BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) sering disebut the great imitator
karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh
seperti otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), jantung, mata, kaki (gangren
diabetik). Gejala DM dapat timbul perlahan-lahan sehingga pasien tidak
menyadari adanya perubahan pada dirinya seperti minum menjadi lebih banyak
(polidipsi), buang air kecil lebih sering (poliuri), makan lebih banyak
(polifagi) ataupun berat badan menurun tanpa sebab yang jelas (Armstrong,
2007).
Pada
penyandang diabetes melitus (DM) dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat
sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi
pada tingkat pembuluh darah kecil (mikro faskuler). Pada pembuluh darah besar,
menisfestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada pembuluh darah serebral,
jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah).
Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebihan terhadap infeksi dengan
akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi
kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes
(Sudoyo,2009).
Istilah
kaki diabetik digunakan untuk kelainan kaki mulai dari ulkus sampai gangren
yang terjadi pada orang dengan diabetes akibat neuropati atau iskemia perifer,
atau keduanya (Grace & Borley, 2005).
Berdasarkan
data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010, pasien diabetes mellitus tipe
2 (kronis) di Indonesia naik dari 8,4 juta pada 2000 menjadi 21,3 juta tahun
2010. Sedangkan International Diabetes Federation memperkirakan pada 2030
jumlah penderita diabetes di seluruh dunia mencapai 450 juta orang (Mayfield, 2007).
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui asuhan keperawatan
klien dengan gangrene (ulkus kaki diabetik).
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
A.
Definisi
Kaki Diabetik
Gangren Kaki
Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk
akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai.
Istilah kaki diabetik digunakan untuk kelainan
kaki mulai dari ulkus sampai gangren yang terjadi pada orang dengan diabetes
akibat neuropati atau iskemia perifer, atau keduanya.
Kaki diabetik merupakan salah satu
komplikasi kronik Diabetes Melitus (Sudoyo, 2009). Masalah khusus pada pasien ini adalah berkembangnya ulkus
pada kaki dan tungkai bawah. Ulkus terutama terjadi karena distribusi tekanan
abnormal sekunder karena neuropati diabetik. Kemungkinan lain ulkus diawali
pemakaian sepatu yang tidak pas dan tertusuk benda asing seperti jarum dan paku
pada pasien dengan defisit sensori yang menghalangi pasien mengalami nyeri
(Isselbacher, 2000).
B.
Anatomi
Fisiologi
Pankreas
adalah kelenjar berwarna merah muda keabuan dengan panjang 12 – 15 cm dan
tranversal membentang pada dinding abdomen posterior dibelakang lambung,
kelenjar inilah yang mengekresikan insulin melalui pulau langerhans yang berada
dalam kelenjar pankreas. Didalam kelenjar pankreas terdapat sel beta yang
menghasilkan insulin, didalam penkreas mengandung lebih kurang 100.000 pulau langerhans
dan tiap pulau berisi 100 sel beta. Selain itu pankreas juga terdapat sel alfa,
yang bekerja sebaliknya insulin, sel ini menghasilkan glukagon yang berfungsi
untuk meningkatkan gula darah.
Insulin
adalah suatu hormon yang menurunkan kadar gula darah dengan meransang perubahan
glukosa menjadi glukagen untuk disimpan dan dengan meningkatkan ambilan glukosa
selular. Insulin berfungsi memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengobservasi
dan menggunakan glukosa serta lemak. Asupan glukosa yang terdapat dalam darah
dihasilkan dari pemecahan karbohidrat dalam berbagai bentuk termasuk
monosakarida dan unit-unit kimia yang komplek, disakarida dan polisakarida.
Karbohidrat dikosumsi didalam tubuh dan dipecahkan menjadi monosakarida
kemudian diserap dalam tubuh melalui duodenum dan jejunum proksimal.
(Evelyn, 2003)
C.
Etiologi
Kaki Diabetik
Adapun etiologi
dari kaki diabetik adalah sebagai berikut:
1.
Suplay
darah kurang. Jika sirkulasi terhambat akibat
pembuluh darah menyempit, kaki menjadi kurang peka terhadap gangguan seperti
udara dingin, infeksi, atau luka.
2.
Neuropati
adalah kondisi kerusakan saraf akibat tingginya tingkat kadar gula darah
sehingga terjadi gejala kesemutan, nyeri, dan akhirnya mati rasa pada kaki dan
tungkai (Sustrani dkk, 2006). Neuropati merupakan salah satu komplikasi yang
sering ditemukan pada penderita diabetes melitus yang menyebabkan penderita
beresiko mengalami kaki diabetes (Sudoyo dkk, 2009). Hiperglikemia pada
penderita diabetes melitus menyebabkan kerusakan pada saraf (Sudoyo dkk, 2009).
Kerusakan pada saraf membuat kaki kurang peka terhadap rasa sakit dan suhu.
Jika kaki seseorang menjadi kurang peka, memungkinkan orang tersebut tidak
mengetahui bila terjadi luka atau infeksi sehingga memperparah luka jika tidak
segera diobati (Suriadi, 2004).
3.
Berkurangnya
daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi . Hal ini dikarenakan kemampuan sel
darah putih untuk membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah diatas
200mg%.
D.
Manifestasi
Klinik
1. Umumnya
pada daerah plantar kaki
2. Kelainan
bentuk kaki; deformitas kaki
3. Berjalan
yang kurang seimbang
4. Adanya
fisura dan kering pada kulit
5. Pembentukan
kalus pada area yang tertekan
6. Tekanan
nadi pada area kaki kemungkinan normal
7. ABI
normal
8. Luka
biasanya dalam dan berlubang
9. Sekeliling
kulit dapat terjadi selulitis
10. Hilang
atau berkurangnya sensasi nyeri
11. Xerosis
(keringnya kulit kronik)
12. Hyperkeratosis
pada sekeliling luka dan anhidrosis
13. Eksudat
yang tidak begitu banyak
14. Biasanya
luka tampak merah
Gejala
permulaannya adalah parestesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau peningkatan
kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya pada malam hari) dan bertambah lanjutnya kaki merasa mati rasa. Di
samping itu, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran terhadap postur serta
gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang berhubungan dengan
tubuh) dan penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat menimbulkan
gaya berjalan yang terhuyung-huyung.
Penurunan sensibilitas nyeri dan suhu
membuat penderita kaki diabetes beresiko untuk mengalami cedera dan
infeksi pada kaki tanpa diketahui (Brunner, 2001).
E.
Patofisiologi
Penyakit neuropati dan vaskular adalah
faktor utama yang mengkontribusi terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi
pada pasien dengan diabetik terkait dengan adanya pengaruh pada saraf yang
terdapat pada kaki. Pasien dengan diabetik juga mengalami gangguan pada
sirkulasi. Efek sirkulasi inilah yang menyebabkan kerusakan pada saraf yang
sering disebut neuropati dan berdampak pada sistem saraf autoimun yang
mengontrol fungsi otot-otot halus, kelenjar dan organ viseral. Gangguan pada
saraf autonomi pengaruhnya adalah terjadi perubahan tonus otot yang menyebabkan
abnormalnya aliran darah, dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan oksigen
maupun pemberian antibiotik tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan
perifer, dan atau untuk kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada
autonomi neuropati ini akan menimbulkan kulit menjadi kering, anhidrosis yang
memudahkan kulit menjadi rusak dan luka yang sukar sembuh, dan dapat
menimbulkan infeksi dan mengkontribusi untuk terjadinya gangren. Dampak lain
adalah karena adanya neuropati perifer yang mempengaruhi pada saraf sensori dan
sistem motor yang menyebabkan hilangnya sensasi rasa nyeri, tekanan dan
perubahan temperatur.
F.
Klasifikasi
Menurut Edmond 2004-2005 dalam Sudoyo
(2009) klasifikasi kaki diabetes berdasarkan pada perjalanan alamiah kaki
diabetes terbagi menjadi 6 stage, yaitu:
1. Stage
1= normal foot
tidak ada lesi terbuka, kulit
masih utuh disertai dengan pembentukan kalus ”claw”
2. Stage
2 = High Risk Foot
ulkus
superfisial terbatas pada kulit
3. Stage
3 = Ulcerated foot
ulkus dalam dan
menembus tendon dan tulang
4. Stage
4 = Infected foot
abses dalam,
dengan atau tanpa osteomielitis
5. Stage
5 = Necrotic foot
gangren jari
kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selullitis
6.
Srage 6 = Unsalvable foot
gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah
Untuk stage 1
dan stage 2, peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya dapat
dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatrist/chiropodist
maupun oleh dokter umum atau dokter keluarga.
Stage 3 dan 4
kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih
memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan spesialistik. Untuk stage 5, apalagi
6 jelas merupakan kasus rawat inap, dan jelas sekali memerlukan suatu kerjasama
tim yang sangat erat, dimana harus ada dokter bedah, terutamanya dokter ahli bedah
vaskuler atau ahli bedah plastik dan rekonstruksi (Sudoyo, 2009)
Klasifikasi lesi
kaki diabetik juga dapat didasarkan pada dalamnya luka dan luasnya iskemik yang
dimodifikasi oleh Brodsky dara klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner, yaitu:
Kedalaman luka
|
Defenisi
|
0
|
Kaki berisiko, tanpa ulserasi
|
1
|
Ulserasi superficial, tanpa infeksi
|
2
|
Ulterasi yang dalam sampai mengenai tendon
|
3
|
Ulserasi yang luas/ abses
|
Luas daerah iskemia
|
Defenisi
|
A
|
Tanpa iskemia
|
B
|
Iskemia tanpa gangrene
|
C
|
Patial gangrene
|
D
|
Complete foot gangrene
|
(Handaya, 2009)
G. Evaluasi Diagnostik (Pemeriksaan
Penunjang)
1.
Gula darah meningkat: 200-1000 mg/dl atau lebih.
2.
Aceton plasma: positif secara mencolok
3.
Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol
4.
Osmolalitas serum: <330 dl="" mos="" span="">330>
5.
Elektrolit
•
Natrium: Meningkat / menurun
•
Kaium: Normal/meningkat
•
Fosphor: Lebih sering meninggi
•
GDA: Biasanya menunjukkan pH rendah dan menurun pada HCO3 dengan kompensasi
alkalosis respiratorik.
•
Darah:
– Trombosit darah: H+ mungkin
meninggi (dehidrasi)
– Ureum kreatinin: Meningkat atau normal
– Insulin darah: Pada tipe I mungkin menurun atau tidak ada.
Pada tipe II mungkin normal.
• Urin
– Gula dan aseton +, berat jenis
menurun.
–
Kultur dan sensivitas : kemungkinan adanya infeksi
saluran kemih.
H.
Penatalaksanaan
Medis dan Keperawatan
1.
Medis
Menurut Soegondo (2006), penatalaksanaan
Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus meliputi:
a. Obat
hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara
kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1)
Pemicu sekresi insulin.
2)
Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3)
Penghambat glukoneogenesis.
4)
Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada
keadaan :
1) Penurunan
berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia
berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis
diabetik.
4) Gangguan
fungsi ginjal atau hati yang berat.
c. Terapi
Kombinasi
Pemberian
OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan
secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
2.
Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan
terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka
dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic
ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1:500 mg dan penutupan
ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat
merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk
kasus DM.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), tujuan utama penatalaksanaan
terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar
glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari
terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus
Diabetik:
a. Diet
Diet
dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur
makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang
tinggi dan menurunkan kadar lemak.
b. Latihan
Dengan
latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah
secara mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya
secara optimal.
I.
Pemeriksaan
Sensitifitas Kaki DM
1.
Monofilamen
Pemeriksaan dengan monofilamen ini
adalah untuk mengevaluasi tekanan sensasi pada kaki pasien dengan diabetes.
Cara melakukan pemeriksaan monofilamen adalah dengan memberikan sentuhan nilon
monofilamen pada sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan di antara
metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.
Uji monofilamen merupakan
pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif untuk mendiagnosis pasien
yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah mengalami gangguan neuropati
sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal apabila pasien tidak dapat
merasakan sentuhan nilon monofilamen (Suriadi, 2004).
2. Refleks
Hammer
Reflex
Hammer/palu refleks adalah alat
medis yang digunakan oleh dokter untuk
menguji refleks tendon dalam/lutut. Pengujian refleksitas pasien
merupakan bagian penting dari pemeriksaan fisik neurologis untuk mendeteksi kelainan pada sistem saraf pusat atau perifer.
Cara pemeriksaan
reflek hammer adalah sebagai berikut:
a. Pasien tidur
terlentang atau duduk.
b. Bila pasien
tidur terlentang pemeriksa berdiri dan bila pasien duduk pemeriksa jongkok
disisi kiri pasien.
c. Bila pasien
tidur terlentang lutut fleksi 90 derajat dan disilangkan diatas kaki
berlawanan, bila pasien duduk kaki menggelantung bebas.
d.Pergelangan kaki dorsofleksikan dan
tangan kiri pemeriksa memegang/ menahan kaki pasien.
e. Carilah
tendon achiles diantara 2 cekungan pada tumit yang terasa keras dan makin
tegang bila posisi kaki dorsofleksi.
f. Ayunkan
refleks hammer diatas tendon achiles.
3.
Pemeriksaan biotesiometer
Biotesiometer
merupakan instrumen yang dirancang untuk mengukur sederhana dan akurat ambang
apresiasi getaran pada subyek manusia. Biotesiometer digunakan sebagai alat
penelitian di penyakit saraf banyak. Pada dasarnya Biotesiometer adalah sebuah
“garpu tala listrik” yang amplitudonya dapat diatur untuk setiap tingkat yang
telah ditentukan atau yang amplitudonya dapat ditingkatkan secara bertahap
sampai ambang sensasi getaran tercapai.
Sebaliknya,
amplitudo dapat diturunkan sampai getaran tidak terlihat lagi dilihat.
Biotesiometer tidak hanya jauh lebih unggul garpu tala dalam akurasi, namun
akan mendeteksi perubahan neurologis yang tidak diungkapkan dengan garpu tala.
J. Prosedur
Perawatan Luka Kaki Diabetik
Peralatan
-
Nampan balutan balutan steril (gunting,
forsep, bantalan kasa jika perlu)
-
Balutan kasa steril
-
Mangkok steril
-
Plaster 2 inchi
-
Sarung tangan steril
-
Sarung tangan bersih
-
Handuk atau alas linen
-
Bola kapas dan lidi kapas (jika perlu)
-
Salin irigasi atau air steril
-
Swab iodin povidon (betadin)
-
Salep bakterio statik
-
Kantong kertas, kantong plasik
Tujuan
1. Menghilangkan
sekresi yang tera kumulasi dan jaringan mati dari luka atau tempat
insisi.
2. Menurunkan
pertumbuhan mikroorganisme pada luka atau tempat insisi.
3. Meningkatkan
penyembuhan luka
No
|
Tindakan
|
Rasional
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
|
Cuci tangan dan atur
peralatan
Jelaskan prosedur dan
bantuan yang diminta dari klien
Kaji tingkat nyeri
klien dan tunggu sampai medikasi menunjukkan efeknya, sebelum prosedur
dimulai
Tempatkan alat-alat
di samping tempat tidur dekat area luka.
Siapkan alat-alat:
-
Tempatkan alat-alat disamping
tempat tidur
-
Plaster kantong kertas atau
kantong sampah di samping tempat tidur.
-
Buka sarung tangan steril menggunakan bagian dalam kemasan sarung tangan sebagai
area steril.
-
Buka kemasan kasa dan jatuhkan
beberapa kasa ke dalam area steril, biarkan sisa kasa dalam wadah plastik.
-
Buka nampan balutan dan mangkok.
-
Buka cairan dan basahi dua kasa
dengan salin normal dalam wadah plastik dan basahi 4 kasa dengan betadin.
-
Buka swab betadin, jika
digunakan, untuk memajankan ujung lidi plastik.
-
Tempatkan beberapa lidi kapas
steril dan bola kapas pada area steril
Gunakan sarung tangan
bersih
Tempatkan handuk atau
alas di bawah area luka
Kendurkan plaster
dengan menarik ke arah luka dan lepaskan balutan yang kotor, perhatikan
penampilan balutan dan luka. Basahi balutan dengan salin normal jika melekat
pada luka dan kemudian tarik dengan perlahan
Masukkan balutan
kotor dalam kantong kertas.
Buang sarung tangan
dan cuci tangan.
Gunakan sarung tangan
steril (jika perlu)
Ambil balutan yang
dibasahi salin dengan forsep dan bentuk swab besar
Gunting dan buang
jaringan mati yang terdapat pada luka
Bersihkan debris dan
drainase dari luka, dengan menggerakkan swab dari bagian tengah ke luar dan
gunakan swab baru untuk setiap area yang dibersihkan, buang swab lama
menjauhi benda steril
Usap luka dengan swab
yang dibasahi betadin, mulai dari bagian tengah luka ke luar, buang forsep
Oleskan saleb
bakterio statik pada area luka
Letakkan balutan di
atas luka sampai luka tertutup rapat
Tempel plaster pada
kasa yang menutup luka.
Buang sarung tangan
dan cuci tangan
Posisikan klien untuk
kenyamanan
Catat tanggal dan waktu
penggantian balutan
|
Menurunkan perpindahan
mikroorganisme
Meningkatkan
efisiensi
Menurunkan ansietas
Meningkatkan
kerjasama
Menurunkan
ketidaknyamanan karena penggantian balutan
Memudahkan
penatalaksanaan steril dan benda-benda
-
Mempercepat tindakan
-
Mempermudah pembuangan sisa bahan
yang terkontaminasi
-
Memfasilitasi penggunaan bahan
tanpa kontaminasi
-
Memungkinkan kasa dalam keadaan
basah
-
Mencegah perpindahan organisme
dari tempat tidur ke benda
Menghindari
kontaminasi
Menjaga kebersihan
alas kasur
Memungkinkan
observasi luka dan memajankan tempat untuk pembersihan
Menghindari
kontaminasi
Mencegah penyebaran
mikroorganisme
Memudahkan
terbentuknya jaringan baru
Mencegah kontaminasi
luka oleh organisme permukaan kulit
Mempertahankan
sterilitas alat-alat
Mengurangi pemindahan
mikroorganisme
Menghindari
kontaminasi silang
Mencegah pertumbuhan
bakteri pada luka
Memungkinkan udara
mencapai luka
Memberikan fiksasi
Mencegah penyebaran
mikroorganisme
Memberika kenyamanan
pada klien
Dokumentasi
|
Sumber:
Johnson (2005)
K. Pencegahan
komplikasi yang dapat dilakukan
1.
Gagal
ginjal kronik
a)
Pengendalian kadar gula darah (olahraga,
diet, obat anti diabetes).
b)
Pengendalian tekanan darah (diet rendah
garam). Pembatasan asupan garam adalah
4 sampai 5 gram/hari.
c)
Perbaikan fungsi ginjal (diet rendah
protein). Asupan protein hingga 0,8
g/kg/bb/hari.
d)
Mengendalikan kadar lemak dan mengurangi
obesitas
e)
Melakukan gaya hidup yang sehat meliputi
olahraga rutin, diet, menghentikan
merokok serta membatasi konsumsi alkohol.
Olahraga rutin yang dianjurkan
adalah berjalan 3 sampai 5 km/hari dengan
kecepatan sekitar 10 sampai 12
menit/km, 4 sampai 5 kali seminggu.
2. Retinophaty
a)
Lakukan pemeriksaan mata setiap setahun
sekali atau lebih sering lagi oleh dokter spesialis mata yang harus dimulai 5
tahun sesudah diagnosis diabetes tipe I ditegakkan atau pada tahun ketika
diagnosis diabetes tipe II ditegakkan.
b)
Lakukan terapi laser dini disertai
dengan pengendalian glukosa dan tekanan darah yang baik dapat mencegah
kehilangan penglihatan akibat retinopati.
c)
Kenali gejala hipoglikemia dan
hiperglikemia sebagai dua keadaan yang menyebabkan penglihatan kabur.
3. Cardiovaskuler
a)
Pengendalian kadar glukosa darah dalam tingkat
normal atau mendekati normal melalui
terapi insulin.
b)
Menjaga status gizi.
c)
Menjaga kadar kolesterol.
d)
Pola hidup sehat.
e)
Menjaga tekanan darah.
L. Kolaborasi
Berikan diet
kira-kira 60% karbohidrat, 20% protein, dan 20% lemak dalam penataan makan/
pemberian makanan tambahan. Kompleks karbohidrat (seperti jagung, wortel,
brokoli, buncis gandum, dan lain-lain) menurunkan kadar glukosa/ kebutuhan
insulin, menurunkan kadar kolesterol darah dan meningkatkan rasa kenyang.
Pemasukan makanan akan dijadwalkan sesuai karakteristik insulin yang spesifik
(misal efek puncaknya) dan respon pasien secara individual. Catatan : makanan
tambahan dari kompleks karbohidrat terutama sangat penting (jika insulin
diberikan dalam dosis terbagi) untuk mencegah hipoglikemia selama tidur
(Doenges, 2000).
Daftar menu makanan seimbang bagi pasien kaki
diabetes
Makanan seimbang akan membantu
mengontrol diabetes dan menjamin pengobatan berjalan efektif. Tabel di bawah
ini berisi contoh makanan yang sebaiknya dikonsumsi.
Sarapan
|
Makanan Ringan
|
1.
Susu krim atau semi krim
2.
Pemanis buatan sebagai pangganti
gula
3.
Sereal kaya akan serat
4.
Roti dari beras atau tepung
5.
Mentega tak jenuh atau low fat
6.
Selai dengan sedikit gula
7.
Buah
|
1.
Roti, pasta, atau kentang dengan
isi rendah lemak, seperti seiris daging, kacang-kacangan, keju rendah lemak,
atau ikan kalengan
2.
Buah segar atau kalengan dengan
jus alami
3.
Sayuran atau salad
|
Makanan Utama
|
Kue-Kue Diantara
Waktu Makan
|
1.
Makanan dari tepung, kentang,
pasta, nasi, atau roti
2.
Sedikitnya dua porsi sayuran, dan
termasuk kacang polong dan kacang-kacangan sesering mungkin
3.
Seporsi kecil daging iris atau
ikan tanpa lemak, dang hindari digoreng
4.
Buah segar atau kalengan dalam
jus alami, tidak manis, jeli tidak manis
5.
Yogurt tanpa lemak
|
1.
Hindari makan terlalu banyak kue-kue
jika ingin mengurangi berat tubuh, dan menggantinya dengan buah
2.
Roti panggang dengan isi rendah
lemak
3.
Semangkuk sereal atau bubur
4.
Keripik rendah lemak
5.
Biskuit tawar
|
Sumber:
Bilous, (2008)
M.
Diagnosa
dan Intervensi Keperawatan yang Mungkin Muncul secara Teoritis
1. Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien dengan gangren kaki diabetik menurut Ismail (2008) adalah sebagai
berikut:
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
melemahnya/ menurunnnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah.
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan
adanya gangren pada ekstremitas.
c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
iskemik jaringan.
d. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa
nyeri pada luka.
e. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake makanan yang tidak adekuat.
f. Potensial terjadinya penyebaran infeksi berhubungan
dengan tingginya kadar gula darah.
g. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakit.
h. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan
bentuk salah satu anggota tubuh.
i.
Gangguan pola
tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
2.
Intervensi
No
|
Diagnosa
keperawatan
|
Tujuan/
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Gangguan
perfusi jaringan b.d menurunnya aliran darah ke daerah
gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah
|
TJ:
mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal
KH:
1.
Denyut nadi
perifer teraba kuat dan reguler
2.
Warna kulit
disekitar luka tidak pucat/sianosis
3.
Kulit
sekitar luka teraba hangat
4.
Oedem tidak
terjadi dan luka tidak bertambah parah
5.
Sensorik dan
motorik membaik
|
1.
Ajarkan
pasien untuk melakukan mobilisasi
2.
Ajarkan
tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah: tinggikan kaki
sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu istirahat),
hindari penyilangan kaki, hindari penggunaan bantal di belakang lutut dan
sebagainya, hindari balutan ketat
3.
Ajarkan
tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa: hindari diet tinggi
kolesterol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan
obat vasokontriksi.
4.
Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah
secara rutin dan terapi oksigen.
|
1.
Dengan
mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah
2.
Meningkatkan
dan melancarkan aliran darah sehingga tidak terjadi oedema.
3.
Kolesterol
tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat
menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi
efek stres.
4.
Pemberian
vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi
jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin
dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, terapi oksigen untuk
memperbaiki oksigenisasi daerah ulkus/gangren
|
2
|
Ganguan
integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
|
TJ:
Tercapainya proses penyembuhan luka.
KH:
1.
Berkurangnya oedema
sekitar luka.
2.
Pus dan jaringan
berkurang
3.
Adanya jaringan granulasi.
4.
Bau busuk luka
berkurang.
|
1.
Kaji luas dan keadaan
luka serta proses penyembuhan.
2.
Rawat luka dengan
baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel
pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
3.
Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
|
1.
Pengkajian yang tepat
terhadap luka dan proses penyembuhan
akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2.
Merawat luka dengan
teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi
luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul,
sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3.
Insulin akan
menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur
pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan
penyakit.
|
3.
|
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
|
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24
jam rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil
:
a. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang
atau hilang.
b. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk
mengatasi nyeri.
c. Elspresi wajah klien rileks.
d. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas
normal.(S : 36 – 37,50 C, N: 60 – 80 x /menit, T :
120/80mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
|
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
3.Ciptakan lingkungan yang tenang.
4. Ajarkan
teknik distraksi dan relaksasi.
5. Atur
posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
6. Lakukan
massage saat rawat luka .
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
|
1.
untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami
pasien.
2.
pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi
akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3.
Rangsang yang berlebihan dari lingkungan akan
memperberat rasa nyeri.
4.
Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa
nyeri yang dirasakan pasien.
5.
Posisi yang nyaman akan membantu memberikan
kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6.
Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan
pengeluaran pus
7.
Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri
pasien
|
4
|
Keterbatasan
mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
|
TJ:
Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
KH:
1.
Pergerakan paien
bertambah luas.
2.
Pasien dapat
melaksanakan aktivitas sesuai dengan
kemampuan (duduk, berdiri, berjalan).
3.
Rasa nyeri berkurang.
4.
Pasien dapat memenuhi
kebutuhan sendiri secara bertahap
sesuai dengan kemampuan.
|
1.
Kaji dan identifikasi
tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
2.
Beri penjelasan
tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar
gula darah dalam keadaan normal.
3.
Anjurkan pasien untuk
menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui
kemampuan.
4.
Bantu pasien dalam
memenuhi kebutuhannya.
5.
Kerja sama dengan tim
kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
|
1.
Untuk mengetahui
derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2.
Pasien mengerti
pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
3.
Untuk melatih otot –
otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4.
Agar kebutuhan pasien
tetap dapat terpenuhi.
5.
Analgesik dapat
membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi
untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
|
5
|
Gangguan
pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
|
TJ:
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
KH:
1.
Berat badan dan
tinggi badan ideal.
2.
Pasien mematuhi
dietnya.
3.
Kadar gula darah
dalam batas normal.
|
1.
Kaji status nutrisi
dan kebiasaan makan.
2.
Anjurkan pasien untuk
mematuhi diet yang telah diprogramkan.
3.
Timbang berat badan
setiap seminggu sekali.
4.
Identifikasi
perubahan pola makan.
5.
Kerja sama dengan tim
kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
|
1.
Untuk mengetahui
tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2.
Kepatuhan terhadap
diet dapat mencegah komplikasi lebih lanjut.
3.
Mengetahui
perkembangan berat badan pasien (berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).
4.
Mengetahui apakah
pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5.
Pemberian insulin
akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
|
6
|
Potensial terjadinya penyebaran infeksi b/d dengan tingginya kadar gula darah
|
TJ:
menggurangi infeksi yang terjadi
KH:
1.
Tanda-tanda
infeksi tidak ada.
2.
Tanda-tanda
vital dalam batas normal (T: 36-37,50C).
3.
Keadaan luka
baik dan kadar gula darah normal.
|
1.
Observasi tanda-tanda
infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, adanya pus atau luka.
2.
Tingkatkan upaya
pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang
berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
3.
Kolaborasi Lakukan
pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.
4.
Kolaborasi Berikan
obat antibiotik yang sesuai
|
1. Mengetahui
sejauh mana infeksi telah terjadi.
2. Mencegah
timbulnya infeksi silang (infeksi nosokomial)
3. Untuk
mengidentifikasi organisme sehingga dapat memilih memberikan terapi
antibiotik yang terbaik.
4. Penanganan
awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
|
7
|
Cemas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
|
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
b. Emosi stabil, pasien tenang
c. Istirahat cukup.
|
1.Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa
cemasnya.
.
3. Gunakan komunikasi terapeutik.
4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit
dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter,
dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik
dan seoptimal mungkin.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi
pasien secara bergantian.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
|
1.
Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami
pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2. Dapat
meringankan beban pikiran pasien
3. Agar
terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
4. Informasi
yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan
tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5. Sikap
positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan
pasien.
6. Pasien
akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7. lingkungan
yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
|
8
|
Gangguan
gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh
|
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota
tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil
:
a. Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan
lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.
b. Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
|
1.Kaji
perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan
keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
2. Lakukan
pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada
pasien
4.Bantu pasien
untuk mengadakan hubungan dengan orang lain
4
4. .
5. Beri
kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
6. Beri dorongan pasien untuk
berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang
konstruktif dari pasien.
|
1. Mengetahui
adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2. Memudahkan
dalm menggali permasalahan pasien.
3. Pasien
akan merasa dirinya di hargai.
4. .
4.dapat
meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan
orang lain dan menghilangkan
perasaan terisolasi.
5.Untuk
mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
6.Untuk
meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
|
9
|
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
|
TJ:
Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
KH:
1.
Pasien mudah tidur
dalam waktu 30 – 40 menit.
2.
Pasien tenang dan
wajah segar.
3.
Pasien mengungkapkan
dapat beristirahat dengan cukup.
|
1.
Ciptakan lingkungan
yang nyaman dan tenang.
2.
Kaji tentang
kebiasaan tidur pasien di rumah.
3.
Kaji adanya faktor
penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas,
efek obat-obatan dan suasana ramai.
4.
Anjurkan pasien untuk
menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi.
5.
Kaji tanda-tanda
kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
|
1.
Lingkungan yang
nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
2.
mengetahui perubahan
dari hal-hal yang merupakan kebiasaan
pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3.
Mengetahui faktor
penyebab gangguan pola tidur yang lain
dialami dan dirasakan pasien.
4.
Pengantar tidur akan
memudahkan pasien dalam jatuh dalam
tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5.
Untuk mengetahui
terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur
pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang
tepat.
|
BAB
III
KASUS
A. Uraian
Kasus
Seorang
laki-laki berusia 42 tahun datang ke RS dengan keluhan kaki kanan membusuk.
Keluhan dirasakan sejak 1 bulan yang lalu setelah tertusuk paku. Luka berbau,
keluar nanah dan mengeluarkan darah. Awalnya kaki kiri terluka karena tertusuk
kayu, namun lama-kelamaan luka semakin bertambah parah. Riwayat berobat ke
puskesmas,
diberi obat pil untuk membuat luka kering, luka sudah dikompres dengan air
hangat dan diberi madu ada perubahan pada luka, luka menjadi agak kering. Berat
badan menurun sejak 2 bulan ini. Riwayat sakit diabetes melitus sejak ± 5 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan
sering merasa haus, cepat lapar, banyak buang air kecil, penglihatan kabur
sejak 3 tahun yang lalu, kadang merasa kesemutan di tangan dan kaki. Rutin
berobat di Puskesmas dan mendapat obat Glibenclamid. Pada ekstremitas inferior
dextra tampak udem, pedis dextra tampak ulkus, pus dan hiperemis. Pemeriksaan
gula darah sewaktu 332 mg/dL, mata kelihatan cekung dan terlihat lingkaran
hitam di sekitar mata, pasien mengalami kesulitan tidur sejak dirawat dan
anoreksia dan mual. Pasien hanya makan 2-3 sendok. BP: 130/90 mmHg, P:75 x/i,
RR: 26 x/i, T: 36,4°
C. Pasien terlihat putus asa dan murung, khawatir dengan keadaannya.
B. Pengkajian
Data Objektif:
1. Luka
berbau, keluar nanah, dan mengeluarkan darah.
2. Keluhan
kaki kanan membusuk
3. Ekstremitas
inferior dextra tampak udem, pedis dextra tampak ulkus, pus, dan hiperemis.
4. Gula
darah: 332 mg/dL.
5. Kreatinin
: 1,74 mg/dl (Normalnya: 0,6-1,3 )
6.
Hb: 7,7 %
(normal:12-16)
7.
Konjungtiva anemis
8.
BB :58 kg (BB awal
:63 kg, TB: 160 cm)
9. Mata kelihatan cekung dan terlihat lingkaran
hitam disekitar mata.
10. BP:
130/90 mmHg .
11. P:
75 x/i.
12. RR:
26 x/i.
13. T:
36,4 .
14. Pasien
terlihat putus asa dan murung, khawatir dengan keadaannya.
Data Subjektif:
1. Keluhan
dirasakan sejak satu bulan yang lalu
karena tertusuk paku.
2. Awalnya
kaki kiri terluka karena tertusuk kayu namun lama kelamaan luka semakin
bertambah parah.
3.
Berat badan menurun sejak dua bulan ini
4.
Klien sering merasa haus, cepat lapar,
banyak buang air kecil.
5. Penglihatan
kabur sejak sejak 3 yang lalu.
6. Pasien
mengalami kesulitan tidur sejak dirawatdan anoreksia dan mual.
7. Kadang-kadang
merasa kesemutan pada di tangan dan kaki.
8. Pasien
hanya makan 2-3 sendok.
9.
Rutin berobat di puskesmas dan mendapat
obat Glibenclamid.
C.
Analisa data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
Keperawatan
|
1
|
DS:
1.
Keluhan dirasakan sejak satu
bulan yang lalu karena tertusuk paku.
2.
Awalnya kaki kiri terluka karena
tertusuk kayu namun lama kelamaan luka semakin bertambah parah.
DO:
1.
Gula darah: 332 mg/dL.
2.
Keluhan kaki kanan membusuk
3.
Luka berbau, keluar nanah, dan
mengeluarkan darah.
4.
Kadang-kadang merasa kesemutan
pada di tangan dan kaki.
5.
Kreatinin : 1,74 mg/dl
(Normalnya: 0,6-1,3 )
|
Riwayat DM
Disfungsi endotel makrovaskuler
Aterosklerosis
Makroangiopati
Penyakit pembuluh darah kapiler
Ulkus
Gangren
Gangguan
perfusi jaringan
|
Gangguan
perfusi jaringan
|
2
|
DS:
1. Kadang-kadang
merasa kesemutan pada di tangan dan kaki.
DO:
1.
Ekstremitas inferior dextra
tampak udem, pedis dextra tampak ulkus, pus, dan hiperemis.
2.
Luka berbau, keluar nanah, dan
mengeluarkan darah.
|
Neuropati
perifer
Neuropati
sensorik
Hilang rasa
Trauma
: tertusuk paku
Ulkus
Gangguan
mobilitas fisik
|
Gangguan
mobilitas fisik
|
3
|
DS:
1.
Pasien mengalami anoreksia dan
mual.
2.
Pasien hanya makan 2-3 sendok.
3.
Berat badan menurun sejak dua
bulan ini
DO: -Pasien tampak lemah
- Hb: 7,7 % (normal:12-16)
- Konjungtiva anemis
- BB :58 kg
(BB awal :63 kg,
TB: 160 cm)
|
Ulkus
Kecemasan Keningkat
HCL meningkat
Anoreksia
Gangguan Pemenuhan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
|
Gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
4
|
DS:
1.
Keluhan kaki kanan membusuk.
2.
Keluhan dirasakan sejak satu
bulan yang lalu karena tertusuk.paku.
3.
Kadang-kadang merasa kesemutan
pada di tangan dan kaki.
DO:
1.
Luka berbau, keluar nanah, dan
mengeluarkan darah.
2.
Ekstremitas inferior dextra
tampak udem, pedis dextra tampak ulkus, pus, dan hiperemis.
3.
Gula darah: 332 mg/dL.
|
Hiperglikemia
Aterosklerosis
Nutrisi
dan oksigen tidak sampai ke jaringan perifer
Gangguan
integritas jaringan
|
Gangguan
integritas jaringan
|
5
|
DO
:
1.
Luka berbau, keluar nanah, dan
mengeluarkan darah.
2.
Ekstremitas inferior dextra
tampak udem, pedis dextra tampak ulkus, pus, dan hiperemis.
DS:
1.
Keluhan kaki kanan membusuk
2.
Keluhan dirasakan sejak satu
bulan yang lalu karena tertusuk paku.
3.
Awalnya kaki kiri terluka karena
tertusuk kayu namun lama kelamaan luka semakin bertambah parah.
|
Insulin
menurun
Sel
PNM tidak bekerja
dengan
baik
Fagositosis
Lambat
terjadi
Infeksi
|
Infeksi
|
6
|
DO:
1. Ekstremitas
inferior dextra tampak udem, pedis dextra tampak ulkus, pus, dan hiperemis.
2. Mata
kelihatan cekung dan terlihat lingkaran hitam disekitar mata.
DS:
1. Keluhan
kaki kanan membusuk
2. Awalnya
kaki kiri terluka karena tertusuk kayu namun lama kelamaan luka semakin
bertambah parah.
3. Pasien
mengalami kesulitan tidur sejak dirawat.
|
Hiperglikemi
Glukosoria
Diaresis osmotik
Poliuria polidipsi
gengguan pola
tidur
|
Gangguan
pola tidur
|
D.
Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan perfusi jaringan b.d menurunnya aliran darah ke daerah
gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah
2.
Keterbatasan mobilitas
fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
3.
Gangguan pemenuhan
nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
4.
Ganguan integritas
jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
5.
Infeksi b.d perlukaan,
luka yang sukar sembuh, dan gangguan pada autonomi neuropati
6.
Gangguan pola tidur
berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki
E. Asuhan
keperawatan
No
|
Diagnosa
keperawatan
|
Tujuan/
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Gangguan
perfusi jaringan b.d menurunnya aliran darah ke daerah
gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah
|
TJ:
mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal
KH:
1. Denyut
nadi perifer teraba kuat dan reguler
2. Warna
kulit disekitar luka tidak pucat/sianosis
3.
Kulit
sekitar luka teraba hangat
4.
Oedem tidak
terjadi dan luka tidak bertambah parah
5.
Sensorik dan
motorik membaik
|
1. Ajarkan
pasien untuk melakukan mobilisasi
2. Ajarkan
tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah: tinggikan kaki
sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu istirahat),
hindari penyilangan kaki, hindari penggunaan bantal di belakang lutut dan
sebagainya, hindari balutan ketat
3.
Ajarkan
tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa: hindari diet tinggi
kolesterol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan
obat vasokontriksi.
4.
Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah
secara rutin dan terapi oksigen.
|
1. Dengan
mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah
2. Meningkatkan
dan melancarkan aliran darah sehingga tidak terjadi oedema.
3.
Kolesterol
tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat
menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk
mengurangi efek stres.
4.
Pemberian
vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi
jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin
dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, terapi oksigen untuk
memperbaiki oksigenisasi daerah ulkus/gangren
|
2
|
Keterbatasan
mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
|
TJ:
Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
KH:
1. Pergerakan
paien bertambah luas.
2. Pasien
dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan
kemampuan (duduk, berdiri, berjalan).
3.
Rasa nyeri berkurang.
4.
Pasien dapat memenuhi
kebutuhan sendiri secara bertahap
sesuai dengan kemampuan.
|
1. Kaji
dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
2. Beri
penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar
gula darah dalam keadaan normal.
3.
Anjurkan pasien untuk
menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui
kemampuan.
4.
Bantu pasien dalam
memenuhi kebutuhannya.
5.
Kerja sama dengan tim
kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
|
1. Untuk
mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2. Pasien
mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
3.
Untuk melatih otot –
otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4.
Agar kebutuhan pasien
tetap dapat terpenuhi.
5.
Analgesik dapat
membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi
untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
|
3
|
Gangguan
pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
|
TJ:
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
KH:
1. Berat
badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien
mematuhi dietnya.
3.
Kadar gula darah
dalam batas normal.
|
1.
Kaji status nutrisi dan kebiasaan
makan.
2.
Anjurkan pasien untuk
mematuhi diet yang telah diprogramkan.
3.
Timbang berat badan
setiap seminggu sekali.
4.
Identifikasi
perubahan pola makan.
5.
Kerja sama dengan tim
kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
|
1. Untuk
mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Kepatuhan
terhadap diet dapat mencegah komplikasi lebih lanjut.
3.
Mengetahui
perkembangan berat badan pasien (berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).
4.
Mengetahui apakah
pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5.
Pemberian insulin akan
meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
|
4
|
Ganguan
integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
|
TJ:
Tercapainya proses penyembuhan luka.
KH:
1. Berkurangnya
oedema sekitar luka.
2. Pus
dan jaringan berkurang
3.
Adanya jaringan granulasi.
4.
Bau busuk luka
berkurang.
|
1.
Kaji luas dan keadaan luka serta
proses penyembuhan.
2. Rawat
luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel
pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
3.
Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
|
1. Pengkajian
yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan
akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2. Merawat
luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi
luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul,
sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3.
Insulin akan
menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur
pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan
penyakit.
|
5
|
Infeksi
b.d perlukaan, luka yang sukar sembuh, dan gangguan pada autonomi neuropati
|
TJ:
menggurangi infeksi yang terjadi
KH:
1. Tanda-tanda
infeksi tidak ada.
2. Tanda-tanda
vital dalam batas normal (T: 36-37,50C).
3.
Keadaan luka
baik dan kadar gula darah normal.
|
1. Observasi
tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, adanya pus atau
luka.
2.
Tingkatkan upaya pencegahan
dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan
dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
3.
Kolaborasi Lakukan pemeriksaan
kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.
4.
Kolaborasi Berikan obat
antibiotik yang sesuai
|
1. Mengetahui
sejauh mana infeksi telah terjadi.
2. Mencegah
timbulnya infeksi silang (infeksi nosokomial)
3. Untuk
mengidentifikasi organisme sehingga dapat memilih memberikan terapi
antibiotik yang terbaik.
4. Penanganan
awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis
|
6
|
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
|
TJ:
Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
KH:
1. Pasien
mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
2. Pasien
tenang dan wajah segar.
3.
Pasien mengungkapkan
dapat beristirahat dengan cukup.
|
1.
Ciptakan lingkungan yang nyaman
dan tenang.
2. Kaji
tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
3. Kaji
adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas,
efek obat-obatan dan suasana ramai.
4.
Anjurkan pasien untuk
menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi.
5.
Kaji tanda-tanda
kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
|
1. Lingkungan
yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
2. mengetahui
perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan
pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Mengetahui
faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain
dialami dan dirasakan pasien.
4.
Pengantar tidur akan
memudahkan pasien dalam jatuh dalam
tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5.
Untuk mengetahui
terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur
pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang
tepat.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jumlah reseptor insulin menurun
|
|
BAB
IV
PENUTUP
A Kesimpulan
Kaki diabetik digunakan
untuk kelainan kaki mulai dari ulkus sampai gangren yang terjadi pada orang
dengan diabetes akibat neuropati atau iskemia perifer, atau keduanya. Adapun
etiologi dari kaki diabetik adalah Suplay darah kurang, Neuropati dan
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Manifestasi Klinik untuk ulkus diabetik
adalah Umumnya pada daerah plantar kaki, Kelainan bentuk kaki; deformitas kaki,
Berjalan yang kurang seimbang, Adanya fisura dan kering pada kulit, Pembentukan
kalus pada area yang tertekan, Tekanan nadi pada area kaki kemungkinan normal,
ABI normal, Luka biasanya dalam dan berlubang, Sekeliling kulit dapat terjadi
selulitis, Hilang atau berkurangnya sensasi nyeri, Xerosis (keringnya kulit
kronik), Hyperkeratosis pada sekeliling luka dan anhidrosis, Eksudat yang tidak
begitu banyak, Biasanya luka tampak merah. Pemeriksaan
dignostik yang dapat dilakukan pada ulkus diabetikum yaitu Gula darah ,
Aceton plasma, Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol , Osmolalitas serum,
Elektrolit (Natrium, Kalium, Fosphor, GDA, Darah, Urin.
Penatalaksanaan
Medis ulkus diabetik yaitu Obat
hiperglikemik oral (OHO), Insulin dan Terapi Kombinasi dan penatalaksanaan
keperawatan nya yaitu Diet (Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar
untuk memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi,
mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak) .Latihan
(Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian kadar insulin). Pemantauan (Dengan melakukan pemantaunan
kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat
mengatur terapinya secara optimal).
Adapun Pemeriksaan Neuropati untuk Ulkus diabetik ini adalah Monofilamen, Refleks Hammer dan Pemeriksaan
biotesiometer
B.
Saran
1. Untuk
klien diharapkan mengontrol gula darah dan control ke dokter atau rumah sakit
setiap bulan dengan teratur, melakukan perawatan luka, memperhatikan pola
makan, olahraga dan minum obat dengan teratur.
2. Untuk
mahasiswa diharapkan melalui makalah ini dapat mengerti dan memahami Asuhan
Keperawatan klien dengan ulkus diabetik dan dapat mengaplikasikan di Rumah Sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong,
D & Lawrence, A . (2007). Diabetic Foot
Ulcers,Prevention,Diagnosis and
Classification. Jakarta: EGC.
Bilous,
R. W. (2008). Bimbingan Dokter pada
Diabetes. Jakarta: Dian Rakyat.
Evelyn C.
Pearce (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta:
PT Gramedia
Grace,
P. A & Borley, N.R. (2006). At a
Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia.
Handaya,
A. Y. (2009). Ulkus Kaki Diabetes.
Hinchliff,
S. (2001). Kamus keperawatan.
Jakarta: EGC.
Johnson,
J. Y. [et al]. (2005). Prosedur Perawatan di Rumah Pedoman untuk Perawat. Jakarta:
EGC.
Mayfield,
J. A. [et al]. (2007). Preventive Foot
Care in People with Diabetes. Jakarta: EGC
Pendsey,
S. [et al]. (2004). Diabetic Foot: A
Clinical Atlas. New Delhi: Jaypee BrothersMedical
Publisher (P) Ltd.
Rendy,
M. C & Margareth, T.H. (2012). Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah & Penyakit
Dalam. Jogyakarta: Nuha Medika.
Sudoyo,
A. W. [et al]. (2009). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta:Interna
Publishing.
Suriadi.
(2004). Perawatan Luka. Jakarta:
Sagung Seto.
Sustrani,
L. [et al]. (2006). Diabetes.
Jakarta: Gramedia.