FALSAFAH, PARADIGMA DAN PERKEMBANGAN SAINS DALAM PENDIDIKAN, PELAYANAN, DAN RISET KEPERAWATAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Berdasarkan UU Nomor 38 Tahun 2014, keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Namun dalam penerapannya, pelayanan keperawatan lebih dikenal dengan kegiatan pengecekan tekanan darah, mengganti balutan luka, membantu seseorang yang tidak dapat mobilisasi, memberikan obat, memasang infus, dan lain sebagainya yang bersifat rutinitas. Akan tetapi sebagai perawat yang profesional, ada hal mendasar yang perlu dipahami sebelum seorang perawat melakukan tindakan keperawatan (Butts, 2011). Perawat tidak hanya melakukan hal seperti memberikan obat tetapi lebih substansial sifatnya daripada hal tersebut seperti membangun hubungan profesional dengan klien, keluarga, dan masyarakat untuk membantu penyembuhan klien.
Sains keperawatan adalah ilmu yang mempelajari teori-teori keperawatan yang kemudian menjadi dasar dari asuhan keperawatan (Risjord, 2010). Falsafah keperawatan merupakan keyakinan perawat terhadap nilai-nilai keperawatan yang menjadi pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan (Fawcet, 2006) dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi perawat profesional yang peduli terhadap klien, seorang perawat harus mengetahui tentang falsafah dan sains keperawatan.
Falsafah dan sains keperawatan tak lepas dari paradigma keperawatan (Butts, 2011). Paradigma merupakan disiplin ilmu yang memiliki tujuan dan nilai yang berhubungan dengan ilmu. Perkembangan, kebenaran, dan teori ditentukan dari pengembangan paradigma keperawatan. Paradigma keperawatan merupakan suatu pandangan global yang dianut oleh perawat yang mengatur hubungan antara perawat dan kilen dengan mengembangkan model konseptual dan teori-teori keperawatan sebagai kerangka kerja keperawatan (Fawcet, 2006).
Ilmu keperawatan mencakup dua perspektif paradigma yang berhubungan dengan proses kesehatan manusia yaitu paradigama yang memandang manusia sebagai tubuh, pikiran dan jiwa (Totality Paradigm) dan paradigma yang memandang manusia sebagai satu kesatuan (Simultaneity Paradigm) (Parker, 2001). Perawat menggunakan paradigma tersebut sebagai salah satu penunjang dalam menentukan asuhan keperawatan yang diberikan agar kualitas hidup klien menjadi lebih baik.
Profesi perawat terdiri dari perawat yang berpendidikan dan memiliki standar. Seperti pada ilmu lain, pendidikan dan praktik keperawatan harus cukup jelas untuk mencakup masing-masing paradigma (Parker, 2001). Dari gambaran di atas, dapat disimpulkan bahwa paradigma dan falsafah sains keperawatan memiliki hubungan nyata dengan asuhan keperawatan. Falsafah dan paradigma memberikan gambaran dan pengembangan teori yang bisa dilakukan oleh perawat profesional baik sebagai pemberi asuhan di bidang pelayanan maupun sebagai pendidik di lingkungan akademisi. Paradigma dan falsafah keperawatan menjadi tolak ukur dan evaluasi dari hasil asuhan keperawatan yang sudah diterapkan.
Makalah ini membahas tentang paradigma dan falsafah sains keperawatan serta hubungan antara sains keperawatan antara pelayanan, pendidikan dan riset keperawatan. Hasil yang diharapkan adalah perawat mampu memahami lebih lanjut bagaimana hubungan paradigma dan falsafah keperawatan dengan asuhan keperawatan sehingga terbentuk asuhan keperawatan yang baik dan juga memunculkan fenomena-fenomena untuk kemudian diteliti agar praktik keperawatan semakin berkualitas.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Perawat mampu memahami konsep paradigma dan falsafah dalam sains keperawatan, serta pengembangannya dalam pendidikan, pelayanan, dan penelitian ilmu keperawatan.


1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah :
1.      Memahami definisi paradigma dan falsafah sains keperawatan
2.      Memahami sifat dan karakteristik sains keperawatan
3.      Memahami falsafah dasar sains keperawatan
4.      Memahami paradigma dan falsafah sains keperawatan
5.      Memahami pengembangan sains keperawatan
6.      Memahami hubungan interaktif antara pendidikan, pelayanan dan riset keperawatan dalam pengembangan sains keperawatan


1.3.Manfaat Penulisan
Manfaat dari penyusunan makalah ini mahasiswa diharapkan mampu untuk mengetahui, menganalisa dan definsi Falsafah dan Paradigma disiplin Sains Keperawatan serta pengembangan dan hubungan interaktif antara pendidikan, pelayanandalam pengembangan sains keperawatan.


 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Definisi Sains, Falsafah dan Paradigma Disiplin Sains Keperawatan
2.1.1 Definisi Sains Keperawatan
Sains keperawatan adalah ilmu yang mempelajari teori-teori keperawatan yang kemudian menjadi dasar dari asuhan keperawatan (Rizjord, 2010). Sains merupakan model konseptual, penelitian, dan teori yang kemudian berpadu membentuk disiplin ilmu (Mckenna, 2002).
 
2.1.2 Definisi Falsafah Sains Keperawatan
Falsafah Sains keperawatan merupakan keyakinan perawat terhadap nilai-nilai keperawatan yang menjadi pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan (Fawcet, 2006). Menurut Butts (2011) falsafah sains keperawatan merupakan sebuah perspektif dan pandangan  yang digunakan seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan pada klien, keluarga, dan kelompok. Falsafah sains keperawatan memberikan pandangan umum yang luas dari keperawatan yang berfungsi untuk menjelaskan nilai-nilai keperawatan untuk menjawab pertanyaan mendasar mengenai disiplin ilmu keperawatan (Alligood, 2011). Menurut Nyatanga (2005) Falsafah sains keperawatan membantu mengembangkan arti sains meliputi pemahaman mengenai konsep keperawatan, teori, hukum, dan tujuan dari praktik keperawatan. Hal tersebut bertujuan untuk memahami kebenaran untuk menggambarkan keperawatan, mengetahui hubungan sebab akibat, mengetahui hubungan antara teori, model, sistem ilmiah dan mengeksplorasikannya.

2.1.3 Definisi  Paradigma
Fawcett (2005) mengungkapkan bahawa paradigma merupakan suatu pandangan global yang dianut oleh perawat yang mengatur hubungan antara perawat dan kilen dengan mengembangkan model konseptual dan teori-teori keperawatan sebagai kerangka kerja keperawatan. Lebih lanjut Fawcett mengungkapkan bahwa paradigma keperawatan terdiri dari empat konsep  yaitu, manusia, lingkungan, sehat dan keperawatan. Sementara itu , falsafah keperawatan merupakan kenyakinan perawat terhadap nilai-nilai keperawatan yang menjadi pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan (Fawcet, 2005). Falsafah paradigma sains keperawatan merupakan keyakinan terhadap nilai-nilai keperawatan yang mengatur hubungan antara perawat dan klien dengan mengembangkan konsep dan teori keperawatan.
Menurut Fawcett (2005), paradigma keperawatan terdiri dari empat komponen yaitu :
1.      Konsep paradigma tentang manusia yang mengacu pada individual
2.      Konsep paradigma tentang lingkungan yang berfokus kepada manusia dan lingkungan dimana manusia tersebut tinggal baik fisik maupun non fisik
3.      Paradigma keperawatan tentang sehat mengacu pada proses kematian dan kehiduapan manusia
4.      Paradigma tentang keperawatan mengacu pada defenisi keperawatan, asuhan keperawatan yang diberikan perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan, dan tujuan dan hasil akhir proses keperawatan.

2.2    Sains Keperawatan
            2.2.1   Sifat-sifat/ Karakteristik Sains Keperawatan
Menurut Van Laer (1963) dan Silva (1977), sains sebagai sebuah sistem memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.         Memiliki koherensi/hubungan.
Antara fakta, prinsip, hukum, dan teori harus saling berhubungan dan memiliki kesesuaian. Ketika terdapat data yang tidak sesuai satu sama lain meskipun berharga, maka data tersebut tidak dapat dikatakan sains.
2.         Fokus pada pengetahuan tertentu
Manusia harus menguasai satu bidang yang ditekuni, hal ini sesuai dengan sifat sains yaitu harus spesifik pada bidang pengetahuan tertentu. Misalnya: sains fisika, sains psikologi, sains keperawatan, dsb.
3.         Terdapat karakteristik universal.
Sains berupaya untuk menemukan karakterisik universal dari sebuah fenomena melalui investigasi.
4.         Pernyataan benar atau mungkin benar
Pernyataan ilmiah dari suatu sains harus mengungkapkan sifat dari suatu fenomena.
5.         Dapat dipertanggungjawabkan secara logis
Kesimpulan yang telah diambil berdasarkan hipotesis yang ditegakkan setelah diuji kebenarannya melalui observasi dengan metode ilmiah, seperti metode deduktif-induktif.
6.                  Sains harus menjelaskan hasil investigasi dan argumen
 Ilmuwan bertanggung jawab bukan hanya melaporkan penemuan suatu riset tetapi menjelaskan dengan logis argumen dan mendemonstrasikan dasar pengambilan kesimpulan dalam risetnya.

2.2.2             Falsafah Sains Keperawatan
Berikut adalah beberapa contoh pendekatan spesifik dari beberapa ahli dalam falsafah keperawatan:
a.    Florence Nightingale
Dalam falsafahnya, Nightingale memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan mengenai “Apa itu keperawatan?”. Nightingale memisahkan definisi keperawatan dengan pelayan rumah tangga serta memberikan perbedaan yang nyata antara keperawatan dengan medis. Fokus yang unik dari Nightingale adalah pada hubungan antara klien dengan kondisi sekitarnya atau yang lebih dikenal dengan sebutan lingkungan. Nightingale juga menetapkan kategori lingkungan dalam kebersihan udara, kebersihan air, pembuangan limbah yang efisien, kebersihan, dan penerangan. Manipulasi lingkungan sekitar klien sesuai dengan kategori lingkungan yang telah ditetapkan Nightingale dapat membantu meningkatkan status kesehatan individu (Alligood, 2014).
b.                            Jean Watson
Fokus utama Watson dalam falsafah ilmu keperawatan adalah tentang caring kepada manusia atau human caring, sehingga manusia dijadikan sebagai fokus dalam ilmunya. Dalam praktik keperawatan harus mampu menciptakan hubungan yang harmonis antara perawat dengan klien sebagai satu kesatuan dalam jiwa, raga, dan akal pikir. McEwen & Wills (2011) mendeskripsikan falsafah keperawatan sebagai pernyataan dasar dan universal tentang asumsi, keyakinan, dan prinsip pada sifat pengetahuan. Falsafah keperawatan kemudian dirujuk pada sistem keyakinan dari profesi dan memberikan perspektif bagi praktik, pendidikan dan penelitian. Falsafah dari sains keperawatan membantu untuk menetapkan makna dari ilmu pengetahuan melalui sebuah pemahaman dan uji dari konsep keperawatan, teori, hukum, dan tujuan yang berhubungan dengan praktek keperawatan. Falsafah sains keperawatan mencari kebenaran pemahaman, mendeskripsikan keperawatan, menguji prediksi dan hubungan sebab akibat, mengkritisi hubungan antara teori, model, dan sistem ilmiah (Nyatanga, 2005 ; McEwen & Wills, 2011).

2.2.3        Paradigma Sains Keperawatan
Menurut Fawcett (2005 paradigma sains keperawatan dikembangkan menjadi tiga konsep utama yaitu : seni (art), ilmu (science), dan profesi (profession). Fawcett (2005), menyatakan terdapat empat konsep dalam ilmu keperawatan antara lain :
1.        Manusia
Manusia mengacu pada individu, jika individu dikenali dalam budaya, juga keluarga, masyarakat, dan kelompok atau agregat lain yang menjadi peserta keperawatan
2.         Lingkungan
Mengacu pada manusia dan lingkungan fisik lainnya, serta pengaturan di mana keperawatan terjadi, yang berkisar dari rumah pribadi hingga fasilitas layanan kesehatan hingga masyarakat secara keseluruhan. Konsep lingkungan metaparadigm juga mengacu pada semua kondisi budaya, sosial, politik, dan ekonomi lokal, regional, nasional, dan global yang terkait dengan kesehatan manusia.
3.        Kesehatan
Mengacu pada proses hidup manusia dan kematian.
4.        Keperawatan
Mengacu pada definisi keperawatan, tindakan yang dilakukan oleh perawat atas nama atau hubungannya dengan manusia, dan tujuan atau hasil tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan dipandang sebagai proses timbal balik antara para peserta dalam perawatan. dan perawat. Prosesnya meliputi kegiatan yang sering disebut sebagai penilaian, pelabelan, perencanaan, intervensi, dan evaluasi.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengembangan Sains Keperawatan
3.1.1        Pengembangan Sains Keperawatan terhadap Pendidikan Keperawatan
Sains keperawatan merupakan bagian dasar dari pengembangan dalam ranah keperawatan dan hal tersebut diperlukan untuk meningkatkan kualitas dari pengembangan keilmuan keperawatan (Reed et al, 2004). Pada bidang pendidikan, sains keperawatan menjadi dasar dalam pembentukan kurikulum. Adanya perubahan dari kurikulum yang dikembangkan yaitu berdasarkan translational science meningkatkan kemampuan kolaborasi, bekerja sinergis dan berpikir kritis dalam menentukan strategi pelayanan keperawatan (Polancich, Roussel, Graves, & O’Neal, 2017). Transformasi kurikulum akan berkontribusi pada perubahan suatu intervensi keperawatan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Pepin et al. (2017) yang menyatakan bahwa hasil dari transformasi kurikulum dalam pendidikan khususnya dalam penelitian ini yaitu constructivist competency based approach  akan mempengaruhi aktivitas klinis atau pelayanan keperawatan (Pepin et al., 2017; Vinicius et al., 2015).
Pengembangan falsafah dan teori keperawatan dibutuhkan untuk diintegrasikan dengan pendidikan akademik guna meningkatkan kemampuan perawat dalam refleksi, analisis dan pemikirannya mengenai keperawatan. Falsafah sains keperawatan, falsafah keperawatan dan pengembangan teori merupakan dasar dari pendidikan akademik keperawatan untuk meningkatkan keterampilan keperawatan (Rega, Telaretti, Alvaro, & Kangasniemi, 2017). Caring science sebagai bagian dari sains keperawatan merupakan ranah pengetahuan etik-epistemologi yang berlandaskan pada keilmuan keperawatan. Sains ini mempelajari mengenai fenomena caring, hubungan perawat dan klien, konsep sehat sakit, kehidupan, kematian, dan konsep individu yang menjadi dasar pengembangan dari pendidikan keperawatan. Pendidikan dalam keperawatan dikembangkan berdasarkan hubungan caring sebagai acuan kurikulum dalam pembelajaran keperawatan, kurikulum tersebut dinamakan caritas curriculum yang mengembangkan paradigma baru yaitu pemikiran yang lebih tinggi melibatkan aspek kemanusiaan, cinta dan kepedulian dengan menitikberatkan pada keterlibatan individual dan kolektif (Parker et al., 2015).

3.1.2 Pengembangan Sains Keperawatan terhadap Pelayanan Keperawatan
Salah satu contoh aplikasi sains keperawatan  ke lahan praktik keperawatan yang telah diterapkan Ursavas et.al (2014) adalah pendekatan keperawatan dengan model teori adaptasi Roy pada klien yang menjalani perawatan operasi kanker payudara. Ursavas, et al (2014) menyatakan bahwa model keperawatan dapat mengembangkan perawat untuk fokus di perannya di aplikasi keperawatan dibanding tindakan medis. Model keperawatan juga membantu perawat lebih sistematik, bertujuan, terkontrol, dan efektif. Pada konsepnya, teori model adaptasi dari Roy bertujuan untuk meningkatkan pemenuhan dan harapan hidup. Pendekatan model adaptasi Roy mengevaluasi sisi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan ketergantungan klien yang bertujuan untuk mengembangkan holistic care.
Dalam penerapan model teori adaptasi Roy, Ursavas et,al (2014) mengaplikasikan keempat aspek dari model teori adaptasi yang berupa model fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan ketergantungan klien menjadi penerapan berupa indikator-indikator. Model fisiologis berkaitan dengan proses fisik dan kimia di dalam tubuh manusia. Kebutuhan model fisiologis terdiri atas 9 dasar kebutuhan manusia yaitu : oksigen, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, perlindungan, perasa, keseimbangan asam basa-cairan elektrolit,  fungsi neurologi, dan fungsi endokrin. Pada segi model konsep diri didefinisikan bahwa gabungan antara kepercayaan dan perasaan tentang dirinya atau tentang orang lain di waktu tertentu. Model konsep diri terdiri dari identitas fisik dan personal. Identitas fisik terdiri dari body image dan perasaan tubuh. Identitas personal dibentuk dari pemikiran , moral, etik dan spiritual sedangkan model fungsi peran mendeskripsikan bahwa didalamnya dibagi menjadi peran utama sebagai gender; peran kedua sebagai peran berbeda seperti ibu,ayah, guru dll ; dan peran ketiga seperti presiden, pemimpin, dll. Selanjutnya model ketergantungan menjelaskan tentang perilaku dan hubungan asaling berkaitan antar individu sesuai dengan model adaptasi Roy.
Pada pengembangan model adaptasi Roy ini peneliti mengaplikasikan diagnose keperawatan sesuai dengan kondisi klien. Pada model fisiologi didapat diagnose utama gangguan mobilitas fisik (impairment of physical motion)  sedangkan untuk model konsep diri, diaplikasikan intervensi dari diagnose utamanya itu gangguan body image. Selanjutnya diagnosa ketidakmampuan pemenuhan peran dipilih dalam penerapan model fungsi peran. Pada pengembangan model ketergantungan, peneliti menerapkan diagnosa utama gangguan proses keluarga untuk diaplikasikan selanjutnya berupa intervensi-intervensi yang mendukung.
Jadi dapat disimpulkan pendekatan keperawatan yang berdasarkan teori model adaptasi Roy pada klien kanker payudara dengan perawatan operasi selama 45 hari menunjukkkan bahwa klien akan beradaptasi ke hidup barunya dan peningkatan kualitas hidupnya. Karena alasan inilah penggunaan teori dari keperawatan harus didukung dan diimplementasikan kepada praktek harus ditingkatkan.
Aplikasi teori yang kedua adalah aplikasi penerapan model keperawatan Florence Nightingale yang dilakukan oleh Macharia,et al (2015) untuk mengendalikan resistensi obat di klien yang terinfeksi tuberkulosis (TB). Pada penerapannya lahan praktik itu memperkaya teori dan sebaliknya. Kedua hal ini , praktik dan teori keperawatan dibimbing oleh nilai dan kepercayaan. Teori membantu menegaskan pemikiran tentang keperawatan dan membimbing penggunaan ide serta teknik penerapannya. Teori dapat menutup kesenjangan antara praktik dan penelitian dan potensi yang diimpikan. Pada penelitian ini diterpkan di Kenya, dimana perawatan di Kenya dengan segala keterbatasannya atas pengetahuan teori keperawatan yang dapat diaplikasikan ke lahan praktik tidak mengetahui bagaimana cara penerapan teori tersebut ke lahan praktik. Dalam teori Nightingale menyatakan bahwa individu mempunyai peran dalam memberikan konstribusi di kesehatannya dengan berinteraksi bersama orang lain , perawat , dan lingkungan. Nightingale menyatakan penggunaan udara segar, pencahayaan, kebersihan, dan ketenangan. Teori Nightingale ini mudah diaplikasikan, mudah diadaptasikan untuk segala macam jenis perawatan klien. Namun kekurangannya adalah teori ini tidak secara langsung berefek pada lingkungan psikologis klien dan masih bersifat terbatas namun masih efektif untuk diterapkan. Pada aplikasinya di klien dengan diagnosa Tuberculosis , ruang isolasi bisa menerapkan teori rumah sehat yang mempertemukan 5 kebutuhan mendasar yakni udara yang bersih, air yang bersih, drainase yang baik, kebersihan dan pencahayaan. Lima kebutuhan mendasar ini juga dapat diterapkan untuk pencegahan Tuberculosis.

3.1.3   Pengembangan Sains Keperawatan terhadap Riset Keperawatan
Sains keperawatan adalah komponen esensial yang berkontribusi dalam pengembangan ilmu kesehatan (Eckardt et al., 2017; Reed, P.G., Shearer, N.C., & Nicoll, L.H, 2009). Hubungan antara sains keperawatan dan riset keperawatan dinyatakan oleh Gortner (2000) bahwa sains keperawatan merupakan penelitian dan penelitian tersebut merupakan alat dalam sains. Eckardt et al., (2017) menyatakan bahwa prioritas dari sains keperawatan pada tahun 2017 berada pada 4 tema utama yaitu:
1. Sains yang presisi;
2. Analisis data;
3. Determinan kesehatan dan
4. Kesehatan global.

Perawat dapat mengeneralisasikan pengetahuan baru dalam area prioritas yang meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pengembangan sains yang menjadi temuan dalam pengetahuan dapat mempengaruhi kebijakan kesehatan dan prioritas dalam pengembangan ilmu keperawatan (Eckardt et al., 2017). Hasil dari riset secara langsung dapat mengkonfirmasi maupun menolak hipotesis sebelumnya (Reed, P.G., Shearer, N.C., & Nicoll, L.H, 2009). Riset keperawatan berasal dari teori yang dikembangkan dari sains keperawatan, apabila dikembangkan dari empat komponen dalam filosofi yang meliputi logika (peneliti mengembangkan validitas dari pemikiran dan kebenaran dari hasil penelitian), epistemologi (penelitian berdasarkan dari analisis kebenaran, nilai-nilai yang diyakini dan bukti ilmiah), metafisik (dalam penelitian terdapat analisis dari berbagai konsep sebab akibat) dan etik (dalam penelitian, etik menjadi prinsip dan nilai moral yang utama) maka dapat diketahui bahwa keempat hal tersebut saling berkaitan satu sama lain dan menjadi proses dalam riset (Reed, P.G., Shearer, N.C., & Nicoll, L.H, 2009).

3.1.4.  Hubungan Interaktif antara Pendidikan, Pelayanan dan Riset dalam
Pengembangan Sains Keperawatan
Teori mempunyai dimensi praktik yang penting. Tanpa praktik dengan pemahaman di kehidupan sehari-hari, teori tidak akan terwujud dan nyata. Sebaliknya tanpa teori, kehidupan tidak akan bisa digambarkan dan tidak mempunyai makna, dan hanya sekedar penyambung kehidupan saja. Maka dari itu pemisahan antara teori dengan praktik itu menjadi perusak dalam pemikiran yang berkata bahwa teori yang sangat relevan dengan praktik tidak dapat dilaksanakan dan cara-cara mengaplikasikannya tidak dapat dikembangkan serta berpendapat bahwa teori tersebut tidak dapat dipertanyakan (Butts & Rich, 2011) .
Teori pada sains keperawatan menjadi landasan dalam bidang pendidikan, pelayanan dan riset keperawatan. Hasil pemikiran sains keperawatan tertuang dalam bentuk teori-teori keperawatan. Namun  pada aplikasinya sulit untuk diterapkan ke lahan pelayanan karena teori keperawatan belum aplikatif untuk berbagai jenis kondisi klien. Oleh karena itu dibutuhkan riset untuk mengembangkan konsep teori ini menjadi intervensi keperawatan yang sesuai dengan masing-masing kondisi klien. Menurut Alligood (2017), jika suatu penelitian ingin member pengaruh kepada praktisi di bidang pelayanan maka penelitian tersebut harus ditujukan untuk menguji kembali teori-teori yang diturunkan dari model konseptual praktik. Oleh karena itu, model keperawatan harus terus menghasilkan hipotesis yang dapat diteliti (Rega et al., 2017). Menurut penelitian Rega, et al (2017) menyatakan bahwa praktik klinis, manajemen dan penelitian keperawatan berdasarkan pada filosofi dan teori keperawatan. Filosofi dan teori keperawatan penting diintegrasikan ke bidang pendidikan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perawat dalam  refleksi , analisis dan wawasan keprofesian.
Hubungan interaktif antara pendidikan, praktik dan penelitian dalam keperawatan dapat dianalisa melalui hubungan antara dua variabel, sebagai berikut :
1.      Hubungan antara Penelitian dan Teori
Penelitian dapat memvalidasi dan memodifikasin sebuah teori. Dalam keperawatan, teori dapat menstimulasi perawat peneliti untuk menggali masalah-masalah dalam keperawatan. Dengan hal itu, dapat meningkatkan perkembangan ilmu keperawatan (Meleis, 2012). Ketika sebuah teori sudah diuji secara ilmiah, hasil penelitian itu dapat digunakan untuk memverifikasi, modifikasi, menolak ataupun mendukung teori tersebut (Mc Ewen & Wills, 2011).
2.      Hubungan antara Teori dan Praktek
Teori memberikan panduan dalam melaksanakan praktek keperawatan. Salah satu kegunaan utama dari teori adalah memberikan kontribusi pencapaian tujuan dalam praktek keperawatan melalui pengkajian, diagnosa dan intervensi. Teori membuat praktek menjadi lebih efisien dan efektif. Manfaat utama dari penerapan teori keperawatan adalah peningkatan dalam pelayanan keperawatan pada klien (Meleis, 2012).
3.      Hubungan antara Penelitian dan Praktek
Penelitian adalah kunci untuk pengembangan disiplin ilmu. Middle-Range Theory dan Practice Theory bisa diuji dengan praktek melalui penelitian klinik (Hickman, 2002 dalam Mc Ewen & Wills, 2011). Jika seorang perawat praktisi ingin mengembangkan sebuah keahlian, mereka harus mengujinya dalam sebuah penelitian. Kesimpulannya, dibutuhkan sebuah dorongan dan semangat yang tinggi untuk menguji dan menyaring teori dan model untuk mengembangkan model praktik terbaru miliki mereka sendiri (Marrs & Lowry, 2006).


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sains keperawatan merupakan ilmu yang mempelajari teori yang nantinya akan diaplikasikan keperawatan (Risjord, 2010) sedangkan falsafah keperawatan adalah kepercayaan perawat akan nilai-nilai keperawatan yang akan dijadikan dasar dalam penerapan keperawatan (Fawcet, 2006). Kedua hal ini, sains dan falsafah paradigma keperawatan beruhubungan dengan dua paradigm yakni totally paradigm dan simultaneity paradigm. Totally paradigm adalah suatu paradigma yang memandang manusia sebagai kesatuan tubuh, pikiran, dan jiwa sedangkan simultaneity paradigm adalah paradigma yang memandang manusia sebagai satu kesatuan (Parker, 2001).
Pada penerapannya sebuah sains keperawatan haruslah memiliki konsep yang jelas, logis, dapat menjadi dasar dalam membuat suatu hipotesa yang diuji, dan teori dapat berkontribusi dalam meningkatkan pengetahuan melalui penelitian (Alligood, 2014). Pengembangan sains keperawatan dapat terlihat di berbagai aspek antara pendidikan ,pelayanan, dan riset. Pembentukan kurikulum yang dikembangkan dari translational science yang bertujuan meningkatkan kemampuan kolaborasi, bekerja sinergis, dan berpikir kritis dalam menentukan strategi pelayanan keperawatan merupakan wujud penerapan sains dalam dunia pendidikan. Pada bidang pelayanan, penerapan beberapa teori seperti teori model adaptasi roy dan teori Nightingle menjadi solusi dalam perawatan klien dengan keluhan kanker payudara dan tuberculosis. Dalam penerapan teori ini, pengambilan intervensi disesuaikan dengan konsep teori dan kondisi klien. Penerapan teori ini membuat perawatan menjadi lebih terfokus pada tindakan keperawatan kepada klien secara holistik dibandingkan tindakan medis (Ursavas, et al, 2014).
Antara pendidikan dan pelayanan masih sering ditemukan perbedaan sehingga teori yang didapat di pendidikan sekarang sulit diaplikasikan ke pelayanan. Pengembangan riset adalah solusi dari kesenjangan ini. Riset keperawatan menurut Reed, et all (2009) merupakan pengembangan teori sains keperawatan dengan memperhatikan kaidah filosofi yakni logika, epistemologi, metafisik, danetik.
Pengembangan riset ini dapat mempengaruhi kebijakan kesehatan dan pengembangan ilmu keperawatan (Eckardt et al., 2017). Keterkaitan antara pendidikan, pelayanan dan riset sangat penting karena suatu penelitian dapat dikatakan memberikan pengaruh di pelayanan adalah jika penelitian tersebut ditujukan untuk menguji kembali teori-teori yang didapat dari bidang pendidikan (Alligood, 2017).
4.2 Saran
Beberapa saran untuk memperbaiki makalah ini antara lain :
1.      Pembahasan perkembangan sains keperawatan kurang mendalam sehingga diperlukan tinjauan literatur melalui sumber referensi lainnya.
2.      Tinjauan literatur mengenai paradigma dan falsafah sains keperawatan hendaknya dicantumkan dari beberapa penemu teori keperawatan lain, sehingga pembahasan mengenai sains keperawatan lebih luas.

 
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R. (2014). Nursing Theorist and Their Works Eight Ed. St.Louis : Mosby Elsevier.
Butts, J. B., & Rich, K. L. (2011). Philosophies and Theories for Advanced Nursing Practice. Ontorio: Jones & Bartlett Learning 
Eckardt, P., Culley, J. M., Corwin, E., Richmond, T., Pickler, R. H., Krause-parello, C. A., … Devon, H. A. (2017). Author Note. Nursing Outlook. doi:10.1016/j.outlook.2017.06.002
Fawcett, J (2005) CONTEMPORARY NURSING KNOWLEDGE Analysis and Evaluation of Nursing Models and Theories. 2nd Ed. Philadelpia : David Company
Gortner, S. R. (2000). Knowledge Development in Nursing: Our Historical Roots and Future Opportunities Susan. Nursing Outlook, 48(2), 60–67. doi:10.1067/mno.2000.106115
McKenna et al. (2014). Fundamentals of Nursing Models, Theories and Practice. 2nd Ed. USA: Willey.
Nyatanga, L. (2005). Nursing and The Phylosophy of Science. Nurse Education Today, 25, 670-674
Parker, M. E., Smith, M. C., Mckenna, H., Fawcett, J., Kim, H. S., Kollak, I., … MacDonald, C. (2015). Nursing the philosophy and science of caring. Statewide Agricultural Land Use Baseline 2015 (Vol. 1). doi:10.1017/CBO9781107415324.004
Pepin, J., Goudreau, J., Lavoie, P., Bélisle, M., Blanchet Garneau, A., Boyer, L., … Lechasseur, K. (2017). A nursing education research framework for transformative learning and interdependence of academia and practice. Nurse Education Today, 52, 50–52. doi:10.1016/j.nedt.2017.02.001
Polancich, S., Roussel, L., Graves, B. A., & O’Neal, P. V. (2017). A regional consortium for doctor of nursing practice education: Integrating improvement science into the curriculum. Journal of Professional Nursing. doi:10.1016/j.profnurs.2017.07.013
Rega, M. L., Telaretti, F., Alvaro, R., & Kangasniemi, M. (2017). Philosophical and theoretical content of the nursing discipline in academic education: A critical interpretive synthesis. Nurse Education Today, 57(October 2016), 74–81. doi:10.1016/j.nedt.2017.07.001
Risjord, M. (2010) Nursing Knowledge Science, Practice, and Philosophy. United Kingdom: Willey Backwell
Silva, M.C. (1977). Philosophy, Science, Theory: Interrelationships and Implication for Nursing Research. Journal of Nursing Scholarship, 9(3), 59-63.
Van Laer.P.H. (1963). Philosophy of Science: part one-science in general. Pittsburgh. PA: Duquesne University Press
Vinicius, P., Garcia, C., Walker, M., Vasconcelos, S., Results, K., Larsen, D. ., … Manager, C. (2015). Страничка проекта Sci­Hub в социальных сетях → vk.com/sci_hub . Guide to Advanced Empirical Software Engineering, 212(November), 125301. doi:10.1007/978-1-84800-044-5_11