PEMASANGAN GIPS DAN TRAKSI



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu sebab. Penyebab utama trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga dan rumah tangga. Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas ± 12.000 orang per tahun (Chairuddin Rasjad,1998). Trauma musculoskeletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma muskuloskeletal adalah kontusi, strain,sprain, dislokasi dan sublukasi serta fraktur. Trauma yang dialami seseorang akan menyebabkan berbagai masalah.
Di masyarakat, seorang perawat/Ners perlu mengetahui perawatan klien trauma musculoskeletal yang mungkin dijumpai, baik di jalan maupun selama melakukan asuhan keperawatan di rumah sakit. Selain itu, ia perlu mengetahui dasar-dasar penanggulangan suatu trauma yang menimbulkan masalah pada sistem musculoskeletal dengan melakukan penanggulangan awal dan merujuk ke rumah sakit terdekat agar mengurangi resiko yang lebih besar. Resiko yang lebih fatal perlu diketahui Ners adalah kematian.
Banyak tindakan yang umum/lazim dilakukan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien gangguan musculoskeletal. Tindakan yang umum tersebut meliputi proses keperawatan peri-operatif, pemberian alat bantu, proses keperawatan klien dengan pemasangan gips, peralatan luka dan pemasangan traksi. Semua tindakan tersebut perlu diketahui perawat yang melaksanakan asuhan keperwatan di bangsal bedah pada klien gangguan sistem musculoskeletal. Sebelum melakukan tindakan, perawat sangat perlu mengetahui prinsip dasarnya. Prinsip dasar pelaksanaan tersebut meliputi :
1.      Pelaksanaan tindakan didasarkan padaa masalah yang dikeluhkan klien. Pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan hanya dapat dicapai bila sebelumnya dapat ditegakkan diagnosis keperawatan yang tepat.
2.      Tujuan ditetapkan dengan criteria waktu dan hasil yang dapat dicapai. Kriteria waktu yang rasional untuk mencapai tujuan tindakan akan memberi arah perawat dalam melakukan asuhan keperawatan
3.      Jangan membuat masalah baru bagi klien.
4.      Lakukan pelaksanaan tindakan dengan pendekatan secara individu. Manusia akan menunjukkan aneka ragam respons terhadap berbagai keluhan yang sama.
5.      Lakukan tindakan sesuai prisedur/standar yang berlaku. Tujuan utama tindakan yang dilaksanakan adalah mengurangi, membantu dan meningkatkan secara optimal kemampuan klien.
6.      Ciptakan kerjasama yang baik.
7.      Pilih tindakan sesuai prioritas masalah.
Dengan demikian maka dianggap penting bagi kita untuk mengetahui pelaksanaan tindakan yang dapat dilakukan pada klien trauma yang akan dibahas pada makalah ini yaitu pemasangan gips dan pemasangan traksi serta asuhan keperawatan yang bisa dilakukan untuk mengurangi terjadinya resiko serta komplikasi terburuk.
B. Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari gips dan traksi?
2.      Apa saja bahan-bahan dari gips?
3.      Apa saja jenis dari gips dan traksi?
4.      Apakah tujuan dari pemasangan gips dan traksi?
5.      Apa saja prinsip dari pemasangan gips dan traksi?
6.      Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemasangan gips dan traksi?
7.      Bagaimana cara pemasangan gips dan traksi?
8.      Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan pemasangan gips atau traksi?
9.      Bagaimana tindakan yang dapat dilakukan pada klien dengan gips dan traksi serta asuhan keperawatannya?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian dari gips dan traksi
2.      Untuk mengetahui apa saja bahan-bahan dari gips
3.      Untuk mengetahui apa saja jenis dari gips dan traksi
4.      Untuk mengetahui tujuan dari pemasangan gips dan traksi
5.      Untuk mengetahui apa saja prinsip dari pemasangan gips dan traksi
6.      Untuk mengetahui apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemasangan gips dan traksi
7.      Untuk mengetahui bagaimana cara pemasangan gips dan traksi
8.      Untuk mengetahui apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan pemasangan gips atau traksi ?
9.      Untuk mengetahui bagaimana tindakan yang dapat dilakukan pada klien dengan gips dan traksi serta asuhan keperawatannya ?


















BAB II
PEMBAHASAN
A.    GIPS
1. Pengertian Gips
Gips dalam bahasa latin disebut kalkulus, dalam bahasa ingris disebut plaster of paris, dan dalam  bahasa belanda disebut gips powder. Gips merupakan mineral yang terdapat di alam berupa batu putih yang mengandung unsur kalsium sulfat dan air. Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan kontur  tubuh tempat gips di pasang (Brunner&Sunder, 2000). Gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan mengunakan bahan gips tipe plester atau fiberglass (Barbara Engram, 1999). Jadi gips adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus dengan tipe plester atau fiberglass.
            Gips sebagai alat penolong bedah tulang dan penyembuhan tulang, dikenal di banyak tempat dunia. Pemasangan gips merupakan salah satu pengobatan konservatif pilihan terutama pada fraktur dan dapat digunakan pada daerah terpencil dengan hasil yang cukup baik jika cara pemasangan, indikasi, kontraindikasi, serta perawatan setelah pemasangan diketahui dengan baik.
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan patah tulang. Gips memiliki sifat menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan menjadi keras. Sebelum menjadi keras, gips yang lembek dapat dibalutkan melingkari sepanjang ekstremitas dan dibentuk sesuai dengan bentuk ekstremitas. Gips yang dipasang melingkari ekstremitas disebut gipas sirkuler sedangkan jika gips dipasang pada salah satu sisi ekstremitas disebut gips bidai.
Gips  umumnya dipasang untuk mengimobilisasikan suatu bagian tubuh sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung tanpa cedera lebih lanjut. Derajat imobilisasi setiap orang berbeda-beda sesuai dengan jenis gips yang terpasang. Beberapa orang menjalani tirah baring selama beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan, sedangkan yang lain mampu melakukan sebagian besar aktivitas harian dengan hanya merasakan sedikit ketidaknyamanan karena gips.
            Gips dapat digunakan untuk mengimobilisasi fraktur yang telah direduksi, mengoreksi deformitas, memberikan tekanan merata pada jaringan lunak dibawahnya, atau memberikan dukungan dan stabilisasi bagi sendi yang mengalami kelemahan. Secara umum, gips memungkinkan mobilisasi klien dan membatasi gerakan pada bagian tubuh tertentu.

2.  Bahan-Bahan Gips
a.  Gips plaster
Merupakan pembalut yang dapat mengikuti kontur tubuh secara halus yang terbuat dari kristal gipsum. Bila basah, terjadi reaksi kristalisasi dan mengeluarkan panas maka air yang digunakan harus dingin. Pasien harus diingatkan bahwa plaster akan terasa hangat ketika pertama kali dipasang dan diberi tahu bahwa plaster akan terasa dingin selama proses pengeringan. Pasien dilarang menutupi gips untuk memungkinkan evaporasi air.
b.   Gips Nonplaster
Merupakan gips fiberglas yang mempunyai kelebihan yaitu lebih ringan dan lebih kuat, tahan air dan tidak mudah pecah, dan hanya dapat mengering dalam beberapa menit. Gips nonplaster berpori-pori sehingga masalah kulit dapat dihindari.Tidak menjadi lunak bila terkena air. Bila basah, dapat dikeringkan dengan pengering rambut yang disetel dingin. Pengeringan yang merata sangat penting agar tidak melukai kulit.
Selain memakai bahan gips yang biasa yaitu plaster of paris, beberapa bahan sintetis sekarang ini telah tersedia : polyester dan katun, fiberglas, bebas fiberglas/bebas lateks, dan termoplastik. Bahan tersebut tersedia dalam bentuk gulungan atau plester yang direndam dalam air untuk mengaktifkan serta melembutkannya, dan kemudian dibungkuskan ke sekitar bagian tubuh yang akan di gips sehingga membentuk bagian tubuh tersebut.
Jenis Bahan
Deskripsi
Aplikasi
Batasan waktu dan beban
Plaster of paris
Gulungan atau strip benang rajutan yang terbuka yang tersaturasi dengan bubuk kristal kalsium sulfat (gypsum)
Digunakan setelah direndam dalam air hangat selama beberapa detik sampai gelembung berhenti
Kering dalam 48 jam, tidak boleh ada beban sampai gips kering
Sintetis
Polyester dan katun (mis. Cutter Cast)
Plester polyester rajutan terbuka dan kapas yang mengandung oleh resin poliuretan yang teraktifkan oleh air
Digunakan setelah direndam dalam air bersuhu 26°C; digunakan setelah direndam selama 2-3 menit
Keras dalam 7 menit, beban bisa diterima diletakkan setelah 15 menit.
Fiberglas; yang diaktifkan oleh air (mis., Scotchcast, Delta-lite) atau light cured (mis., Lightcast II); bebas fiberglas/bebas lateks (mis., Delta-Cast, Flashcast)
Plester fiberglas serat terbuka yang mengandung resin poliuretan (Scotchast) atau resin poliuretan fotosensitif (Lightcast II)
Digunakan setelah dicelupkan ke dalam air hangat selama 10-15 detik (Scotchcast); digunakan dengan krim tangan jenis silicon untuk menjaga agar tidak lengket (Lightcast II)
Keras dalam 15 menit, beban bisa diberikan setelah 30 menit (Scotchcast); kering setelah terpajan lampu ultra violet khusus selama 3 menit, beban dapat diberikan segera (Lightcast II)
Termoplastik
(mis. Hexcelite)
Krim poliester termoplastik yang dirajut dalam gulungan yang kaku
Digunakan setelah dipanaskan pada air dengan suhu 76-82°C selama 3-4 menit untuk membuat gulungan menjadi lembut dan lentur. Buang air yang berlebih dengan memerasnya di antara handuk sebelum dipasang
Keras dalam 5 menit, beban bisa diberikan setelah 20 menit.

Bahan Bantalan
Sebelum gips dipasang, area yang akan digips harus diberi bantalan. Stockinette, suatu bahan kain yang lembut, fleksibel, dan berbentuk pipa, diletakkan di atas bagian tubuh sebelum bahan gips dipasangkan. Ujung distal stockinette ditekuk untuk menutupi tepi gips sehingga memliki pinggieran yang halus. Gulungan kapas atau bantalan sering dipasang langsung di atas stockinette sebagai bantalan untuk penonjolan tulang atau di antara permukaan kulit. gulungan kapas di gulung melekat dan membentuk kontur anggota badan.
Bantalan akan mungkin diperlukan di atas penonjolan tulang atau sendi yang rentan terhadap kerusakan kulit. bila gips sintetis akan terkena air saat mandi, stockinette polipropilen dan bantalan polyester harus digunakan karena bahan-bahan tersebut mudah mongering. Lapisan antiair telah digunakan pada beberapa kondisi yang memungkinkan terjadinya kontak dengan urine.
3. Jenis-Jenis Gips
Kondisi yang ditangani menentukan jenis dan ketebalan gips yang akan dipasang. Namun, pada beberapa bentuk fraktur, konstruksi dan pencetakan gips dilakukan sedemikian rupa sehingga sendi masih bisa digerakkan sementara garis fraktur diimobilisasi.
1)         Gips lengan pendek- memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak tangan, melingkar erat di dasar ibu jari. Gips ini mengimobilisasi pergelangan tangan, radius dan ulna. Bila ibu jari dimasukkan, dinamakan spika ibu jari atau gips gauntlet.



2)        
Gips lengan panjang- Gips lengan panjang memanjang dari aksila sampai jari tangan, yang memungkinkan siku untuk fleksi. Gips ini mengimobilisasi pergelangan tangan, radius, ulna, dan humerus.
3)         Gips tungkai pendek- memanjang dari bawah lutut sampai dasar jari kaki. Kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral.




4)        
Gips tungkai panjang- memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai dasar jari kaki. Lutut harus sedikit fleksi.

5)        
Gips tubuh- melingkar di batang tubuh.


6)         Gips spika- Gips spika, melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas.
7)        
Gips spika pinggul- melingkari batang tubuh dan satu ekstrimitas bawah, terdapat  gips spika tunggal atau ganda. Gips spika pinggul dimulai dari ketinggian pingggang atau diatasnya. Gips ini mengimobilisasi sendi pinggul dan femur, memanjang ke bawah pada satu tungkai secara keseluruhan, dan dapat menutupi seluruh atau sebagian tungkai kedua. Spika tunggal hanya menutupi satu tungkai. Spika pinggul ganda menutupi kedua tungkai sampai jari kaki. Gips tubug memanjang dari aksila untuk menutupi seluruh tubuh. Gips ini sering digunakan untuk mengimobilisasi spinal.



8)         Gips spika bahu- jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan siku. Gips spica bahu memanjang mengelilingi dada dan seluruh lengan sampai jari. Lengan biasanya diabduksi untuk mengimobilisasi tulang bahu (mis., klavikula).

9)         Gips berjalan, gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat. Dapat disertai telapak untuk berjalan
4. Tujuan dari Pemasangaan Gips
a.          Untuk pertolongan pertama pada fraktur (berfungsi sebagai bidai)
b.         Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri misalnya gips korset pada tuberculosis tulang belakang atau pasca operasi seperti pada operasi pada skoliosis tulang.
c.          Sebagai pengobatan defintif  untuk imobilisasi fraktur .
d.         Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan, misalnya pada talipes ekuinovarus kongenital atau pada deformitas sendi lutut.
e.          Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.
f.          Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu pasca operasi.
g.         mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan yang merata pada jaringan lunak yang terletak di dalamnya.

Kelebihan pemakaian gips
a.          Mudah dan murah sebagai alternative terapi konservatif pilihan untuk menghindari operasi
b.         Dapat diganti setiap saat, dipasang dan dibuat cetakan sesuai bentuk anggota gerak
c.          Dapat dibuat jendela/ lubang pada gips untuk membuka jahitan atau perawatan luka selama imobilisasi
d.        Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat dilakukan dengan membuat sudut tertentu.
e.          Gips bersifat radiolusen sehingga pemeriksaan foto  rontgen tetap dapat dilakukan walaupun gips terpasang
Kekurangan pemakaian gips
a.          Pemsangan gips yang ketat akan menimbulkan gangguan atau tekanan pada pembuluh darah, saraf atau tulang itu sendiri
b.         Pemasanggan yang lama dapat menyebabkan kekakuan pada sendi dan atrofi otot
c.          Alergi dan gatal-gatal akibat gips
d.         Berat dan tidak nyaman dipakai oleh klien

5.  Prinsip dari Pemasangan Gips
a.       Prinsip Lingkungan
Lingkungan yang diharapkan pada setiap pemasangan gips adalah adanya suatu ruang tindakan. Dengan adanya ruangan tersebut, perawat yang bertugas di bangsal bedah ortopedi dapat mempersiapkan pemasangan gips dengan optimal. Ruang tindakan yang ideal hendaknya memiliki:
1)         Bak cuci (wastafel) yang dilengkapi dengan saringan untuk mencagah tersumbatnya pipa pembuangan oleh fragmen-fragmen gips
2)         Meja pengering yang panjang dan licin berlapis logam, kaca
3)         Lanti yang mudah dicuci; selokan yang mengalir lancer terutama untuk mencegah penyumbatan gips di bwah bak cuci (wastafel)
4)         Meja kursi, pennahan kaki, dan mungkin meja bedah tulang dan aparat penggantung.
b.   Prinsip Alat
Perlengkapan dasar dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu alat-alat proteksi dan alat-alat untuk memasang dan membuka balutan gips. Di bawah ini adalah contoh perlengkapan dasar yaitu:
1)         Selimut penangkal debudan kain pelindung atau penutup lainnya adalah sangat penting dan diperlukan
2)         Pelindung dada (apron) dan sepatu bot yang harus dipakai oleh operator
3)         Karung pasir dan banttal pengganjal. Bantal ini memerlukan sarung pelindung yang dapat menyerap yang harus ditempatkan di antara bantal dan balutan gips. Ini digunakan untuk menjamin kenyamanan klien dan menopang balutan gips.
4)         Pemotong gelang (ring-cutters) harus selalu siap sehingga gelang yang terlalu ketat dan berbahaya dapat dipotong kalau tidak berhasil melepaskannya dengan cara sederhana, misalnya dengan sabun
5)         Kartu yang berisi instruksi yang harus diberikan kepada klien apabila pulang dari rumah sakit atau pengawasan rumah sakit
Alat-alat yang diperlukan untuk pemasangan gips sebaiknya sudah lengkap disiapkan dan sudah tertata di atas meja/troli tindakan yang berisi :
1)         Kain pelindung, kaus pelindung, kain laken, kapas pembalut wol, balutan gips dengan berbagai ukuran
2)         Lempengan gips dengan berbagai ukuran
3)         Gunting gips
4)         Pembengkok gips
5)         Pisau gips
6)         Kain pembalut 2-3 inci
7)         Pemotong listrik untuk balutan gips
8)         Plester 2,5 cm
9)         Dua ember air
10)     Kain segitiga dan kain penggendong lainnya
11)     Tumit untuk berjalan dari besi dan dipasang pada tubuh bagian bawah
12)     Pencuci dan kain  pembalut krep untuk tambahan
Jumlah personel yang dibutuhkan untuk membantu seorang operator bergantung pada tipe balutan yang dipakai. Idealnya, seorang asisten harus selalu ada untuk memberikan balutan yang masih basah kepada operator dan seorang asisten lagi yang selalu siap menjaga posisi yang diinginkan pada bagian yang harus diimobilisasi. Tim ini dapat dikurangi atau ditambah bergantung pada keadaan. Sebelum prosedur dimulai operator harus memastikan bahwa setiap anggota tim mengerti perananya masing-masing.
Sebuah buku, kartu arsip, dan cara pencatatan harus selalu ada. Hal yang perlu dicatat ialah nama, alamt, daan usia; diagnosis dan tipe balutan yang dipakai, anastesi yang diberikan, manipulasi aplikasi sederhana; instruksi yang diberikan; alat-alat bantu yang diberikan (mis: tongkat, kayu, kruk); hari kunjungan berikutnya.
6.  Indikasi dan Kontraindikasi Pemasangan Gips
a.       Indikasi
1)            Untuk pertolongan pertama pada fraktur (berfungsi sebagai bidai)
2)            Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri misalnya gips korset pada tuberculosis tulang belakang atau pascaoperasi (operasi pada skoliosis tulang belakang)
3)            Sebagai pengobatan definitive untuk imobilisasi fraktur terutama pada anak-anak dan fraktur tertentu pada orrang dewasa
4)            Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis
5)            Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu setelah suatu operasi, misalnya pada artrodesis
6)            Imobilisasi setelah operasi pada tendo-tendo tertentu, misalnya setelah operasi tendo Achilles
7)            Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau prosthesis.
8)       Pasien dislokasi sendi , fraktur, penyakit tulang spondilitis TBC, pasca operasi, skliosis, spondilitis TBC, dll.

b.    Kontraindikasi
7.    Pemasangan Gips
a.       Persiapan alat –alat untuk pemasangan gips:
1)            Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang akan di gips
2)            Baskom berisi air biasa (untuk merendam gips)
3)            Baskom berisi air hangat
4)            Gunting perban
5)            Bengkok
6)            Perlak dan alasnya
7)            Waslap
8)            Pemotong gips
9)            Kasa dalam tempatnya
10)        Alat cukur
11)        Sabun dalam tempatnya
12)        Handuk
13)        Krim kulit
14)        Spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)
15)        Padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis)

b.      Teknik Pemasangan Gips
1)            Siapkan pasien dan jelaskan pada prosedur yang akan dikerjakan.
2)            Siapkan alat-alat yang akandigunakan untuk pemasangan gips.
3)            Daerah yang akan di pasang gips dicukur, dibersihkan,dan di cuci dengan sabun, kemudian dikeringkan dengan handuk dan di beri krim kulit
4)            Sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan di gips.
5)            Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang di tentukan dokter selama prosedur.
6)            Pasang spongs rubs (bahan yang menyerap keringat) pada bagian tubuh yang akan di pasang gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak mengikat. Tambahkan bantalan di daerah tonjolan tulang dan pada jalur saraf.
7)            Masukkan gips dalam baskom berisi air, rendam beberapa saat sampai gelembung-gelembung udara dari gips habis keluar. Selanjutnya, diperas untuk mengurangi air dalam gips.
8)             Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalutan gips secara melingkar mulai dari distal ke proksimal tidak terlalu kendor atau ketat. Pada waktu membalut, lakukan dengan gerakan bersinambungan agar terjaga ketumpangtidihan lapisan gips. Dianjurkan dalam jarak yang tetap(kira-kira 50% dari lebar gips).Lakukan dengan gerakan yang bersinambungan agar terjaga kontak yang konstan dengan bagian tubuh.
9)            Setelah pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan pemotong gips
10)        Bersihkan Partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips.
11)        Sokong gips selama pergeseran dan pengeringan dengan telapak tangan. Jangan diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan hindari tekanan pada gips.

8.  Komplikasi dari Pemasangan Gips
Setiap perawat perlu mengetahui komplikasi yang biasa terjadi pada setiap klien yang mengalami masalah muskuloskeletal. Dengan mengetahui kemungkinan masalah yang dapat dialami klien, perawat dapat mengantisipasi agar masalah tersebut tidak terjadi atau mengurangi dampak resiko dengan mengoptimalkan pengetahuan yang mereka miliki.
a.       Perubahan  posisi (patah/retak tulang). Pembengkakan adalah suatu cirri utama dari segala macam bentuk patah/retaak tulang. Bahaya ini akan meningkat apabila pengempisan merupakan kondisi yang dibutuhkan. Perawat harus mempergunakan gips yang berbantalan kuat dan menjaga agar anggota badan tetap terangkat dan ekstremitas (anggota gerak) dilatih bergerak 24 jam sesudahnya. Selain itu harus diingat bahwa gips dapat menjadi longgar dalam waktu dua hari apabila pembengkakan berkurang atau mengempis. Hal ini memerlukan pengecekan dengan sinar-X dan kemungkinan mengganti dengan gips baru. Pemakaian papan imobilisasi (spalk) mulanya memang diperlukan, posisinya dibetulkan lagi sesudah 24 jam. Cara ini pada mulanya dipergunakan untuk menghindari berubahnya posisi yang disebabkan oleh mengempisnya pembengkakan, tetapi cara ini pun tidak selalu dapat dipraktikan (dipergunakan) untuk segala macam keretakan/patah tulang. Perubahan posisi ini sabagian disebabkan oleh kelonggaran dan sebagian karena bergerak bebasnya otot yang tidak dikehendaki. Penting untuk diingat hal yang terakhir tadi karena keretakan/patah tulang pada tingkat-tingkat tertentu lebih peka terhadap tarikan otot (kseleo) daripada yang lainnya. Keretakan/patah tulang yang tersebut terakhir ini harus diawasi dengan ketat.

b.      Rasa sakit yang ditimbulkan oleh gips. Rasa sakit ini sebetulnya tidak boleh terjadi. Apabila rasa sakit ini timbul, dapat disebabkan oleh salah satu dari empat sebab :
1)               Cara pemasangan
Ini disebabkan oleh kurangnya perhitugan atas tulang atau karena benjolan pada gips yang dipasang, atau kesalahan dalam merapikan balutan gips pada alat-alat gerak.
2)               Kesalahan instruksi
Kesalahan pengertian klien tentang cara memperlakukan atau memelihara balutan gips apabila terjadi keretakan, kebasahan, atau pergeseran dengan akibat luka pada kulit.
3)               Pengawasan
Pengamatan akan tanda-tanda ketat atau longgarnya gips harus tepat dan tindakan yang cepat harus dilakukan bergantung pada keadaan.
4)               Benda-Benda Asing
Pengawasan langsung harus diperhatikan pada anak-anak yang di gips. Mainan kecil, uang logam, dan gula-gula dapat masuk ke dalam sela-sela gips tanpa diketahui. Benda-benda ini dapat masuk ke dalam bagian yang ketat dari gips, memberi tekanan yang dapat mmengakibatkan timbulnya rasa sakit. Jepit rambut dapat masuk terselip dengan mudah ke dalam balutan gips badan. Klien harus diperingatkan agar tidak memakai jepit rambut kalau sedang tidur atau berbaring. Hal ini terutama berlaku pada balutan gips badan (plaster bed). Setiap klien harus diperingatkan tentang bahayanya menggaruk kulit di bawah balutan gips dengan alat yang terbuat dari logam, seperti jarum rajut, penggaruk punggung, dan lain sebagainya. Ini dapat menimbulkan luka infeksi yang parah. Jangan biarkan ada bagian terbuka (jendela) pada balutan gips. Kalau ini sampai terjadi, tekanan yang tidak sama pada daging akan mengakibatkan timbulnya pada edema pada daerah terbuka (jendela) tersebut. Ini juga selanjutnya mengakibatkan rasa sakit pada kulit di pinggiran jendela tersebut. Pertimbangan khusus harus diberikan kepada klien yang memakai balutan gips pada tubuh bagian bawah, yaitu tidak membiarkannya menanggung beban berat apabila pada bagian tulang sendi harus diberi celah terbuka (jendela). Cara yang lain ialah memasang pembalut gips berkelopak dua untuk memudahkan pelaksanaan pemeriksaan.  Apabila sudah ada perubahan keadaan pada bagian yang dibalut ini, perlu menggantinya dengan yang baru.
c.       Hilangnya kekuatan. Ketidaksanggupan meluruskan jari-jari tangan dan kaki merupakan suatu tanda hilangnya kekuatan. Ini dapat disebabkan oleh tekanan balutan gips pada bagian saraf atas atau pemakaian torniket yang terlalu lama sesudah operasi. Selain itu, ini merupakan salah satu ciri dari terhalangnya atau terganggunya jalan darah pada pembuluh darah. Torniket pneumatic yang digelembungkan sampai pada tekanan tertentu dan pemakain bantalan pada daerah-daerah yang mudah terserang dapat mengurangi bahaya rusaknya saraf. Terganggunya jalan darah (nadi) adalah suatu komplikasi dari cedera atau pembengkakan akibat patah tulang itu sendiri. Perasaan dan tenaga alat-alat gerak harus diperiksa secara teratur setelah balutan gips dipakai. Apabila kelihatan gejala terganggunya jalan darah (nadi), harus segera diselidiki. Gips dapat dibelah untuk mengurangi ketegangan, dan jari-jari tangan/kaki dapat disangga dengan menambah gips di bagian telapak kaki (platform) untuk mencegah terlalu meregangnya otot-otot yang lemah. Tindakan yang diambil bergantung pada keadaan, gerak badan yang aktif, tetapi ringan dianjurkan, dan sebaliknya gerakan pasif harus diberikan apabila gerakan aktif tidak dapat dilakukan.


d.      Gangguan peredaran darah
1)               Gangguan pembuluh darah balik
Adanya tanda-tanda pembengkakan dan kebiruan pada anggota gerak menunjukkan bahwa pembuluh darah balik terganggu karena terlalu ketatnya balutan gips. Birunya warna kulit akibat tersumbatnya pembuluh darah harus dibedakan dengan memar atau lebam pada jari-jari. Kalau keadaan tetap seperti itu dank lien kesakitan, balutan gips dibuka, ditenangkan sebentar, dan diikat kuat lagi dengan balutan kapas yang basah. Pengangkatan/penggantungan bagian tersebut dan latihan gerak harus tetap dilanjutkan.
2)               Gangguan pada jalan nadi
Komplikasi ini dapat dihubungkan dengan luka yang memerlukan perhatian imobilisasi. Hal ini memerlukan perhatian medis segera. Oleh karena itu, penting sekali mengetahui tanda-tanda gangguan tersebut dengan segera. Ada 3 tanda yang harus dicari atau diperhatikan, yaitu kepucatan, kesakitan dan hilangnya denyut nadi pada jari-jari. Apabila denyut nadi pada pergelangan tangan tidak dapat diperiksa karena tertutup balutan, tekanan pada kuku harus segera segera diikuti dengan kembalinya peredaran darah. Kalau setelah tekanan dilepas, peredaran darah tidak kembali berarti ada gangguan pada nadi. Temperatur jari-jari harus juga diperhatikan. Apabila ada kemacetan pada pembuluh darah halus, temperature menjadi naik atau hangat, sedangkan kalau ada gangguan, jari-jari tersebut dingin. Tindakan yang harus diambil adalah segera mencari pertolongan medis (dokter). Pembelaahan balutan mungkin dapat mengurangi tekanan hematoma pada nadi, tetapi kalau nadi sudah mulai kejang, pembedahan mungkin harus dilakukan.
e.          Komplikasi umum pada gerak badan. Pada waktu imobilisasi, anggota badan yang tidak dibalut harus dilatih bergerak sehingga memberikan dampak pada :
1)               Tulang sendi dapat bergerak terus dengan leluasa dan kekauan karena imobilisasi dapat dicegah.
2)               Kerja otot-otot terjaga dengan baik dan tidak mengangur dengan percuma. Penyembuhan akan menjadi lebih mudah apabila otot-otot dapat mengontrol sendi secara efisien
3)               Gerak badan juga bermanfaat untuk menjaga lancarnya peredaran darah dan secara umum juga diharapkan dapat menolong mengurangi kemungkinan timbulnya thrombosis pembuluh darah.

9.    Asuhan Keperawatan untuk Klien dengan Pemasangan Gips

B. TRAKSI
1.         Pengertian Traksi
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi merupakan alat imobilisasi yang menggunakan kekuatan tarikan yang diterapkan pada suatu bagian tubuh sementara kekuatan yang kedua, disebut kontertraksi, menarik ke arah yang berlawanan. Kekuatan tarikan di dapat melalui suatu sistem katrol, tali dan pemberat yang dikaitkan ke klien. Kontertraksi sering didapat dengan mengelevasi kaki atau kepala tempat tidur dan kekuatannya berasal dari tubuh klien. Klien yang terpasang traksi berada di tempat tidur berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan.
Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar-X dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah sudah relaks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang diinginkan. Kadang, traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian tarikan garis yang pertama berkontraksi terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tarikan tersebut dikenal sebagai vaktor gaya. Resultan gaya tarikan yang sebenarnya terletak di antara kedua garis tarikan tersebut. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus dihilangkan.

2.         Jenis-Jenis Traksi
a.    Traksi kulit adalah traksi yang dapat dilakukan pada kulit. Traksi kulit adalah alat yang memiliki kekuatan tarikan yang diterapkan pada kulit dan jaringan lunak melalui penggunaan pita atau sabuk traksi dan sebuah sistem tali, katrol dan pemberat. Berat beban yang dipasang tidak boleh lebih dari 2-3 kg tetapi pada traksi pelvis umumnya 4,5-9 kg bergantung pada berat badan paisen. Pita atau sabuk traksi sering dibuat dari karet busa atau kain yang memiliki lubang aangin, dan bagian belakangnya dapat berperekat atau tidak berperekat. Traksi kulit yang berperekat digunakan untuk traksi kontinu. Sementara yang tidak berperekat digunakan secara intermiten; traksi tersebut dapat dengan mudah dilepaskan atau dipasang kembali.

Traksi kulit, antara lain:
1)       Ekstensi Buck (unilateral atau bilateral) adalah bentuk traksi kulit yang tarikan diberikan pada satu bidang jika hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan. Traksi ini digunakan untuk memberi rasa nyaman setelah cedera pinggul sebelum dilakukan fiksasi bedah. Sebelum dipasang traksi, kulit diinspeksi adanya abrasi dan gangguan peredaran darah. Kulit dan peredaran darah harus dalam keadaan sehat agar dapat menoleransi traksi. Kulit harus bersih dan kering sebelum boot spon atau pita traksi dipasang. Untuk memasang traksi Buck dengan pita, dipasang dulu spon karet, bantalan strap dengan permukaan spon menghadap ke kulit pada kedua sisi tungkai yang sakit. Satu lengkungan pita sepanjang 10-15 cm disisakan dibawah telapak kaki. Spreaderharus dipasang di ujung distal pita untuk mencegah terjadinya tekanan sepanjang sisi kaki. Kedua maleolus dan fibula proksimal dilindungi dengan bantalan gips untuk mencegah terbentuknya ulkus akibat tekanan dan nekrosis tulang. Sementara salah satu orang meninggikan dan menyangga ekstremitas di bawah tumit dan lutut pasien, orang lain melilitkan balutan elastis dengan arah spiral di atas pita traksi, dimulai dari pergelangan kaki dan berakhir di tuberoses tibia. Balutan elastis dapat membantu pita melekat ke kulit dan mencegah meleset. Bantalan kulit domba dapat diletakkan di bawah tungkai untuk mengurangi gesekan tumit terhadap tempat tidur. Jika yang dipasang traksi Buck dengan boot spon, tumit pasien harus diletakkan tepat di tumit boot. Strip Velcro dipasang melingkar di tungkai dan tekanan yang berlebihan di atas maleolus dan fibula proksimal dapat dihindari. Pemberat dihubungkan ke tali melalui Spreader atau lapisan telapak kaki dan dilanjutkan melalui sebuah katrol yang dipasang di ujung tempat tidur. Pemberat di gantungkan pada tali itu.

2)      Traksi runssel dapat digunakan untuk praktur pada plato tibia, menyokong lutut yang fleksi pada pengganmtung dan member gaya tarikan horizontal melalui pita traksi dan balutan elastic ke tungkai bawah. Jika perlu, tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar-benar fleksi dan menghindari tekanan pada tumit.

3)      Traksi Dunlop adalah traksi pada ekstremitas atas. Traksi horizontal diberikan pada humerus dalam posisi abduksi dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi.
b.      Traksi skelet adalah traksi yang dilakukan langsung pada skelet/ tulang tubuh. Traksi skeletal diterapkan dengan cara memasukkan pin logam, kabel atau penjepit secara langsung ke dalam atau melalui tulang. Alat logam tersebut kemudian dikaitkan ke sebuah sistem tali, katrol, dan pemberat dengan menggunakan rangka logam yang terhubung pada tempat tidur. Metoda traksi ini digunakan paling sering untuk menangani praktur femur, tibia, humerus, dan tulang leher. Traksi dipasang langsung ke tulang menggunakan pin logam atau kawat (mis., tong Gadner, tong Wells) difiksasi di kepala untuk member traksi yang mengimobilisasi fraktur leher.

Persiapan sangat berperan penting dalam menjalin kerja sama dengan pasien. Pada pemasangan traksi dapat digunakan anestesi, baik local maupun general.Traksi skelet dipasang secara asepsis seperti pada pembedahan.Tempat penusukan dipersiapkan dengan penggosok bedah seperti povidon-iodin. Anestesi local diberikan di tempat penusukan dan periosteum. Dibuat insisi kecil di kulit dan pin atau kawat steril dibor kedalam tulang. Pasien akan merasakan tekanan selama prosedur ini dan mungkin ada rasa tidak nyaman ketika periosteum ditusuk.
Setelah pemasangan pin atau kawat dihubungkan dengan lengkungan traksi atau kapiler, ujung kawat dibungkus dengan gabus atau plester untuk mencegah cedera pada pasien. Pemberat dihubungkan dengan lengkungan pin atau kawat dengan sistem katrol tali yang dapat meneruskan arah dan tarikan yang sesuai agar traksi efektif. Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7-12 kg untuk mencapai efek terapi.
Pemberat yang dipasang harus dapat melawan daya pemendekan akibat spasme otot yang cedera.Ketika otot relaks pemberat dapat dikurangi untuk mencegah dislokasi garis fraktur dan mencapai penyenbuhan fraktur.
Bebat Thomas dengan pengait Pearson sering digunakan bersma-sama traksi skelet pada fraktur femur.

3.         Tujuan dari Pemasangaan Traksi
a.       Untuk mengurangi dan/atau imobilisasi fraktur tulang agar terjadi pemulihan
b.      Untuk mempertahankan kesejajaran tulang yang tepat
c.       Untuk mencegah cedera pada jaringan lunak
d.      Untuk memperbaiki, mengurangi atau mencegah deformitas
e.       Untuk mengurangi spasme otot dan nyeri
f.       Untuk merawat kondisi inflamasi dengan imobilisasi sendi (mis. arthritis atau tuberkolosis sendi)

4.         Prinsip dari Pemasangan Traksi
a.       Pada setiap pemasangaan traksi harus dipikirkan adanya kontraksi. Kontraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanaan. (hokum Newton yang ketiga mengenai gerak menyebutkan bahwa bila ada aksi, akan terjadi reaksi dengan besar yang sama, namun arahnya berlawanan).
b.      Umumnya berat badan klien dan pengaturan posisi tempat tidur dapat memberikan kontraksi.
c.       Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif.
d.      Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur efektif.
e.       Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.
f.       Traksi skelet tidak boleh terputus.
g.      Pemberat tidak boleh diambil, kecuali bila traksi yang dimaksudkan intermiten.
h.      Setiap factor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultan tarikan harus dihilangkan.
i.        Tubuh klien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang.
j.        Tali tidak boleh macet.
k.      Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai.
l.        Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.

5.         Indikasi dan Kontraindikasi Pemasangan Traksi
a.       Indikasi
b.      Kontraindikasi

6.         Pemasangan Traksi
a.     Perlengkapan Traksi
Perlengkapan berikut ini digunakan untuk sebagian besar traksi kulit dan traksi tulang:
1)      Rangka di atas kepala (overhead frame): rangka ini terhubung dengan tempat tidur rumah sakit dan terdapat alat untuk mengaitkan peralatan traksi. Setiap rangka mempunyai minimal dua palang tegak (satu pada tiap ujung tempat tidur)  dan satu palang di atas kepala.
2)      Trapeze: Dipasang pada rangka di atas kepala, trapeze dapat digunakan oleh klien untuk bergerak di tempat tidur, kecuali dikontraindikasikan untuk kesehatan klien.
3)      Kasur yang keras: untuk mempertahankan kesejajaran tubuh dan efisiensi traksi, kasur yang keras merupakan hal yang esensial. Beberapa tempat tidur berisi benda padat bukan pegas, untuk memberikan sanggaan yang keras. Jika tempat tidur yang keras tidak tersedia, sebuah papan tempat tidur dapat digunakan untuk memberikan sanggaan yang diperlukan.
4)      Tali, katrol, gantungan pemberat, dan pemberat.

b.      Metode Traksi
1)      Traksi kulit
Pemasangan traksi sebagian besar area kulit yang diteruskan melalui jaringan lunak ke tulang.Traksi kulit terjadi akibat beban menarik tali, spon karet, atau bahan kanvas yang dilekatkan ke kulit.Berat beban yang dipasang pada traksi kulit tidak lebih dari 2-3 kg.Traksi kulit digunakan untuk mengontrol spasme kulit dan memberikan imobilisasi.


2)      Traksi skelet
Traksi skelet dipasang langsung pada tulang menggunakan pin metal atau kawat ke dalam tulang di sebelah distal garis fraktur menghindari saraf, pembuluh darah, otot, tendon dan sendi. Dua jenis pin yang digunakan yaitu:
a)         Pin Steinmann yang memiliki titik trokar dan sisi yang halus.
b)         Pin berulir, seperti pin Denham yang memiliki ulir sedikit menonjol keluar dari  batang pin.
Metode traksi ini paling sering digunakan untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus, dan tulang leher.Traksi skelet dipasang secara asepsis seperti pada pembedahan. Pasien akan merasakan tekanan selama prosedur ini dan mungkin ketika rasa tidak nyaman ketika periosteum ditusuk. Kadang-kadang traksi skelet bersifat seimbang, yang menyongkong ekstrimitas yang terkena memungkinkan gerakan pasien sampai batas-batas tertentu dan memungkinkan kemandirian pasien dan askep sementara traksi yang efektif tetap dipertahankan.
7.         Komplikasi dari Pemasangan Traksi
Potensial komplikasi yang bisa terjadi meliputi :
a.       Dekubitus
b.      Kongesti paru dan pneumonia
c.       Konstipasi
d.      Anoreksia
e.       Statis dan infeksi kemih
f.       Trambosis vena dalam

8.         Asuhan Keperawatan untuk Klien dengan Pemasangan Traksi

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Gips dan traksi merupakan alat imobilisasi yang dapat  digunakan setelah terjadinya trauma maupun sebagai pengobatan pascaoperasi. Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus dengan tipe plester atau fiberglass. Sedangkan traksi merupakan alat imobilisasi yang menggunakan kekuatan tarikan yang diterapkan pada suatu bagian tubuh sementara kekuatan yang kedua, disebut kontertraksi, menarik ke arah yang berlawanan.
B.     Saran
Penanggulangan klien trauma memerlukan peralatan serta keterampilan khusus yang tidak semuanya dapat dilakukan oleh perawat, berhubung keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki setiap Ners bervariasi, serta peralatan yang tersedia kurang memadai. Maka dari itu kita hendaklah mengetahui prinsip dasar serta tata laksana pemasangan gips dan pemasangan traksi agar nantinya dapat melakukan tindakan dengan tepat serta dapat mengurangi komplikasi dari trauma maupun pemasangan alat ini.


 Daftar Pustaka
Berman, Audrey Dkk. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis.Jakarta: EGC
Kneale, Julia D., Davis, Peter S. 2011. Keperawatan Ortopedik & Trauma. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC
Purwadianto, Agus., Sampurna, Budi.2000.Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara.
Suzanne, C. Smeltzer dan Brenda, G. Bare.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah volume 3.Jakara: EGC
Suzanne, C. Smeltzer dan Brenda, G. Bare.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah volume 3.Jakara: EGC
Suzanne, C. Smeltzer dan Brenda, G. Bare.2008.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah volume 3.Jakara: EGC