Konsep Sectio Caesaria


Konsep Sectio Caesaria
1.    Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu pembedahan yang dilakukan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan rahim atau jalan alternatif menyambut kelahiran seorang bayi melalui operasi praktis (Indiarti, 2007:43). Sectio caesaria adalah tindakan yang digunakan untuk mengakhiri kehamilan atau persalinan bila tidak mungkin melakukan persalinan pervaginam.Sehingga tidak perlu mencari indikasi khusus untuk melakukan operasi ini.(Martinus Gerhard, 1997:102)
Sectio caesaria merupakan pembedahan obstetik untuk melahirkan janin yang viabel melalui abdomen. Tindakan yang dilakukan tersebut bertujuan untuk melahirkan bayi dengan membuka dinding rahim (Hellen Farrer, 2001). Ada beberapa indikasi dilakukan Sectio caesaria diantaranya distress janin posisi sungsang, distosia dan persalinan sebelumnya. Sectio caesaria memiliki dua sampai empat kali angka kematian ibu dibanding dengan persalinan pervagina, sehingga Sectio caesaria menjadi hal yang menakutkan dikalangan masyarakat dahulu (Persis Mary Hamilton, 1995 ).

2.    Indikasi Section caesaria
Adapun indikasi dilakukanya tindakan Sectio caesaria adalah sebagai berikut :

a.    Indikasi medis Sectio caesaria
1)   Kegagalan Progresi Persalinan
2)   Malpresentasi dan malposisi
3)   Perdarahan ante partum
4)   Penyakit hipertensi dalam kehamilan
5)   Keadaan janin
6)   Primigravida tua
7)   Kegagalan induksi persalinan     
8)   Bekas Sectio caesaria
b.    Indikasi non medis Sectio caesaria
Dilain pihak Sectio caesaria dapat dilakukan atas permintaan ibu dan keluarga walaupun tanpa indikasi dari medis dengan alasan ibu yang takut akan rasa sakit, anak mahal, atau takut akan vagina berubah pasca persalinan normal dengan tujuan untuk menjalin keharmonisan keluarga (Manuaba, 2001:206).

3.    Komplikasi  Sectio  caesaria
Komplikasi yang dapat terjadi setelah Sectio caesaria adalah infeksi yang banyak disebut sebagai morbiditas pasca operasi. Kurang lebih 90% dari morbiditas pasca operasi disebabkan oleh infeksi seperti: infeksi rahim, infeksi kandung kemih, infeksi usus dan infeksi luka bekas operasi. Apa bila infeksi tidak segera di atasi dan dalam jangka waktu yang lama bisa menyebabkan infeksi yang berlarut sampai dengan sepsis yang dapat mengakibatkan kematian terhadap ibu. Komplikasi dapat disebabkan oleh persalinan dengan ketuban yang pecah terlalu lama, ibu yang menderita anemia, hipertensi, sangat gemuk, gizi yang buruk, sudah menderita infeksi sebelum melahirka, dan dapat juga di sebabkan oleh penyakit lain seperti ibu menderita penyakit diabetes melitus. Dengan pemberian antibiotik profilaksis dapat mengatasi infeksi yang terjadi (Indiarti, 2007:50)
           
Daftar Pustaka :
Indiarti, MT (2007). Caesar, Kenapa tidak? Cara Aman Menyambut Kelahiran Buah Hati Anda.Yogyakarta:Elmater-publising
Mansjoer,Arif,ed (2001). Kapita selecta Kedokteran Jillid 2 edisi 3. FKUI, Jakarta.
Sastrawinata,Sulaiman (2004). Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan. EGC, Jakarta.

Persiapan Preop Sectio caesaria


Persiapan Preop Sectio caesaria
1.    Pengertian Pre-op Sectio Caesarea
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Kata “ Perioperatif ” adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan pra operatif, intra operatif, dan pasca operatif.
Fase Praoperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien ditatanan klinik atau di rumah , menjalani wawancara pra operatif, dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan dalam pembedahan.  (Brunner dan Suddarth, 2001:426)

2.    Persiapan Fisik Pre-op Sectio caesaria
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain :
a.    Status Kesehatan fisik Secara Umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit, seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, status kardiovaskuler, status pernapasan, fungsi ginjal dan hepatic, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stress fisik, tubuh lebih rileks, sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil.
b.    Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defenisi Nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di Rumah Sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
c.    Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obat anestesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal.Kecuali pada kasus – kasus yang mengancam jiwa.
d.   Kebersihan Lambung Dan Kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO (segera) maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube)
e.    Pencukuran daerah operasi
Ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin ( pubis ) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya appendioktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
f.       Personal Hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi.
g.    Pengosongan kandung kemih
Dilakukan dengan pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance.


3.    Persiapan Penunjang Pre-Op Sectio Caesarea
    Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang,maka dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG (elektrocardiography) dan lain-lain.
Di bawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan pada pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
a.    Pemeriksaan Radiologi dan Diagnostik, seperti : foto thoraks, abdomen, foto tulang, ( daerah fraktur ), USG ( Ultra Sono Grafi ), CT scan ( computerized Tomography Scan ), MRI ( Magnetic Resonance Imagine ), BNO – IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammography, CIL (Colon In Loop), EKG, dan lain lain.
b.    Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit, Limfosit, LED ( laju endap darah ), jumlah Trombosit, protein total, elektrolit , CT ( clooting time ) BT ( blooding time ), Ureum kreatinin, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsum tulang  jika penyakit terkait dengan kelainan darah.
c.    Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas / jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
d.   Pemeriksaan Kadar Gula Darah ( KGD ). Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalam batas normal atau tidak. Uji  KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP ( Post Prandial ).
e.    Inform consent
Selain dilakukannya pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
f.       Latihan pra operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :


1)   Latihan napas dalam.
Latihan napas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih  mampu beradaptasi dengan nyeri.
2)   Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama yang mengalami operasi dengan anestesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu napas selama dalam kondisi teranestesi, sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan, kareana banyak lendir. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setelah operasi untuk mengeluarkan lendir atau secret.
3)   Latihan gerak sendi.
Setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan karena akan lebih cepat merangsang usus(peristaltic usus) sehingga pasien akan lebih cepat flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah statis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal.


4.    Persiapan Mental atau Psikis Pre-op Sectio Ceasarea
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi strees fisiologis maupun psikologis. (Barbara C. Long, 2005).
Secara mental penderita harus dipersiapkan untuk menghadapi pembedahan, karena selalu ada rasa cemas, takut terhadap penyuntikan, nyeri luka, anestesi, bahkan terhadap kemungkinan cacat atau mati.  Dalam hal ini hubungan baik antara penderita, keluarga,perawat dan dokter sangat menentukan. Atas dasar pengertian, penderita dan keluarganya dapat memberikan persetujuan dan  ijin untuk pembedahan (Sjamsuhidajat dan Jong 2004 : 426).
Respon psikologis secara umum berhubungan dengan adanya ketakutan-ketakutan terhadap anestesi, diagnosis yang belum pasti, keganasan, nyeri, cerita yang mengerikan dari orang lain dan sebagainya. Itu adalah gambaran atau fakta tentang kecemasan pre operasi. Pasien yang akan  menjalani pembedahan sangat membutuhkan informasi yang berhubungan dengan prosedur tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya. (Depkes RI,1989).

Referensi :
Achadiat,M,chrisdiono (2001).Obstetri dan ginekologi.EGC, Jakarta.
Gail Wiscarz Stuart (1995). Askep Sectio Caesaria. Diakses   12-1-2011   http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/26
Harnawatiaj (2008) Askep Sectio Caesaria. Diakses 26-3-2011 http://harnawatiaj.wordpress.com
Syahlan (1996). Ilmu kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
Sarwono (1991).Kontra indikasi sc Diakses pada 12-1-2011 http://harnawatiaj.wordpress.com
Saifudin, Bari, Abdul (2001). Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

Konsep Tenaga Bidan


Konsep Tenaga Bidan
1.      Pengertian Bidan
Menurut kesepakatan antara International Confederation (ICM) dan World Health Organization (WHO) tahun 1993, mengatakan bahwa bidan (midwife) adalah seorang yang telah mengikuti pendidikan kebidanan yang diakui oleh Pemerintah setempat, telah menyelesaikan pendidikan tersebut dan lulus serta terdaftar atau mendapat izin melakukan praktek kebidanan (Syahlan, 1996 : 11). Sedangkan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mengartikan bidan adalah seorang wanita yang mendapat pendidikan kebidanan formal dan lulus serta terdaftar di badan resmi pemerintah dan mendapat izin serta kewenangan melakukan kegiatan praktek mandiri (50 Tahun IBI).
Berdasarkan KEPMENKES NOMOR 900/MENKES/SK/VII/2002    bab I pasal 1: Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku.
2.      Peran dan Tugas Bidan
Menurut Sarwono (2007), dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti.
a.       Peran sebagai pelaksana
Sebagai pelaksana bidan memiliki tiga kategori tugas, yaitu :
1)      Tugas mandiri.
2)      Tugas kolaborasi.
3)      Tugas ketergantungan.
b.      Peran sebagai pengelola
Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu :
1)      Tugas pengembangan pelayanan dasar kesehatan 
2)      Tugas partisipasi dalam tim.
c.       Peran sebagai pendidik
Sebagai pendidik bidan memiliki 2 tugas, yaitu :
1)      Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien
2)      Melatih dan membimbing kader
d.      Peran sebagai peneliti/investigator
Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri maupun berkelompok, mencakup:
1)      Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
2)      Menyusun rencana kerja pelatihan.
3)      Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.
4)      Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi.
5)      Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut.
6)  Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan.
3.      Fungsi Bidan
Berdasarkan peran bidan seperti yang dikemukakan di atas, maka fungsi bidan adalah sebagai berikut : (Sarwono, 2007)
a.       Fungsi pelaksana.
b.      Fungsi pengelola.
c.       Fungsi pendidik.
d.      Fungsi peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Syahlan (1996). Ilmu kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
Saifudin, Bari, Abdul (2001). Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.