ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PAYAH JANTUNG , ODEM PARU DAN GAGAL NAFAS



A.    Konsep dasar
Gagal nafas yang terjadi pada klien dengan hard heart failure merupakan suatu proses sistematis yang biasanya merupakan peristiwa yang panjang dan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung yang memicu terjadinya bendungan pada paru sehingga terjadi "dead space" yang berakibat kegagalan ventilasi alveolar.(Paul L.Marino 1991)



B.    Pengkajian
a.      Identitas:

b.      Keluhan utama                        : Jantung berdebar-debar dan nafas sesak

c.      Riwayat keperawatan :
Klien merasakan jantungnya sering berdebar-debar dan nafas menjadi sesak dan terasa lelah jika beraktivitas.. Riwayat hipertensi, DM, Asthma, Riwayat MRS

d.     Data keperawatan

(a)    Sistem pernafasan
Data
Etiologi
Diagnose
S : Sesak nafas sejak, pusing PaO2 < 95 % bertambah sesak jika bergerak atau kepala agak rendah, batuk (+) sekret berbuih, AGD tidak normal

O : RR >20 X/mnt, Rh , Wh , Retraksi otot pernafasan, produksi sekret banyak

Dekompensasi  ventrikel kiri
¯
Bendungan paru
(odem paru)
Resiko tinggi terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya odem paru sekunder dekompensasi ventrikel kiri

(b) Sistem kardiovaskuler
Data
Etologi
Diagnose
S : Kepala pusing, jantung berdebar-debar, badan terasa lemah, kaki bengkak s
O : Bendungan vena jugularis (+), S1S2 ireguler S3 (+), Ictus kordis pada pada  iccs 5-6, bergeeser ke kiri, Acral dingin, keluar keringat dingin, Kap.refill > 1-2dt
Dekompensasi kordis
¯
penurunan kontraktilitas jantung
¯
penurunan tekanan darah
¯
Syok
¯
Ggn perfusi ke jaringan

Ggn perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kotraktilitas jantung




(c) Rasa aman
Data
Etiologi
Diagnosis
S : Gelisah, mengeluh nyeri dan rasa tidak enak
O : Tidak tenang, ingin mencabut alat yang terpasang,
Persaan tidak enak kaena terpasang alat ventilator,
¯
aktivitas tak terkontrol
¯
Resiko terjadi trauma

Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sebagai dampak pemasangan alat bantu nafas
Cemas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian
S   : Gelisah,
O : Tidak tenang, ingin mencabut alat yang terpasang
Ruangan dengan berbagai alat
Suara monitor penyakit yg mengancam jiwa
¯
Lingkungan yang asing
¯
cemas

Cemas berhubungan dengan ancaman kematian, situasi lingkungan perawatan dan disorientasi tempat.

Gangguan komunikasi verbal

C.    Rencana Tindakan
Dx: Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung
Tujuan : Setelah dirawat selama 3X 24 jam T : 120/80, N : 88X/mnt, Urine 40-50 cc/jam, pusing hilang
Rencana Tindakan
Rasional
- Berikan posisi syok
- Observasi vital sign (N : T : S ) dan kapilarri refill setiap jam

- Kolaborasi:
  - Pemberian infus RL 28 tts/menit


  - Foto thorak

  - EKG
  - Lanoxin IV 1 ampul
  - Lasix 1 ampul

  - Observasi produksi urin dan balance cairan
  - Periksan DL
- Memenuhi kebutuhan pefusi otak
- Untuk mengetahui fungsi jantung dalam upaya mengetahui lebih awal jika terjadi gaguan perfusi

- RL untuk memenuhi kebutuhan cairan intra vaskuler, mengatasi jika terjadi asidosis mencegah kolaps vena.
- Untuk memastikan aanatomi jantung dan melihat adanya edema paru.
- Untuk melihat gambaran fungai jantung
- Memperkuat kontraktilitas otot jantung
- Meningkatkan perfusi ginjal dan mengurangi odem
- Melihat tingkat perfusi dengan menilai optimalisasi fungsi ginjal.
- Untuk melihat faktor-faktor predisposisi peningkatan fungsi metabolisme klien sehingga terjadi peningkatan kerja jantung.

Dx Resiko gangguan pertukaran gas
Tujuan : Setelah dirawat selama 3X24 jam RR : 18 X/mnt, sesak (-), BGA normal paO2 95-100 %
Rencana Tindakan
Rasionalisasi
- Lapangkan jalan nafas dengan mengektensikan kepala
- Lakukan auskultasi paru
- Lakukan  suction jika ada sekret
- Berikan O2 per kanul 6-10lt/mnt atau bantuan nafas dengan ventilator sesuai mode dan dosis yang telah ditetapkan.
- Kolaborasi pemeriksaan
   - BGA dan SaO2

- Orbservasi pernafasan observasi seting ventilator
- Untuk meningkatkan aliran udara sehingga suply O2 optimal
- Untuk mengetahui adanya sekret
- Meningkatkan bersihan jalan nafas
- Untuk meningkatkan saturasi O2 jaringan



- Untuk mengetahui optimalisasi fungsi pertukaran gas pada paru
- Untuk membantu fungsi pernafasan yang terganggu

Dx : Resiko terjadi ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan  tidak adanya reflek batuk dan produksi sekret yang banyak
Tujuan           : Setelah dirawat tidak terjadi sumbatan jalan nafas, stridor (-), dyspnoe (-), sekret bersih
Tindakan
Rasionalisasi
- Auskultasi bunyi nafas tiap 2 - jam
- Lakukan  suction jika terdengar stridor/ ronchi sampai bersih.
- Pertahankan suhu humidifier 35-37,5 derajat
- Monitor status hidrasi klien
- Lakukan fisiotherapi nafas
- Kaji tanda-tanda vital sebelum dan setelah tindakan
- Memantau keefektifan jalan nafas
- Jalan nafas bersih, sehingga mencegah hipoksia, dan tidak terjadi infeksi nasokomial.
- Membantu mengencerkan sekret

- Mencegah sekret mengental
- Memudahkan pelepasan sekret
- Deteksi dini adanya kelainan

Dx : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi ETT
Tujuan      : Setelah dirawat nafas sesuai dengan irama ventilator, volume nafas adekuat, alarm tidak berbunyi
Rencana Tindakan
Rasionalisasi
- Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1-2 jam
- Evaluasi semua ventilator dan tentukan penyebabnya
- Pertahankan alat resusitasi bag & mask pada posisi TT sepanjang waktu
- Evaluasi tekanan  atau kebocoran balon cuff
- Masukka penahan gigi
- Amankan selang ETT dengan fiksasi yg baik
- Monitor suara nafas dan pergerakan dada
- Deteksi dini adanya kelainan pada vntilator

- Bunyi alarm pertanda ggn fungsi ventilator

-Mempermudah melakukan pertolongan jika sewaktu[waktu ada gangguan fungsi ventilator.
- Mencegah berkurangnya aliran udara nafas

- Mencegah tergigitnya selang ETT
- Mencegah selang ETT tercabut

- Evaluasi keefektifan pola nafas


Dx : Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sebagai efek pemasangan alat bantu nafas
Tujuan :
Setelah dirawat klien tidak mengalami iritasi pd jalan nafas, tidak terjadi barotrauma, tidak terjadi keracunan O2, tidak terjadi infeksi saluran nafas, suhu tubuh 36,5-37 derajat celcius
Tindakan
Rasionalisasi
- Orientasikan klien tentang alat perawatan yang digunakan
- Jika perlu lakukan fiksasi
- Rubah posisi setiap 2 jam


- Yakinkan nafas klien sesuai dengan irama vetilator
- Obsevasi tanda dan gejala barotrauma
- Kolaborasi penggunaan sedasi
- Evaluasi warna dan bau sputum
- Lakukan  oral hygiene setiap hari
- Ganti slang tubing setiap 24-72 jam
- Kolaborasi pemberian antibiotika
- Agar klien memahami peran dan fungsi serta sikap yang harus dilakukan  klien
- Untuk mencegah trauma
- Untuk mencegah timbulnya trauma akibat penekanan yang terus menerus pada satu tempat.
- Mencegah fighting sehingga trauma bisa dicegah
- Untuk deteksi dini
- Untuk mencegah  fighting
- Monitor dini terjadini infeksi skunder
- Mencegah infeksi skunder
- Menjamin selang ventilator steril
- Sebagai profilaksis

Dx : Cemas berhubungan dengan disorientasi ruangan dan ancaman akan kematian
Tujuan : Setelah dirawat kien kooperatif, tidak gelisah dan tenang
Tindakan
Rasional
- Lakukan komunikasi terapeutik
- Berikan orientasi ruangan
- Dorong klien agar mengepresikan perasaannya
- Berikan suport mental

- Berikan keluarga mengunjungi pada saat-saat tertentu
- Berikan informasi realistis sesuai dengan tingkat pemahaman klien
- Membinan hubungan saling percaya
- Mengurangi stress adaptasi
- Menggali perasaan dan masalah klien

- Mengurangi cemas dan meningkatkan daya tahan klien
- Untuk meningkatkan semangat dan motivasi
- Agar klien memahami  tujuan perawatan yang dilakukan.

Daftar pustaka :
Marini L. Paul (1991) ICU Book, Lea & Febriger, Philadelpia
Tabrani (1998), Agenda Gawat Darurat, Pembina Ilmu, Bandung
Carpenitto (1997) Nursing Diagnosis, J.B Lippincott, Philadelpia
Hudack & Galo (1996), Perawatan Kritis; Pendekatan Holistik, EGC , Jakarta


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK MALIGNA

I.         Pengertian
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa  (Soepardi, 1998).
II.      Penyebab
A        Streptococcus.
A        Stapilococcus.
A        Diplococcus pneumonie.
A        Hemopilus influens.


Otitis Media

Otitis media supuratif                                                 Otitis media non Supuratif
                                                                                    (Otitis media serosa)


 
Otitis media akut (OMA)                                           Otitis media serosa akut
                       
                         (lebih 2 bulan)
Otitis media supuratip kronis                                   Otitis media serosa kronis
(OMSK)                                                         (Glue ear)

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)


I.         Pengertian
Infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah  (Syamsuhidajat, 1997).

II.      Patofisiologi

O M S K

                                           Maligna                                                           Benigna

  Degeneratif                                                                  Metaplastik






 
A        Terdapat perforasi pada marginal/atik.     ? Terlihat kolesteatom pada telinga
A        Granulasi di liang telinga luar yang                          tengah (di epitimpanum).
      berasal dari dalam telinga tengah.             ?  Sekret berbentuk nanah dan   
A        Polip                                                                    berbau khas (aroma kolesteatiom)








 


  Otore = pus pada MAE
         (kental/busuk)
Gangguan berkomunikasi                                                                Cemas
 
 Pendengaran menurun


 



 Perubahan persepsi / sensori

III.   Pemeriksaan :
a.      Anamnesis
Keluhan utama dapat berupa :
1.      Gangguan pendengaran/pekak.
Bila ada keluhan gangguan pendengaran, perlu ditanyakan :
A        Apakah keluhan tsb. pada satu telinga atau kedua telinga, timbul tiba-tiba atau bertambah secara bertahap dan sudah berapa lamanya.
A        Apakah ada riwayat trauma kepala, telinga tertampar, trauma akustik atau pemekaian obat ototoksik sebelumnya.
A        Apakah sebelumnya pernah menderita penyakit infeksi virus seperti parotitis, influensa berat dan meningitis.
A        Apakah gangguan pendengaran ini diderita sejak bayi , atau pada tempat yang bising atau pada tenpat yang tenang.
2.      Suara berdenging/berdengung (tinitus)
A        Keluhan telinga berbunyi dapat berupa suara berdengung atau berdenging yang dirasakan di kepala atau di telinga, pada satu sisi atau kedua telinga.
A        Apakah tinitus ini menyertai gangguan pendengaran.
3.      Rasa pusing yang berputar (vertigo).
Dapat sebagai keluhan gangguan keseimbangan dan rasa ingin jatuh.
A        Apakah keluhan ini timbul pada posisi kepala tertentu dan berkurang bila pasien berbaring dan timbul lagi bila bangun dnegan gerakan cepat.
A        Apakah keluhan vertigo ini disertai mual, muntah, rasa penuh di telinga dan telinga berdenging yang mungkin kelainannya terdapat di labirin atau disertai keluhan neurologis seperti disentri, gangguan penglihatan yang mungkin letak kelainannya di sentral. Kadang-kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada kekakuan pergerakan otot-oto leher. Penyakit DM, hipertensi, arteriosklerosis, penyakit jantung, anemia, kanker, sifilis, dapat menimbulkan keluhan vertigo dan tinitus.
4.      Rasa nyeri di dalam telinga (Otalgia)
A        Apakah pada telinga kiri/kanan dan sudah berapa lama.
A        Nyeri alihan ke telinga dapat berasal dari rasa nyeri gigi, sendi mulut, tonsil, atau tulang servikal karena telinga di sarafi oleh saraf sensoris yang berasal dari organ-organ tersebut.
5.      Keluar cairan dari telinga (otore)
A        Apakah sekret keluar dari satu atau kedua telinga, disertai rasa sakit atau tidak dan sudah berapa lama.
A        Sekret yang sedikit biasanya berasal dari infeksi telinga luar dan sekret yang banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal dari teklinga tengah. Bila berbau busuk menandakan adanya kolesteatom. Bila bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut yang berat atau tumor. Bila cairan yang keluar seperti air jernih harus waspada adanya cairan liquor serebrospinal.

b.      Tes audiometrik.
Merupakan pemeriksaan fungsi untuk mengetahui sensitivitas (mampu mendengar suara) dan perbedaan kata-kata (kemampuan membedakan bunyi kata-kata), dilaksanakan dnegan bantuan audiometrik.

Tujuan :
1.      Menentukan apakah seseorang tidak mendengar.
2.      Untuk mengetahui tingkatan kehilangan pendengaran.
3.      Tingkat kemampuan menangkap pembicaraan.
4.      Mengethaui sumber penyebab gangguan pada telinga media (gangguan konduktif) dari telinga tengah (sistem neurologi).
Pendengaran dapat didintifikasikan pada saat nol desibel naik sebelum seseorang mendengar suara frekuensi yang spesifik. Bunyi pada tik nol terdengar oleh orang yang pendengarannya normal. Sampai ke-20 db dianggap dalam tingakt normal.

IV.   Terapi OMSK
Tidak jarang memerlukan waktu lama serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain di sebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu :
1.    Adanya  perforasi membran timpani yang permanen sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar.
2.    Terdapat sumber infeksi di laring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal.
3.    Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid.
4.    Gizi dan higiene yang kurang.
Prinsip terapi OMSK tipe maligna adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila terdapat OMSK tipe maligna maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.
Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi (sederhana atau radikal).
Tujuan operasi ini untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini adalah  pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatal-plasty yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus luar liang telinga menjadi lebar.

iV. Tindakan Pembedahan
Timpanoplasti dengan pendekatan Ganda (Combined Approach Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dnegan jaringan granulasi yang luas. Tujuan opeasi ini untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik matoidektomi radikal (tampa meruntuhkan dinding posterior liang telinga.
Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani di kerjakan melalui 2 jalan  (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Tehnik operasi ini pada OMSK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali.

B.  Fokus Pengkajian :
Data Subyektif :
Tanda-tanda dan gejala utama infeksi ekstrena dan media adalah neyeri serta hilangnya pendengaran. Data harus disertai pernyataan mengenai mulai serangan, lamanya, tingakt nyerinya. Rasa nyeri timbul karena adanya tekanan kepada kulit dinding saluran yang sangat sensitif dan kepada membran timpani oleh cairan getah radang yang terbentuk didalam telinga tengah. Saluran eksterna yang penuh dan cairan di telinga tengah mengganggu lewatnya gelombang suara, hal ini menyebabkan pendengaran berkurang.
Penderita dengan infeksi telinga perlu ditanya apakah ia mengerti tentang cara pencegahannya.

Data Obyektif :
Telinga eksterna dilihat apakah ada cairan yang keluar dan bila ada harus diterangkan. Palpasi pada telinga luar menimbulkan nyeri pada otitis eksterna dan media.
Pengkajian dari saluran luar dan gedang telinga (membran timpani). Gendang telinga sangat penting dalam pengkajian telinga, karena merupakan jendela untuk melihat proses penyakit pada telinga tengah. Membran timpani yang normal memperlihatkan warna yang sangat jelas, terlihat ke abu-abuan. Terletak pada membran atau terlihat batas-batasnya. Untuk visulaisasi telinga luar dan gendang telinga harus digunakan otoskop.
Bagian yang masuk ke telinga disebut speculum (corong) dan dengan ini gendang telinga dapat terlihat, untuk pengkajian yang lebih cermat perlu dipakai kaca pembesar. Otoskop dipakai oleh orang yang terlatih, termasuk para perawat.

C.  Diagnosa Keperawatan
1.    Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
Tujuan :  Gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
T  Klien akan memakai alat bantu dengar (jika sesuai).
T  Menerima pesan melalui metoda pilihan (misal : komunikasi tulisan, bahasa lambang, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik.

Intervensi Keperawatan :
  1. Dapatkan apa metode komunikasi yang dinginkan dan catat pada rencana perawatan metode yang digunakan oleh staf dan klien, seperti :
T  Tulisan
T  Berbicara
T  Bahasa isyarat.
  1. Kaji kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.
a.       Jika ia dapat mendegar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan jelas langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada berbicara dengan keras).
T  Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu.
T  Dekati klien dari sisi telinga yang baik.
b.      Jika klien dapat membaca ucapan :
T  Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas.
T  Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak dapat membaca bibi anda.
c.       Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien.
T  Minimalkan percakapan  jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi tertulis.
T  Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya.

d.      Jika ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan semua komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang langsung berbicara kepada klien dnegan mengabaikan keberadaan penerjemah.
  1. Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman.
T  Bicara dengan jelas, menghadap individu.
T  Ulangi jika klien tidak memahami seluruh isi pembicaraan.
T  Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi.
T  Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban lebih dari ya dan tidak.

Rasional :
1.      Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan klien.
2.      Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima dengan baik oleh klien.
3.      Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan klien dapat berjalan dnegan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.

2.    Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran.
Tujuan :   Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil.
T  Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris pendengaran samapi pada tingkat fungsional.

Intervensi Keperawatan :
  1. Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.
  2. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
  3. Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
  4. Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).

Rasional :
  1. Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan/ketulian, pemakaian serta perawatannya yang tepat.
  2. Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi.
  3. Diagnosa dini terhadap keadaan  telinga atau terhadap masalah-masalah  pendengaran rusak secara permanen.
  4. Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.

3.    Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
Tujuan :  Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
T  Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya.
T  Respon klien tampak tersenyum.

Intervensi  Keperawatan :
  1. Jujur kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
  2. Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.
  3. Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu klien.

Rasional :
  1. Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
  2. Harapan-harapan yang tidak realistik tiak dapat mengurangi kecemasan,  justru malah menimbulkan ketidak percayaan klien terhadap perawat.
  3. Memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi yang paling tepat untuk kehidupannya sehari-hari disesuaikan dnegan tingkat keterampilannya sehingga dapat mengurangi rasa cemas dan frustasinya.
  4. Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu klien.
  5. Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.

DAFTAR    PUSTAKA

Dunna, D.I. Et al. 1995. Medical  Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach 2 nd Edition : WB Sauders.

Makalah Kuliah THT. Tidak  dipublikasikan

Rothrock, C. J. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta.

Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. 1998. Buku Ajar Ilmu penyakit THT. FKUI : Jakarta.