ASUHAN KEPERAWATAN HEMATEMESIS MELENA

 Pengertian
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara drah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunun dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.
Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas
Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-lain.
Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura trombositopenia dan lain-lain.
Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dan lai-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (Hilmy 1971: 58)

Terapi
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit  untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :
1.      Pengawasan dan pengobatan umum
·         Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
·         Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
·         Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis  selama belum tersedia darah.
·         Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu dipasang CVP monitor.
·         Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan.
·         Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
·         Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
·         Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
2.      Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air  pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3.      Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
4.      Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5.      Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
6.      Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval.
Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.

Pengkajian
Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelehan
Tanda : Takikardi, takipnea/hiperventilasi (respon terhadap aktivitas)
Sirkulasi
Gejala : Hipotensi, takikardi, disritmia (hipovolemia/hipoksemia), nadi perifer lemah
             Pengisian kapiler terlambat (capilarirefil time> 3 detik)
            Warna kulit pucat, sianosis, (tergantung jumlah kehilangan darah)
            Kelembaban kulit/membran mukosa : berkeringat (menunjukan status syok , nyeri akut, respon psikologis).
Itegritas Ego
Gejala : Faktor stress akut atau kronis (Keuangan, hubungan, kerja), perasaan tak berdaya
Tanda : Gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.
Eliminasi :
Gejala : Riwayat perawatan di RS sebelumnya karena perdarahan GI atau masalah yang berhubungan dengan GI  mis. Luka peptik/gaster, gastritis, iradiasi area gaster. Perubahan pada defekasi/karakteristik feses.
Tanda : Nyeri tekan abdomen, distensi
Bunyi usus sering hiperaktif selama perdarahan, karakter feses diare, darah wana gelap, kecoklatan, atau kadang-kadang merah cerah, berbusa, bau busuk,(steatorea), Konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida)
Haluaran urine  : menurun , pekat.

Makanan/cairan
Gejala :Anoreksia, mual, muntah, Cekukan, Nyeri uluhati, sendawa bau asam, Tidak toleran terhadap makanan, penurunan berat badan.
Tanda : Muntah : warna kopi, gelap, atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah. Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk, berat jenis urine meningkat.

Neurosensori
Gejala : Rasa berdenyut pusing/sakit kepala, kelemahan.
Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi/bingung, sampai pingsan, koma( tergantung sirkulasi/ oksigenasi).
Nyeri kenyamanan
Gejala : Nyeri digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar,perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat diserta perforasi.
Rasa ketidaknyamanan/distres samar-samar setelah makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut).
Nyeri epigastrium kiri sampai tengah/nyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster)
Nyeri gaster terlokasi dikanan terjadi lebih kurang 4 jam setelah makan/bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (Ulkus duadenal)
Tidak ada nyeri farises esopagus atau gastritis.
Faktor pencetus : Makanan, rokok, alkohol, pengguna obat-obatan tertentu misal salisilat, reserpin,antibiotik,ibuprofen, stresor psikologis.
Tanda : Wajah berkerut berhati-hati pada area yang sakit, pucat berkeringat, perhatian menyempi.
Keamanan
Gejala : Alergi terhadap obat/sensitif misal ASA
Tanda : Peningkatan suhu
Spider angioma , eritema palmar, (Menunjukan sirosis/hipertensi portal)
Pemeriksaan Diagnostik
EGD
Minum barium dengan foto rotgen
Analisa gaster
Angiografi
Tes feses akan aktif
HB/HT :Penurunan HB.
Jumlah darah lengkap
BUN
Kreatinin
Amonia
Profil koagulasi
GDA
Natrium
Kalium

Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
1.Kekurangan volume cairan b/d perdarahan
Tujuan : Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan
Kriteria : Haluaran urene adekuat dengan berat jenis normal (1,010), Tanda vitak stabil, Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat (Capilarirefil time < 3 detik).

Intervensi
Rasional
Catat karakteristik muntah dan/draenase
Observasi tanda vital tiap 1 jam sekali

Catat respon psikologis pasien


Observasi masukan dan haluaran

Pertahankan tirah baring u/ mencegah muntah dan tegang saat defekasi
Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasid
Berikan cairan jernih dan hindari kafein

Berikan cairan sesuai terapi medis

Pasang NGT pada perdarahan akut




Berikan obat sesuai terapi Medis
Membedakab distres gaster
Perubahan TD dan nadi dapat digunakan u/perkiraan kehilangan darah
Simtomatologi dapat berguna dalam mengukur berat/lamanya periode perdarahan
Memberikan pedoman u/ penggantian cairan
Aktifitas dan tekanan intra abdominal dapat mencetuskanperdarahan lanjut.
Mencegah refluksgaster dan aspirasi antasida
Menetralisir asam lambung dan kafein merangsang produksi asam lambung.
Penggunaan cairan sesuai derajat hipovolemi dan kehilangan cairan.
Memberikan kesempatan untuk menghilangkan sekresi iritan pada gaster, untuk mengubah lambung yang berisi darah supaya tidak terbentuk amonia.
Untuk mengatasi keadaan akibat gastritis dan hematemesis

2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d iritan mukosa gaster
Tujuan : Pasien mengatakan nyeri hilanh
Kriteria : Menunjukan rileks dan dapat tidur dengan enak/cepat.

Intervensi
Rasional
Catat keluhan nyeri termasuk lokasi , lamanya, intensitas (skala 0-10)
Berikan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi
Bantu latihan rentang aktif/pasif
Berikan perawatan oral dan pijat punggng,perubahan posisi

Berikan dan lakukan perubahan diet

Gunakan susu biasa daripada skim

Berikan obat sesuai terapi Medis misal analgetika dan antasid
Membantu mendiagnosa etiologi perdarahan.
Makanan sebagai penetralisasi asam lambung
Menurunkan kekakuan sendi.
Nafas bau menimbulkan nafsu makan kurang

Untuk mengembalikan kondisi yang lemah
Lemak pada susu dapat menurunkan sekresi gaster
Menghilangkan rasa nyeri dan menurunkan keasaman gaster.

Daftar Pustaka
Marilynn E.Doenges dkk., (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta

Sylvia A.Price dkk., (1994), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR CERVICALIS

1.      Pengertian
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).

2.      Patofisiologis dikaitkan dengan KDM

Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang
Jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga


Mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalis


Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif
Dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar,
Kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan
Peredaran darah


Blok syaraf parasimpatis         pelepasan mediator kimia                    kelumpuhan

Kelumpuhan otot pernapasan             respon nyeri hebat dan akut                anestesi

Iskemia dan hipoksemia                       syok spinal                  gangguan fungsi rektum, kandung kemih
Gangguan kebutuhan              gangguan rasa nyaman nyeri   nyeri terus,
oksigen                                    Dan potensial komplikasi
                                                Hipotensi, bradikardia                        gangguan eliminasi


3.      Data fokus.
Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi, bradikardia ekstremitas dingin atau pucat

Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik usus hilang
Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri.

Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang
Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL

Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, hilangnya sensai dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosis.

Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami deformitas pada derah trauma.

Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
Keamanan : suhu yang naik turun

4.      Pemeriksaan diagnostik
Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)
CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas
MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

5.      Diagnosa keperawatan
5.1  Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma
Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
Kriteria hasil : ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 < 45, rr = 16-20 x/mt, tanda sianosis –

Intervensi keperawatan :
  1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak. Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.
  2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret. Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.
  3. Kaji fungsi pernapasan. Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.
  4. Auskultasi suara napas. Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.
  5. Observasi warna kulit. Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera
  6. Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma
  7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari. Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.
  8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.
  9. Pantau analisa gas darah. Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
  10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.
  11. Lakukan fisioterapi nafas. Rasional : mencegah sekret tertahan

5.2  Diagnosa keperawatan : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan
Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.
Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.

Intervensi keperawatan :
  1. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum
  2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman
  3. Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif
  4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop
  5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik
  6. Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.
  7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.

5.3  Diagnosa keperawatan : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera
Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan
Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang

Intervensi keperawatan :
  1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
  2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.
  3. Berikan tindakan kenyamanan. Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.
  4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.
  5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat.

5.4    Diagnosa keperawatan : gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.
Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi
Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali

Intervensi keperawatan :
1.      Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.
2.      Observasi adanya distensi perut.
3.      Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.
4.      Berikan diet seimbang TKTP cair : meningkatkan konsistensi feces
5.      Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus

5.5    Diagnosa keperawatan : perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.
Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan
Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada

Intervensi keperawatan:
1.      Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal
2.      Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.
3.      Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.
4.      Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine

5.6  Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
      Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan
       Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering
      
       Intervensi keperawatan :
1.      Inspeksi seluruh lapisan kulit. Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.
2.      Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan: untuk mengurangi penekanan kulit
3.      Bersihkan dan keringkan kulit. Rasional: meningkatkan integritas kulit
4.      Jagalah tenun tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit
5.      Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan : Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.

Daftar kepustakaan :

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.

Reksoprodjo Soelarto, (1995),  Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,  Binarupa Aksara, Jakarta.

Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.

Sjamsuhidajat. R (1997), Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta

ASUHAN KEPERAWATAN EMPIEMA

I.             Pengertian.
 Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah ( pus ) didalam ronggga pleura dapat setempat atau mengisi seluruh rongga pleura( Ngastiyah,1997).
 Empiema adalah  penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura ( Diane C. Baughman, 2000 ).
 Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural ( Hudak  & Gallo, 1997 )

II.          Penyebab.
 Stapilococcus
 Pnemococcus
 Streptococcus.

III.       Patogenesis.
Terjadinya empiema dapat melalui tiga jalur:
a.     Sebagai komplikasi pneumoni  dan abses paru. Karena kuman menjalar perkontiniutatum dan menembus pleura visceral .
b.       Secara hematogen, kuman dari focus lain sampai pada pleura visceral
c.    Infeksi darti luar dinding thoraks yang menjalar kedalam pleura misalnya pada trauma thoraks, abses dinding thoraks.

IV.       Manisfestasi Klinik.
Demam, berkeringat malam, nyeri pleural, dispneu, arokreksia ,dan penurunan berat badan.
Tidak terdapatnya bunyi nafas; pendataran pada perkusi dada,  penurunan premitus

V.          Evaluasi Diagnosis
Foto dada dan thoraksintesis.

VI.       Komplikasi.
Perubahan Fibrotik yang tidak dapat sembuh yang menggangu ventilasi paru yang disebabkan terjebaknya paru pada sisi yang terkena.

VII.    Penatalaksanaan (Medik).
Sasaran penetalaksanaan adalah mengaliran cavitas pleura hingga mencapai ekspansi paru yang optimal. Dicapai dengan drainase yang adekuat, anti biotika (dosis besar ) dan atau streptokinase. Drainase cairan pleura atau pus tergantung pada tahapan penyakit dengan :
a.        Aspirasi jarum ( Thorasintesis ),jika cairan tidak terlalu kental
b.       Drainase tertutup dengan WSD, indikasi bila nanah sangat kental, pnemothoraks
c.    Drainase dada terbuka untuk mengeluarkan pus pleural yang mengental dan debris serta mesekresi jaringan pulmonal yang mendasari penyakit.
d.       Dekortikasi, jika imflamasi telah bertahan lama.

VIII. Intervensi Keperawatan.
a.     Perawatan pada umumnya sama dengan  pasien pleuritis,  bila dilakukan fungsi plera atau dipasang WSD cara menolong tidak berbeda. Bila penyebab adalah kuman TBC maka, setelah empiema sembuh pasien perlu pengobatan TB. 
b.    Bantu pasien mengatasi kondisi, instruksi dalam latihan pernafasan (pernafasan bibir dan pernafasan diagpragmatik )
         c.        Berikan perawatan spesifik terhadap metoda drainase pleural.         

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EMPIEMA .
Dasar data pengkajian.
  • Aktivitas  / istirahat.
Gejala ; keletihan, kelemahan, malaise.
            Ketidakmampuan melakukan  ADL karena sulit bernapas.   
            Ketidakmampuan untuk tidur.
            Dispneu pada saat istirahat.
  • Sirkulasi ;    pembengkakan pada ekstremitas bawah.
  •  Integritas ego;    peningkatan factor resiko, perubahan pola hidup.
  • Makanan/cairan ;   mual muntah  nafsu makan menurun .
  • Higiene ;   penurunan kemampuan melakukan ADL.
  • Pernafasan ;  nafas pendek batuk menetap dengan produksi sputum, riwayat pneumoni berulang ,  episode batuk hilang timbul.
  • Keamanan. ;   riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat / factor lingkungan.
  • Seksualitas. ; penurunan libido.
  • Interaksi social ; hubungan ketergantungan,  kurang sistem pendukung,  penyakit lama.
Prioritas Keperawatan.
1.    Mempertahankan patensi jalan nafas
2.     Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas.
3.     Meningkatkan masukan nutrisi
4.     Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
5.      Memberikan informasi tentang proses penyakit / prognosis dan program pengobatan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN, INTERVENSI DAN RASIONAL.
1.            Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronchus spsame, peningkatan produksi secret, kelemahan
·         Kriteria hasal :
1.      Pertahankan jalan nafasa paten dengan bunyi nafas bersih
2.      Menunjukkan perilaku batuk efektif dan mengeluarkan secret
·           Intervensi
a.        Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi nafas, kaji dan pantau suara pernafasan
Rasional :
Untuk mengetahui adanya obstruksi jalan nafas, tachipneu merupakan derajat yang ditemukan  adanya proses infeksi akut.
b.       Catat adanya atau derajat dispneu, gelisah ,ansietas dan distress pernafasan
Rasional :
Disfungsi pernafasan merupakan tahap proses kronis yang yang dapat menimbulkan infeksi atau reaksi alergi.
c.        Kaji pasien untuk posisi yang nyaman , misalnya peninggian kepala tempat     tidur.
Rasional :
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d.       Bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
Rasional :
Memberikan pasien berbagao cara untuk mengatasi  dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan udara.
e.        Observasi karakteristik batuk
Rasional :
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan.
f.        Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml per hari sesuai toleransi  jantung.
Rasional :
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret , mempermudah pengeluaran
g.       Memberikan obata sesaui indikasi
Rasional :
Merilekskan otot halus  dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.
2.            Diagnosa keperawatan : Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan gangguan  suplai oksigen , kerusakan alveoli .
Kriteria hasil
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat,berpartisipasi dalam program pengobatan.
·   Intervensi
a.        Kaji frekwensi,kedalaman pernapasan
Rasional :
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya penyakit
b.       Tinggikan kepala tempat tidur
Rasional   ;
Pengiriman oksigen  dapat diperbaiki dengan posisi tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolap jalan napas.
c.        Auskultasi bunyi nafas  catat area penurunan aliran udara ,bunyi tambahan
Rasional :
Bunyi nafas redup karena penurunan aliran udara ,mengi ;  indikasi spasme bronchus / tertahannya sekret, Krekels basah menyebar menujukkan cairan pada dekompensasi jantung.
d.       Palpasi primitus.
Rasional :
Penurunan getarn fibrasi  diduga adanya pengumpulan cairan atau udara terjebak
e.        Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional.
Tachikardia ,disritmia, perubahan tekanan darah dapat menujukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

3.            Diagnosa keperawatan  : Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  dispneu, kelemahan, anoreksia, mual muntah.
Kriteria hasil :
Menunjukkan peningkatan berat badan  mempertahankan berat badan
Intervensi :
a.        Kaji kebiasaan diit ,catat derajat kesulitan makan
Rasional :
Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispneu, produksi sputum.
b.       Auskultasi bunyi usus .
Rasional :
Penurunan atau hipoaktif bising usus  menunjukkan motilitas gaster dan kostipasi yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia.
c.        Hindari makan yang mengandung gas.dan minuman karbonat
Rasional :
Dapat menghasilakan distensi abdomen yang menganggu nafas abdomen dan gerakan diagframa yang dapat meningkatan dispnea.
d.       Hindari makan yang sangat panas dan dingin
Rasional :
Suhu ekstrim dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk
e.        Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional :
Berguna untuk menetukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan evaluasi  keadekuatan rencana nutrisi.
f.        Kolaborasi   dengan ahli gizi / nutrisi.
Rasional :
Metode makan dan kebutuhan dengan upaya kalori didasarkan pada kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal  dengan upaya minimal pasien  /penggunaan  energi 

4.    Diagnosa keperawatan  : Resiko infeksi
Kriteria hasil :
·         Mengidentifikasi  intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
·         Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
a.       Awasi suhu
 Rasional :
 Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.
b.      Observasi warna ,bau sputum.
 Rasional :
Sekret berbau, kuning atau kehijauan menujukkan adanya infeksi paru.
c.       Dorong kesimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional :
Menurunkan konsumsi / kebutuhan kesimbangan oksigen dan memperbaiki pertahan pasien terhadapa infeksi, peningkatan penyembuhan .
 d.      Diskusi masukan nutrisi adekuat.
Rasional :
Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
e.       Kolaborasi pemeriksaan sputum.
Rasional :
Dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab  dan   kerentanan terhadap anti microbial
5.            Diagnosa keperawatan : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakitnya.
         Kriteria hasil :
Nyatakan atau pemahaman kondisi atau proses penyakit.
Intervensi :
a.        Jelaskan proses penyakit individu.
Rasional :
Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan
b.       Berikan latihan atau batuk efektif
Rasional :
Pernafasan bibir dan nafas abdomen / diagframatik menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan  kolaps jalan nafas.
c.        Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan  untuk menghentikan rokok.
Rasional :
Penghentian merokok dapat menghambat kemajuan  PPOM
d.       Diskusi pentingnya mengikuti perawatan medik ( Foto Thoraks dan kultur sputum )
Rasional :
Pengawasan proses penyakit untuk membuata program therapy .
e.        Kaji kebutuhan / dosis oksigen untuk pasien
Rasional :
Menurunkan resiko kesalahan penggunaan  oksigen  dan komplikasi lanjut.

DAFTAR PUSTAKA
Hudak & Gallo, ( 1997 ), Keperawatan kritis : suatu pendekatan  holistic, EGC, Jakarta
Diana C. Baughman, ( 2000 ), Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Marilyn E. Doengoes, (2000 ), Rencana asuhan keperawatan, pendekatan untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien., EGC, Jakarta.
Ngastiyah, ( 1997 ), Perawatan anak sakit , EGC, Jakarta