ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA KRONIK

I.          Pengertian
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa  (Soepardi, 1998).
Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani.

II.       Penyebab / Etiologi

A           Streptococcus.
A           Stapilococcus.
A           Diplococcus pneumonie.
A           Hemopilus influens.
A           Gram Positif             : S. Pyogenes, S. Albus.
A           Gram Negatif           : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
A           Kuman anaerob        : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.

Otitis Media

Otitis media supuratif                                                 Otitis media non Supuratif
                                                                                    (Otitis media serosa)


 
Otitis media akut (OMA)                                           Otitis media serosa akut








 
                         (lebih 2 bulan)
Otitis media supuratip kronis                          Otitis media serosa kronis
(OMSK)                                                    (Glue ear)

III.    Diagnosis

1.         Anamnesis
-            Otorea terus menerus / kumat – kumatan lebih dari 6 – 8 minggu
-            Pendengaran menurun (Tuli).
2.         Pemeriksaan
b)        Tipe tubotimpanal (Hipertrofi, benigna).(382.1).
a)         Perforasi sentral
b)        Mukosa menebal
c)         Audiogram: Tuli konduktif dengan “air bone gab” sebesar kl 30 dB
d)        X – foto mastoid : Sklerotik.
c)         Tipe degeneratif (382.1).
a)         Perforasi sentral besar
b)        Granulasi atau polip pada mukosa kavum timpani
c)         Audiogram : tuli konduktif/campuran dengan penurunan 50 – 60 dB
d)        X-foto mastoid : sklerotik.
d)        Tipe metaplastik (atikoantral, maligna). (385.3)
a)         Perforasi  atik atau marginal
b)        Terdapat kolesteatom
c)         Desttruksi tulang pada margotimpani
d)        Audiogram : tuli konduktif / campuran dengan penurunan 60 dB atau lebih.
e)         X- foto mastoid : sklerotik/rongga.

e)         Tipe campuran (degeneratif, metaplastik). (385.3)
a)         Perforasi marginal besar atau total
b)        Granulasi dan kolesteatom
c)         Audiogram : tuli konuktif / campuran dengan penurunan 60 dB atau lebih
d)        X- foto mastoid : sklerotik / rongga.

3.                 Pemeriksaan tambahan : Pembuatan audiogram dan X- foto mastoid (seperti diatas).

IV.    Penyulitan

1.         Abses retro airkula (383.0)
2.         Paresis atau paralisis syaraf fasialis (351)
3.         Komplikasi intrakranial :
-            Meningitis
-            Abses ekstradural
-            Abses otak



V.       Terapi

1.         Tipe tubetimpanal stadium aktif:
-            Antibiotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg oral) atau klidomisin (3 X 150 – 300 mg oral) Per hari selama 5 –7 hari
-            Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya
-            Perawatan lokal dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Klora menikol 1- 2%)
-            Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi
Pada stadium tenang (kering) di lakukan miringoplastik. ICOPIM (5. 194).

2.        Tipe degeneratif :
-            Atikoantrotomi (5.203)
-            Timpanoplastik (5.195).

3.        Tipe meta plastik / campuran
-            Mastoidektomi radikal (5.203)
-            Mastoidektomi radikal dan rekonstruksi.
Untuk OMK dengan penyulit :

Abses retroaurikuler
1.         Insisi abses
2.         Antibiotik : Penisilin Prokain 2 X 0,6-1,2 juta IU i.m / hari dan metronidazol  X 250 – 500mg oral / sup / hari.
3.         Mastoid dektomi radikal urgen.



Paresis atau paralisis syaraf fasialis
1.         Menentukan lokasi lesi :
-            Dengan test Scrimer ® supra atau infra  ganglion
-            Refleks stapedeus : Positif : ® lesi di bawah  N. Stapedeus
Negatif : ® lesi di atasnya
-            Tes pengecapan pada lidah :
Positif :   ®  lesi di bawah korda timpani
Negatif :   ® lesi di atasnya
2.         Mastoidektomi urgen dan dekompresi saraf fasialis
3.         Rehabilitasi.
Labiringitis
1.         Tes fistel
2.         Mastoidektomi urgen.

Meningitis
1.         Perawatan bersama dengan bagian syaraf
2.         Antibiotik:
-            ampicilin 6 x 2-3 g/ hari i.v di tambah
-            Kloranfenikol 4 x 1 G atau seftriakson 1 –2 g / hari i.v
3.         Bila meningitis sudah tenang segera di lakukan mastoidektomi radikal.

Absese ekstradural
1.         Antibiotik  : Ampisilin 4-6 X 2-3 gram/hari i.v
2.         ditambah metronodazol 3 X 500mg Sup / hari.
3.         Perawatan bersama dengan bagian bedah syaraf
4.         Drainase abses oleh bagian bedah syaraf
5.         Bila suadh tenang dilakukan matoiddektomi radikal

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

A.       Pengumpulan data

1.         Riwayat

a)         Identitas Pasien
b)        Riwayat adanya kelainan nyeri
c)         Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
d)        Riwayat alergi.
e)         OMA berkurang.

2.         Pengkajian Fisik

a)         Nyeri telinga
b)        Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
c)         Suhu Meningkat
d)        Malaise
e)         Nausea Vomiting
f)         Vertigo
g)        Ortore
h)        Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium.

3.         Pengkajian Psikososial

a)         Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
b)        Aktifitas terbatas
c)         Takut menghadapi tindakan pembedahan.

4.         Pemeriksaan Laboratorium.


5.         pemeriksaan Diagnostik

a)         Tes Audiometri : AC menurun
b)        X ray : terhadap kondisi patologi
Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.

6.         Pemeriksaan pendengaran

a)         Tes suara bisikan
b)        Tes garputala

B.       DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.         Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
2.         Gangguan sensori / presepsi berhubungan dengan kerusakan pada telinga tengah
3.         Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri
4.         Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan
5.         Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri, otore menurun ingaran
6.         Resiko tinggi trauma berhubungan dengan gangguan presepsi pendengaran
7.         Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan

C.       INTERVENSI KEPERAWATAN

Memberikan rasa nyaman
Mengurangi rasa nyreri
Ø  Beri aspirin/analgesik sesuai instruki
Ø  Kompres dingin di sekitar area telinga
Ø  Atur posisi
Ø  Beri sedatif sesuai indikasi
Mencegah penyebaran infeksi
Ø  Ganti balutan tiap hari  sesuai keadaan
Ø  Observasi tanda – tanda infeksi lokal
Ø  Ajarkan klien tentang pengobatan
Ø  Amati penyebaran infeksi pada otak :
To, menggigil, kaku kuduk.
Monitor gangguan sesori
Ø  Catat status pendengaran
Ø  Ingatkan klien bahwa vertigo dan nausea dapat terjadi setelah radikal mastoidectomi karena gangguan telinga dalam. Berikan tindakan pengamanan.
Ø  Perhatikan droping wajah unilateral atau mati rasa karena perlukaan (injuri) saraf wajah.
H.E
Ø  Ajarkan klien mengganti balutan dan menggunakan antibiotik secara kontinu sesuai aturan
Ø  Beritahu komplikasi yang mungkin terjadi dan bagaimana melaporkannya
Ø  Tekankan hal – hal yang penting yang perlu di follow up,evaluasi pendengaran
Terapi medik
Ø  Antibiotik dan tetes telinga : Steroid
Ø  Pengeluaran debris dan drainase pus untuk melindungi jaringan dari kerusakan : miringotomy
Interfensi bedah
Ø  Indikasi jika terdapat chaolesteatoma
Ø  Indikasi jika terjadi nyeri, vertigo,paralise wajah, kaku kuduk, (gejala awal meningitis atau obses otak)
Ø  Tipe prosedur
§  Simpel mastoid decstomi
§  Radical mastoiddectomi
§  Posteronterior mastoiddectomi

DAFTAR PUSTAKA

Dunna, D.I. Et al. (1995). Medical  Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach 2 nd Edition : WB Sauders.

Makalah Kuliah THT. Tidak  dipublikasikan

Rothrock, C. J. (2000). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta.

Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (1998). Buku Ajar Ilmu penyakit THT. FKUI : Jakarta.


Tidak ada komentar: