubahan struktur dan fungsi tubuh.

Pasien mengekspresikan gambaran diri yang positif dengan criteria pasien menerima perubahan pada body imagenya.
1.      Kaji reaksi pasien terhadap perubahan tubuhnya.
2.      Observasi interaksi social pasien.

3.      Pertahankan hubungan terapeutik dengan pasien.
4.      Anjurkan pasien untuk berkomunikasi terbuka dengan petugas kesehatan atau orang penting lainnya.
5.      Bantu pasien menemukan koping yang efektif tentang body image.
Menentukan reaksi pasien terhadap perubahan body imagenya
Withdrawl social bisaa terjadi karena penolakan.
Memfasilitasi suatu hubungan terapeutik yang terbuka
Ekspresi ketakutan secara terbuka dapat mengurangi kecemasan

Membantu pasien menemukan strategi koping yang dapat mengurangi kecemasan dan ketakutan
Antisipasi berkabung berhubungan dengan penerimaan kemungkinan kematian pasien.

Pasien dan keluarga mampu ekspresikan rasa berkabungnya dengan criteria perasaan pasien dan keluarga tentang rasa berkabungnya diekspresikan dengan tepat.
1.      Kaji reaksi pasien dan keluarga terhadap diagnosis.
2.      Anjurkan pasien untuk ekspresi perasaan secara terbuka.
3.      Antisipasi perasaan pasien akan kemarahan dan ketakutannya.
4.      Bantu pasien mereview pengalaman masa lalu

5.      Anjurkan pasien untuk berpartisipasi dalam ADL
6.      Rujuk pasien dan keluarga kepada kelompok pendukung.
Menentukan proses berkabung dan strategi koping yang digunakan.
Mengurangi kecemasan dan ketakutan.

Perasaan bimbang (tak menentu) bisa muncul setelah shock akan diagnosis
Membantu pasien menemukan koping mekanisem
Mengurangi perasaan ketidakberdayaan.

Kelompok penduduk dapat membantu dalam hal support emosional
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kemoterapi dan terapi radiasi.

Integritas kulit pasien dipertahankan dengan criteria kulit tetap intak, tidak ada kemerahan atau kerusakan.
1.          Kaji integritas kulit tiap 4 jam


2.          Pertahankan kulit bersih dan kering, gunakan sabun dan air untuk memandikan pasien.
3.          Reposisi pasien setiap 2 jam

4.          Anjurkan untuk intake cairan dan nutrisi yang adekuat.
Merah, kering, dan luka dapat terjadi pada daerah radiasi, kemoterapi bias menyebabkan rash, hiperpigmentasi dan kehilangan rambut.
Mencegah kerusakan kulit

Meningkatkan sirkulasi dan mencegah luka tekan
Dehidrasi dan malnutrisi dapat meningkatkan resiko berkembangnya luka tekan.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan sakit kepala yang hebat dan efek samping pengobatan.

Pasien bebas nyeri dengan criteria melaporkan tidak ada ketidaknyamanan, tidak meringis, menangis, tanda vital dalam batas normal, berpartisipasi dalam aktivitas dengan tepat.
1.          Kaji lokasi, dan lamanya nyeri kepala dan nyeri insisi tiap 2 jam.

2.          Atur pmberian analgesic/narkotik
3.          Berikan kenyamanan pada pasien
Perubahan yang mendadak atau nyeri hebat dapat menunjukkan TIK meningkat dan harus dilaporkan ke dokter.
Narkotik memberikan efek sedative.
Menghilangkan ketidaknyamanan dan kecemasan.
Resiko tinggi volume cairan menurun berhubungan dengan efek samping kemoterapi dan terapi radiasi.

Keseimbangan cairan yang adekuat dipertahankan dengan criteria intake dan output seimbang,  turgor kulit dan membrane mukosa lembab, serum elektrolit, Hb, Hct, dan tanda vital dalam batas normal
1.          Kaji turgor kulit, membrane mukosa, haus, tekanan darah, HR, monitor serum elektrolit, albumin dan CBC.
2.          Monitor intake dan output

3.          Anjurkan intake yang adekuat. Atur pemberian cairan per iv sesuai order
4.          Atur pemberian antiemtek sesuai order.
Menentukan status dehidrasi.


Muntah dapat terjaid pasien dengan  kemoterapi dan tera[I radiasi
Membantu mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Mengurangi mual dan muntah



Asuhan Keperawatan Pada Pasien TB Paru Dengan Atelektasis

PENGERTIAN :
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang disebabkan oleh Myobakterium Tuberkulosis.

ETIOLOGI :
Jenis kuman berbentuk batang, ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia, fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah yang banyak oksigin, dalam hal ini lebih menyenangi daerah yang tinggi kandungan oksigennya yaitu daerah epikal paru, daerah ini yang menjadi prediksi pada penyakit Tuberkulosis.

PATOFISIOLOGI :
Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel efektor (makrofag), sedangkan limphosit (sel T) adalah sel imonoresponsifnya. Imunitas ini biasanya melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokin, respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat). Basil Tuberkel yang mencapai permukaan alveolus akan diinhalasi sebagai suatu unit (1-3 basil), gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan disaluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Yang berada dialveolus dibagian bawah lobus atas paru basil tuberkel ini membuat peradangan. Leukosit polimorfonuklear nampak pada tempay tersebut dan mempagosit, namun tidak membunuh basil. Hari-hari berikutnya leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut. Pneumoni selluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini dapat berjalan terus, dan basil terus dipagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 10-20 hari). Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju (nekrosis kaseosa) . Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi akan lebih fibroblas membentuk jaringan parut dan ahirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi tuberkel
TANDA & GEJALA
Keluhan dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan, yang terbanyak adalah :
1.         Demam : subfebril, febril ( 40-41derajat C) hilang timbul.
2.         Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini untuk membuang /mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulenta (menghasilkan sputum)
3.         Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
4.         Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5.         Malaise : ditemukan beripa anorexia, nafsu makan menurun, BB menurun, sakir kepala, nyeri otot, keringat diwaktu malam hari

Pada Atelektasis terdapat gejala manifestasi klinik yaitu Sianosis, Sesak nafas, Kolaps. Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong kesisi yang sakit. Pada Foto Torax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diagfragma menonjol keatas.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK:
Pemeriksaan fisik :
·           Pada tahap dini sulit diketahui.
·           Ronchi basah, kasar dan nyaring.
·           Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara umforik.
·           Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
·           Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)

Pemeriksaan Radiologi :
·           Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.
·           Pada kavitas bayangan berupa cincin.
·           Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.

Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.

Laboratorium :
·           Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
·           Sputum : pada kultur ditemukan BTA
·           Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)

PENATALAKSANAAN :
·           Penyuluhan
·           Pencegahan
·           Pemberian obat-obatan :
1.         OAT (obat anti tuberkulosa) :
2.         Bronchodilatator
3.         Expektoran
4.         OBH
5.         Vitamin
·           Fisioterapi dan rehabilitasi
·           Konsultasi secara teratur

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Pola aktifitas dan istirahat :
Fatique, Aktivitas berat timbul sesak (nafas pendek), Sulit tidur, Berkeringat pada malam hari
b. Pola Nutrisi :
Anorexia, Mual, tidak enak diperut, BB menurun
c. Respirasi :
Batuk produktif (pada tahap lanjut), sesak nafas, Nyeri dada.
d. Riwayat Keluarga :
Biasanya keluarga penderita ada yang mempunyai kesulitan yang sama (penyakit yang sama)
e. Riwayat lingkungan :
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggauta keluarga yang banyak.

f. Aspek Psikososial :
·           Merasa dikucilkan
·           Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
·           Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
·           Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang bayak.
·           Masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien.
·           Tidak bersemangat, putus harapan.

g. Riwayat Penyakit sebelumnya :
·           Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh sembuh.
·           Pernah berobat, tetapi tidak sembuh.
·           Pernah berobat tetapi tidak teratur (drop out).

DIAGNOSA PERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL :
1.         Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan adanya faktor resiko :
·           Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis.
·           Kerusakan membran alveolar kapiler.
·           Sekret yang kental
·           Edema Bronchial.

2.         Potensial infeksi dan penyebaran infeksi sehubungan dengan :
·           Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap.
·           Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar.
·           Daya tahan/ resistensi terhadap infeksi rendah
·           Malnutrisi
·           Terkontaminasi oleh lingkungan.
·           Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.

3.         Gangguan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dyspnoe, anorexia, penurunan finansial /biaya.
4.         Pembersihan jalan nafas yang tidak efektif sehubungan dengan sekresi yang kental, lengket dan berdarah, lelah dan usaha batuk yang kurang, Edema trachea/larink.
5.         Kurangnya pengetahuan (kebutuhan Hygiene), tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, sehubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, terbatas pengetahuan/kognisi, tidak akurat, tidak lengkap imformasi yang didapat.

Pengobatan:
1. Nama obat : INH
    Dosis           : 1 x 400 mg

Farmakokinetik:
·           Diabsorbsi : dari saluran pencernaan, makanan mengurangi kecepatan dan tingkat absorbsi
·           Puncak : 1 - 2 jam
·           Distribusi : Keseluruh jaringan tubuh dan cairan termasuk CNS, melewati plasenta
·           Metabolisme : Tidak diaktifkan oleh acetylation di dalam hati
·           Eliminasi : waktu paruh 1 - 4 jam, 75 - 96% diekresikan dalam urin dalam 24 jam, diekskresikan  dalam air  susu

Efek samping : biasanya dihubungkan dengan dosis
·           CNS :  parestesias, perifeal neuropaty, nyeri kepala, kelemahan, tinitus, pusing, vertigo, ataxia, somnolen, insomnia, amnesia,euphoria, toxis psikosis, perubahan tingkah laku, depresi, kerusakan memori, hyperpireksia, halusinasi, konvulsi, otot kejang, mimpi yang berlebihan , menstruasi
·           Mata : Penglihatan kabur, terganggunya penglihatan, optik neuritis, atropi
·           GI : Mual , muntah , epigastrium distress, mulut kering, konstipasi
·           Hematologi : Agranulositosis, hemolitik atau anemia aplastik, trombositopenia, eosinophilia, methemoglobinemia
·           Hepatotoksisitas: panas dingin, kulit yang melepuh (mosbiliform, macula papular, purpura, urticaria) limpadenitis, vaskulitis
·           Metabolik endokrin : Penurunan absorbsi vitamin B12, defisiensi pridoksin (vitamin B6), pellagra, gynecomastia, hyperglikemia, glikosuria, hyperkalemia, hipophosphathemia, hipokalsemia, acetonia, asidosis metabolik, proteinemia
·           Lain-lain : dyspnea, retensi urine, demam yangdisebabkan obat-obat, rematik, lupus erythromatosus syndrome, iritasi di tempat  bekas injeksi.
·           Implikasi perawatan :

Pengelolaan :
·         Obat oral INH lebih baik diberikan sebelum makan 1 - 2 jam sebelum makanan diabsorbsi, jika terjadi iritasi GI, obat  boleh diberikan bersama makanan
·         Isoniazid dalam bentuk larutan disimpan dalam bentuk kristal dan disimpan dalam temperatur yang rendah. Jika hal ini terjadi obat disimpan ditempat yang hangat atau dalam temperatur ruangan.
·         Nyeri lokal sementara setelah injeksi IM, massage daerah injeksi dengan cara memutar daerah injeksi 
·         Obat disimpan harus ditutup rapat, temperatur 15 - 30 C kecuali diberikan secara sebaliknya

Pengkajian /efek obat :
·         Tes adanya kelemahan yang tepat, sebelum pemberian therapy untuk  mendeteksi kemungkinan bakteri yang resisten
·         Efek therapetik biasanya menjadi jelas dalam 2 - 3 minggu pertama pemberian therapi. Lebih dari 90% pasien yang diberikan therapi mempunyai sputum yang berkurang setelah 6 bulan
·         Pemeriksaan mata
·         Monitor Tekanan darah selama pemberian obat
·         Pasien seharusnya secara hati-hati  dengan interview dan diperiksa dalam interval bulanan  untuk mendeteksi dini dari tanda dan gejala hepatotoksisitas
·         Therapi INH yang kontinyu setelah onset dari disfungsi hepatik meningkatkan resiko kerusakan hati yang lebih berat
·         Isoniazid hepatitis (kadang-kadang  fatal) biasanya berkembang selama 3 - 6 bulan pertama, tetapi mungkin terjadi setiap waktu selama pemberian therapi, hal ini lebih banyak frekwensinya pada pasien dengan umur 35 tahun atau lebih atau terutama yang meminum alkohol setiap hari
·         Cek berat badan 2 kali seminggu, di bawah kondisi standart
·         Pasien DM seharusnya diabsorbsi untuk hilangnya kontrol diabetes antara glikosuria yang nyata dan tes benedik positif; yang palsu segera dilaporkan
·         Neuritis peripheral lebih banyak menimbulkan afek toksik seringkali  didahului oleh parestesikaki dan tangan. Pasien yang bebas kerentanan meliputi (termasuk) alkoholik atau pasien denga penyakit liver, malnutrisi, diabetik, inaktivator lambat, wanita hamil dan kekuatan.

Pendidikan kesehatan kepada keluarga dan pasien
·         Memeperingatkan pasien terhadap makanan yang mengandung tyramine (keju, ikan) yang menjadi penyebab dari palpitasi, peningktan tekanan darah.
·         Instruksi pasien untuk melapor kepada medis bila ada tanda dan gejala dari perkembangan hepatotoksik
·         Memperingatkan pasien terhadap makanan yang mengandung histamin (ikan tuna) yang bisa menjadi penyebab dari palpitasi memperbesar respon obat (nyeri kepala, hipotensi,palpitasi,berkeringat, diare)
·         Umumnya therapi INH diberikan 6 bulan - 2 tahun untuk pengobatan TBC yang aktif, bila digunakan untuk terapi preventif, INH diberikan 12 bulan.

2. Nama obat : Ethambutol hydrochloride
Dosis: Dewasa 15 mg/kgBB (oral), untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg kg/BB/hari atau 60 hari, kemudian diturunkan sampai 15 mg/kgBB/hr
Anak: : 6 - 12 tahun: 10 - 15 mg/kgBB/hari

Farmakokinetik:
·           Absorbsi : 70% - 80% diabsorbsi di saluran pencernaan
·           Puncak 2 - 4 jam
·           Distribusi: diodistribusi ke seluruh jaringan tubuh, konsentrasi tertinggi dalam eritrosit, ginjal, paru-paru, saliva, melalui plasenta, didistribusi kedalam air susu.
·           Metabolisme: dimetabolisme dalam hati
·           Eliminasi : waktu paruh 3 - 4 jam, 50% diekresikan dalam urin selama 24 jam, 20 - 22 % dikeluarkan dalam feses

Efek samping :
·           CNS : Nyeri kepala , pening/pusing, kebingungan, halusinasi, parestesia, neuritis peripheral, nyeri tulang sendi, kelemahan pada ekstremitas bagian bawah
·           Mata : Toksisitas bola mata : neuritis retrabulbar optik, kemungkinan neuritis anterior optik dengan penurunan dalam ketajaman penglihatan, menyempitnya luas lapang pandang, kebutaan pada warna merah-hijau, skotoma pada bagian pusat dan periferal, mata nyeri, fotophobia, perdarahan dan edema retina.
·           Saluran pencernaan : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen
·           Hypersensitifitas : pruritis , dermatitis, anafilaktis
·           Hyperuresemia, demam , malaise, leukopenia (jarang), sputum yang mengandung darah, gangguan sementara dalam fungsi liver (kemungkinan hepatotoksisitas), nefrotoksisitas, gout artritis akut, abnormalitas EKG, pengeluaran keringat
Implikasi Perawatan
·           Ethambutol mungkin diberikan  setelah makan jika iritasi saluran pencernaan terjadi. Absorpsi tidak begitu dipengaruhi oleh makanan dalam perut.
·           Lindungi ethambutol dari cahaya, kelembaman dan panas. Letakan dalam kemasan yang  tertutup rapat-rapat pada suhu 15 - 30 C kecuali kalau diberikan langsung .

Pengkajian dan efek obat
·           Kultur dan tes kerentanan seharusnya seharusnya ditentukan sebelum dimulainya tindakan/dan pengulangan secara periodik pada terapi secara keseluruhan .
·           Toksisitas okuli secara umum kelihatan dalam 1 - 7 bulan setelah dimulainya tyerapi. Gejala biasanya tidak tampak selama beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah obat tidak dilanjutkan
·           Uji opthalmoskopik meliputi tes luas lapang pandang, tes untuk ketajaman penglihatan menggunakan kertas mata, dan tes untuk penggolongan diskriminasi warna seharusnya ditentukan lebih dulu untuk memulai therapi dan dalam interval bulanan selama therapi. Mata seharusnya dites secara terpisah sama baiknya secara bersama-sama
·           Monitor rasio input dan output pada pasien dengan kerusakan ginjal . Laporkan adanya oliguria atau perubahan yang penting pada ratio atau dalam laporan laboratorium tentang fungsi ginjal. Akumulasi sistemik dengan toksisitas dapat dihasilkan dari  ekresi obat-obat yang lambat
·           Tes fungsi ginjal dan hepatik, hitung sel darah dan determinan serum asam urat seharusnya ditentukan dalam interval yang teratur pada terapi secara menyeluruh.

Pendidikan pasien dan keluarga
·           Secara umum, therapi dapat berlanjut selama 1-2 terapi lebih lama, meskipun teraturnya pengobatan yang lebih pendek bisa digunakan dengan baik
·           Jika pasien hamil, selama pengobatan sarankan untuk melaporkan pada dokter dengan segera . Obat seharusnya tersendiri.
·           Sarankan pasien untuk melaporkan dengan tepat pada dokter tentang kejadian mengaburnya pandangan, perubahan persepsi warna, mengecilnya luas lapang pandang , beberapa gejala penglihatan lainnya. Pasien seharusnya secara periodik ditanyakan tentang matanya
·           Jika dideteksi secara dini, defek visual secara umum tidak kelihatan lebih dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada beberapa instansi (jarang), pemulihan mungkin lambat. Selama setahun atau lebih atau defek mungkin irreversibel.

3. Nama obat : Rifampisin
Dosis :   1 x 450 mg

Farmakokinetik:
·           Absorbsi: Dengan mudah diabsorbsi di saluran pencernaan
·           Puncak: 2 - 4 jam
·           Distribusi : didistribusikan kemana-mana meliputi CSF, melalui plasenta, didistribusikan ke dalam air susu
·           Metabolisme: Dimetabolisme dalam liver untuk metabolisme aktif dan inaktif siklus enterohepatik.
·           Eliminasi : Waktu paruh 3 jam. Sampai 30 % diekresikan dalam urin 60% - 65% dalam feses
Efek samping :
·           CNS: fatigue, drowsiness, nyeri kepala, ataxia, kebingungan, pusing, ketidak mampuan berkonsentrasi, mati rasa secara umum, nyeri  pada ekstremitas, kelemahan otot, gangguan penglihatan , konjungtivitis, hilangnya pendengaran frekuensi rendah, secara sementara.
·           GI : heart burn, distress epigastrium, mual, muntah, anoreksia, flaturens, kram, diare, kolitis pseudomembran.
·           Hematologi : Trombositopenia, leukopeni sementara, anemia, meliputi (termasuk) anemia hemolitik
·           Hypersensitivitas : panas, pruritis, urtikaria, erupsi kulit, rasa sakit pada mulut dan lidah, eosinophilia, hemolisis
·           Ginjal : hemoglobinuria, hematuria, Akut Renal Failure
·           Lain-lain : hemoptisis, light-chain proteinuria, sindrom “flulike”, gangguan menstruasi, sindroma hepatorenal (dengan terapi intermitten). Peningkatan sementara pada tes fungsi hati (bilirubin, BSP, alkaline fosfatase,ALT,AST), pankreatitis
·           Overdosis: Gejala GI, meningkatnya lethargi, pembesaran liver  dan pengerasan, jaundice, berkeringat, saliva, air mata, feces
Implikasi Perawatan
·           Kapsul bisa dibuka diisi dan diminum/diteguk dengan air atau dicampur dengan makanan
·           Suspensi oral dapat disiapkan dari kapsul untuk digunakan pada pasien pediatri
·           Beriakn 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan. Puncak dari tingkat serum  diperlambat dan mungkin agak rendah ketika diberikan dengan makanan
·           Pengawetan seharusnya dijaga dalam kapsul yang dikemas dalam botol , dapat menjadi tidak stabil dalam keadaan lembab

Pengkajian dan efek obat
·           Tes serologi dan kerentanan seharusnya ditentukan paling utama selama dan dalam keadaan / waktu kultur positif
·           Disarankan tes fungsi hepatik secara periodik . Pasien dengan penyakit hepar harus dimonitor secara tertutup (closely)
·           Jika pasien juga mendapat anti koagulan, waktu protrombin seharusnya ditentukan secara harian atau seringkali untuk membuat dan menjaga aktifitas antikoagulan

Pendidikan kepada pasien dan keluarga
·           Informasikan kepada pasien bahwa obat bisa memberi warna pada urin merah-oranye, feces, sputum, keringat dan air mata. Terutama yang menggunakan kontak lensa atau kaca berwarna lainnya yang permanen
·           Pasien dengan kontrasepsi oral, seharusnya mempertimbangkan alternatif metode-metode kontrasepsi. Hal-hal yang sama menggunakan Rimfapisin dan kontrasepsi oral menurunkan keefektifan dari kontrasepsi dan untuk gangguan menstruasi (spotting, perdarahan)
·           Perhatikan pasien agar menjaga obat dari jangkauan anak-anak

4.  Nama obat : Pyrazinamide
       Dosis : 2 x 500 mg

Farmakokinetik :
·           Absorbsi  : Langsung diabsorpsi dari saluran pencernaan
·           Puncak : 2 jam
·           Distribusi : Melewati barier darah otak
·           Metabolisme : di metabolisme di hati
·           Eliminasi : waktu paruh 9 - 10 jam, diekresikan secara perlahan-lahan di dalam urin

Efek samping :
·           Astralgia, aktif gout, kesulitan dalam kencing, nyeri kepala, fotosensitif, urtikaria, skin rash (jarang), anemia hemolitik, splenomegali, limphadenopathy, hemoptisis, peptik ulser, uric asid dalam serum, hepatotoksik, tes fungsi ginjal yang abnormal, penurunan plasma protrombin.

Implikasi perawatan
·           Obat seharusnya tidak dilanjutkan jika ada reaksi hepar (jaundice,pruritis, sklera ikterik, yellow skin) atau hyperursemia dan akut gout
·           Tempatkan dalam tempat tertutup (suhu 15  - 13 C)

Efek obat
·           Pasien harus diobservasi dan mendapat petunjuk dari supervisi medis
·           Pasien harus diperiksa secara teratur , dan kemungkinan adanya tanda toksik: pembesaran hepar, jaundice, kerusakan integritas vaskuler (echymosis, ptekie, perdarahan abnormal)
·           Reaksi hepar lebih sering terjadi pada pasien yang diberikan dosis tinggi
·           Tes fungsi liver (AST, ALT, serum bilirubin) harus diperiksa 2-4 minggu selama terapi

Pendidikan kesehatan kepada pasien dalam keluarga
·           Laporkan adanya kesulitan dalam pengosongan
·           Pasien seharusnya berkeinginan untuk intake cairan 2000 ml/hari jika memungkinkan
·           Pasien dengan diabetes melitus seharusnya terbuka untuk memonitor dan meminta saran terhadap kemungkinan kehilangan kontrol glikemia

5.  Nama obat : Aldactone
      Dosis : 2 x 100 mg

Farmakokinetik :
·           Absorbsi : 73% disaluran pencernaan, onset : perlahan-lahan.
·           Puncak : 2-3 hari , max. efeknya 2 minggu.
·           Durasi : 2-3 hari atau lebih.
·           Distribusi : melalui placenta, didistribusikan melalui air susu.
·           Metabolisme : di hati dan di ginjal.
·           Eliminasi : Waktu paruh : 1,3 - 2,4 Jam parent kompound, 18 - 32 jam dimetabolisme, 40 - 57% di ekskresikan  didalam urin , 35 - 40% di dalam empedu.

Efek samping :
·           Letargi, Fatique(penurunan BB yang cepat), nyeri kepala dan  ataksia.
·           Endokrin : genekomastik, ketidakmampuan  untuk mempertahankan  ereksi , efek endogenik (ketidakteraturan mens, hersutisme, suara dalam) , berubahnya para tyroid, menurunnya glukosetoleransi .
·           GI : Kram abdominal, nausea, muntah, anoreksia, diare.
·           Kulit : Makulopapular, erythematosus rash, urtikaria.
·           Lain-lain: Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (hiperkalemia, hiponatremia), peningkatan BUN, asidosis, agranulasitosis, SLE, hipertensi(post sympatectomi) , hiperurecemia, Gout.

Implikasi perawatan :
Pengelolaan :
·           Berikan dengan makanan untuk mempertinggi absorbsi makanan.
·           Haluskan tablet sebelum diberikan dengan cairan yang dipilih oleh pasien.
·           Obat disimpan dalam tempat tertutup, dalam kemasan tahan cahaya, dalam bentuk suspensi lebih tahan dalam waktu I bulan dibawah refrigeration.

Pengkajian dan efek otot :
·           Cek tekanan darah sebelum diberikan terapi.
·           Serum elektrolit harus dimonitor, terutama selama permulaan terapi dan siapkan bila ada tanda-tanda ketidak seimbangan elektrolit.
·           Monitor intake dan output setiap hari dan cek adanya edema, laporkan kekurangan respon diuretik atau perkembangan odem.
·           Laporkan bila ada efek perubahan  mental, letargi, stupor pada pasien dengan penyakit hati.
·           Reaksi yang merugikan, terjadi reversibel yang umum dengan tidak dilanjutkan obat. Ginekomastik yang dihubungkan dengan dosis dan durasi terapi. Ini semua dilakukan walaupun obat telah dihentikan.

Pendidikan pasien dan keluarga :
·           Informasikan pada pasien dan keluarga  efek obat deuretik yang maksimal mungkin tidak terjadi sampai 3 hari pemberian terapi. Dan deuretik kontinue untuk 2-3 hari setelah obat dihentikan.
·           Intruksikan pasien untuk melaporkan tanda dari hiponatremi, yang lebih sering terjadi pada pasien dengan serosis berat.
·           Umumnya pasien harus menghindarkan intake yang belebihan dari makanan yang tinggi potasium dan garam.


daftar pustaka

Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (1995). Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya.

Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya.

Blac,MJ Jacob. (1993). l.uckman & Sorensen’s Medical surgical Nursing A Phsycopsicologyc Approach. W.B. Saunders Company. Philapidelpia.

Barbara Engram. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1. Penerbit EGC. Jakarta.

Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.

Soeparman, Sarwono Waspadji. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. EGC. Jakarta.

Yunus Faisal. (1992). Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi FKUI. Jakarta.