ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

EFUSI PLEURA
        Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura beru-pa transudat atau eksudat yang diakibatkan karena terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi  pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita. Terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2 faktor yaitu  :
  1. Infeksi :
-          Tuberkulosis
-          Pneumonitis
-          Abses paru
-          Abses subfrenik
      2. Non infeksi :
-          Karsinoma paru
-          Karsinoma pleura : primer dan sekunder
-          Karsinoma mediastinum
-          Tumor ovarium
-          Bendungan jantung : gagal jantung, perikarditis konstruktiva
-          Gagal hati
-          Gagal ginjal
-          Hipotiroidisme
-          Kilotoraks
-          Emboli paru

I.          Patofisiologi

Di dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5 ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20 %) mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan di sini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura (efusi pleura) terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorpsi terganggu misalnya pada hiperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik, (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatik tekanan osmotik koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih.  Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.
Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh efek primer sehingga berkembang pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran antara kedua pleura yang meradang akan menyebabkan nyeri. Suhu badan mungkin hanya sub febril, kadang ada demam. Diagnosis pleuritis tuberkulosa eksudativa ditegakkan dengan pungsi untuk pemeriksaan kuman basil tahan asam dan jika perlu torakskopi  untuk biopsi pleura.
Pada penanganannya, selain diperlukan tuberkulostatik, diperlukan juga istrahat dan kalau perlu pemberian analgesik. Pungsi dilakukan bila cairan demikian banyak dan menimbulkan sesak napas dan pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat. Penanganan yang baik akan memberikan prognosis yang baik, pada fungsi paru-paru maupun pada penyakitnya.

II.       Pengkajian

  1. Anamnesis:
Pada umumnya tidak bergejala . Makin banyak  cairan yang tertimbun makin cepat dan jelas timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak, disertai demam sub febril pada kondisi tuberkulosis.

  1. Kebutuhan istrahat dan aktifitas
-   Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya, kesulitan  tidur, demam pada sore atau malam hari disertai keringat banyak.
            -  Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha bernapas se-            
               kuat-kuatnya, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut), kelemahan otot ,    nyeri    
               dan stiffness (kekakuan).

  1. Kebutuhan integritas pribadi
    1. Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan kebutuhan akan pertolongan dan harapan
    2. Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan kecemasan

  1. Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri
-          Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk
-          Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi, dan kurang istrahat/kelelahan

  1. Kebutuhan Respirasi
-          Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif, napas pendek, nyeri dada
-          Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit lanjut dan fibrosis paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada yang asimetris, fremitus vokal menurun, pekak pada perkusi suara nafas menurun atau tidak terdengan pada sisi yang mengalami efusi pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.
-          Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak darah
-          Dapat pula ditemukan deviasi trakea

  1. Kebutuha Keamanan
-          Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker, AIDS , demam sub febris
-          Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris

  1. Kebutuhan Interaksi sosial
-          Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang diderita, perubahan pola peran
 

III.    Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak, fremitus vokal menurun atau asimetris bahkan menghilang, bising napas juga menurun atau hilang. Gerakan pernapasan menurun atau asimetris, lenih rendah terjadi pada sisi paru yang mengalami efusi pleura. Pemeriksaan fisik sangat terbantu oleh pemeriksaan radiologi yang memperlihatkan jelas frenikus kostalis yang menghilang dan gambaran batas cairan melengkung.

IV.    Pemeriksaan Diagnostik

Kultur sputum  : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam
Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48 – 72 jam setelah injeksi.
Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru, deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung.
Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis
Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)
Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan oleh retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis
ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru
Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.

V.       Diagnosa Keperawatan

  1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis
  2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas
  3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
  4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan  penurunan keinginan makan sekunder akibat dyspnea
  5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan

VI.    Perencanaan dan Rasionalisasi

  1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis
Batasan karakteristik : diagnosis tuberkulosis paru +
Kriteria hasil : Klien akan dapat :
    1. Mengidentifikasi cara pencegahan dan penurunan resiko penyebaran infeksi
    2. Mendemonstrasikan teknik/gaya hidup yang berubah untuk meningkatkan lingkungan yang aman terhadap penyebaran infeksi.

Intervensi
Rasionalisasi
1. Jelaskan tentang patologi penyakit secara sederhana dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet air borne



2. Ajarkan klien untuk batuk dan mengeluarkan sputum dengan menggunakan tissue. Ajarkan membuang tissue yang sudah dipakai serta mencuci tangan dengan baik

3. Monitor suhu sesuai sesuai indikasi



4. Observasi perkembangan klien setiap hari dan kultur sputum selama terapi


5. Kolaborasi pemberian INH, etambutol,rifampicin.
  1. Membantu klien menyadari/menerima prosedur pengobatan dan perawatan untuk mencegah penularan pada orang lain dan mencegah komplikasi

  1. Membiasakan perilaku yang penting untuk mencegah penularan infeksi




  1. Reaksi febris merupakan indikator berlanjutnya infeksi


  1. Membantu memonitor efektif tidaknya pengonbatan dan respons klien

5. Inh merupakan drug of choice untuk klien beresiko terhadap perkembangan TB dan dikombinasikan dengan “primary drugs” lain jhususnya pada penyakit tahap lanjut.


  1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di jalan napas

Batasan karakteristik :
-          Suara napas abnormal, ritme, kedalaman napas abnormal.
-          Perubahan respiratory rate, dyspnea, stridor.
            Kriteria hasil :
1.      Klien akan dapat mempertahankan jalan napas yang paten
2.      Memperlihatkan perilaku mempertahankan  bersihan jalan napas

Intervensi
Rasionalisasi
1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi napoas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori





2. Atur posisi semi fowler





3. Pertahankan intake cairan 2500 ml/hari


4. Kolaborasi :
-    Pemberian oksigen lembab

-                            Mucolytic agent

-                            Bronchodilator




  - Kortikosteroid

1.      Penurunan bunyi napas mungkin menandakan atelektasis, ronchi, wheezing menunjukkan adanya akumulasi sekret, dan ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas menyebabkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan usaha bernapas.

2.      Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Ventilasi maksimal dapat membuka area atelektasis, mempermudah pengaliran sekret keluar

3. Intake cairan mengurangi penimbunan  
    sekret, memudahkan pembersihan


- Mencegah mukosa membran kering, me-  ngurangi sekret
- Menurunkan sekret pulmonal dan memfa- silitasi bersihan.
- Memperbesar ukuran lumen pada perca-bangan tracheobronchial dan menurunkan pada percabangan tracheobronchial dan menurunkan pertahanan aliran.
-Mengatasi respons inflamasi sehingga tidak terjadi hipoxemia.

3.  Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran akveolar kapiler.
           Batasan karakteristik :
-          Penurunan ekspansi dada
-          Perubahan RR, dyspnea, nyeri dada
-          Penggunaan otot aksesori
-          Penurunan fremitus vokal, bunyi napas menurun
          Kriteria hasil :
          - Klien akan :
1.Melaporkan berkurangnya dyspnea
2.Memperluihatkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
3.ABGs dalam batas normal
Intervensi
Rasionalisasi
  1. Kaji adanya dyspnea, penuruna suara nafas, bunyi nafas tambahan, peningkatan usaha untuk bernafas, ekspansi dada yang terbatas , kelelahan

  1. Evaluasi perubahan kesadaran . Perhatikan adanya cyanosis , dan perubahan warna kulit, membran mukosa dan clubbing finger

  1. Dorong/ajarkan bernapas melalui mulut saat ekshalasi




  1. Tingkatkan bedrest / pengurangi aktifitas


  1. Monitor ABGs




      6. . Kolaborasi suplemen oksigen
  1. Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan efek yang luas, termasuk penimbunan cairan di pleura sehingga menghasilkan gejala distress pernafasan.

  1. Akumulasi sekret yang berlebihan dapat mengganggu oksigenasi organ dan jaringan vital


  1. Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara, mencegah kolaps karena jalan napas yang sempit, membantu doistribusi udara dan menurunkan napas yang pendek

  1. Mengurangi konsumsi oksigen selama periode bernapas dan menurunkan gejala sesak napas

  1. Penurunan tekanan gas oksigen (PaO2) dan saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk perubahan terapetik

  1. Mengoreksi hypoxemia yang meyebabkan terjadinya penurunan sekunder ventilasi dan berkurangnya permukaan alveolar.

 Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan edisi 8, EGC , Jakarta
Carpenito, Lynda Juall (1995), Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC,                                         Jakarta
Doengoes, Marilyn (1989), Nursing Care Plans Second Edition, FA Davis Company, Philadelphia
Long, Barbara C (1989), Perawatan Medikal Bedah, Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjadjaran, Bandung
Luckmann’s Sorensen (1996), Medical Surgical Nursing, WB Saunders, Philadelphia
Soeparman (1996), Ilmu Penyakit Dalam jilid 2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Sjamsuhidajat, R (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, EGC, Jakarta

Tidak ada komentar: