Kotak Hitam Penelitian Kualitatif (1): menyusun catatan lapangan untuk persiapan analisis data

Persiapan analisis
Pada saat pengumpulan data berlangsung, baik menggunakan wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah (DKT), observasi maupun cara-cara yang lain, kita harus mulai mempersiapkan analisis data. Kegagalan pertama dalam analisis data adalah tidak lengkapnya data yang dikumpulkan. Oleh karenanya kelengkapan data inilah yang akan kita diskusikan.

Ketika kita mengamati peneliti kualitatif beraksi di lapangan, seringkali kita melihat mereka membawa catatan kecil yang dapat dimasukkan dalam saku. Catatan harian (field notes) ini berguna untuk mencatat data yang diperoleh di lapangan, baik berupa ungkapan verbal, non-verbal, ataupun perilaku yang dicatat dalam bentuk tulisan, rekaman, video, foto atau bentuk lainnya. Catatan harian ini mempunyai sifat yang sama, yaitu merupakan data kasar yang tidak dapat dipahami oleh orang lain, kecuali yang menyusun catatan harian tersebut. Sebagai contoh, bandingkan catatan kuliah anda dengan teman anda. Pada umumnya anda memerlukan penjelasan-penjelasan tambahan untuk memahami catatan kuliah teman ada.

Mengapa diperlukan catatan harian? Prinsip utama dalam menyusun kelengkapan data kualitatif adalah jangan percaya pada ingatan anda. Apabila kita ke lapangan, banyak sekali data yang kita kumpulkan. Pada saat itu, seringkali kita berpikiran untuk tidak mencatat data tersebut dengan asumsi bahwa kita masih dapat mengingatnya. Kita lupa bahwa dapat terjadi jeda yang cukup panjang antara waktu pengamatan di lapangan dengan waktu melengkapi catatan harian. Pada jeda tersebut, kita mungkin berbicara dengan banyak orang lain, melakukan kegiatan lain, dan sebagainya, sehingga ketika catatan harian tersebut benar-benar ditulis, banyak data yang terlupakan.

Catatan harian tidak hanya diperlukan ketika kita mengumpulkan data. Pada saat proses analisis data pun, seringkali tiba-tiba terlintas ide atau hipotesis awal. Ide-ide ini sebaiknya dituangkan dalam catatan, untuk dipergunakan di kemudian hari. Tidak jarang kita mendengar saran bahwa ketika kita tidur pun sebaiknya kita mempunyai catatan di sebelah tempat tidur kita. (Saya sendiri tidak mempercayai saran tersebut sampai suatu hari saya harus menyusun abstrak untuk suatu konperensi. Saya telah memikirkannya dalam beberapa hari, namun saya merasa tidak mampu mengirimkannya sesuai batas waktu akhirnya. Meskipun demikian, abstrak tersebut belum hilang dari pikiran, sehingga akhirnya saya mengambil keputusan untuk mengikuti kata hati saya sendiri. Pada hari terakhir pengiriman abstrak, saya bangun pagi dan mulai menulis sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran selama beberapa malam terakhir. Abstrak tersebut pada akhirnya selesai tepat waktu, dan saya kirimkan tepat waktu pula. Setelah kejadian tersebut, saya mulai percaya bahwa meskipun kita sedang beristirahat, otak kita tidak berhenti bekerja. Oleh karenanya, terkadang ketika kita bangun tidur sudah terlintas ide tertentu.) Intuisi dipertajam dan dideskripsikan dalam penelitian kualitatif, demikian pula halnya dengan ide-ide dalam pikiran Anda.

Apakah catatan harian dapat dianalisis? Jawabannya adalah tidak. Catatan harian ini belum dapat dianalisis, sebelum dilengkapi menjadi apa yang disebut dengan transkrip (atau catatan lengkap). Ciri-ciri catatan lengkap adalah catatan tersebut dapat dibaca oleh siapa saja, dapat dipahami oleh yang membaca, dapat diedit untuk akurasi datanya, dapat diberi komentar oleh orang lain, dan akhirnya dapat dianalisis. Oleh karenanya transkrip yang merupakan bukti pengumpulan data ini dapat berfungsi untuk meningkatkan komunikasi dengan peneliti lain atau pembimbing, dan juga sebagai salah satu alat untuk menjaga mutu penelitian (terutama oleh pembimbing!). Meskipun wawancara mendalam yang kita lakukan sudah direkam, rekaman tersebut tetap harus diubah menjadi bentuk transkrip, dengan cara menuliskan semua pembicaraan dalam rekaman tersebut sesuai aslinya atau apa adanya. (Waspada terhadap transkrip yang bahasanya tampak seperti bahasa penulisan, bukan bahasa percakapan).

Selain terbatasnya kapasitas hard disk (dan juga perbedaan RAM) setiap orang, catatan lengkap juga diperlukan oleh karena catatan lengkap ini merupakan kunci awal keberhasilan analisis data dan juga kualitas data yang dikumpulkan. Meskipun demikian, harus juga diantisipasi bahwa proses menyusun catatan harian dan melengkapinya menjadi transkrip tersebut merupakan proses yang membutuhkan disiplin yang sangat tinggi, membosankan dan juga sangat intensif. Hal ini harus diantisipasi sebelumnya. Proses pengusunan transkrip hingga analisis data kualitatif dapat diidentikkan dengan kura-kura yang berjalan lambat, tetapi harapannya tidak salah arah (slow but sure). Miles & Huberman (1994) memperkirakan bahwa apabila kita melakukan pengumpulan data selama 1 hari, maka proses selanjutnya membutuhkan perkiraan sebagai berikut:
•    2-3 hari untuk memproses transkrip (bahkan mungkin mencapai 4-8 hari)
•    1-2 hari untuk membuat koding
•    1-2 hari untuk menulis dan menyajikan data

Pengalaman saya meneliti malaria di Jepara, setiap kali saya mengumpulkan data di lapangan selama kurang lebih 2-3 jam, maka pada hari yang sama saya membutuhkan sedikitnya 4-5 jam di depan komputer untuk langsung mengetikkan data yang saya peroleh di lapangan (dengan kecepatan mengetik yang tidak kalah dengan sekretaris profesional!). Waktu ini tidak termasuk membaca kembali hasil transkrip tersebut dan melakukan analisis awal. Apabila saya tidak dapat menyelesaikan transkrip saya, maka berarti pengumpulan data berikutnya harus ditunda 1 hari, agar transkrip benar-benar lengkap. Proses ini merupakan konsekuensi dari konsep emergent design sebagai kekuatan penelitian kualitatif.  



Transkrip juga merupakan bukti langsung (evidence) bahwa peneliti benar-benar telah mengumpulkan data di lapangan. Peneliti yang tidak dapat menunjukkan seluruh transkripnya pada akhir penelitian patut mendapat tanda tanya besar. Oleh karena penyusunan transkrip dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan pengumpulan data, maka idealnya kegiatan pengumpulan data dan penyusunan transkrip berakhir pada waktu yang hampir bersamaan.

Terakhir, transkrip membantu peneliti mengkomunikasikan data penelitiannya kepada orang lain (dapat kepada pembimbing untuk kepentingan memperoleh umpan balik terhadap keterampilan pengumpulan data, kualitas data yang dikumpulkan, ataupun alat pengumpulan datanya), disamping itu juga bermanfaat untuk mulai melakukan analisis awal dan menyusun laporan interim awal (apabila kegiatan penelitian merupakan kegiatan "proyek" yang biasanya terikat akan batas waktu yang cukup ketat).

Isi transkrip
Transkrip berisi informasi deskriptif mengenai data yang diperoleh, yang ditulis menurut apa yang dikatakan oleh orang yang diwawancarai (perspektif emik). Bahasa transkrip adalah bahasa asli yang digunakan oleh responden kita. Apabila wawancara dilakukan dalam bahasa daerah, maka transkrip juga idealnya ditulis dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa daerah tersebut. Perlu dicatat bahwa apabila wawancara dilakukan dalam bahasa daerah, maka peneliti harus menyusun pedoman pengumpulan data dalam dua bahasa.

Bagaimana halnya dengan kesan atau reaksi peneliti? Perasaan, reaksi, refleksi peneliti juga dapat dimasukkan dalam transkrip. Sebagai contoh, apabila kita menanyakan suatu kejadian yang menyedihkan, sementara responden menceritakan kejadian tersebut dengan ekspresi wajah yang gembira. Hal ini tentunya memancing reaksi dan reaksi tersebut tidak perlu disembunyikan (oleh karena mungkin kita berpendapat bahwa hal ini akan menimbulkan bias). Reaksi tersebut justru harus dideskripsikan dengan cara mencantumkan dalam transkrip. Demikian pula interpretasi awal peneliti, hipotesis kerja, bahkan analisis awal juga dapat dituliskan dalam transkrip. Yang harus diperhatikan adalah pembaca harus dapat membedakan antara ucapan responden dengan perasaan, reaksi atau refleksi peneliti. Cara yang sering digunakan adalah dibedakan hurufnya (font, dicetak tebal, dicetak miring) ataupun dalam tanda kurung. Cara ini harus digunakan secara konsisten dalam seluruh penulisan transkrip.

Data non-verbal dapat pula dicantumkan dalam transkrip. Data non-verbal misalnya ekspresi responden, cara responden menyatakan pendapatnya (misalnya sama-sama berkata "tidak", tetapi cara mengungkapkannya berbeda), ataupun gerakan-gerakan tubuh yang mungkin mempunyai makna. Sebagai contoh, ketika saya mengikuti kursus kualitatif di Umea University, Swedia tahun 1997, saya diwawancara mengenai bagaimana memelihara komunikasi dengan keluarga ketika kita berada jauh dari mereka, secara tidak sengaja posisi tubuh saya berubah dari duduk tegak menjadi bersandar dengan pandangan mata yang menerawang jauh. Data non-verbal ini memberikan makna yang penting bagi pewawancara, oleh karenanya dapat dimasukkan dalam transkrip.

Apabila transkrip telah selesai disusun, maka pada bagian akhir dari setiap transkrip terdapat tiga jenis komentar sebagai alat bantu untuk memanfaatkan transkrip untuk meningkatkan mutu pengumpulan data berikutnya (dan juga merenungkan esensi proses dan isi pengumpulan data yang baru saja kita lakukan). Ketiga komentar tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Komentar substantif
2.    Komentar metodologis
3.    Komentar analitik

Komentar substantif. Komentar substantif merupakan komentar yang berkaitan dengan substansi atau hasil pengumpulan data (misalnya isi wawancara, diskusi kelompok terarah dan sebagainya). Komentar ini dapat berbentuk substansi yang berhasil dicakup ataupun belum berhasil dicakup dalam pengumpulan data, atau ringkasan topik-topik yang dibicarakan dalam pengumpulan data. Contoh komentar substantif dalam penelitian mengenai proses pengambilan PUS dalam memilih alat kontrasepsi yang sesuai.

Komentar substantif: Wawancara mendalam ini dapat mencakup proses pengambilan keputusan PUS dalam memilih alat kontrasepsi yang sesuai, bagaimana cara memperoleh alat kontrasepsi tersebut dan efek alat kontrasepsi yang dirasakan oleh responden.

Komentar metodologis. Komentar metodologis berkaitan dengan metode (cara) pengumpulan data termasuk alat pengumpulan datanya. Komentar dapat berisi masalah, kesulitan, kesan dan perasaan yang berkaitan dengan situasi atau cara pengumpulan data, dan juga proses ataup rosedur pengumpulan data (atau penelitian secara umum) beserta peran penelitinya. Contoh:

Komentar metodologis: Saat dilakukan diskusi kelompok terarah terdapat dua peserta yang gugur atau menolak mengikuti diskusi ini karena kesibukan kerja sehari-hari dan mengurus anak di rumah. Pada saat diskusi kelompok yang dilakukan bersamaan dengan hari kunjungan KB di Puskesmas, peserta diskusi datang satu per satu, sehingga mengganggu jalannya diskusi terakhir. Misalnya ketika sudah sampai pada diskusi mengenai efek samping alat kontrasepsi, tiba-tiba datang peserta lainnya sehingga mau tidak mau harus dilakukan perkenalan lagi. Hal ini mengganggu kelancaran diskusi kelompok.

Komentar analitik. Komentar analitik merupakan komentar yang berkaitan dengan analisis awal dari hasil pengumpulan data tersebut. Komentarnya dapat berupa pertanyaan baru yang muncul berdasarkan hasil pengumpulan data tersebut, kemungkinan-kemungkinan hipotesis yang dapat dikembangkan, tema/konsep yang muncul, koding, ataupun pemikiran yang berkaitan dengan proses analisis selanjutnya. Contoh:

Komentar analitik: Meskipun wawancara ini bertujuan untuk mengungkap proess pengambilan keputusan PUS dalam memilih alat kontrasepsi, namun pertanyaan beserta jawabannya terkesan lebih menggambarkan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut, bukan proses pengambilan keputusannya sendiri. Pedoman wawancara perlu ditinjau kembali agar lebih mencerminkan proses pengambilan keputusan.
Organisasi transkrip
Apabila seluruh transkrip telah tersusun, maka secara umum disarankan agar peneliti membuat minimal 3 copy, termasuk 1 master copynya. Penyimpanan dalam bentuk disket tidak dapat menggantikan kebutuhan untuk memiliki 3 copy transkrip dalam bentuk printed. Ketiga copy tersebut dapat dipergunakan antara lain untuk memberikan komentar-komentar subtansi dan metodologi (1 copy), untuk kepentingan analisis (1 copy), serta 1 master copy.

Selain itu, diperlukan cara pengorganisasi transkrip (storage and retrieval) sehingga memudahkan peneliti untuk menemukan transkrip kembali apabila dibutuhkan dalam proses analisis data. Cara penyimpanan transkrip dapat dilakukan menurut tanggal pengumpulan data, jenis cara pengumpulan data, ataupun menurut sistematika lain sebatas bahwa sistem penyimpanannya memudahkan peneliti untuk menemukan transkrip kembali! Apabila peneliti menggunakan sistem yang terlalu rumit, maka sistem tersebut bisa jadi justru mempersulit peneliti. Make it simple!








Contoh bentuk transkrip dari DKT ujicoba dalam penelitian Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja, tanpa disertai dengan komentar substansi, metodologis, dan analitik. Catatan: Dalam DKT ini digunakan video sebagai stimulus diskusi dan ice-breaking. DKT ini merupakan DKT seri pertama pada suatu kelompok. Hasil DKT ini digunakan sebagai bahan diskusi antara peneliti dengan fasilitator DKT untuk menyempurnakan DKT dalam penelitian yang sesungguhnya.

Tanggal    : 29 Mei 1998
Jam        : 16.00 – 17.30
Acara        : FGD mahasiswa putri
Sumber    : Recorded FGD
Fasilitator    : A (putri)
Note-taker    : R (putra)
Pentranskrip    : AU
Catatan    : F fasilitator; P peserta diskusi; yang dicetak tebal berarti komentar    peneliti

F: Terima kasih atas kehadirannya hari ini. Saya yakin banyak kegiatan yang sudah dikorbanin ya untuk hadir pada hari ini. Kenalkan saya A’yun, ini rekan saya Rizal. E….jadi e gini temen2, sore hari ini temen2 dikumpulin buat ngobrol2 aja, kita pengin tahu pendapat temen-temen tentang layanan yang ideal buat remaja berkaitan dengan informasi kesehatan reproduksi. E…… (F…. ketawa, gimana  kenapa…… sebagian P ketawa). Jadi e….. data ini kami inginkan untuk penelitian ya, kerja sama antara CEBU dengan PKBI.
P: …terdengar mereka bergumam
F: PKBI apa? Perkumpulan keluarga berencana Indonesia. Jadi kita penginnya disini kita semua terbuka, teman2 tidak mewakilis ebagai mahasiswa kedokteran atau muridnya bu Yayi, jangan kuatir, nggak ada hubungannya dengan masalah (F ketawa N nilai), tidak akan mempengaruhi nilai temen-temen. Temen-temen yang hadir sore ini sebagai seorang remaja, gitu, jadi silakan mengemukakan pendapat. Ini masih tergolong remaja ya… (F dan P ketawa). Ok, silakan ngomong, silakan berpendapat, dan setiap pendapat tidak ada yang benar atau salah. Ya, setiap pendapat kita terima, bahkan kita pengin temen-temen bisa mengemukakan apa yang pengin kita uraikan. (Ada jeda). Oh ya sebelumnya kita kenalan dulu (P tertawa).
F: Sudah pada kenal ya…. Tapi kan saya ama Rizal belum kenal. Kenalan dulu yuk. Silakan
F: Rini, Susi, Tika, Zam, Wulan, Arum, Nini (?)
F: Ok, e….. terus pertamanya diawali nonton video dulu ya… Jadi nanti ada gambar ada film yang akan temen-temen tonton, silakan dinikmati.
P: Boleh sambil makan kan
F & R: O boleh-boleh, nggak apa-apa

MUTER VIDEO
Terdengar dari video dialog: Ngapain naik bis, bareng aku aja yuk……….. sekalian nonton film di rumahku (Komentar Uut: Saya tidak yakin apakah ini muter videonya memang berhenti sampai bagian ini. Kalau memang berhenti disini, ini ada sedikit miskomunikasi. Seharusnya berhentinya sampai dengan ketika kedua remaja putri tersebut berdialog di halaman belakang rumah salah satu dari mereka, lalu secara tidak sengaja mereka mendengar radio yang berbincang mengenai kesehatan reproduksi remaja….. Mohon ini diklarifikasi)

F: E… temen-temen tadi udah ngelihat videonya. Kalau menurut temen-temen gimana? Ayo, siapa yang mau berpendapat duluan, silakan (terdengar tawa P dan R, tampaknya ada keengganan untuk mulai berdiskusi disini, ada jeda yang cukup lama. Saran uut: bagaimana kalau F memulai diskusi setelah video ini dengan semacam meringkas isi cerita di video tersebut?)
F: Gimana, tadi kan ceritanya ada sepasang dua orang (P: dua pasang), ya dua pasang sahabatan kemudian ……….. (R ketawa, ada jeda lagi) Ayo siapa yang mau ngomong duluan….. (F: ketawa, terdengar P bergumam)
F: Gimana, gimana kesan temen-temen, kesan yang tertangkap dari video tadi. (Ada jeda lagi…..)
P: Banyak ya….
F: He-eh, banyaknya gimana
P: Kalau ngelihat ndengerin apa ya, kayak di geronimo tadi, yang ……, tiap hari apa gitu, itu kan kayaknya orang enak aja ngomongin, jadi sudah banyak gitu lho, itu suatu hal yang umum.
F: Hal yang umum tentang …..pacaran, perilaku seperti itu umum terjadi
P: Ya kejadian-kejadian itu….
F: Ooo…. Hm, jadi itu fenomena atau suatu hal yang umum ya, terjadi pada remaja ya. Kalau menurut teman-teman yang lain….. (ada jeda sedikit)
P: Ya kebanyakan ya …………………..…………………..(tidak terdengar di tape. Saran Uut: Nanti di FGD berikut, mungkin harus dicari letak tape yang strategies supaya semuanya terekam. Menurut A’yun ini menjelaskan bahwa masalah tersebut umum meskipun tidak berarti wajar)
F: Jadi itu menjadi permasalahan yang umum dan wajar terjadi pada masa remaja ya. Yang lain….
P: Sebenarnya itu kalau menurut saya itu …………… (banyak tidak bisa terdengar). Nah itu pemeran utamanya kan dia itu hamil sama pacarnya, nah itu terus dia minta pertanggungjawaban dari pacarnya lewat bapaknya. Tapi karena bapaknya tidak menginginkan dia jadi menantu, terus bilang bahwa …………………. Tapi kesan yang saya dapat itu malahan seolah-olah dia itu kayak pahlawan gitu, dia mempertanggungjawabkan perbuatannya, tetapi sebenernya sebagai masyarakat kita harusnya mengutuk perbuatan itu karenakan dia melakukan itu di luar nikah tetapi kenapa kalau dia sayang itu kayak sah-sah aja. Nah kita membiarkan sinetron-sinetron seperti itu dianggap ideal, malahan dianggap dia itulah orang yang baik. Memang dari sudut yang lain dia baik, dia itu memang dari sisi lainnya memang baiklah, tetapi dari perbuatan itu kan dia tidak baik….. tetapi koq kenapa dianggap baik…. seperti anakku terlahir kembali, seperti itu lah. Makanya kalau saya nonton sinetron sama yang sebaya, kerjaan saya itu melirik aja gitu, jadi ……… (Uut: Ini kayaknya mereka bicara tentang sinetron Karmila ya….. A’yun: bukan Karmila, tetapi Tersanjung).
F: OK itu di sinetron. Kalau di lingkungan sehari-hari gimana, kalau teman-teman amati….
P: Ya terjadi juga ya….
P: Ya emang kalau menurut saya sinetron itu kan ngambilnya dari masyarakat biasa
P: Bisa juga dari masyarakat biasa, bisa juga membuat masyarakat jadi keliru.
P: Jadi sebelum ada sinetron itu sebenernya sudah ada, jadi dengan adanya sinetron terus seolah-olah ……….
F: Menurut temen-temen itu (sinetron itu) sebetulnya merupakan gambaran dari bagian kecil pada remaja kita. E….. terus ok, itu di sinetron, kalau temen-temen sendiri gimana, mungkin karena seperti kaitannya dengan kesehatan reproduksi yang sangat luas sekali ya, temen mungkin juga dari perilaku seksual, kemudian juga kaitannya dengan menstruasi, mimpi basah, kalau teman-teman sendiri pernah mengalami pernah merasakan …… berkaitan dengan permasalahan kesehatan reproduksi
P: Kalau dengan masalah kesehatan reproduksi kayaknya …… kayaknya biasa-biasa aja, kayaknya belum mengalami gitu …..
F: Belum mengalami …..  Yang lain, sering sakit saat menstruasi hari2 awal
P: Saya ……(kayaknya ini cerita kalau menstruasi sakit?)
F: Kalau yang lain yang dirasakan apa ….
P: Mungkin emosinya …… jelas terpengaruh sekali
P: Kalau saya itu, mungkin mungkin nggak begitu ngganggu……. Tapi yang jelas emosinya terganggu banget. Kalau lagi mens itu, mungkin kalau lagi biasa perkataan begitu nggak tersinggung, tapi kalau pas mens itu malah yang tadinya guyonan jadi terasa menyinggung dan tidak terkontrol emosinya.
F: Yang lain
P: Nggak ada
F: Terus ya mungkin sebetulnya luas ya tidak hanya menstruasi, mungkin apa…. Lebih jauh lagi, seperti kalau di dalam video itu kan lebih jauh lagi dia mengalami permasalahan dengan pacar dia. Mungkin temen-temen pernah merasakan permasalahan, tidak sampai kesana ya, tetapi mendekati kesana …… (Uut: Fasilitator terkesan harus struggling agar diskusi tetap bisa berjalan. Tampaknya diskusi justru larinya ke masalah pacaran sampai hamil, lalu para peserta seperti terancam merasa seperti ditanya apakah mereka pernah mengalami masalah seperti itu…… Ada beberapa  penyebab yang terpikir, mungkin memang tidak terlalu menekankan pada masalahnya sendiri, toh ini sudah banyak terungkap di FGD/wawancara sebelumnya, tetapi lebih menekankan pada apa yang umumnya dilakukan oleh remaja, lalu apa yang mereka butuhkan. Penyebab kedua mungkin alur FGDnya harus ditinjau kembali. Sebelumnya mungkin perlu ditanyakan bagaimana jalannya FGD pria. Penyebab lain apakah mungkin keberadaannya Rizal somehow mengganggu kebebasan mereka berpendapat ataukah ini merupakan refleksi karena peserta FGD saling kenal satu sama lain?).
P: Kenapa tho…… peserta pada tertawa……… (mungkin karena sama-sama bingung mau ngomong apa?)
F: Atau yang mendekat-dekati …..
P: Ya cerita-cerita gitu, jangan saya sendirilah
F: Iya… iya, ceritanya gimana
P: Ada yang sampai jauh gitu sama pacarnya gitu, seperti cewek itu juga ada, terus kalau kebanyakan temen-temen saya mereka udah ngerti sich kayak gitu, jadi kalau misalnya sama pacarnya mesti biasanya kalau the kiss itu mesti udah. ………. Kalau ……nya ada yang sudah ada yang belum. Yang jelas emang disini banyak peluk-pelukan juga.
F: Udah ya…. Yang lain, karena mungkin ada teman yang cerita, atau lingkungan
P: Atau teman saya sich cerita tapi dia waktu itu kan pindah kan dari Jakarta, dia itu kaget karena itu KB gitu-gitu udah wajar ……….. malah yang nggak wajar dibilang udah wajar (??)
F: Kalau tadi, Arum, koq tahu itu tuh, temennya cerita atau isu atau gimana
P: Dia cerita sendiri gitu. Jadi pertama itu nggak tahu ….. apa, terus lama-lama cerita-cerita, terus ketawa-ketawa
F: Biasanya ceritanya ke temen-temen dekat atau gimana, misalnya dengan siapa aja
P: Itu sich yang saya ceritakan itu, dia tetangga saya, jadi memang suka main, lalu SMP kan dia pindah. Itu dia SMP aja udah kayak gitu… Terus dia cerita kan, diakan punya sahabat di SMPnya, terus sahabatnya juga sama nakalnya sama dia gitu, pokoknya boleh hubungan suami istri sama siapa aja terserah tapi jangan sampai hamil. Kalau sampai hamil berarti kamu nggak sahabatku lagi (P: tertawa). Masak sampai kayak gitu sich… emang udah biasa cerita2 begitu
F: Mbaknya…
P: Kalau saya tuh ada yang kos gitu…. Nah terus sama pacarnya itu dia ya duduk disana, cerita ke dia….(?) padahal dia itu juga deket-deket sama ibunya sama bapaknya, tapi koq ….. sama pacarnya, koq kayaknya dari rumah itu nggak ada kendali sama sekali gitu. Jadi yang kos ngelihatin juga ya peduli amat kalau di kos tuh, jadi …. (tertawa) Udah diingetin tapi….
F: Yang lain ….
P: …… ada yang ngelihat kesitu, ada yang sampai hamil, ada yang ……. (F: menceritakan kiat-kiatnya, diikuti suara tertara P) Tapi nggak sampai hamil. Terus kayaknya cowok-cowok itu juga kayaknya biasa aja tuh mbak. …… (ada bagian yang tidak terdengar)
F: Kalau tadi yang teman-teman cerita itu ya, selain mereka sebatas cerita, mungkin ada semacam keluhan-keluhan yang temen-temen tangkep
P: Ada yang nanya berapa lama kita tahu kalau kita hamil
F: He-eh (mengiyakan)
P: Dia nanya kalau kita hamil itu berapa lama untuk tahu. Untungnya waktu itu saya sudah diajarin embriologi. Jadi kalau …………., cuman kan mungkin tahunya kalau udah nggak mens berapa bulan itu baru kerasa. Ada lagi yang nanya, masuknya sampai seberapa jauh sich gitu ……… Ya pokoknya kayak gitu lah nanyanya.
P: Ada temen yang nanya, kalau lagi mens itu boleh nggak sich kayak gitu. Nggak boleh. Tapi dia emang mau nikah, jadi kita nggak curiga aja.
P: Kalau temen kos saya, kalau …….. itu harusnya aku nanya kalau pas dia sama pacarnya goncengan bareng-bareng…. Terus dia sama temennya dibilangin eh kamu kalau goncengan hati-hati lho. Lho kenapa, kamu bisa hamil (tertawa), katanya pokoknya sperma bisa terbang (tertawa). Lalu temennya nanya ke saya, emang bisa po, sperma bisa terbang waktu goncengan. Ya saya bilang nggak bisa. Nggak tahu khan jadi takut (kata temennya). Padahal kalau pergi khan aku sudah pakai jeans, sudah tebel gitu, masak sich kalau boncengan bisa hamil gitu… Aneh gitu….. Terus kalau hamil itu ketahuannya bagaimana, habis hubungan itu apa ya langsung jadi. Ya nggak bisa langsung gitu sich, soalnya kalau untuk deteksi kan susah, paling nggak ya sebulan setelah itu aku bilang. Lha emangnya kamu hamil… Ya nggak lah.
F: Kalau kamu gimana
P: Kalau mereka cerita gitu mungkin tanya …. Kalau saya nggak ada temen khusus yang cerita gitu. Kebetulan temen yang deket sama saya ya yang kayak-kayak saya aja…..(Ada yang nyeletuk tomboy). Kalau cerita-cerita biasanya kalau kumpul-kumpul gitu aja. Kumpul-kumpul terus nanti ada yang nyeletuk gitu, terus nanti ada yang nanya. Terus ada lagi e… wanita kakaknya temen saya itu ngalamin sendiri itu dia jadi punya temen cowok, lalu dia itu di ceweknya itu kecanduan, terus dia bisa sembuh kenal sama temennya laki itu, terus mereka pacaran, tapi si ceweknya merasa  berhutang atau gimana ya….. padahal bapak ibunya udah sama sekali nggak seneng kan, pokoknya ceweknya itu harus sekolah gini-gini-gini. Ok, dia malah lebih suka kabur sampai ibunya sakit segala. Kabur tidur di kosnya yang laki itu. Kebetulan cowoknya kalau nggak salah jadi ………………
F: Nah tadi kalau dari temen-temen tadi kan ada beberapa yang menceritakan mereka mengeluhkan sesuatu ya, a… sepertinya ada kebutuhan ingin tahu, kebutuhan informasi ya….. nah yang temen-temen rasanya kira-kira informasi apa
P: Ya yang jelas ya informasi mengenai itu….. (P tertawa) apa-apa aja yang dilakukan, kalau melakukan hubungan suami istri itu gimana tahu kalau sudah hamil apa belum, terus cara pencegahannya
P: Ya gitu aja, kita memang butuh banget informasi kayak gitu ya, dan saya kira ada baiknya kalau itu dimasukkan kurikulum sejak dini gitu lho, tapi sesuai dengan tingkat anak itu gitu lho. Soalnya kalau nggak khan kita nyari-nyari sendiri nggak, kadang2 kita nyarinya terlalu jauh yang seharusnya belum dinanti-nanti (?). Jadinya kayaknya malah mempengaruhi.
F: Maksudnya kurikulum sejak dini itu gimana
P: Ya mungkin di sekolah-sekolah, di SMA, SMP saya kira itu mulai ya, tapi ya disesuaikan ama umurnya gitu ……..
P: Cuma kalau disini kan, dia itu kebetulan SMPnya terbuang gitu lho, dia penginnya masuk SMP 2, terus terbuang sampai SMP 13. Nah itu di SMP 13 itu di sana tuh banyak anak-anak tunggakan itu lho, trus pokoknya dia udah gedeeee gitu. Ada yang harusnya udah SMA klas 3, mungkin2 jadi kalau pendidikan seperti itu khan kayaknya lingkungan juga berpengaruh gitu lho. Kalau misalnya dia udah 17 tahun masih SMP otomatis kan dia di sekolah mungkin SMP kelas 2, tapi di rumah dia kan baurnya sama orang2 yang 17 tahun, 18 tahun, jadi mungkin ya pengetahuannya jauh gitu lho…..
F: Itu tadi disampaikan lewat pendidikan formal ya, e…. padahal kalau temen2 lihat tadi, temen2 yang gitu kan lebih suka cerita ke temennya (di rumah). Kalau misalnya di sekolah gimana tuh….
P: Kayaknya ada guru BP, kesannya itu udah mau di…. (jitakin????) aja, terus kita kayak kejatuhan, ada capnya sendiri kalau di BP. Jadi terdakwa
F: Jadi gimana dong…..
P: Keluarga..
P: Kalau keluarga kadang ada yang nggak tahu lho.
P: Kalau pendidikan seksual itu kan lebih efektif kalau lewat apa itu sebelumnya di sekolah gitu ya, misalnya di luar sekolah, di keluarga, atau nggak ya ……. Artinya temen-temennya itu kan kalau dari keluarganya belum dapet informasi kan nggak tahu juga. Jadi ketika temannya mencerita juga bingung juga gitul ho, jadinya anak itu di keluarga setidaknya sudah dibekali sesuai dengan tingkatan kedewasaannya. Kalau di sekolah khan gurunya kan hanya tahu bahwa dia tingkat sekolahnya segini. Tapi kalau di keluarga khan orang tuanya kan lebih tahu sejauhmana anak saya berkembang gitu lho, jadinya lebih-lebih, harus orang tuanya itu harus lebih tahu gitu lho, sejauhmana saya ngasih input dalam reproduksi (Ada yang nyeletuk seperti tidak setuju). Kalau sama ortu malu, sulit!
F: Gimana-gimana
P: Kalau sama keluarga sendiri kadang nggak mau ngomongin kayak gitu. C
P: Contohnya aja waktu saya …., kalau bapak saya, kebeutlan bapak saya dokter khan, dia terbuka, cuman kalau ibu saya, ibu saya nggak mau ditanyain apa misalnya kakak saya nanya masa subur itu kapan. Ibu saya apa ah kowe ki ngapa tho takon-takon ngono kuwi. Terus ada lagi yang nanyain temen bapak saya itu bapak2 udah punya istri, terus anaknya ada yang sakit gitu lho, butuh transfusi darah. Yang cocok itu darahnya istrinya itu, terus gimana kalau ibu disuruh transfusi…. Lho jangan, kan udah tiap bulan udah itu ngeluaran darah. Lho kenapa…. (kata suami). Jadi si suami itu nggak tahu kalau istrinya itu tiap bulan mens gitu lho. Nah kan kesannya lucu.
F: Jadi gimana
P: Eee…. saya ada cerita itu, ada konseling (??) memang yang mengadakan tentang hal2 yang kayak gitu, tapi yang seperti itu tuh diajarkan kayak cerita………. Itu tuh hanya terbatas pada yang udah gede-gede. Padahal itu tuh bagus, yang mberi juga orangnya kita, jadi kan tahu.
F: Kalau temen-temen sendiri, kalau misalnya punya masalah lalu butuh informasi tentang itu, temen-temen lebih suka kemana….
P: Ke temen, tapi yang nggak sebaya kita pas gitu lho. Soalnya kalau yang sebaya kita pas khan paling2 tahunya juga sekitar itu. Jadi yang dianggap tuaan dikit lah, maksudnya pengetahuannya lebih gitu, soalnya kalau sebatas temen kita paling cuman cerita aja, kita susah minta solusi, soalnya tahunya juga sekitar kita. Jadinya kakak kelas lah….yang lebih tua lah.
F: Kalau yang lain…kemana
P:  Belum mbayangin (F: belum mbayangin, tertawa).
P: Kalau ibu saya sih terbuka, jadi ya paling ke ibu dulu, baru temen
P: Kalau saya malah waktu SMP ibu saya itu kadang, biasanya di buku-buku itu kan ada rubrik2, ruang konsultasi, kesehatan….baca ini… Saya pertama kali masukan aja ya, tapi setelah itu koq jadi pengin tahu gitu lho.
P: Sering kali merkea n yari rubrik yang problemnya (dimuat) hampir sama dengan masalah mereka, lihat gimana solusinya.
F: Jadi ke biro konsultasi majalah itu ya ……
P: (nyeletuk) informasi radio
P: (nggak jelas ngomongnya)…….
F: Jadi bisa melalui media majalah, atau baca…., atau di remaja. Kalau yang lain mungkin…. Radio… Mbak nya…..
P: tertawa
F: Temen-temen puas kalau minta informasi tentang itu.
P: (beberapa orang berbicara bersamaan) Udah cukup ….?? Kalau ada masalah kayaknyakurang banget, tapi kita bisanya cuman diem gitu lho. Penjelasannya kurang, tidak pas dengan masalahnya.
P: Kalau menurut temennya ini, dari media-media tadi dia kurang atau nggak puas ya, karena masalahnya tidak terpecahkan….. Kalau cuman pengetahuan itu sudah cukup.
F: Kalau seandainya itu permasalahan temen-temen sendiri, kira-kira gimana tuh ….
P: Ya pada orang yang kompeten…
F: Kompeten itu maksudnya…. (Uut: contoh probing yang tepat, kalau bisa sampai dideskripsikan dengan jelas maksudnya, kayak apa, dan persyaratannya)
P: Ngerti permasalahan kita itu, terus juga dia itu juga bisa memberikan penjelasan, familier
F: Hmmm, familier itu gimana
P: Dia bisa berbuat terus, kalau orang yang berpendidikan itu juga menyampaikannya, terus bisa empati, bisa nyesuaikan dengan orangnya
F: Kalau yang lain, mbak mungkin
P: Sama aja, kadang2 saya juga dikasih sama orang tua, terus dibacaaaa gitu.
F: Puas, dapat informasi dari ……. E.. solusinya terpecahkan nggak
P: Kebetulan saya nggak pernah dapat masalah yang rumit
F: Pernah nggak terpikir untuk misalnya pergi atau membayangkan pergi ke suatu tempat yang memang khusus menyediakan tentang layanan itu, layanan informasi
P: Ya waktu itu, ada contoh persoalan-persoalan yang rumit, itu terus ada jawaban-jawabannya. Kayaknya eh bisa dimengerti, lagian bisa memberikan solusi gitu. Jadi kalau bener2 susah, ya mungkin perlu …… tapi kayaknya …
F: Yang lain gimana
P: Ya bisa aja ke biro konsultasi. Tapi saya sendiri belum pernah.
F: Yang lain mungkin
P: Sama saja ……
F: Seandainya temen-temen membayangkan apa, misalnya suatu hari kepepet tadi kalau misalnya nggak tuntas diselesaikan dalam beberapa cara tadi, kemudian kan bertanya ke mbaknya, …..kira2 bayangan temen2 kalau temen2 harus menceritakan masalah temen-temen itu ya, itu inginnya orang yang dihadapi itu yang gimana
P: Yang ngefriend
F: Friendnya gimana friendnya
P: Nggak terlalu banyak ngomong, nggak sok tahu gitu lho, lebih banyak jadi pendengar, (ada beberapa komentar lagi yang tidak bisa saya tangkap), kalau kita percaya. Cuma kadang kalau menurut saya, kalau kita datang gitu ya, Sahaja kan ada layanan telpun juga khan. Terus orangnya kan kita baru ketemu kali itu juga, terus kalau misalnya lewat telpun biasanya sich yang saya denger-denger itu, nggak pernah dech pakai nama asli kan, terus kalau misalnya datang juga nggak tahu keadaan kita gimana… jadi kadang pemecahannya juga nggak sreg gitu lho mbak.
F: Jadi gimana supaya sreg….
P: Ada tahap pendekatan dulu
F: Jadi ada tahap pendekatannya dulu ya. Tahap pendekatannya itu yang menurut mbak Yani gimana.
P: Yang seperti kata Arum, ya yang …………, terus masalahnya apa. Jadi ya….. (banyak yang tidak bisa saya tangkap)
F: Terus itu orangnya. Kalau temen2 mbayangkan sendiri yang akan terjadi atau ketika kita cerita ….. (P: maksudnya….. Uut: tampaknya P tidak jelas pertanyaannya F)
P: ………………….(suaranya tidak jelas). Kemudian sekali lagi dengan siapa kita cerita. Mungkin harapannya dengan cerita itu ya ada masukanlah gitu, paling nggak orangnya harus sensitif (?).
F: Saya tadi, tadi ya yang rada ngefriend tadi ya, itu kan berarti yang temen-temen dulukan, padahal tadi kan ada temen yang mengatakan sepertinya dia orang yang ahli gitu ya… padahal kalau temen2 mengatakan orang yang ahli berarti orang yang ….iya (Iya apanya?)
P: Bisa juga yang ahli ……
F: Jadi artinya gini, friendnya itu nggak perlu dengan sesama teman ya ….., lebih tua
P: Kan kalau seumur dengan kita malah…….
F: Jadi yang menyelami kita….., jadi yang paling prinsip adalah (?) dia memang ahlinya (psikologi).
P: Selain itu juga ……. (tidak jelas)
F: Oh gitu ya… Terus bayangan apa, bayangan tempat mungkin yang teman-teman inginkan. Yang gimana tuh…
P: Yang tidak ramai, kalau kita datang ke situ, kita nggak mau dilihat, kita nggak ngerasa malu gitu. Nggak kayak masuk ke kantor, bukan ruangan yang kayak kantor ya. Ya pokoknya nggak …..
P: Ya ada …….., ya afdol gitu lah, maksudnya tempatnya home sweet home, nggak memberikan rasa malu..
F: Tempat yang nggak memberikan rasa malu itu…… (tertawa) untuk melakukan curhat
Gimana….
P: Di film barat, kalau mereka itu terbuka, kalau kita ini mungkin agak punya rasa malu dibandingkan dengan mereka. Jadi kalau merkea itu kalau kita lihat, memang suasananya kayak diluar, gimana ya, pokoknya enak gitu. Kadang pasiennya nggak duduk di kursi begini, tapi kayak kursi lonjor gitu lho…..
P: Atau bisa juga di tempat-tempat yang biasa buat kongkow remaja-remaja, misalnya di radio gitu ya…. Mungkin bisa disitu, jadi orang nggak kalau kesitu tuh kalau ada masalah, tapi bisa aja dia pengin ngobrol-ngobrol aja, nggak resmi bener-bener ngomong.
F: Jadi dicari tempat-tempat yang deket dengan remaja biasa ….. jadi tidak menyolok.
P: Kayak rumah biasa, tetapi disitu ada konsultasi gitu lho. Yang ngelihat itu kayaknya nggak nggak nggak curiga…..
F: Loh nanti kalau misalnya tempatnya itu di tempat yang biasa remaja kongkow disitu, katanya temen-temen malu, butuh privacy. Itu gimana….(Ada jeda, lalu P dan F tertawa) Temen-temen gimana …..
P: ada yang bisik-bisik
P: Nggak cocok dengan suasana itu, saking ramainya gitu …..Kayak kalau misalnya kita lagi ngobrol berdua, itu kadang yang lainnya tahu, itu lagi ngomong sesuatu yang mungkin nggak pengin diganggu atau gimana …..
F: Jadi penginnya temen2 supaya temen2 bisa cerita enak, supaya apa ya, kerahasiaan terjamin kan gitu, itu maksudnya, walaupun suasananya ramai, tapi kalau apa yang diajak ngobrol anak, tidak masalah
P: Kalau yang diajak ngomong enak, nggak masalah lah …..
P: Artinya gini lho, kita bisa ….itu tuh bukan di tempat yang khusus untuk itu, jadi bisa aja ngumpul diluar, dimana, sesuai kita…..
P: sambil jalan-jalan kek…
P: Tapi yang penting kita tuh nggak resmi
P: Eh tapi khan ………….(tidak jelas)
F: Eh…..gini temen-temen, sebetulnya kita masih ada pertemuan satu kali lagi ……. Tadi temen katanya mau ujian…..
P: Nggak masalah ya
F: Sekarang kita mau sampai jam 6 atau (kaset habis, balik ke side B. Koq side B tidak ada isinya, apa memang berhenti sampai disini atau something wrong with the recording?)

Tidak ada komentar: