KONSEP BIOMEKANIKA DALA KEPERAWATAN

Didalam fisika Keperawatan membahas 2 bidang :
1.    Bidang kedokteran
2.    Bidang Fisika

Fisika Kedokteran berperan dalam bidang :
1.    U/ menentukan fungsi tubuh yg meliputi kesehatan & peny. Yg dikenal dg faal fisika
2.    Meliputi pengetahuan ttg benda/alat yg dipergunakan dalam keperawatan spt. Alat ultrasonik, laser, radiasi

Satuan internasional :
Arus listrik    :    Ampere    :    A
Temperatur     :    Kelvin        :    K (0 C = 273 K) & (100 C = 373 K)
Intensitas cahaya    Candela    :    Cd
Jumlah zat    :    mole        :    mole

    Dalam biomekanika yg menjadi dasar adalah hokum yg dirumuskan oleh Isaac Neuwton (1643-1727)
1.    Hukum Newton I :
    Sering disebut INERSIA ( KELEMBAMAN ) Yaitu : Benda senantiasa     mempertahankan keadaannya. Bila benda bergerak dia akan terus     mempertahankan gerakannya, sebaliknya akan diam bila tidak ada gaya yg     bekerja pada benda
2.    Hukum Newton II.
    Bula benda dipengaruhi oleh gaya maka benda akan mengalami suatu percepatan     yg arahnya sama dengan arah gaya.
3.    Hukum Newton III
    Bila st benda memberikan gaya (F) pada benda B maka secara bersamaan     memberikan gaya pada A yg sama besar dg gaya B dg arah yg berlawanan

Gaya Pada Tubuh :
Tubuh dikatakan seimbang bila gaya dan momen gaya yg ada sama dengan nol
Sistem tulang dan otot berfungsi sebagai pengumpil.
Ada tiga kelas pengumpil :
1. Klas I    : GB----------TT----------OTOT
2. Klas II    : TT----------GB----------OTOT
3. Klas III    : TT----------OTOT---------GB

Keseimbangan.
a.    Keseimbangan Stabil
1.    Pusat gravitasi naik jika diberi gaya
2.    Muncul gaya pemulih
3.    Tenaga potensial bertambah

b.    Keseimbangan Labil
1.    Pusat gravitasi turun jika diberi gaya
2.    Posisi benda akan mengalami perubahan
3.    tenaga potensial berkurang

c.    Keseimbangan Normal
1.    Pusat gravitasi tidak berubah jika diberi gaya
2.    Tenaga potensial bertambah
Alat kesehatan
Opthalmoskop    : Untuik mengetahui kondus oculi
Retinoscop    : Untuk menentukan retina lensa
Keratometer    : Untuk mengukur kelengkungan kornea
Tonometer    : Untuk mengukur tekanan okuler spt. Px glaucoma (std. 12-23 mmhg)
Lensometer    : Untuk melihat lensa mata
Sitometer    : Untuk mengukur tek Kandung kencing (std 30 cm H2O

BIO OPTIK

KELAINAN REFRAKSI MATA

1.    Mata Miopia ( Rabun Jauh / - )
Miopia adalah suatu kelaiann refraksi dimana sinar sejajar yg datang dari jarak jauh, oleh mata dalam kondisi normal (Rileks akomodasi) dibiaskan di depan retina. Lensa mata miopia bersipat cembung sehingga memerlukan lensa mata Minus untuk meggeser agar bayangan benda tepat jatuh diretina.
    Penyebab :     1. Bersifat aksial yaitu sumbu bola mata terlalu panjang
            2. Bersifat refraktif karena lengkung lensa dan kornea mata lebih
                Cembung dari pada normal

2.    Mata hypermetropi ( Rabun Dekat / + )
Mata hypermetropi adalah suatu kelainan refraksi sinar sejajar yg datang dari jarak jauh tak terhingga oleh mata dalam keadaan normal (Rileks akomodasi) dibiaskan dibelakang retina. Lensa mata hypermetropi bersifat negatif, sehingga diperlukan lensa berkekuatan positif (plus) untuk memajukan agar letak bayangan tepat jatuh di retina.
    Penyebab :     1. Bersifat aksial yaitu sumbu bola mata terlalu pendek
            2. Bersifat refraktif karena lengkung kornea kurang atau karena                     lensa mata terlalu tipis.
            3. Atau kelainan pada corpus vitreum spt pada penderita Diabet.

3.    Mata Astigmatisma ( Cylinder )
Kelaian Astigmatisma ialah Sinar-sinar sejajar yg datang dari jarak jauh, oleh mata dalam keadaan tanpa akomodasi, dibiaskan tidak pada satu titik fokus, melainkan pada beberapa titik fokus yg membentuk suatu garis. Ukuran / bobot pembiasan pada tiap-tiap meridian tidaklah sama. Biasanya terdapat 2 bidang utama yg mana kekuatan bias pada satu bidang lebih besar dari bidang yg lainnya. Dan kedua bidang tersebut saling tegak lurus.
Astigmatisma terbagi atas dua bagian :
a.    Astigmatisma beraturan / lazim (Reguler)
b.    Astigmatisma tidak beraturan / (Irreguler)
Tanda tanda astigmatisma sbb :   
•    Mata sering lelah, pusing
•    Penglihatan tidak tajam, kurang fokus
•    Benda tampak seperti dobel-dobel, dll
•    Objek bulat tampak benjol, garis lurus tampak agak bengkok, dll

4.    Presbiopia (Rabun mata tua / + )
    Adalah gangguan penglihatan dekat karena faktor usia melewati usia 40 tahun.
Perkiraan uk. Lensa baca menurut umur adalah sbb :
+ 100 = 40 th.
+ 150 = 45 th
+ 200 = 50 th
+ 250 = 55 th
+ 300 > 60 th.

Jenis-jenis mata yaitu :
•    Mata normal (mata emetropi) yaitu memiliki titik dekat 25 cm dan titik jauh tak terhingga.
•    Mata rabun jauh (miopi) disebut juga mata terang dekat, memiliki titik dekat kurang dari 25 cm (< 25 cm) dan titik jauhnya pada jarak tak terhingga.
•    Mata hypermetripi ( Rabun dekat )
•    Mata tua (presbiopi), letak titik dekat maupun titik jauh telah bergeser, titik dekatnya lebih dari 25 cm dan titik jauhnya hanya berada pada jarak tertentu.
•    Astigmatisma disebabkan oleh kornea mata yang tidak berbentuk sferis, tapi lebih melengkung pada satu sisi daripada sisi yang lain, dapat ditolong dengan kaca mata berlensa silindris. Mata campuran ini mengalami presbiopi dan miopi dapat ditolong dengan kaca mata berlensa rangkap atau bifocal (negatif diatas dan positif dibawah)

Mata memiliki beberapa bagian yang memiliki fungsi tertentu sebagai alat optik, yaitu kornea, iris, pupil, lensa mata, retina, aquapuous humor, syaraf optik. Cara pembentukan bayangan pada mata yaitu cahaya yang dipantulkan benda sampai pada mata dengan cukup, kemudian lensa mata akan membentuk bayangan yang bersifat nyata, terbalik dan diperkecil pada retina. Peralatan yang digunakan untuk memeriksa cacat mata adalah dengan menggunakan opthalmoskop, retinoskop, keratometer, tonometer dari schiotz, rupilometer dan lensometer.

MAKALAH FISIKA KEPERAWATAN TENTANG BIO OPTIK


KATA  PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yangmana atas berkat rahmat, nikmat dan hidayahnya sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Tak lupa pula Sholawat beriring salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, yangmana Beliau telah membawa umatnya dari alam yang gelap gulita kepada alam yang terang benderang dan penuh dengan ilmu pengetahuan.

    Penulis menyusun makalah yang berjudul “  BIO OPTIK “ ini karena ada sangkut pautnya antara ilmu keperawatan dengan  Ilmu Fisika tentang Bio Optik. Penulis berharap makalah fisika ini akan sangat berguna dalam menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam pembelajaran  Fisika Keperawatan.

    Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari akan segala kekurangan dan kemampuan yang sangat terbatas dimiliki oleh penulis, sehingga dalam penulisan, penyusunan kalimat dan dalam mencari sumber buku serta internet masih kurang dan teramat sulit. Namun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin agar makalah ini dapat diselesaikan untuk memenuhi tugas yang  telah diberikan oleh dosen pembimbing dan berusaha untuk menjadikan yang terbaik.

Dengan segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan makalah ini. Dan penulis berharap semoga makalah ini dapat memenuhi harapan kita semua.



                                                                                            Pematang Reba,   Agustus 2009
                                                                                                                         Penulis





BAB I
 PENDAHULUAN


A.  LATAR BELAKANG.

    Dalam keseharian kita selalu melihat ada orang yang memakai kaca mata dan ada pula yang tidak, dan ada pula yang dulunya tidak memakai kacamata tetapi sekarang memakai kaca mata. Disamping itu ada pula yang memakai kaca mata tetapi masih melihat suatu benda tersebut tidak jelas. Hal itulah yang membuat penulis mengangkat masalah ini menjadi makalah penulis. Sampai abad ke-4 sebelum masehi orang masih berrpendapat bahwa benda-benda di sekitar dapat dilihat oleh karena mata mengeluarkan sinar-sinar penglihatan. Anggapan ini didukung oleh Plato (429 – 348 ) dan Euclides (287 – 212 SM) oleh karena pada mata binatang di malam hari tampak bersinar.

    Pendapat di atas di tentang oleh Aristoteles (384 – 322 SM) karena pada kenyataan kita tidak dapat melihat benda-benda di dalam ruang gelap. Namun demikian Aristoteles tidak dapat memberi penjelasan mengapa mata dapat melihat benda.

    Pada abad pertengahan Alhazan (965 – 1038) seorang Mesir di Iskandria berpendapat bahwa benda di sekitar itu dapat dilihat oleh karena benda-benda tersebut memantulkan cahaya atau memancarkan cahaya yang masuk ke dalam mata . teori ini akhirnya di terima sampai abad ke 20 ini.

B.  TUJUAN  PENULISAN

1.  Tujuan Umum
  Setelah membaca makalah ini, diharapkan kita semua dapat menambah pengetahuan  tentang Ilmu
  Bio Optik                  
    
2.  Tujuan Khusus

     Penulis membuat makalah ini dengan tujuan sebagai berikut :

a.    Dapat menambah ilmu bagi penulis  dan para pembaca
b.    Dapat mengetahui tentang perlunya Ilmu Bio Optik yang sangat erat hubungannya dalam kehidupan kita sehari – hari.
c.    Menambah wawasan tentang Bio Optik.
d.    Memperdalam untuk pembuatan makalah.
4

BAB II
PEMBAHASAN
    
A.      JENIS OPTIK.

1.     OPTIK GEOMETRI

Berpangkal pada perjalanan cahaya dalam medium secara garis lurus, berkas-berkas cahaya di sebut garis cahaya dan gambar secara garis lurus. Dengan cara pendekatan ini dapatlah melukiskan ciri-ciri cermin dan lensa dalam bentuk matematika. Misalnya untuk rumus cermin dan lensa :

f = focus = titik api
b = jarak benda
v = jarak bayangan

Hukum Willebrord Snelius (1581-1626) :

n = indeks bias
I = sudut datang
r = sudut bias (refraksi)

2.    OPTIK FISIK

    Gejala cahaya seperti dispersi, interferensi dan polarisasi tidak dapat di jelaskan malalui metode optika geometri. Gejala-gejala ini hanya dapat dijelaskan dengan menghitung ciri-ciri fisik dari cahaya tersebut.

    Sir Isaac Newton (1642-1727), cahaya itu menggambarkan peristiwa cahaya sebagai sebuah aliran dari butir-butir kecil (teori korpuskuler). Sedangkan dengan menggunakan teori kwantum yang dipelopori Plank (1858-1947), cahaya itu terdiri atas kwanta atau foton-foton, tampaknya agak mirip dengan teori Newton yang lama itu. Dengan menggunakan teori Max Plank dapat menjelaskan mengapa benda itu panas apabila terkena sinar.

    Thomas Young (1773-1829) dan August Fresnel (1788-1827), dapat menjelaskan bahwa cahaya dapat melentur berinterferensi. James Clark Mexwell (1831-1879) berkebangsaan Skotlandia, dari hasil percobaannya dapat menjelaskan bahwa cepat rambat cahaya (3 X 10 m/detik) sehingga berkesimpulan bahwa cahaya adalah gelombang elektromagnetik.

    Huygens ( 1690) menganggap cahaya itu sebagai gejala gelombang dari sebuah sumber cahaya menjalarkan getaran-getaran ke semua jurusan. Setiap titik dari ruangan yang bergetar olehnya dapat dianggap sebagai sebuah pusat gelombang baru. Inilah prinsip dari Huygens yang belum bisa menjelaskan perjalanan cahaya dari satu medium ke medium lainnya.

    Dari hasil percobaan Einstein (1879-1955) dimana logam di sinari dengan cahaya akan memancarkan electron (gejala foto listrik). Hal ini dapat disimpulkan bahwa cahaya memiliki sifatfartikel dan gelombangmagnetic.Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cahaya mempunyai sifat materi (partikel) dan sifat gelombang.


B.     HUBUNGAN ANTARA INDEKS BIAS DAN KECEPATAN RAMBAT

    Indeks bias dari suatu benda didefinisikan sebagai :

    n = Indeks Bias
    i = sudut datang
    r = sudut bias

    Ini dapat pula didefinisikan sebagai berikut : kecepatan rambat cahaya dalam ruang hampa     dibandingkan dengan kecepatan rambat cahaya dalam medium.

C.     LENSA

    Berdasarkan bentuk permukaan lensa maka lensa dapat dibagi menjadi dua :
    1. Lensa yang mempunyai permukaan sferis.
    2. Lensa yang mempunyai permukaan silindris.

    Permukaan sferis ada dua macam pula yaitu :

    1. Lensa konvergen / konveks
        Yaitu sinar sejajar yang menembus lensa akan berkumpul menjadi bayangan nyata,     juga di     sebut lensa positif atau lensa cembung.

    2. Lensa divergen / konkaf.
        Yaitu sinar yang sejajar yang menembus lensa akan menyebar , lensa ini disebut lensa     negatif atau lensa cekung
.
    Lensa yang mempunyai permukaan silindris disebut lensa silindris. Lensa ini mempunyai     focus yang positif dan ada pula mempunyai focus negatif.


D.     KESESATAN LENSA

    Berdasarkan persamaan yang berkaitan dengan jarak benda, jarak bayangan, jarak focus, radius kelengkungan lensa seerta sinar-sinar yang datang paraksial akan kemungkinan adanya kesesatan lensa (aberasi lensa). Aberasi ini ada bermacam-macam :

a. Aberasi sferis ( disebabkan oleh kecembungan lensa).

    Sinar-sinar paraksial / sinar-sinar dari pinggir lensa membentuk bayangan di P’  aberasi ini dapat dihilangkan dengan mempergunakan diafragma yang diletakkan di depan lensa atau dengan lensa gabungan aplanatis yang terdiri dari dua lensa yang jenis kacanya berlainan.

b. Koma

    Aberasi ini terjadi akibat tidak sanggupnya lensa membentuk bayangan dari sinar di tengah-tengah dan sinar tepi. Berbeda dengan aberasi sferis pada aberasi koma sebuah titik benda akan terbentuk bayangan seperti bintang berekor, gejala koma ini tidak dapat diperbaiki dengan diafragma.

c. Astigmatisma

    Merupakan suatu sesatan lensa yang disebabkan oleh titik benda membentuk sudut besar dengan sumbu sehingga bayangan yang terbentuk ada dua yaitu primer dan sekunder. Apabila sudut antara sumbu dengan titik benda relatif kecil maka kemungkinan besar akan berbentuk koma.

d. Kelengkungan medan

    Bayangan yang dibentuk oleh lensa pada layar letaknya tidak dalam satu bidang datar melainkan pada bidang lengkung. Peristiwa ini disebut lengkungan medan atau lengkungan bidang bayangan.

e. Distorsi

    Distorsi atau gejala terbentuknya bayangan palsu. Terjadinya bayangan palsu ini oleh karena di depan atau di belakang lensa diletakkan diafragma atau cela. Benda berbentuk kisi akan tampak bayangan berbentuk tong atau berbentuk bantal. Gejala distorsi ini dapat dihilangkan dengan memasang sebuah cela di antara dua buah lensa.

    f. Aberasi kromatis

    Prinsip dasar terjadinya aberasi kromatis oleh karena focus lensa berbeda-beda untuk tiap-tiap warna. Akibatnya bayangan yang terbentuk akan tampak berbagai jarak dari lensa.
Ada dua macam aberasi kromatis yaitu :
    Aberasi kromatis aksial/longitudinal : perubahan jarak bayangan sesuai dengan indeks bias.
Aberasi kromatis lateral : perubahan aberasi dalam ukuran bayangan.

    Untuk menghilangkan terjadinya aberasi kromatis dipakai lensa flinta dan kaca krown,
     lensa kembar ini disebut “ Achromatic double lens”.

E.     MATA

    Banyak pengetahuan yang kita peroleh melalui suatu penglihatan. Untuk membedakan gelap atau terang tergantung atas penglihatan seseorang.
Ada tiga komponen pada penginderaan penglihatan :
1. Mata memfokuskan bayangan pada retina
2. System syaraf mata yang memberi informasi ke otak
3. Korteks penglihatan salah satu bagian yang menganalisa penglihatan tersebut.

    1. ALAT OPTIK MATA

Bagian-bagian pada mata terdiri dari :

1. Retina
Terdapat ros batang dank ones/kerucut, fungsi rod untuk melihat pada malam hari sedangkan kone untuk melihat siang hari. Dari retina ini akan dilanjutkan ke saraf optikus.

2. Fovea sentralis
Daerah cekung yang berukuran 0,25 mm di tengah-tengahnya terdapat macula lutea (bintik kuning).
7

3. Kornea dan lensa
Kornea merupakan lapisan mata paling depan dan berfungsi memfokuskan benda dengan cara refraksi, tebalnya 0,5 mm sedangkan lensa terdiri dari kristal mempunyai dua permukaan dengan jari-jari kelengkungan 7,8 m fungsinya adalah memfokuskan objek pada berbagai jarak.

4. Pupil
Di tengah-tengah iris terdapat pupil yang fungsinya mengatur cahaya yang masuk. Apabila cahaya terang pupil menguncup demikian sebaliknya.

Sistem optic mata serupa dengan kamera TV bahkan lebih mahal oleh karena :

a. Mata bisa mengamati objek dengan sudut yang sangat besar
b. Tiap mata mempunyai kelopak mata dan ada cairan lubrikasi
c. Dalam satu detik dapat memfokuskan objek berjarak 20 cm
d. Mata sangat efektif pada intensitas cahaya 10 : 1
e. Diafragma mata di atur secara otomatis oleh iris
f. Kornea terdiri dari sel-sel hidup namun tidak mendapat vaskularisasi
g. Tekanan bola mata diatur secara otomatis sehingga mencapai 20 mmHg
h. Tiap mata dilindungi oleh tulang
i. Bayangan yang terbentuk oleh mata akan diteruskan ke otak
j. Bola mata dilengkapi dengan otot-otot mata yang mengatur gerakan bola mata
 (m = muskulus  =  otot)
M. rektus medialis = menarik bola mata ke dalam
M. rektus lateralis = menarik bola mata ke samping
M. rektus superior = menarik bola mata ke atas
M. rektus inferior = menarik bola mata ke bawah
M. obligus inferior = memutar ke samping atas
M. obligus superior = memutar ke samping dalam.

Kelumpuhan salah satu otot mata akan timbul gejala yang disebut strabismus (mata juling). Ada tiga macam strabismus yaitu strabismus horizontal, vertical dan torsional.

2. DAYA AKOMODASI

    Dalam hal memfokuskan objek pada retina, lensa mata memegang peranan penting. Kornea mempunyai fungsi memfokuskan objek secara tetap demikian pula bola mata (diameter bola mata 20 – 23 mm). kemampuan lensa mata untuk memfokuskan objek di sebut daya akomodasi. Selama mata melihat jauh, tidak terjadi akomodasi. Makin dekat benda yang dilihat semakin kuat mata / lensa berakomodasi. Daya akomodasi ini tergantung kepada umur. Usia makin tua daya akomodasi semakin menurun. Hal ini disebabkan kekenyalan lensa/elastisitas lensa semakin berkurang.

    Jarak terdekat dari benda agar masih dapat dilihat dengan jelas dikatakan benda terletak pada “titik dekat” punktum proksimum. Jarak punktum proksimum terhadap mata dinyatakan P (dalam meter) maka disebut Ap (akisal proksimum); pada saat ini mata berakomodasi sekuat-kuatnya (mata berakomodasi maksimum). Jarak terjauh bagi benda agar masih dapat dilihat dengan jelas dikatakan benda terletak pada titik jauh/punktum remotum. Jarak punktum remotum terhadap mata dinyatakan r (dalam meter) maka disebut Ar (Aksial Proksimum); pada saat ini mata tidak berakomodasi/lepas akomodasi.


Selisih A dengan Ar disebut lebar akomodasi, dapat dinyatakan :
A = lebar akomodasi yaitu perbedaan antara akomodasi maksimal dengan lepas akomodasi maksimal.
Secara empiris A = 0,0028 (80 th – L) dioptri
L = umur dalam tahun

Bertambah jauhnya titik dekat akibat umur disebut mata presbiop. Presbyop ini bukan merupakan cacat penglihatan. Ada satu dari sekian jumlah orang tidak mempunyai lensa mata.  Mata demikian disebut mata afasia.


3. PENYIMPANGAN PENGLIHATAN

Mata yang mempunyai titik jauh/punktum remotum terhingga akan memberi bayangan benda secara tajam pada selaput retina. Dikatakan mata emetropia. Sedangkan mata yang mempunyai titik jauh yang bukan tak terhingga , mata demikian disebut mata ametropia.
Mata emetropia mempunyai punktum proksimum sekitar 25 cm, disebut mata normal. Sedangkan mata emetropia yang mempunyai punktum proksimum lebih dari 25 cm di sebut mata presbiopia.
Mata ametropia mempunyai dua bentuk :
1. Myopia (penglihatan dekat)
 2. Hipermetropia (penglihatan jauh)


MIOPIA
Mata ametropia yang mempunyai P dan r terlalu kecil di sebut mata myopia. Mata myopia ini bentuk mata terlalu lonjong maka benda berjauhan tak terhingga akan tergambar tajam di depan retina. Mata seperti ini dapat melihat tajam benda pada titik dekat tanpa akomodasi. Dengan akomodasi kuat akan terlihat benda yang lebih dekat lagi.


HIPERMETROPIA
Mata ametropia yang mempunyai P dan r terlalu besar dikatakan hipermetropia. Kalau diperhatikan bola mata hipermetropia maka akan terlihat bola mata yang agak gepeng dari normal. Mata yang demikian itu tanpa akomodasi bayangan tak terhingga akan terletak di belakang retina, tetapi kadang kala dengan akomodasi akan terlihat benda-benda yang jauh tak terhingga secara tajam bahkan dapat melihat benda-benda berada dekat di depan mata.
Baik myopia maupun hipermetropia kelainannya terletak pada poros yang di sebut ametropia poros. Selain myopia dan hipermetropia, ada salah satu kelainan pada lensa mata yaitu astigmatisma.

    Astigmatisma terjadi apabila salah satu komponen system lensa menjadi bentuk telur daripada sferis. Tambahan pula kornea atau lensa kristaline menjadi memanjang ke salah satu arah. Dengan demikian radius kurvatura menjadi lebih besar pada arah memanjang. Sebagai konsekwensi berkas cahaya yang masuk lewat kurvatura yang panjang akan difokuskan dibelakang retina sedangkan berkas cahaya yang masuk lewat kurvatura yang pendek difokuskan di depan retina. Dengan perkataan lain mata tersebut mempunyai pandangan jauh terhadap beberapa berkas cahaya dan berpandangan dekat terhadap sisa cahaya. Dengan demikian mata seseorang yang menderita astigmatisma tidak dapat memfokuskan setiap objek dengan jelas.


4. TEHNIK KOREKSI

    Setelah melalui pemeriksaan dokter mata dengan seksama maka ditentukan apakah penderita menderita presbiopia, hipermetropia, myopia, astigmatisma atau campuran (presbiopia dan myopia).

a. Mata presbiopia

Pada mata presbiopia tidak ada masalah untuk melihat jauh. Yang menjadi masalah adalah melihat dekat, untuk itu penderita dianjurkan memakai kacamata positif

b. Mata hipermetropia

Mata demikian kemampuan melihat dekat terganggu dimana punktum proksimum dan punktum remotum yang terlalu jauh sehingga dianjurkan memakai kacamata positif.

c. Mata myopia

Pada mata myopia, kemampuan melihat jauh tergganggu oleh karena letak punktum proksimum dan punktum remotum yang terlalu dekat sehingga dianjurkan memakai kacamata negatif.

d. Mata astigmatisma

Penderita yang mengalami mata astigmatisma akan terganggu penglihatannya tidak dalam segala arah, sehingga penderita ini dianjurkan memakai kacamata silindris atau kaca mata toroidal. Penderita astigmatisma dengan satu mata akan melihat garis dalam satu arah lebih jelas daripada kea rah yang berlawanan.

e. Campuran

Ada penderita yang matanya sekaligus mangalami presbipoi dan myopia, maka mempunyai punktum proksimum yang letaknya terlalu jauh dan punktum remotum terlalu kecil, penderita demikian memakai kacamata rangkap yaitu kacamata bifocal (negatif diatas, positif di bawah)
Ada penderita yang hanya menderita presbiopia, myopia atau hipermetropia tanpa astigmatisma hanya memakai kacamata berlensa sferis.


Contoh 1 :

Dokter dalam memeriksa penderita yang titik dekat matanya 0,5 meter dan penderita ingin membaca pada jarak 0,25 meter.

Pertanyaan :
a. Berapakah daya akomodasinya ?
b. Berapakah kekuatan lensa agar pemderita dapat membaca pada jarak 0,25 m ?

Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diketahui bahwa objek yang terjadi pada retina dibentuk oleh kornea dan lensa mata yang merupakan lensa gabung dan jarak kornea retina secara pendekatan adalah 2 cm = 0,02 meter.


Daya akomodasi mata dihitung dalam dioptri (D) dimana selisih antara kekuatan lensa mata untuk melihat pada titik/jarak tertentu dengan daya kekuatan lensa mata pada waktu melihat benda pada jarak jauh tak terduga. Maka penyelesaian soal di atas sebagai berikut :

a. Kekuatan focus mata normal :
Kalau mata orang tersebut difokuskan pada jarak 0,5 meter maka focus matanya
Daya akomodasi sebesar

b. Untuk melihat benda pada jarak 0,25 meter maka kekuatan matanya :
Penderita tersebut harus memakai kacamata dengan kekuatan :

54 D – 52 D = 2 D

Contoh 2 :

Penderita dengan titik dekat 2,0 meter. Berapa dioptrikah apabila penderita membaca pada jarak 0, 25 meter ?
Focus mata yang normal pada jarak 0,25 meter :
Focus mata pada jarak 2 meter :
Mata penderita ini perlu dikoreksi dengan lensa :
54 D – 50,5 D = 3,5 D
Pada penulisan resep bagi penderita yang memerlukan lensa kacamata dapat di lihat sebagai berikut :
Sferis Silinder Aksis Penambahan
OD - 1,25 - 1,25 180 + 1,25
OS - 1,75 - 1,75 103 + 1,25
Penambahan 1,25 kacamata bertujuan untuk koreksi kacamata silinder tersebut.

5. KETAJAMAN PENGLIHATAN

    Ketajaman penglihatan dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata , di klinik dikenal dengan nama visus. Tapi bagi seorang ajli fisika ketajaman penglihatan ini disebut resolusi mata.
Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kacamata) tetapi mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi keterangan tentang baik buruknya fungsi mata keseluruhannya. Oleh karena itu definisi visus adalah : nilai kebalikan sudut (dalam menit) terkecil dimana sebuah benda masih kelihatan dan dapat dibedakan.
Pada penentuan visus, para ahli mempergunakan kartu Snellen, dengan berbagai ukuran huruf dan jarak yang sudah ditentukan. Misalnya mata normal pada waktu diperiksa diperoleh 20/40 berarti penderita dapat membaca hurup pada 20 ft sedangkan bagi mata normal dapat membaca pada jarak 40 ft (20 ft = 4 meter).


6. MEDAN PENGLIHATAN

    Untuk mengetahui besar kecilnya medan penglihatan seseorang dipergunakan “alat perimeter”.
Dengan alat ini diperoleh medan penglihatan vertical ± 130°; sedangkan medan penglihatan horizontal ± 155°.
           
7. TANGGAP CAHAYA

    Bagian mata yang tanggap cahaya adalah retina. Ada dua tipe fotoreseptor pada retina yaitu Rod (batang) dan Cone(kerucut).
Rod dan Kone tidak terletak pada permukaan retina melainkan beberapa lapis di belakang jaringan syaraf.
Distribusi Rod dan Kone pada retina

a. Kone (kerucut)

Tiap mata mempunyai ± 6,5 juta cone yang berfungsi untuk melihat siang hari disebut “fotopik”. Melalui kone kita dapat mengenal berbagai warna, tetapi kone tidak sensitive terhadap semua warna, ia hanya sensitive terhadap warna kuning, hijau (panjang gelombang 550 nm). Kone terdapat terutama pada fovea sentralis.

b. Rod (batang)
.
Dipergunakan pada waktu malam atau disebut penglihatan Skotopik. Dan merupakan ketajaman penglihatan dan dipergunakan untuk melihat ke samping. Setiap mata ada 120 juta batang. Distribusi pada retina tidak merata, pada sudut 20° terdapat kepadatan yang maksimal. Batang ini sangat peka terhadap cahaya biru, hijau (510 nm).
Tetapi Rod dan Kone sama-sama peka terhadap cahaya merah (650 – 700 nm), tetapi penglihatan kone lebih baik terhadap cahaya merah jika dibandingkan dengan Rod
.

8. PENYESUAIAN TERHADAP TERANG DAN GELAP

    Dari ruangan gelap masuk ke dalam ruangan terang kurang mengalami kesulitan dalam penglihatan. Tetapi apabila dari ruangan terang masuk ke dalam ruangan gelap akan tampak kesulitan dalam penglihatan dan diperlukan waktu tertentu agar memperoleh penyesuaian. Pendapat ini telah lama diketahui orang. Apabila kepekaan retina cukup besar, seluruh objek/benda akan merangsang rod secara maksimum sehingga setiap benda bahkan yang gelap pun akan terlihat terang putih. Tetapi apabila kepekaan retina sangat lemah, ketika masuk ke dalam ruangan gelap tidak ada bayangan yang benderang yang merangsang rod dengan akibat tidak ada suatu objekpun yang terlihat. Perubahan sensitifitas retina secara automatis ini dikenal sebagai fenomena penyesuaian terang dan gelap

a. Mekanisme penyesuaian terang (cahaya)

Pada kerucut dan batang terjadi perubahan di bawah pengaruh energi sinar yang disebut foto kimia. Di bawah pengaruh foto kimia ini rhodopsin akan pecah, masuk ke dalam retine dan skotopsine. Retine akan tereduksi menjadi vitamin A di bawah pengaruh enzyme alcohol dehydrogenase dan koenzym DPN – H + H (=DNA) dan terjadi proses timbal balik (visa versa)
Rushton (1955) telah membuktikan adanya rhodopsin dalam retina mata manusia, ternyata konsentrasi rhodopsin sesuai dengan distribusi rod.
Penyinaran dengan energi cahaya yang besar dan dilakukan secara terus menerus konsentrasi rhodopsin di dalam rod akan sangat menurun sehingga kepekaan retina terhadap cahaya akan turun.


 b. Mekanisme penyesuaian gelap.

    Seseorang masuk ke dalam ruangan gelap yang tadinya beradadi ruangan terang, jumlah rhodopsin di dalam rod sangat sedikit sebagai akibat orang tersebut tidak dapat melihat apa-apa di dalam ruangan gelap. Selama berada di ruangan gelap, pembentukan rhodopsin di dalam rod sangatlah perlahan-lahan, konsentrasi rhodopsin akan mencapai kadar yang cukup dalam beberapa menit berikutnya sehingga akhirnya rod akan terangsang oleh cahaya dalam waktu singkat. Selama penyesuaian gelap kepekaan retina akan meningkat mencapai nilai 1.000 hanya dalam waktu beberapa menit saja, kepekaan retina mencapai nilai 100.000 waktu yang diperlukan 1 jam.

    Sedangkan kepekaan retina akan menurun dari nilai 100.000 apabila seseorang dari ruangan gelap ke ruangan terang. Proses penurunanan kepekaan retina hanya diperlukan waktu 1 sampai 10 menit
.
Penyesuaian gelap ini ternyata kone lebih cepat daripada rod. Dalam waktu kira-kira 5 menit fovea sentralis telah mencapai tingkat kepekaan. Kemudian dilanjutkan penyesuaian gelap oleh rod sekitar 30 – 60 menit, rata-rata terjadi pada 15 menit pertama. Sebelum masuk ke kamar gelap (misalnya ruang Rontgen) biasanya dianjurkan memakai kacamata merah atau salah satu mata dipejamkan dalam beberapa saat (± 15 menit).

9. TANGGAP WARNA

Salah satu kemampuan mata adalah tanggap warna, namun mekanisme tanggap warna tersebut belum diketahui secara jelas. Dengan menggunakan pengamatan skotopik pada intensitas cahaya yang lemah, tidak ada respon terhadap warna. Tetapi dengan menggunakan pengamatan fotopik dapat melihata warna namun tidak bisa membedakan warna pada objek yang letaknya jauh dari pusat medan penglihatan.

a. Teori tanggap warna.

Kone berbeda dengan rod dalam beberapa hal yaitu kone memberi jawaban yang selektif terhadap warna, kurang sensitive terhadap cahaya dan mempunyai hubungan dengan otak dalam kaitan ketajaman penglihatan dibandingkan dengan rod. Ahli faal Lamonov, Young Helmholpz berpendapat ada 3 tipe kone yang tanggap terhadap tiga warna poko yaitu biru, hijau dan merah.

Kone biru
Mempunyai kemampuan tanggap gelombang frekwensi cahaya antara 400 dan 500 milimikron. Berarti konne biru dapat menerima cahaya , ungu, biru dan hijau.

Kone hijau
Berkemampuan menerima gelombang cahaya dengan frekwensi antara 450 dan 675 milimikron. Ini berarti kone hijau dapat mendeteksi warna biru, hijau, kuning, orange dan merah.

Kone merah
Dapat mendeteksi seluruh panjang gelombang cahaya tetapi respon terhadap cahaya orange kemerahan sangat kuat daripada warna-warna lainnya.


                        13

    Ketiga warna pokok disebut trikhromatik. Teori yang diajukan oleh Lamonov, Young Helmholpz mengenai trikhromatik sukar untuk dimengerti bagaimana kone dapat mendeteksi warna menengah (warna intermediate) dari tiga warna pokok. Oleh sebab itu timbul teori tiga tipe dikromat yaitu suatu warna menengah terpraoduksi oleh karena dua tipe kone yang terangsang. Sebagai contoh, kone hijau dan merah terangsang bersamaan tetapi kone hijau terangsang lebih kuat daripada kone merah maka warna yang terproduksi adalah kuning kehijauan. Apabila kone hijau dank one biru terangsang, warna yang ditampilkan sebagai warna biru hijau. Jika intensitas rangsangan terhadap kone hijau lebih besar daripada kone biru, warna yang ditampilkan lebih hijau dan biru.
Pada suatu percobaan dimana mata disinari dengan spectrum cahaya kemudian dibuat kurva respon dari pigmen peka cahaya akan tampak tiga warna pigmen peka cahaya yang serupa dengan kurva sensitive untuk ketiga tipe kone

b. Buta warna

    Jika seseorang tidak mempunyai kone merah ia masih dapat melihat warna hijau, kuning, orange dan warna merah dengan menggunakan kone hijau tetapi tidak dapat membedakan secra tepat antara masing-masing warna tersebut oleh karena tidak mempunyai kone merah untuk kontras / membandingkan dengan kone hijau. Demikian pula jika seseorang kekurangan kone hijau, ia masih dapat melihata seluruh warna tetapi tidak dapat membedakan antara warna hijau, kuning, orange dan merah. Hal ini disebabkan kone hijau yang sedikit itdak mampu mengkontraskan dengan kone merah. Jadi tidak adanya kone merah atau hijau akan timbul kesukaran atau ketidakmampuan untuk membedakan warna antara keadaan ini di sebut buta warna merah hijau kasus yang jarang sekali, tetapi bisa terjadi seseorang kekurangan kone biru, maka orang tersebut sukar membedakan warna ungu, biru dan hijau. Tipe buta warna ini disebut kelemahan biru ( blue weakness). Pada suatu penelitian diperoleh 8% laki-laki buta warna, sedangkan 0,5 % terdapat pada wanita dan dikatakan buta warna ini diturunkan oleh wanita. Adapula orang buta terhadap warna merah disebut protanopia, buta terhadap warna hijau disebut deuteranopia dan buta terhadap warna biru disebut tritanopia.

10. PERALATAN DALAM PEMERIKSAAN MATA

    Dari sekian banyak peralatan mata, hanya beberapa peralatan yang akan dibahas dalam kaitan pemeriksaan mata. Ada tiga prinsip dalam pemeriksaan mata yaitu : pemeriksaaan mata bagian dalam, pengukuran daya focus mata, penmgukuran kelengkungan kornea. Peralatan dalam pemeriksaan mata dan lensa ada 6 macam yaitu :

Opthalmoskop
Retinoskop
Pupilo meter
Keratometer
Lenso meter
Tonometer dari schiotz

OPTHALMOSKOP
Alat ini mula-mula dipakai oleh Helmholtz (1851). Prinsip pemeriksaan dengan opthalmoskop untuk mengetahui keadaan fundus okuli ( = retina mata dan pembuluh darah khoroidea keseluruhannya).


                        14

Ada dua prinsip kerja opthalmoskop yaitu :

1. Pencerminan mata secara langsung

    Fundus okuli penderita disinari dengan lampu, apabila mata penderita emetropia dan tidak melakukan akomodasi maka sebagian cahaya akan dipantulkan dan keluar dari lensa mata penderita dalam keadaan sejajar dan terkumpul menjadi gambar tajam pada selaput jaringan mata pemeriksa (dokter) yang juga tidak terakomodasi. Pada jaringan mata dokter terbentuk gambar terbalik dan sama besar dengan fundus penderita

2. Pencerminan mata secara tak langsung

    Cahaya melalui lensa condenser diproyeksi ke dalam mata penderita dengan bantuan cermin datar kemudian melalui retina mata penderita dipantulkan keluar dan difokuskan pada mata sipemeriksa (dokter). Dengan mempergunakan opthalmoskop dapat mengamati permasalahan mata yang berkaitan dengan tumor otak

RETINOSKOP

    Alat ini dipakai untuk menentukan reset lensa demi koreksi mata penderita tanpa aktivitas penderita, meskipun demikian mata penderita perlu terbuka dan dalam posisi nyaman bagi si pemeriksa. Cahaya lampu diproyeksi ke dalam mata penderita dimana mata penderita tanpa akomodasi. Cahaya tersebut kemudian dipantulkan dari retina dan berfungsi sebagai sumber cahaya bagi sipemeriksa.

Fungsi retinoskop dianggap normal, apabila suatu objek (cahaya) berada di titik jauh mata akan difokuskan pada retina. Cahaya yang dipantulkan retina akan menghasilkan bayanagan focus pada titik jauh pula. Oleh karena itu pada waktu pemeriksa mengamati mata penderita melalui retionoskop ,lensa posistif atau negatif diletakkan di depan mata penderita sesuai dengan keperluan agar bayangan (cahaya) yang dibentuk oleg retina penderita difokuskan pada mata pemeriksa. Lensa posistif atau negatif yang dipakai itu perlu ditambah atau dikurangi agar pengfokusan bayangan dari retina penderita terhadap pemeriksa tepat adanya. Suatu contoh, jarak pemeriksa 67 cm lensa yang diperlukan 1, 5 D.


KERATOMETER

    Alat ini untuk mengukur kelengkungan kornea. Pengukuran ini diperuntukkan pemakaian lensa kontak; lensa kontak ini dipakai langsung yaitu dengan cara menempel pada kornea yang mengalami gangguan kelengkungan. Ada dua lensa kontak yaitu :

a. Hard contact lens

Dibuat dari plastic yang keras, tebal 1 mm dengan diameter 1 cm. sangat efektif bila dilepaskan dan mudah terlepas oleh air mata tetapi dapat mengoreksi astigmatisma.

b. Soft contact lens

Adalah kebalikan dari hard contact lens. Sangat nyaman tetapi tidak dapat mengoreksi astigmatisma.

                        15

Dasar kerja keratometer :

Benda dengan ukuran tertentu diletakkan didepan cermin cembung dengan jarak diketahui akan membentuk bayangan di belakang cermin cembung berjarak ½ r. dengan demikian dapat ditentukan permukaan cermin cembung
.
Berlandaskan kerja cermin cembung maka dibuat keratometer. Pada keratometer ,kornea bertindak sebagai cermin cembung, sumber cahaya sebagai objek. Pemeriksa mengatur focus agar memperoleh jarak dari kornea
.
Pemeriksa menentukan ukuran bayangan yang direfleksi dengan mengatur sudut prisma agar menghasilkan dua bayangan. Posisi prisma setelah diatur akan dikaliberasi dengan daya focus kornea ( dalam dioptri). Nilai rata-rata 44 dioptri dengan rata-rata radius kelengkungan kornea 7,7 mm. penderita dengan astigmastisma , biasanya dalam pengukuran bayangan dibuat arah vertical dan horizontal.

TONOMETER

    Pada tahun 1900, Schiotz (Jerman) memperkenalkan alat untuk mengukur tekanan intraocular yang dikenal dengan nama Tono meter dari Schiotz.Tehnik dasar : Penderita ditelentangkan dengan mata menatap ke atas, kemudian kornea mata dibius. Tengah-tengah alat ( Plug) diletakkan di atas kornea menyebabkan suatu tekanan ringan terhadap kornea. Plug dari tonometer berhubungan dengan skala sehingga dapat terbaca nilai skala tersebut. Tonometer dilengkapi dengan alat pemberat 5.5 g ,7.5 g, 10.0 g dan 15.0 gram. Apabila pada pengukur tekanan intraocular dimana menggunakan alat pemberat 5,5 g maka berat total tonometer
= Berat plug + alat pemberat
= 11 gram + 5,5 gram
= 16,5 gram
16,5 gram ini menunjukkan tekanan intraokuler sebesar 17 mm Hg. Pemeriksaan tekanan di dalam bola mata (intraokuli) untuk mengetahui apakah penderita menderita glaucoma atau tidak. Pada penderita glaucoma tekanan intraokuli mencapai 80 mmHg. Dalam keadaan normal tekanan intraokuli berkisar antara 20 – 25 mmHg dengan rata-rata produksi dan pengeluaran cairan humor aqueous 5 ml/hari.

    Tahun 1950 Tonometer Schiotz dimodifikasi dengan kemudahan dalam pembacaan secara elektronik dan dapat direkam di sebut tonograf. Goldmann (1955) mengembangkan tonometer yang disebut tonometer Goldmann Aplanation. Pengukuran dengan memakai alat ini penderita dalam posisi duduk.

PUPILOMETER DARI EINDHOVEN

    Diameter pupil dapat diukur dengan menggunakan pupilometer dari eindhoven. Yaitu lempengan kertas terdiri dari sejumlah lubang kecil dengan jarak tertentu. Apabila melihat melalui lubang-lubang ini dengan latar belakang dan tanpa akomodasi maka diperoleh perjalanan sinar sebagai berikut :
Lingkaran yang terproyeksi pada jaringan retina saling menyentuh berarti garis 1 dan 2 adalah sejajar. Garis 1 dan 2 inilah garis terluar yang masih dapat masuk melalui pupil, sehingga deperoleh jarak d, jarak ini adalah diameter pupil. Pada penentuan besar pupil, jarak antara lubang dan mata tidak menjadi masalah
.                        16

LENSOMETER

    Suatu alat yang dipakai untuk mengukur kekuatan lensa baik dipakai si penderita atau sekedar untuk mengetahui dioptri lensa tersebut.

Prinsip dasar :
Menentukan focus lensa positif sangat mudah , dapat dengan cara :
Memfokuskan bayangan dari suatu objek tak terhingga misalnya (matahari)
Memfokuskan bayangan dari suatu objek yang telah diketahui jaraknya
Tehnik di atas ini tidak dapat diterapkan pada lensa negatif namun dapat dilakukan sedikit modifikasi yaitu : mengkombinasikan lensa negatif dengan lensa positif kuat yang telah ditentukan dioptrinya,
Dengan memakai lensometer, benda penyinaran digerakkan sehingga diperoleh bayangan tajam melalui pengamatan lensa.


BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN

    Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahawa mata merupakan alat optik yang paling dekat dengan kita.
Adapun kelainan refraksi mata secara garis besar adalah sebagai berikut :

1.    Mata Miopia ( Rabun Jauh / - )
Miopia adalah suatu kelaiann refraksi dimana sinar sejajar yg datang dari jarak jauh, oleh mata dalam kondisi normal (Rileks akomodasi) dibiaskan di depan retina. Lensa mata miopia bersipat cembung sehingga memerlukan lensa mata Minus untuk meggeser agar bayangan benda tepat jatuh diretina.
    Penyebab :     1. Bersifat aksial yaitu sumbu bola mata terlalu panjang
            2. Bersifat refraktif karena lengkung lensa dan kornea mata lebih
                Cembung dari pada normal

2.    Mata hypermetropi ( Rabun Dekat / + )
Mata hypermetropi adalah suatu kelainan refraksi sinar sejajar yg datang dari jarak jauh tak terhingga oleh mata dalam keadaan normal (Rileks akomodasi) dibiaskan dibelakang retina. Lensa mata hypermetropi bersifat negatif, sehingga diperlukan lensa berkekuatan positif (plus) untuk memajukan agar letak bayangan tepat jatuh di retina.
    Penyebab :     1. Bersifat aksial yaitu sumbu bola mata terlalu pendek
            2. Bersifat refraktif karena lengkung kornea kurang atau karena                     lensa mata terlalu tipis.
            3. Atau kelainan pada corpus vitreum spt pada penderita Diabet.

3.    Mata Astigmatisma ( Cylinder )
Kelaian Astigmatisma ialah Sinar-sinar sejajar yg datang dari jarak jauh, oleh mata dalam keadaan tanpa akomodasi, dibiaskan tidak pada satu titik fokus, melainkan pada beberapa titik fokus yg membentuk suatu garis. Ukuran / bobot pembiasan pada tiap-tiap meridian tidaklah sama. Biasanya terdapat 2 bidang utama yg mana kekuatan bias pada satu bidang lebih besar dari bidang yg lainnya. Dan kedua bidang tersebut saling tegak lurus.
Astigmatisma terbagi atas dua bagian :
a.    Astigmatisma beraturan / lazim (Reguler)
b.    Astigmatisma tidak beraturan / (Irreguler)
Tanda tanda astigmatisma sbb :   
•    Mata sering lelah, pusing
•    Penglihatan tidak tajam, kurang fokus
•    Benda tampak seperti dobel-dobel, dll
•    Objek bulat tampak benjol, garis lurus tampak agak bengkok, dll

4.    Presbiopia (Rabun mata tua / + )
    Adalah gangguan penglihatan dekat karena faktor usia melewati usia 40 tahun.
Perkiraan uk. Lensa baca menurut umur adalah sbb :
+ 100 = 40 th.
+ 150 = 45 th
+ 200 = 50 th
+ 250 = 55 th
    + 300 > 60 th.

5    Campuran
    Ada penderita yang matanya sekaligus mangalami presbipoi dan myopia, maka mempunyai punktum proksimum yang letaknya terlalu jauh dan punktum remotum terlalu kecil, penderita demikian memakai kacamata rangkap yaitu kacamata bifocal (negatif diatas, positif di bawah)

B.  SARAN

1.    Disarankan kepada semua pihak yang membaca makalah ini, agar dapat hendaknya makalah ini dijadikan landasan pengetahuan dalam pelaksanaan perawatan mata.
2.    Penulis berharap semoga para pembaca dan penulis khususnya, dapat menambah pengetahuan yang lebih mendalam dan saangat berarti.
3.    Agar Mata Kita terhindar dari berbagai jenis cacat, maka kita harus menjaga dan memelihara mata kita dari berbagai jenis cahaya yang tidak baik untuk mata kita.

DAFTAR PUSTAKA

1.    J.F. Gabriel,2003, Fisika Kedokteran, EGC, Jakarta
2.    Ganong, W.F, 1999, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17, EGC, Jakarta
3.    Sumber: http://arwinlim.blogspot.com/2007/10/bio-optik-dalam-keperawatan.html
4.    Gabriel, J. F. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta : EGC
5.    Kanginan M. 2002. Fisika Untuk SMA Kelas X. Jakarta : Erlangga
6.    Ruslan Hani Ahmadi dan Riwikdo, Handoko. 2007. Fisika Kesehatan. Mitra Cendikia Press :
            Yogyakarta
      7.   Sutedjo. 2005. Fisika Teknologi dan Industri. Yudhistira : Bogor
      8.   Majalah Dunia Optik

LAPORAN PRAKTEK PROFESI DI ISNTALASI BEDAH SENTRAL KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UGM

Nama mahasiswa    : Sri Suparti
NIM            : 03/167861/EIK/00311
Tanggal praktek    : 30 Januari – 04 Pebruari 2006
Nama Klien        : Ny. Umi Fatonah ( 69 th)
Diagnosa medis    : Tumor Parotis Dextra
Rencana Tindakan     : Parotidectomy


DI RUANG PERSIAPAN OPERASI: (TAHAP PRE OPERASI)
Data Fokus:
Keluhan utama saat masuk RS: ada benjolan sebesar telur ayam pada maxila kanan.
RPS: klien mengatakan ada benjolan di maxila kanan sudah lama, lupa mulai kapan. Tetapi benjolan masih kecil sebesar biji jagung, lama kelamaan benjolan membesar, pada satu bulan ini benjolan kok makin membesar dengan cepat.
RPD: Riwayat Hipertensi dan DM disangkal.
Data subyektif:
    Klien mengatakan ada benjolan di dekat telinga kanan makin lama makin membesar
    Klien mengatakan agar segera dioperasi.
    Klien menyatakan siap dilakukan operasi walaupun agak deg-degan dan sedikit takut.
Data obyektif:
    Klien direncanakan  operasi jam 9.30
    Kesadaran: compos mentis
    TD: 177/80 mmHg, N: 80x/mnt, R: 28 x/mnt, suhu: 36.60C.
    Kemampuan penglihatan normal
    Mulut: terdapat gigi palsu pada rahang atas dan bawah.
    Riwayat alergi (-)
    EKG : NSR
ANALISA DATA

No    Data    Masalah    Penyebab
    Ds:
    Klien menyatakan siap dilakukan operasi walaupun agak deg-degan dan sedikit takut.
Do:
    TD 177/80 mmHg, Nadi 80 x/m, R 28x/mnt
    Cemas     Krisis situasional

ASUHAN KEPERAWATAN

Dx kep./ mslh kolaborasi    Tujuan     Intervensi    Implementasi    Evaluasi
Cemas berhubungan dengan krisis situasional    NOC: kontrol kecemasan dan coping,
setelah diberi penjelasan selama 5 menit diharapkan klien mampu mengatasi cemas dg:
Indikator:
Ps mampu:
    Mengungkapkan cara mengatasi cemas
    Mampu menggunakan coping
    Klien tidak tampak tegang dan ketakutan
    NIC: Penurunan kecemasan
Aktifitas:
1.    Bina Hub. Saling percaya
2.    Jelaskan Prosedur persiapan tindakan
3.    Anjurkan untuk berdoa dan berserah diri agar hatinya tenang
4.    Berikan suport mental dan spiritual.
5.    Temani klien sebelum dilakukan tindakan operasi    Tgl  04 – 02- 2006
Jam 09.20
1.    Membina hubungan saling percaya dengan klien
2.    Menjelaskan prosedur tindakan kepada klien
3.    Menganjurkan klien untuk berdoa agar klien merasa lebih tenang dan pelaksanaan operasi juga berjalan dengan lancar.
4.    Mendampingi klien sampai masuk kamar operasi   
S:




O:


A:

P:    Jam 09.30
Klien mengatakan merasa senang ditemani, dan dibimbing berdoa.

Klien terlihat lebih santai. Klien tampak berdoa.
Masalah teratasi sebagian
Pindahkan klien ke OK untuk dilakukan anestesi dengan SAB


DI RUANG OPERASI: (TAHAP INTRA OPERASI)
Laporan intra operasi:
    Persiapan:
-    Alat-alat disiapkan
-    Pasien dipindahkan dari brancard ke meja operasi
-    Dipasang infus pada tangan kiri
-    Klien diposisikan telentang
-    Klien dilakukan general anestesi
-    Klien mulai dipasang ET, DC dan negatif plat pada kaki.
-    Klien dipasang monitor: TD 137/76 mmHg, nadi 88 x/m, RR 20 x/m, SaO2 97%
-    Instrumentator dan operator mencuci tangan secara steril lalu mengenakan jas operasi dan sarung tangan.
    Pelaksanaan  operasi mulai jam 09.30,
-    Klien nafas spontan, RR 28 x/m, pemeliharaan dipasang O2 nasal kanul 4 liter/menit
-    Dalam stadium anastesi dilakukan aseptik dan antiseptik medan operasi: betadin 10 % medan di garis dengan pisau mess  untuk memberikan tanda yang akan dilakukan insisi sekitar 15 cm.
-    Dipasang doek biasa pada 4 sisi, difiksasi dengan doek klem selanjutnya ditutup/dipasang doek lubang besar.
-    Operator mulai melakukan eksisi pada daerah maxila dextra sepanjang sekitar 15 cm, eksisi dari dermis sampai subcutan dan sampai batas pembebasan tumor, sambil dilakukan kouter bila terjadi perdarahan serta didrug dengan kassa steril, eksisi dilakukan untuk membebaskan tumor parotis.
-    Setelah tumor diangkat dimasukkan kedalam plastik oleh instrument nursing dan diberi formalin oleh circulator nursing.
-    Pasang drainase dan difiksasi. 
-    Luka operasi dijahit lapis demi lapis
-    Instrumen, kassa dan jarum bekas pakai dihitung untuk memastikan tidak ada yang tertinggal dalam tubuh klien.
-    Control perdarahan → perdarahan disuction, jumlah perdarahan sekitar 70 cc.
-    Daerah area operasi dibersihkan dengan Nacl  0,9%
-    Doek lubang diangkat, doek klem dilepaskan, 4 doek biasa diangkat.
-    Luka bekas operasi diolesi betadin → diberi sufratul → ditutup dengan kasa steril → diplester.
-    Mengontrol v/s setelah selesai operasi ;TD 130/87mmHg, Nadi 84 x/m, R: 20 x/m, Sao2 99 %
    Jam 10.30 WIB
-    Operasi selesai, mesin anestesi dimatikan dan ET dilepaskan
-    Klien dipindahkan ke brancard dan dipindahkan ke RR
-    Klien dipindahkan ke brancard dan diantar keluar ruangan operasi
ANALISA DATA

No    Data    Masalah    Penyebab
1    Ds: -
Do:
    Dilakukan insisi didaerah maxilla sekitar 15 cm
    Dipasang infuse pada lengan kiri
    Dipasang DC
    dipasang ET
    terpasang drainase    Resiko infeksi    Prosedur invasif,  dan pembedahan






2    Ds: -
Do:
    Dilakukan anestesi general    Resiko cedera    Gangguan persepsi sensori karena anestesi


3    Ds: -
Do:
    Dilakukan insisi didaerah maxilla sekitar 15 cm
    Perdarahan sekitar 70 cc    PK: perdarahan    -




4    Ds: -
Do:
    Suhu ruang 20-240 C    Resiko hipotermi    Berada diruangan yang dingin


5    Ds: -
Do:
    Keadaan intra operasi    Pk: Syok    -


ASUHAN KEPERAWATAN

Dx kep./ mslh kolaborasi    Tujuan     Intervensi    Implementasi    Evaluasi
Resiko infesi, dengan faktor resiko: Prosedur invasive, pembedahan.    NOC: Kontrol infeksi
Selama dilakukan tindakan operasi tidak terjadi transmisi agent infeksi.
Indikator:
Alat dan bahan yang dipakai tidak terkontaminasi
    NIC: kontrol infeksi intra operasi
Aktifitas:
1.    Gunakan pakaian khusus ruang operasi
2.    Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik

    Tgl  04 – 02- 2006
Jam 09.30
1.    Mencuci tangan dengan disinfektan.
2.    Memastikan daerah operasi telah dilakukan disinfektan
3.    menjaga area steril tetap steril
4.    Menampung cairan sisa dan darah pada tempatnya     S:
O:

A:

P:    -
prinsip steril dipertahankan
masalah tidak terjadi
Lakukan perawatan luka operasi dan tindakan invasive lain secara steril
Resiko cedera dengan faktor resiko: Gangguan persepsi sensori karena anestesi    NOC: control resiko
Indicator: tidak terjadi injuri    NIC: surgical precousen
Aktifitas:
1.    Tidurkan klien pada meja operasi dengan posisi sesuai kebutuhan
2.    Monitor penggunaan instrumen, jarum dan kasa
3.    Pastikan tidak ada instrumen, jarum atau kasa yang tertinggal dalam tubuh klien    1.    Mengamankan klien pada meja operasi sesuai kebutuhan
2.    Menghitung dan memonitor instrumen, jarum dan kassa yang digunakan dengan teliti    S:
O:







A:

P:    -
instrumen, jarum dan kassa yang digunakan berjumlah sama dengan yang dipersiapkan
Tidak terjadi injuri.
Cegah injuri post operasi

PK: perdarahan    Perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari perdarahan    1.    Pantau jumlah perdarahan yang keluar melalui daerah pembedahan
2.    Pantau TTV secara teratur terutama TD dan nadi    1.    Memantau jumlah perdarahan yang keluar melalui pembedahan/ yang disuction
2.    dilakukan couter bila terjadi perdarahan
3.    Memantau TTV secara teratur    S:
O:


A:


P:    -
jumlah perdarahan ±70 cc.
Tidak terjadi komplikasi perdarahan
Lanjutkan pemantauan perdarahan post operasi
Resiko hipotermi dengan faktor resiko: Berada diruangan yang dingin    NOC: control temperature
Criteria:
Temperature ruangan nyaman
Tidak terjadi hipotermi
    NIC: pengaturan temperature: intraoperatif
Aktivitas:
1.    Atur suhu ruangan yang nyaman
2.    Lindungi area diluar wilayah operasi    1.    Melindungi tubuh klien di luar wilayah operasi dengan selimut.
2.    Memantau kondisi klien dari kedinginan.
3.    Menggantikan selimut yang basah setelah operasi selesai    S:
O:

A:

P:    -
Klien tidak menggigil.
Hipotermi tidak terjadi
Lanjutkan pemantauan post operasi
PK: syok    Perawat menangani dan meminimalkan terjadinnya syok
    1.    Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan
2.    Pantau tanda dan gejala syok seperti peningkatan nadi disertai TD atau sedikitnya menurun, peningkatan RR, sianosis, penurunan SaO2
3.    Pantau tempat pembedahan terhadap perdarahan    1.    Bersama anestesi memantau aliran infuse
2.    Memantau TTV secara teratur.
3.    Memantau keluarnya perdarahan melalui luka operasi.    S:
O:




A:


P:    -
TD 130/87 mmHg, Nadi 84 x/m, R: 20 x/m, Sao2 99 %
Tidak ada tanda-tanda syok.
Lanjutkan pemantauan post operasi

LAPORAN PRAKTEK PROFESI DI INSTALASI BEDAH SENTRAL KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UGM


Nama mahasiswa    : Sri Suparti
NIM            : 03/167861/EIK/00311
Tanggal praktek    : 30 Januari – 04 Pebruari 2006
Nama Klien        : An. Rysa Dewi Cahyanti ( 21 hari )
RM             : 01 22 43 01
Jenis Kelamin         : Perempuan
Diagnosa medis    : Atresia Ani dengan Fistula Rectovagina
Rencana Tindakan     : Colostomi

DI RUANG PERSIAPAN OPERASI: (TAHAP PRE OPERASI)
Data Fokus:
Keluhan utama saat masuk RS: Klien ada riwayat BAB lewat vagina.
RPS: Klien kiriman dari RSU Wirosaban Yogyakarta dengan diagnosa awal Atresia Ani dengan fistula Rectovaginal, anak dengan BB 2000 gr.
RPD: Klien lahir langsung menangis, sekarang usia anak 21 hari,  klien merupakan anak pertama  (P 1 A 0) hamil cukup bulan lahir spontan ditolong Bidan. Dengan BBL 2 500 gr, orang tua menyadari kalau anaknya BAB lewat vagina maka anak tersebut oleh bidan dikirim ke RSU Wirosaban kemudian oleh RSU Wirosaban dirujuk ke RSS Yogyakarta.
Data Subyektif : -
Data obyektif:
    Klien dengan  dan dijadwalkan operasi jam 09.05 WIB.
    Kesadaran: CM, KU: lemah, pucat, klien BAB lewat vagina.
    BB: 2 kg
    Nadi 149 x/m, R 60 x/m, suhu: 36.60C.
    Dada : simetris, KG (-), retraksi (-)
•    Jantung : S1 tunggal, S2 split  tak konstan, bising (-)
•    Paru : simetris, sonor, ves (+), premitus +/+
    Abd : supel, peristaltik (+), percusi timpani, H/L tak teraba
    Ekstremitas : akral dingin, perfusi jaringan baik.
    Hasil pemeriksaan Babygram :
-    Infiltrat disepanjang paratracheal dekstra – paracardial dextra.
-    Konfigurasi cor normal
-    Tak tampak kelainan pada abdomen.

Analisa Data

No    Data    Masalah    Penyebab
    Ds : -
Do : akral dingin, suhu ruangan 24 0  C    Resiko hipotermi    Berada di ruangan dingin

Asuhan keperawatan

Dx kep./ mslh kolaborasi    Tujuan     Intervensi    Implementasi    Evaluasi
Resiko hipotermi dengan faktor resiko: Berada diruangan yang dingin
    NOC: control temperature
Criteria:
1.    Temperature ruangan nyaman
2.    Tidak terjadi hipotermi
    NIC: pengaturan temperature: intraoperatif
Aktivitas:
3.    Atur suhu ruangan yang nyaman
4.    Lindungi area diluar wilayah operasi    1.    Melindungi tubuh klien di luar wilayah operasi dengan selimut.
2.    Memantau kondisi klien dari kedinginan.    S:
O:

A:

P:    -
Klien tidak menggigil.
Hipotermi tidak terjadi
Lanjutkan  operasi


DI RUANG OPERASI: (TAHAP INTRA OPERASI)
Laporan intra operasi:
    Persiapan:
-    Alat-alat disiapkan
-    Pasien dipindahkan dari inkubator ke meja operasi
-    Klien terpasang infus D 10 ¼ S pada tangan kirinya
-    Dipasang DC
-    Dipasang ET 0,5
-    Dipasang negatif plate pada punggung
-    Klien dipasang monitor:  Rate : 148-151 x/m, SaO2 97 - 100%
-    Instrumentator dan operator mencuci tangan secara steril lalu mengenakan jas operasi dan sarung tangan.
    Pelaksanaan operasi mulai jam 09.05 wib.
-    Klien diintubasi dengan ET No 0,5 kemudian dilakukan general anestesi
-    Klien nafas spontan, RR 60 x/m, pemeliharaan dipasang O2 nasal kanul 1-2 liter/menit
-    Klin diposisikan telentang
-    Dalam stadium anastesi dilakukan aseptik dan antiseptik medan operasi: diolesi aseton → hibitan 0,5 %  → alkohol 79 % → betadin 10 %  →digambar untuk memberikan tanda yang akan dilakukan insisi.
-    Dipasang doek biasa pada 4 sisi, difiksasi dengan doek klem selanjutnya dipasang doek lubang besar.
-    Operasi dimulai dengan melakukan insisi pada daerah abdomen dextra (bagian traversal) dari lapisan dermis sampai peritonium,  kemudian sambil dikouter bila terjadi perdarahan, peritonium dilebarkan sampai kelihatan colon tranversum, kemudian colon tranversal dikeluarkan dan diikat dengan menggunakan ceteter nelaton no; 8.
-    Mulai diheting dengan silk 3/0 pada tiap sisi 5 hetingan.
-    Serosa dengan peritonium diheting 4 arah, serosa dengan tonka diheting 8 arah, kulit diheting melingkar dengan 8 arah.
-    Lumen usus dibuka, feses / mikonium dikeluarkan.
-    Daerah area operasi dibersihkan dengan Nacl 0,9%
-    Sekitar stoma disalf kemicitin, disupratul dan dibungkus kassa, kemudian dipasang colostomi bag.
-    Control perdarahan → perdarahan disuction, jumlah perdarahan  + - 50 cc.
-    Instrumen, kassa dan jarum bekas pakai dihitung untuk memastikan tidak ada yang tertinggal dalam tubuh klien.
-    Doek lubang diangkat, doek klem dilepaskan, 4 doek biasa diangkat.
-    Rate 151 x/m, RR 130 x/m, Sao2 100 %
    Jam 10.30 WIB
-    Operasi selesai, mesin anestesi dimatikan dan ET dilepaskan
-    Klien observasi dimeja operasi, kemudian dipindahkan ke brancard dan  langsung dipindah di NICU
-    Program terapi :

o    Oksigen NK 1-2 l/mnt
o    Injeksi Ampicilin 2 x 10 mg
o    Genta 2x 5 mg
o    Puasa  dulu
o    Infus D 10 ¼ S
o    AS 6 %
o    IL 20 %














ANALISA DATA

No    Data    Masalah    Penyebab
1    Ds: -
Do:
Dilakukan insisi di daerah Abdomen dextra, dan terdapat stoma.
Dipasang infuse pada lengan kiri
Terpasang NGT dimulut
Dipasang DC    Resiko infeksi    Prosedur invasif dan pembedahan

2    Ds: -
Do:
Dilakukan anestesi general    Resiko cedera    Gangguan persepsi sensori karena anestesi
3    Ds: -
Do:
Dilakukan insisi pada abdomen dextra    PK: perdarahan    -
4    Ds: -
Do:
Suhu ruang 20-240 C    Resiko hipotermi    Berada diruangan yang dingin
5    Ds: -
Do:
Keadaan intra operasi    Pk: Syok    -

ASUHAN KEPERAWATAN

Dx kep./ mslh kolaborasi    Tujuan     Intervensi    Implementasi    Evaluasi
Resiko infesi, dengan faktor resiko: Prosedur invasif: pembedahan    NOC: Kontrol infeksi
Selama dilakukan tindakan operasi tidak terjadi transmisi agent infeksi.
Indikator:
Alat dan bahan yang dipakai tidak terkontaminasi
    NIC: kontrol infeksi intra operasi
Aktifitas:
1.    gunakan pakaian khusus ruang operasi
2.    Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik

    Tgl  01-02-2006
Jam 09.05 wib
1.    Mencuci tangan dengan disinfektan, mengenakan masker, gaun di OK
2.    Memastikan daerah operasi telah dilakukan disinfektan
3.    Menampung cairan sisa dan darah pada tempatnya     S:
O:

A:

P:    -
prinsip steril dipertahankan
masalah tidak terjadi
Lakukan perawatan luka operasi dan tindakan invasive lain secara steril
Resiko cedera dengan faktor resiko: Gangguan persepsi sensori karena anestesi    NOC: control resiko
Indicator: tidak terjadi injuri    NIC: surgical precousen
Aktifitas:
1.    Tidurkan klien pada meja operasi dengan posisi sesuai kebutuhan
2.    Monitor penggunaan instrumen, jarum dan kasa
3.    Pastikan tidak ada instrumen, jarum atau kasa yang tertinggal dalam tubuh klien    1.    Mengamankan klien pada meja operasi sesuai kebutuhan
2.    Membantu Menghitung instrumen, jarum dan kassa yang digunakan    S:
O:







A:

P:    -
instrumen, jarum dan kassa yang digunakan berjumlah sama dengan yang dipersiapkan
Tidak terjadi injuri.
Cegah injuri post operasi
PK: perdarahan    Perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari perdarahan    1.    Pantau jumlah perdarahan yang keluar melalui daerah pembedahan
2.    Pantau TTV secara teratur terutama TD dan nadi    1.    Memantau jumlah perdarahan yang keluar melalui pembedahan.
2.    Memantau TTV secara teratur    S:
O:


A:


P:    -
jumlah perdarahan ±50 cc.
Tidak terjadi komplikasi perdarahan
Lanjutkan pemantauan perdarahan post operasi
Resiko hipotermi dengan faktor resiko: Berada diruangan yang dingin    NOC: control temperature
Criteria:
1.    Temperature ruangan nyaman
2.    Tidak terjadi hipotermi
    NIC: pengaturan temperature: intraoperatif
Aktivitas:
1.    Atur suhu ruangan yang nyaman
2.    Lindungi area diluar wilayah operasi    1.    Melindungi tubuh klien di luar wilayah operasi dengan selimut.
2.    Memasang negativ flat dipunggung klien
3.    Memantau kondisi klien dari kedinginan.
4.    Menggantikan selimut yang basah setelah operasi selesai
5.    Memakaikan gedong dan dimasukkan ke inkubator lagi    S:
O:

A:

P:    -
Klien tidak menggigil.
Hipotermi tidak terjadi
Lanjutkan pemantauan post operasi
PK: syok    Perawat menangani dan meminimalkan terjadinnya syok
    1.    Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan
2.    Pantau tanda dan gejala syok seperti peningkatan nadi disertai TD atau sedikitnya menurun, peningkatan RR, sianosis, penurunan SaO2
3.    Pantau tempat pembedahan terhadap perdarahan    1.    Bersama anestesi memantau aliran infuse
2.    Memantau TTV secara teratur.
3.    Memantau keluarnya perdarahan melalui luka operasi.    S:
O:



A:


P:    -
Rate 151 x/mnt, SaO2 100%

Tidak ada tanda-tanda syok.
Lanjutkan pemantauan post operasi







LAPORAN PRAKTEK PROFESI


ASUHAN KEPERAWATAN PADA An RDC
DENGAN COLOSTOMY e/c ATRESIA ANI FISTULA RECTOVAGINAL DI RUANG IBS RUMAH SAKIT
DR SARDJITO YOGYAKARTA

TANGGAL 30 JANUARI – 04 PEBRUARI 2006











OLEH
SRI SUPARTI
03/167861/EIK/00311




KULIAH PROFESI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2006
LAPORAN PRAKTEK PROFESI
DI ISNTALASI BEDAH SENTRAL KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UGM

Nama mahasiswa    : Sri Suparti
NIM            : 03/167861/EIK/00311
Tanggal praktek    : 30 Januari – 04 Pebruari 2006
Nama Klien        : Ny. Latifah Siregar, 51 tahun
RM             : 01 22 36 17
Jenis Kelamin         : Perempuan
Diagnosa medis    : HNP L3,4,5
Tindakan         : Laminectomi

DI RUANG PERSIAPAN OPERASI: (TAHAP PRE OPERASI)
Data Fokus:
Keluhan utama saat masuk RS: Nyeri boyok.
RPS: ± 3 bulan yang lalu klien mengalami nyeri boyok menjalar ketungkai kiri seperti ditusuk-tusuk, dirasakan sekitar 3 bulan yang lalu. Nyeri akan bertambah berat bila klien batuk, bersin, mengejan, kesemutan pada pada kaki kiri. Riwayat trauma (-), trauma kronis (-), riwayat batuk lama (-), BAB (+), BAK (+).   Tanggal  23-01-2006 klien  berobat ke RSS dan dianjurkan untuk mondok di RSS dengan DX medis HNP L3,4,5.
RPD: klien mengatakan tidak ada riwayat trauma ataupun sakit kronis, tahu-tahu boyok pegel dan nyeri terus kesemutan.
Data subyektif:
Klien mengatakan terasa nyeri pada boyok dan menjalar ketungkai kiri seperti ditusuk-tusuk, dirasakan sekitar 3 bulan yang lalu.
Klien mengatakan nyerinya akan bertambah berat bila untuk batuk, bersin, dan mengejan.
Klien menyatakan bahwa ia sudah mantap menjalani operasi karena sudah tidak tahan dengan sakitnya, tetapi masih merasa takut.

Data obyektif:
Klien dengan HNP L3, 4, 5 dan dijadwalkan operasi jam 09.30 WIB.
Kesadaran: compos mentis, Wajah klien nampak tegang
TB: 157 cm, BB: 67 kg
TD 180/100 mmHg, Nadi 88 x/m, R 20 x/m, suhu: 36.60C.
Kemampuan penglihatan normal
Mulut: gigi palsu (-)
Berjalan dibantu
Dada : simetris, retraksi (-)
Jantung : S1 tunggal, S2 split  tak konstan, bising (-)
Paru : simetris, sonor, ves (+), premitus +/+
Abd : supel, peristaltik (+), percusi timpani, H/L tak teraba
Ekstremitas : akral dingin, perfusi jaringan baik.
Hasil pemeriksaan MRI tanggal 25/01/06 : HNP Ringan L3,4,5-S1 dengan canal stenoid dan penyempitan ringan neural foramen L 3-4 kanan, L 5-S1 kanan kiri.
Hasil rongent thorax : besar cor normal, bronchitis kronik.
Hasil laboratorium tanggal 23 Januari 2006: WBC : 9,66, HGB : 14 gr/dl, Neut: 6,600, PLT: 273, HCT: 41,6, BUN : 12,8, CREAT: 1,02, URIC: 4,9, CHOLESEROL :294, TG : 139, GLU: 105.
Analisa Data

No    Data    Masalah    Penyebab
    Ds:
Klien mengatakan terasa nyeri boyok, menjalar ketungkai kiri seperti ditusuk-tusuk, dirasakan sekitar 3 bulan yang lalu.
Do:
    Klien dengan HNP L3, 4, 5.
    TD 180/100 mmHg, Nadi 88 x/m, R 20 x/m.
    Berjalan dibantu    Nyeri akut    Agen injuri fisik

    Ds:
    Klien menyatakan bahwa ia sudah mantap menjalani operasi, tetapi masih merasa takut.
Do:
    Wajah klien nampak tegang
    TD 180/100 mmHg, Nadi 88 x/m, R : 20x/mnt    Cemas     Krisis situasional

Asuhan keperawatan

Dx kep./ mslh kolaborasi    Tujuan     Intervensi    Implementasi    Evaluasi
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri: fisik    NOC: Kontrol nyeri,
Setelah diberi penjelasan selama 5 - 8 menit diharapkan kenyamanan pasien meningkat
Indikator:
    Menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri
    Klien  menyatakan nyeri berkurang
    Klien mampu istirahat
    Menggunakan tekhnik non farmakologi    NIC:
a. Manajement nyeri
Aktifitas:
1.    Lakukan penilaian terhadap nyeri, lokasi, karakteristik dan faktor-faktor yang dapat menambah nyeri
2.    Amati isyarat non verbal tentang kegelisaan
3.    Fasilitasi lingkungan nyaman
4.    Berikan obat anti sakit
5.    Bantu pasien menemukan posisi nyaman
6.    Anjurkan klien penggunaan tehnik relaksasi
7.    Kelola analgetik
8.     Terapi relaksasi
9.     Manajemen lingkungan
    Tgl  02 – 02- 2006
Jam 09.15
3.    Menganjurkan klien untuk nafas dalam melalui hidung dan mengeluarkan perlahan-lahan melalui mulut.
4.    Membantu klien untuk  mengatur posisi tidur yang nyaman  
S:
















O:


A:


P:    Jam 9.25
Klien mengatakan merasa enak bila untuk tiduran,  tetapi kalau untuk bergerak boyok terasa nyeri.  Tetapi kesemutannya tetap terasa Kalau sedang tidak beraktifitas seperti ini skala 3

Klien tampak agak tenang

Masalah teratasi sebagain
Amati isyarat non verbal tentang kegelisahan klien
Cemas berhubungan dengan krisis situasional    NOC: kontrol kecemasan dan coping,
setelah diberi penjelasan selama 5 menit diharapkan cemas berkurang
Indikator:
Ps mampu:
    Mengungkapkan cara mengatasi cemas
    Mampu menggunakan coping
    Klien tidak tampak tegang dan ketakutan    NIC: Penurunan kecemasan
Aktifitas:
1.    Bina Hub. Saling percaya
2.    Jelaskan prosedur
3.    Hargai pengetahuan pasien tentang penyakitnya
4.    Bantu pasien untuk mengefektifkan sumber support
    Tgl  02 – 02- 2006
Jam 09.15
1.    Mendampingi klien sebelum masuk kamar operasi
2.    Menjelaskan prosedur tindakan kepada klien
3.    Menganjurkan klien untuk berdzikir/berdoa agar klien merasa lebih tenang dan pelaksanaan operasi juga berjalan dengan lancar.  
S:






O:



A:


P:    Jam 09.25
Klien mengatakan merasa senang ditemani, dan dibimbing berdoa.

Klien terlihat lebih santai. Klien tampak berdoa.
Masalah teratasi sebagian
Pindahkan klien ke OK untuk dilakukan GA



DI RUANG OPERASI: (TAHAP INTRA OPERASI)
Laporan intra operasi:
    Persiapan:
-    Alat-alat disiapkan
-    Klien telah terpasang infus dari ruangan
-    Klien dilakukan anestesi general
-    Klien diintubasi dengan ET No 7,5.
-    Klien Dipasang DC
-    Pasien dipindahkan dari brancard ke meja operasi
-    Dipasang negatif plate pada kaki kanan
-    Klien dipasang monitor: TD 137/76 mmHg, nadi 88 x/m, RR 20 x/m, SaO2 97%
-    Pasien diposisikan tengkurap
-    Instrumentator dan operator mencuci tangan secara steril lalu mengenakan jas operasi dan sarung tangan.
    Pelaksanaan operasi mulai jam 09.30,
-    Klien nafas spontan, RR 28 x/m, pemeliharaan dipasang O2 nasal kanul 4 liter/menit
-    Dalam stadium anastesi dilakukan aseptik dan antiseptik medan operasi: diolesi aseton → hibitan 0,5 %  → alkohol 79 % → betadin 10 % → diberikan anestesi lokal  dengan lidokain 3 ampul + adrenalin Uuntuk mencegah perdarahan) →medan di garis dengan pisau mess  untuk memberikan tanda yang akan dilakukan insisi.
-    Dipasang doek biasa pada 4 sisi, difiksasi dengan doek klem selanjutnya ditutup/dipasang doek lubang besar.
-    Operasi dimulai dengan melakukan insisi pada daerah L 3, 4, 5
-    Otot – otot pro spinal disisihkan kelateral sambil dlakukan suction dan dicouter, prog spinalis L4-5 dipotong dilakukan laminectomi (memotong daerah tepi lumbal 4-5).
-    Tampak Medulla spinalis tertekan dilakukan pembebasan lamina ke lateral dan medulla spinalis tampak lebar. Kemudian dicuci dengan cairan Nacl 0,9 % setelah bersih baru kemudian diberikan injeksi dexametason 2 cc, serta ditaburi serbuk kemicitin  1 gr.
-    Pasang drainase dan difiksasi.
-    Luka operasi dijahit lapis demi lapis
-    Instrumen, kassa dan jarum bekas pakai dihitung untuk memastikan tidak ada yang tertinggal dalam tubuh klien.
-    Control perdarahan → perdarahan disuction, jumlah perdarahan sekitar 150 cc.
-    Daerah area operasi dibersihkan dengan Nacl  0,9%
-    Doek lubang diangkat, doek klem dilepaskan, 4 doek biasa diangkat.
-    Luka bekas operasi diolesi betadin → diberi sufratul → ditutup dengan kasa steril → diplester.
-    Mengontrol v/s setelah selesai operasi ;TD 110/60 mmHg, Nadi 84 x/m, R: 28 x/m, Sao2 98 %
    Jam 11.30 WIB
-    Operasi selesai, mesin anestesi dimatikan dan ET dilepaskan
-    Klien dipindahkan ke brancard dan dipindahkan ke RR

Analisa Data

No    Data    Masalah    Penyebab
1    Ds: -
Do:
    Dilakukan insisi di darah L 3,4,5 (laminectomi)
    Dipasang infuse pada lengan kanan
    Dipasang DC
    dipasang ET    Resiko infeksi    Prosedur invasif,  dan pembedahan






2    Ds: -
Do:
    Dilakukan anestesi general    Resiko cedera    Gangguan persepsi sensori karena anestesi


3    Ds: -
Do:
    Dilakukan insisi pada L 3, 4, 5
    Perdarahan sekitar 150 cc    PK: perdarahan    -




4    Ds: -
Do:
    Suhu ruang 20-240 C    Resiko hipotermi    Berada diruangan yang dingin


5    Ds: -
Do:
    Keadaan intra operasi    Pk: Syok    -


Asuhan keperawatan

Dx kep./ mslh kolaborasi    Tujuan     Intervensi    Implementasi    Evaluasi
Resiko infesi, dengan faktor resiko: Prosedur invasive, pembedahan.    NOC: Kontrol infeksi
Selama dilakukan tindakan operasi tidak terjadi transmisi agent infeksi.
Indikator:
5.    Alat dan bahan yang dipakai tidak terkontaminasi
    NIC: kontrol infeksi intra operasi
Aktifitas:
1.    Gunakan pakaian khusus ruang operasi
2.    Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik

    Tgl  02 – 02- 2006
Jam 09.25
1.    Mencuci tangan secara steril, mengenakan gaun steril dan sarung tangan steril
2.    Memastikan daerah operasi telah dilakukan disinfektan
3.    menjaga area steril tetap steril
4.    Menampung cairan sisa dan darah pada tempatnya     S:
O:

A:

P:    -
prinsip steril dipertahankan
masalah tidak terjadi
Lakukan perawatan luka operasi dan tindakan invasive lain secara steril
Resiko cedera dengan faktor resiko: Gangguan persepsi sensori karena anestesi    NOC: control resiko
Indicator: tidak terjadi injuri    NIC: surgical precousen
Aktifitas:
1.    Tidurkan klien pada meja operasi dengan posisi sesuai kebutuhan
2.    Monitor penggunaan instrumen, jarum dan kasa
3.    Pastikan tidak ada instrumen, jarum atau kasa yang tertinggal dalam tubuh klien    1.    Mengamankan klien pada meja operasi sesuai kebutuhan
2.    Menghitung dan memonitor instrumen, jarum dan kassa yang digunakan dengan teliti    S:
O:







A:

P:    -
instrumen, jarum dan kassa yang digunakan berjumlah sama dengan yang dipersiapkan
Tidak terjadi injuri.
Cegah injuri post operasi

PK: perdarahan    Perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari perdarahan    1.    Pantau jumlah perdarahan yang keluar melalui daerah pembedahan
2.    Pantau TTV secara teratur terutama TD dan nadi    1.    Memantau jumlah perdarahan yang keluar melalui pembedahan/ yang disuction
2.    dilakukan couter bila terjadi perdarahan
3.    Memantau TTV secara teratur    S:
O:


A:


P:    -
jumlah perdarahan ±150 cc.
Tidak terjadi komplikasi perdarahan
Lanjutkan pemantauan perdarahan post operasi
Resiko hipotermi dengan faktor resiko: Berada diruangan yang dingin    NOC: control temperature
Criteria:
6.    Temperature ruangan nyaman
7.    Tidak terjadi hipotermi
    NIC: pengaturan temperature: intraoperatif
Aktivitas:
1.    Atur suhu ruangan yang nyaman
2.    Lindungi area diluar wilayah operasi    1.    Melindungi tubuh klien di luar wilayah operasi dengan selimut.
2.    Memantau kondisi klien dari kedinginan.
3.    Menggantikan selimut yang basah setelah operasi selesai    S:
O:

A:

P:    -
Klien tidak menggigil.
Hipotermi tidak terjadi
Lanjutkan pemantauan post operasi
PK: syok    Perawat menangani dan meminimalkan terjadinnya syok
    1.    Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan
2.    Pantau tanda dan gejala syok seperti peningkatan nadi disertai TD atau sedikitnya menurun, peningkatan RR, sianosis, penurunan SaO2
3.    Pantau tempat pembedahan terhadap perdarahan    1.    Bersama anestesi memantau aliran infuse
2.    Memantau TTV secara teratur.
3.    Memantau keluarnya perdarahan melalui luka operasi.    S:
O:




A:


P:    -
TD 110/60 mmHg, Nadi 84 x/m, R: 28 x/m, Sao2 98 %
Tidak ada tanda-tanda syok.
Lanjutkan pemantauan post operasi


DI RUANG ULIH SADAR (RR): (TAHAP POST OPERASI)
Data Fokus:
Klien tiba di RR jam 11.40.  klien masih dalam pengaruh anestesi, belum sadar penuh GCS: E3 V3 M6.  klien dapat menggerakkan tangan atas perintah, bisa bernafas dalam, tensi stabil, kesadaran mulai pulih (dapat dibangunkan), TD : 123/77 mmHg, N: 92 x/mnt, R: 18 x/mnt, SaO2 : 100%,  warna kulit pucat, score post anestesi 7.
Score Post Operasi: 7
Analisa Data

No    Data    Masalah    Penyebab
1    Ds: -
Do:
•    Klien belum sadar penuh, GCS: 12    Resiko cedera    Gangguan persepsi sensori karena anestesi
2    Ds: -
Do:
•    Suhu ruang 20-240 C    Resiko hipotermi    Berada diruangan yang dingin

Asuhan keperawatan

Dx kep./ mslh kolaborasi    Tujuan     Intervensi    Implementasi    Evaluasi
Resiko cedera dengan faktor resiko: Gangguan persepsi sensori karena anestesi    NOC: control resiko
Indicator: tidak terjadi injuri    NIC: surgical precousen
Aktifitas:
1.    Tempatkan klien pada brancard dengan posisi yang nyaman
2.    Pasang restrain di sisi kanan kiri klien untuk menjaga keamanan klien    Tgl  02 – 02- 2006
Jam 11.40
1.    Menempatkan klien pada brancard dengan posisi yang nyaman
2.    Memasang restrain di sisi kanan kiri klien untuk menjaga keamanan klien  


S:
O:




A:

P:    Tgl  02 – 02- 2006
Jam 12.10
-
TD:123/77mmHg,
N 92x/m,
RR 18x/m, SaO2 98%
Tidak terjadi injuri
Lanjutkan pemantauan pasien sampai pengaruh anestesi hilang
Resiko hipotermi dengan faktor resiko: Berada diruangan yang dingin    NOC: control temperature
Criteria:
8.    Temperature ruangan nyaman
9.    Tidak terjadi hipotermi    NIC: pengaturan temperature: intraoperatif
Aktivitas:
1.    Atur suhu ruangan yang nyaman
2.    Lindungi tubuh klien dari kedinginan / diselimuti    1.    Menyelimuti tubuh klien
2.    Memantau kondisi klien dari kedinginan.
    S:
O:

A:

P:    -
Klien tidak menggigil.
Hipotermi tidak terjadi
Lanjutkan pemantauan post operasi



LAPORAN PRAKTEK PROFESI

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NY LS DENGAN LAMINECTOMI e/c HNP LUMBAL 3,4,5
DI RUANG IBS RUMAH SAKIT DR SARDJITO YOGYAKARTA

TANGGAL 30 Januari – 04 Pebruari 2006












OLEH
SRI SUPARTI
03/167861/EIK/00311






KULIAH PROFESI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2006
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)

I. PENGERTIAN
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penonjolan diskus inter vertabralis dengan piotusi dan nukleus kedalam kanalis spinalis pumbalis mengakibatkan penekanan pada radiks atau cauda equina.
HNP adalah suatu penekanan pada suatu serabut saraf spinal akibat dari herniasi dan nucleus hingga annulus, salah satu bagian posterior atau lateral (Barbara C.Long, 1996).

II. ANATOMI FISIOLOGI
Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical tang terbenteng dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas :
1.    8 pasang saraf cervical.
2.    15 pasang saraf thorakal.
3.    5 pasang saraf lumbal
4.    5 pasang saraf sacral
5.    1 pasang saraf cogsigeal.
Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea mengelilingi kanalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, kolumna lateralis dan kolumna ventralis. Kolumna ini menyerupai tanduk yang disebut conv. Substansia alba mengandung saraf myelin (akson).
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra yang berdekatan
Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus discus ini membentuk sendi fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra. Discus intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok : nucleus pulposus di tengah dan annulus fibrosus disekelilingnya. Discus dipisahkan dari tulang yang diatas dan dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis.
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin, nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.

III. ETIOLOGI
1.    Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra.
2.    Spinal stenosis.
3.    Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dll.
4.    Pembentukan osteophyte.
5.    Degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga annulus.

IV. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala :
1.    Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.
2.    Nyeri tulang belakang
3.    Kelemahan satu atau lebih  ekstremitas
4.    Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau lengkap.
Gejala Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah adanya nyeri di daerah diskus yang mengalami herniasasi didikuti dengan gejala pada daerah yang diinorvasi oleh radika spinalis yang terkena oleh diskus yang mengalami herniasasi yang berupa pengobatan nyeri kedaerah tersebut, matu rasa, kelayuan, maupun tindakan-tindakan yang bersifat protektif. Hal lain yang perlu diketahui adalah nyeri pada hernia nukleus pulposus ini diperberat dengan meningkatkan tekanan cairan intraspinal (membungkuk, mengangkat, mengejan, batuk, bersin, juga ketegangan atau spasme otot), akan berkurang jika tirah baring.

V. PATOFISIOLOGI
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami hernisasi pulposus, kandungan air diskus berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan yang mengakibatkan herniasi nukleus purpolus melalui anulus dengan menekan akar – akar syaraf spinal. Pada umumnya harniassi paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma yang lebih mobil ke yang kurang mobil (Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis) (Sylvia,1991, hal.249).
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5 sampai S1. arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi discus antara L 5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil.
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau tidak langsung pada diskus inter vertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan transaksi nukleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal terjadilah herniasi.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Laboraturium
1)     Daerah  rutin
2)    Cairan cerebrospimal
2.    Foto polos lumbosakral dapat memperlihatkan penyempitan pada keeping sendi
3.    CT scan lumbosakral : dapat memperlihatkan letak disk protusion.
4.    MRI ; dapat memperlihatkan perubahan tulang dan jaringan lunak  divertebra serta herniasi.
5.    Myelogram : dapat menunjukkan lokasi lesi untuk menegaska pemeriksaan fisik sebelum pembedahan
6.    Elektromyografi :  dapat menunjukkan lokasi lesi  meliputi bagian akar saraf spinal.
7.    Epidural venogram : menunjukkan lokasi herniasi.
8.    Lumbal functur :  untuk mengetahui kondisi infeksi dan kondisi cairan serebro spinal.

V. KOMPLIKASI
1.    RU
2.    Infeksi luka
3.    Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal.

VI. PENATALAKSANAAN MDIK
1.    Konservatif  bila tidak dijumpai defisit neurologik :
a.    Tidur selama 1 – 2 mg diatas kasur yang keras
b.    Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf.
c.    Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug dan analgetik.
d.    Terapi panas dingin.
e.    Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral brace atau korset
f.    Terapi diet untuk mengurangi BB.
g.    Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya residis
h.    Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS).
2.    Pembedahan
1.    Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.
2.    Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran atau pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal.
3.    Laminectomy adalah pengangkaan sebagian dari discus lamina (Barbara C. Long, 1996).
4.    Laminectomy adalah memperbaiki satu atau lebih lamina vertebra, osteophytis, dan herniated nucleus pulposus.

VII. DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Pre operasi
1.    Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2.    Cemas berhubungan dengan krisis situasional
Intra operasi
1.    Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan
2.    Kerusakan intergritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik.
3.    Resiko infeksi  dengan faktor resiko prosedur invasif
4.    PK: perdarahan
5.    PK: syok
Post operasi
1.    Resiko cedera posisi perioperatif dengan faktor resiko gangguan persepsi sensori karena anestesi.
2.    Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasive
3.    Kurang pengetahuan tentang perawatan post operatif berhubungan dengan kurangnya paparan informasi











DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta

Guyton, Athur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 9, EGC, Jakarta

Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year book. St. Louis

Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book. St. Louis

Marjory godon,dkk. 2000. Nursing diagnoses: Definition & classification 2001-2002. NANDA

Tambayong, Jan, Patofisiologi untuk Keperawatan, Editor : Monica Ester, cetakan :1, 2000,EGC,Jakarta

















RENCANA KEPERAWATAN

Dx. Keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
NOC dan indikator    NIC dan aktifitas    Rasional
NOC: Kontrol nyeri, setelah dilkukan perawatan selama 3x24 jam nyeri ps berkurang dg:
Indikator:
    Menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri

    Ps menyatakan nyeri berkurang

    Ps mampu istirahan/tidur

    Menggunakan tekhnik non farmakologi    NIC: Manajement nyeri
Aktifitas:
1.    Lakukan penilaian terhadap nyeri, lokasi, karakteristik dan faktor-faktor yang dapat menambah nyeri
2.    Amati isyarat non verbal tentang kegelisaan
3.    Fasilitasi linkungan nyaman
4.    Berikan obat anti sakit
5.    Bantu pasien menemukan posisi nyaman
6.    Ajarkan penggunaan tehnik tanpa pengobatan (ct: relaksasi, distraksi, massage, guidet imageri)
7.    Kelola analgetik
8.    Terapi relaksasi
9.    Manajemen lingkungan  

-    untuk menentukan intervensi yang sesuai dan keefektifan  dari therapi yang diberikan
-    Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamnan



Dx. keperawatan: Cemas b.d status kesehatan
NOC dan indikator    NIC dan aktifitas    Rasional
NOC: kontrol kecemasan dan coping, setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam cemas ps hilang atau berkurang dg:
Indikator:
Ps mampu:
    Mengungkapkan cara mengatasi cemas
    Mampu menggunakan coping
    Dapat tidur
    Mengungkapkan tidak ada penyebab fisik yang dapat menyebabkn cemas

    NIC: Penurunan kecemasan
Aktifitas:
5.    Bina Hub. Saling percaya
6.    Libatkan keluarga
7.    Jelaskan semua Prosedur




8.    Hargai pengetahuan ps tentang penyakitnya
9.    Bantu ps untuk mengefektifkan sumber support

10.    Berikan reinfocement untuk menggunakan Sumber Coping yang efektif  


1.    Mempermudah intervensi
2.    Mengurangi kecemasan
3.    Membantu ps dlam meningkatkan pengetahuan tentang status kes dan meningkatkan kontrol kecemasan
4.    Merasa dihargai

5.    Dukungan akan memberikan keyakinan thdp peryataan harapan untuk sembuh/masa depan
6.    Penggunaan Strategi adaptasi secara bertahap ( dari mekanisme pertahan, coping, samapi strategi penguasaan) membantu ps cepat mengadaptasi kecemsan

Dx. Keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri kimia (proses kanker, diskontinuitas jaringan)
NOC dan indikator    NIC dan aktifitas    Rasional
NOC: Kontrol nyeri, setelah dilkukan perawatan selama 3x24 jam nyeri ps berkurang dg:
Indikator:
    Menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri

    Ps menyatakan nyeri berkurang

    Ps mampu istirahan/tidur

    Menggunakan tekhnik non farmakologi    NIC:
a. Manajement nyeri
Aktifitas:
Lakukan penilaian terhadap nyeri, lokasi, karakteristik dan faktor-faktor yang dapat menambah nyeri
Amati isyarat non verbal tentang kegelisaan

Fasilitasi linkungan nyaman
Berikan obat anti sakit


Bantu pasien menemukan posisi nyaman

Ajarkan penggunaan tehnik tanpa pengobatan (ct: relaksasi, distraksi, massage, guidet imageri)
Tekan dada saat latihan batuk


b. Kelola analgetik
3.    Tentukan lokasi, karaketristik, kualitas
c. Terapi relaksasi
d. Manajemen lingkungan
  




untuk menentukan intervensi yang sesuai dan keefektifan  dari therapi yang diberikan
Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamnan

Meningkatkan kenyamanan
Mengurangi nyeri  dan memungkinkan pasien untuk mobilisasi tampa nyeri
Peninggin lengan menyebabkan pasie rileks

Meningkatkan relaksasi dan membantu untuk menfokuskan perhatian shg dapat meningkatkan sumber coping
Memudahkan partisipasi pada aktifitas tampa timbul rasa tidak nyaman







Diagnosa keperawatan: Risiko infeksi bd indekuat pertahanan primer atau imonosupresi
NOC dan indikator    NIC dan aktifitas    Rasional
NOC: Kontrol infeksi dan kontrol resiko, setelah diberikan perawatan selama 3x24 jam tidak terjadi infeksi sekunder dg:
Indikator:
    Bebas dari tanda-tanda infeksi
    Angka leukosit normal
    Ps mengatakan tahu tentang tanda-tanda infeksi    NIC: Perawatan payudara/ luka
Aktifitas:
3.    Amati luka dari tanda2 infeksi
4.    Lakukan perawatan payudara dengan tehnik aseptic dan gunakan kassa steril untuk merawat dan menutup luka
5.    Anjurkan pada ps utnuk melaporkan dan mengenali tanda-tanda infeksi
6.    Kelola th/ sesuai program

NIC: Kontrol infeksi
Aktifitas:
1.    Batasi pengunjung
2.    Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat ps
3.    Tingkatkan masukan gizi yang cukup
4.    Anjurkan istirahat cukup
5.    Pastikan penanganan aseptic daerah IV
6.    Berikan PEN-KES tentang risk infeksi  


1.    Penanda proses infeksi
2.    Menghindari infeksi



3.    Mencegah infeksi


4.    Mempercepat penyembuhan



1.    Mencegah infeksi sekunder
2.    Mencegah INOS

3.    Meningkatkan daya tahan tubuh

4.    Membantu relaksasi dan membantu proteksi infeksi
5.    Mencegah tjdnya infeksi
6.    Meningkatkan pengetahuan ps

Dx. keperawatan: PK: Perdarahan

NOC dan indikator    NIC dan aktifitas    Rasional
NOC: Perdarahan berhenti, setelah dilakukan perawatan selama 4x24 jam perawat mampu menghentikan perdarahan dg Indikataor:
10.    Luka sembuh kering, bebas  pus, tidak meluas.
11.    HB tidak kurang dari 10 gr %
    NIC: Pencegahan sirkulasi
Aktifitas:
1.    Lakukan penilaian menyeluruh tentang sirkulasi; cek nadi, edema, pengisian kapiler, dan perdarahan di saat merawat mamae
2.    Lakukan perawatan luka dengan hati-hati dengan menekan daerah luka dengan kassa steril dan tutuplah dengan tehnik aseptic basah-basah
3.    Kelola th/sesuai order  


1.    Penanda gangguan sirkulasi darah dan antisipasi kekurangan HB



2.    Menghentikan perdarahan dan menghindari perluasan luka




3.    Diberikan secara profilaksis atau untuk menghentikn perdarahan


Dx. keperawatan: PK: syok

NOC dan indikator    NIC dan aktifitas    Rasional
12.    Perawat menangani dan meminimalkan terjadinnya syok
    1.    Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan
2.    Pantau tanda dan gejala syok seperti peningkatan nadi disertai TD atau sedikitnya menurun, peningkatan RR, sianosis, penurunan PaO2
3.    Pantau tempat pembedahan terhadap perdarahan
    Deteksi dini dapat membantu menentukan intervensi segera





Dapat mendeteksi komplikasi dini





LAPORAN PRAKTEK PROFESI
DI ISNTALASI BEDAH SENTRAL KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UGM


Nama mahasiswa    : Sri Suparti
NIM            : 03/167861/EIK/00311
Tanggal praktek    : 30 Januari – 04 Pebruari 2006
Nama Klien        : Ny. Slamet Rahayu
Diagnosa medis    : Myoma Uteri
Rencana Tindakan     : Histerectomy

DI RUANG PERSIAPAN OPERASI: (TAHAP PRE OPERASI)
Data Fokus:
Keluhan utama saat masuk RS: Klien mengatakan ada benjolan pada perut bagian bawah.
RPS: 1 bulan SMRS klien merasa ada benjolan diperut bagian bawah, dan rasanya kembung terus, diperiksakan ke dokter penyakit dalam kembungnya tidak hilang-hilang, kemudian klien disarankan periksa ke Rumah Sakit Sardjito, setelah periksa di RSS klien dianjurkan diperiksa dalam curiga adanya mioma uteri kemudian klien dianjurkan untuk opname.
RPD: Riwayat DM dan hipertensi disangkal, ada riwayat haid teratur selama 7 hari, darah banyak dan 3 bulan terakhir ini keluar darah mrongkol-mrongkol / jendalan, tidak ada riwayat keputihan.
Data subyektif:
    Klien mengatakan perut bagian bawah ada benjolan dirasakan dalam 1 bulan SMRS
    Klien menyatakan sudah siap untuk dilakukan operasi, tetapi masih merasa takut.
Data obyektif:
    Klien direncanakan  operasi jam 8.30 WIB.
    Kesadaran: compos mentis, Wajah klien nampak tegang
    TD 160/90 mmHg, Nadi 96 x/m, R 20 x/m, suhu: 36.60C.
    Kemampuan penglihatan normal
    Mulut: gigi palsu (-)
    Riwayat alergi (-)
    Pemeriksaan Abdomen : dinding abdomen // dengan dinding dada. Teraba massa tumor padat mobil batas atas pergerakan simpisis – pusat kanan / kiri lima mid clavikulisis.
    Periksa dalam oleh residen : V/U tenang, dinding vagina licin, servik tertarik keatas uterus, Teraba masa tumor padat mobil dengan ukuran 12x10x10 cm.
    USG : Myoma uteri
    Hasil laboratorium : AL: 9,2 ; HGB :11,6; PLT: 290; GLU:112; CT:9; BT:2; GOL : O
Analisa Data

No    Data    Masalah    Penyebab
    Ds:
    Klien menyatakan sudah siap untuk dilakukan operasi, tetapi masih merasa takut
Do:
    Wajah klien nampak tegang
    TD 160/90 mmHg, Nadi 96 x/m, R:20x/mnt
    Klien tampak tidak berhenti berdoa.    Cemas     Krisis situasional


Asuhan keperawatan

Dx kep./ mslh kolaborasi    Tujuan     Intervensi    Implementasi    Evaluasi
Cemas berhubungan dengan krisis situasional    NOC: kontrol kecemasan dan coping,
setelah diberi penjelasan selama 5 menit diharapkan klien mampu mengatasi cemas dg:
Indikator:
Ps mampu:
    Mengungkapkan cara mengatasi cemas
    Mampu menggunakan coping
    Klien tidak tampak tegang dan ketakutan    NIC: Penurunan kecemasan
Aktifitas:
1.    Bina Hub. Saling percaya
2.    Jelaskan Prosedur persiapan tindakan
3.    Anjurkan untuk berdoa dan berserah diri agar hatinya tenang
4.    Berikan suport mental dan spiritual.
5.    Temani klien sebelum dilakukan tindakan operasi    Tgl  04 – 02- 2006
Jam 08.10
1.    Membina hubungan saling percaya dengan klien
2.    Menjelaskan prosedur tindakan kepada klien saat dilakukan pasang infus dan injeksi ciprofloksasin 1 gr IV
3.    Menganjurkan klien untuk berdoa agar klien merasa lebih tenang dan pelaksanaan operasi juga berjalan dengan lancar.
4.    Mendampingi klien sampai masuk kamar operasi  
S:




O:


A:

P:    Jam 08.25
Klien mengatakan merasa senang ditemani, dan dibimbing berdoa.

Klien terlihat lebih santai. Klien tampak berdoa.
Masalah teratasi sebagian
Pindahkan klien ke OK untuk dilakukan anestesi dengan SAB