Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Katarak

I.      Konsep dasar
A.    Pengertian
                  Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998). Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
                  Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasl.
Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
  1. Katarak perkembangan (developmenta!) dan degeneratif.
  2. Katarak kongenital, juvenil, dan senil.
  3. Katarak komplikata.
  4. Katarak traumatik.
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
·         katarak kongenital, katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun
·         katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah 40 tahun
·         katarak presenil, yaltu katarak sesudah usia 30 - 40  tahun
·         katarak senil, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun

B.     Penyebab
Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat :
2.      Primer, berdasarkan gangguan perkernbangan dan metabalisme dasar lensa
3.      Sekunder, akibat tindakan pembedahan lensa,
4.      Komplikasi penyakit lokal ataupun umum.

C.     Patogenesa
                        Pasien dengan katarak dini akan menimbulkan keluhan penglihatan seperti meiihat di belakang tabir kabut atau asap, akibat terganggu oleh lensa yang keruh. Keluhan penderita akan bertambah bila pasien melihat benda dengan  melawan arah sumber cahaya atau menghadap ke arah pintu yang terang. Hal ini diakibatkan pupil menjadi kecil yang akan menambah gangguan penglihatan. Kadang-kadang pasien mengeluh rasa silau, hal ini diakibatkan karena terjadi­nya pembiasan tidak teratur oleh lensa yang keruh. Pasien katarak akan merasa kurang silau bila memakai kacamata berwarna sedikit gelap.
                        Penglihatan penderita akan berkurang perlahan-lahan. Mata tidak merah atau tenang tanpa tanda-tanda radang. Reaksi pupil normal karena fungsi retina masih baik. Pada pupil terdapat bercak putih atau apa yang disebut sebagai leukokoria. Bila proses berjalan progresif, maka makin nyata terlihat kekeruhan pupil ini. Untuk melihat kelainan lensa yang keruh sebaiknya pupill dilebarkan sehingga dapat didiferensiasi lokalisasi lensa yang terkena karena bentuknya dapat berupa : katarak kortikal anterior, katarak kortikal posterior, katarak nuklear, katarak subkapsular, dan katarak total.
                        Akibat kekeruhan lensa ini, maka fundus sukar terlihat. Bila pada katarak kongenital fundus sukar dilihat, maka perkembangan penglihatan akan terganggu atau akan terjadi ambliopia.

a.      Katarak kongenital
                  Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir, dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan ini tidak meluas mengenai seluruh lensa. Letak kekeruhan sangat tergantung pada saat terjadinya gangguan metabolisme serat lensa: Katarak kongenital yang terjadi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah bayi IahIr sampai berusia 1 tahun. Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat pembentukan serat lensa akibat infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan lensa pada saat bayi masih di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme oksigen.
                  Pada bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di depan pupil yang disebut sebagai leukokoria (pupil berwarna putih). Setiap bayi dengan leukokoria sebaiknya dipikirkan diagnosis bandingnya seperti retinoblastorrma, endoftalmitis, fibroplasi retrolental, hiperplastik vitreus primer, dan miopia tinggi di samping katarak sendiri.
                  Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau serat lensa masih muda dah berkonsistensi cair. Umumnya tindakan bedah dilakukan dengan disisio lentis atau ekstraksi linear. Tindakan bedah biasanya dilakukan pada usia 2 bulah untuk mencegah ambliopia eks-anopsia. Pasca ­bedah pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya yang telah menjadi afakia.

b.      Katarak juvenil
                        Katarak juvenil yang terlihat setelah usia 1 tahun dapat terjadi karena lanjutan katarak kongenital yang makin nyata, penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat penyakit lokal pada satu mata, seperti akibat uveitis anterior. glaukoma, ablasi retina, miopia tinggi, ftisis bulbi, yang mengenai satu mata, penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan miotowa distrofi,'yang mengenai kedua mata dan akibat trauma tumpul.
                        Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor.

c.       Katarak senil
            Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun, kecuali bila disertai dengan penyakit lainnya seperti diabetes melitus yang akan terjadi lebih cepat. Kedua mata dapat terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama ataupun berbeda. Proses degenerasi pada lensa dapat terlihat pada beberapa stadium katarak senil.
            Tabel Perbedaan stadium katarak senil

Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Besar Iensa
Normal
Lebih besar
Normal
Kecil
Cairan lensa
Normal
8ertambah
Normal
Berkurang


(air masuk)

(air + masa




Lensa ke luar)
Iris
Normal
Terdarong
Normal
Trcmulans
Bilik mata depan depan
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Sudut bilik mata
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Penyulit
--
Glaukoma
-
' Uveitis




' Glaukoma


                        Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan. Tajam penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur. Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat lensa karena proses penuaan.
            Katarak senil dapat dibagi dalarn 4 stadium, yaitu :
1.      Stadium insipien, di mana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur. Pasien akan mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya. Pada stadium ini., proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalarn lensa sehingga akan terlihat biiik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalarn posisi biasa disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa. Tajam penglihatan pasien belum terganggu.
2.      Stadium imatur, di mana pada stadium ini lensa yang degeneratif mulai menyerap cairan mata ke dalarn lensa sehingga lensa menjadi cembung. Pada stadium ini, terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. Pada stadium ini dapat terjadi miopisasi akibat lensa mata menjadi cembung, sehingga pasien menyatakan tidak perlu kacamata sewaktu membaca dekat. Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong ke depan, biiik mata dangkal dan sudut bilik mata akan sempit atau tertutup. Pada stadium ini dapat terjadi glaukoma sekunder.
      Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris pada lensa. Uji bayangan iris positif.
3.      Stadium matur, merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium terjadi kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang dengan cairan dalam mata sehingga ukuran lensa akan menjadi normal kembali. Pada pemeriksaan terlihat iris dalam posisi normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata depan terbuka normal, uji bayangan iris negatif. Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif.
4.      Stadium hipermatur, di mana pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa tenggelam dalam korteks lensa (katarak Morgagni). Pada stadium ini jadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks yang cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan. Pada stadium matur akan terlihat lensa yang lebih kecil daripada normal, yang akan mengakibatkan iris tremulans, dan bilik mata depan terbuka. Pada uji bayangan iris tertihat positif walaupun seluruh lensa telah keruh sehingga stadium ini disebut uji bayangan iris pseudopositif. Akibat bahan lensa keluar dari kapsul, maka akan tirnbul reaksi jaringan uvea berupa uveitis. Bahan lensa ini juga dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata sehingga timbul glaukoma fakolitik.

d.       Katarak traumatik
                        Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam yang menembus kapsul anterior. Tindakan bedah pada katarak traumatik dilakukan setelah mata tenang akibat trauma tersebut. Bila pecahnya kapsul mengakibatkan gejala radang berat, maka dilakukan aspirasi secepatnya.
e.       Katarak komplikata
                        Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan lensa. Katarak komplikata dapat terjadi akibat iridosiklitis, koroiditis, miopia tinggi, ablasio retina, dan glaukoma. Katarak komplikata dapat terjadi akibat kelainan sistemik yang akan mengenai kedua mata atau kelainan lokal yang akan mengenai satu mata.

f.        Katarak sekunder
            Pada tindakan bedah lensa dimana terjadi reaksi radang yang berakhir dengan terbentuknya jaringan fibrosis sisa lensa yang tertinggal maka keadaan ini disebut sebagai katarak sekunder. Tindakan bedah yang dapat menimbulkan katarak sekunder adalah sisa disisio lentis, ekstraksi linear dan ekstraksi lensa ekstrakpsular. Pada katarak sekunder yang menghambat masuknya sinar ke dalam bola mata atau mengakibatkan turunnya tajam penglihatan maka dilakukan disisio lentis sekunder atau kapsulotomi pada katarak sekunder tersebut.
D.    Manajemen medis
1.      Pembedahan
      Metoda yang paling populer dalam mengeluarkan katarak adalah ECCC (extracapsular cataract extraction) atau ekstraksi lensa ekstrakapsular.
2.      Koreksi lensa
      Dilakukan karena lensa atau isi lensa dikeluarkan maka perlu menggantikannya, yaitu dengan lensa intraokular. Ini yang paling sering. Sedangkan metode lain adalah lensa eksternal, kaca katarakt atau lensa kontak (contact lens).

II.    Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
1.      Aktivitas/istirahat
Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
2.      Neuro sensori
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa di ruang gelap. Perubahan kaca mata atau pengobatan tidak memperbaiki penglihatan. Pupil nampak kecoklatan atau putih susu dan peningkatan air mata.
3.      Pengetahuan
Pemahaman tentang katarak, kecemasan.
4.      Pemeriksaan diagnostik
Optotip Snellen, Oftalmoskopi, Slitlamp biomikroskopi.

B.     Diagnosa keperawatan
1.      Cemas  berhubungan dengan prosedur pembedahan dan kemungkinan hilang pandangan
2.      Resiko tinggi injury berhubungan dengan meningkatnya tekanan intraokuler, kehilangan vitreous humor
3.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, pembedahan, perawatan pre dan post operasi, perawatan diri di rumah brhubungan dengan kurang terpapar akan informasi
4.      Gangguan sensori : visual berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori atau transmisi.
5.      Resiko tinggi infeksi berhubungan prosedur invasif (ekstraksi katarak).

C.     Rencana intervensi
No
Diagnosa Keperawatan
P e r e n c a n a a n
Tujuan dan kriteria  hasil
Intervensi
Rasional
1.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pembedahan, perawatan pre dan post operasi, perawatan diri di rumah berhubungan dengan kurang terpapar akan informasi

Pengetahuan akan meningkat dengan kriteria mampu menjelaskan katarak dan gejala – gejala dasar, menjelaskan perawatan pre dan post operasi serta perawatan diri di rumah.
1.       Jelaskan tentang mata dan peran lensa bagi penglihatan.
2.       Ajarkan tentang  rutin  preoperasi

3.       Jelaskan kepada pasien aktivitas yang diijinkan pada postoperasi
4.       Demonstrasikan teknik bersihkan mata yaitu dari kantus dalam ke luar menggunakan kapas bersih.
5.       Anjurkan pasien untuk segera lapor dokter bila ada keluhan - keluhan
Meningkatkan pemahaman dan kooperasi pasien
Meningkatkan pemahaman dan kooperasi pasien
Kegiatan – kegiatan yang bisa meningkatkan TIO dapat dihindari
Teknik yang baik mengurangi resiko penyebaran bakteri di mata

Memerlukan penanganan yang segera
2.
Cemas  berhubungan dengan prosedur pembedahan dan kemungkinan hilang pandangan

Kecemasan berkurang dengan kriteria tanda – tanda cemas berkurang, mengungkap perasaan secara verbal dan rileks
1.       Berikan pasien suatu kemungkinan untuk mengeksplorasikan perhatian tentang kemungkinan hilang  penglihatan
2.       Eksplorasikan pemahaman tentang katarak, kejadian pre dan post operasi, koreksi beberapa misunderstanding dan jawab pertanyaan dengan sabar.
Meberitahukan bisa membantu mengurangi kecemasan dan mengidentifikasi ketakutan spesifik

Informasi mengurangi ketidakpastian dan membantu pasien meningkatkan kontrol dan merasa kecemasan berkurang
3.
Resiko tinggi injury berhubungan dengan meningkatnya tekanan intraokuler, kehilangan vitreous humor

Tidak terjadi injury dengan kriteria hasil pasien mampu menjelaskan faktor – faktor yang meningkatkan injury, menunjukkan perilaku melindungi diri dari injury.
1.       Diskusikan masalah pos operasi seperti nyeri, pembatasan aktivitas
2.       Pertahankan tempat tidur lebih rendah dan dipasang rail
3.       Bantu pasien saat bangun pertama kali setelah pembedahan
4.       Anjurkan untuk hindari bersin, batuk, muntah dan tegang
5.       Beri anti batuk dan anti muntah sesuai order
6.       Anjurkan pasien untuk menggunakan penutup mata dan menggunakan nap selama 6 minggu post operasi
7.       Observasi chamber anteriore, pupil atau pembengkakan pada luka

8.       Anjurkan pasien untuk tidak menekan mata bila merawat mata
Informasi meningkatkan kooperasi

Mempertahankan keamanan pasin

Mempertahankan kealaman pasien

Membantu mencegah meningkatnya tekanan intra okuler
Mengontrol batuk dan muntah

Mencegah kecelakaan pada mata


Melihat tanda – tanda rupturnya luka, prolaps iris karena penenakan pada mata
Tekanan eksternal dapat meningkatkan tekanan intra okuler
4.
Gangguan sensori : visual berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori atau transmisi.

Gangguan sensori dirasakan minimal dengan kriteria pasien memahami bahwa gangguan persepsi sensori normal akan terjadi
1.       Orientasikan pasien akan lingkungan fisik sekitarnya, bunyi dan pendengarannya.
2.       Pendekatan pada sisi yang tidak dioperasi
3.       Jelaskan bahwa pandangan tidak akan normal sampai luka sembuh dan bila perlu menggunakan kacamata
Memberikan kenyamanan dan familier pada pasien

Bantuan orientasi

Meningkatkan kesadaran akan gangguan sensori yang terjadi
5.
Resiko tinggi infeksi berhubungan prosedur invasif (ekstraksi katarak).

Tidak terjadi infeksi dengan kriteria tidak ada tanda – tanda infeksi seperti menggigil, demam.
1.       Observasi tanda dan gejala infeksi
2.       Gunakan teknik steril saat merawat mata dan mengganti balutan
3.       Atur antibiotik atau steroid tetes sesuai order
4.       Hindari untuk tidak menyentuh atau atau menekan mata yang dioperasi

Sebagai deteksi dini
Mengurangi kemungkinan adanya kuman patogen
Membantu mencegah infeksi

Mencegah kontaminasi dan kerusakan tempat operasi

Daftar Pustaka

Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto

Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Ilyas, Sidarta, (1998), Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Ilyas, Sidarta, (2000), Dasar – Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit, Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Thorpe dan Vera Darling, (1996), Perawatan Mata, alih bahasa : Hartono,Yayasan Essentia Media dan Andi, Yogyakarta.

Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dokter Soetomo, Surabaya


Laporan  Kasus

ASUHAN KEPERAWATAN TN. WIJI DENGAN KATARAK SENILIS MATUR SINISTRA DI RUANG IRNA MATA RSDS SURABAYA 
TANGGAL 29 OKTOBER – 2 NOPEMBER 2001






Tgl. MRS : 30 – 10 – 2001
No. Register   : 10099475
 


Tempat/tanggal pengkajian :IRNA MATA, 30 – 10 - 2001
 
 







Pengkajian (Sumber data dari pasien yang ditejemahkan oleh keluarga)
I.       Biodata
A.    Identitas pasien
1.      Nama : Tn. Wiji (Laki – laki /70 tahun) 
2.      Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
3.      Agama : Islam
4.      Status perkawinan : kawin
5.      Pendidikan/pekerjaan : Tidak sekolah/petani.
6.      Bahasa yang digunakan : Jawa
7.      Alamat : Balong Kendali Tirto Binangun Kertosono
8.      Kiriman dari  : datang sendiri
B.     Penanggung jawab pasien
Penanggung jawab pasien adalah keluarga pasien.
II.    Alasan masuk rumah sakit
A.    Alasan dirawat :
Pasien merasa penglihatan kabur terutama pada mata kirinya. 
B.     Keluhan utama :
Pasien mengatakan ia merasa cemas karena baru pertama kali MRS dan langsung dilakukan persiapan operasi. Selain itu pasien tidak mengetahui persiapan pre operasi, intra operasi dan post operasi yang harus dilakukannya. Keluarga juga mengatakan bahwa ini merupakan hal yang baru bagi mereka. 

III. Riwayat kesehatan
A.    Riwayat kesehatan sebelum sakit ini :
Pasien tidak pernah menderita penyakit apapun. Pasien tidak ada alergi makanan dan obat – obatan. Opname saat ini merupakan pengalaman yang pertama bagi pasien.
B.     Riwayat kesehatan sekarang :
Pasien mengatakan bahwa sejak 6 bulan yang lalu penglihatan mulai menurun atau kabut pada mata kirinya. Karena penglihatan mata kiri  makin menurun oleh keluarga di bawa ke Ruang Mata RSDS Surabaya.
C.     Riwayat kesehatan keluarga :
Kakek, nenek, saudara kandung pasien tidak ada yang sakit. Pasien pernah sakit malaria di masa mudanya tetapi tidak opname.
IV. Informasi khusus
A.    Masa balita
1.      Keadaan bayi lahir
Pasien waktu lahir normal dan sehat. Tidak tahu APGAR score, BB dan PB lahir, dan lingkar kepala dan dada.
2.      Riwayat sehari – hari
Pasien tumbuh dan berkembang sebagaimana layaknya teman – teman yang lain selama dalam proses tumbuh kembang.
B.     Klien wanita
Tidak dikaji

V.    Aktivitas hidup sehari – hari
Aktivitas sehari – hari
Pre masuk RS
Di rumah sakit
A.     Makan dan minum
1.      Nutrisi


2.      Minum

Pasien makan tiga kali sehari, tidak ada makanan pantangan
Pasien minum air putih 8 – 10 gelas/hari.

Pasien tidak puasa makan seperti biasa.

Pasien tidak suka minum susu yang disiapkan oleh rumah sakit.
B.     Eliminasi
1.      BAB



2.      BAK


3.      Keringat

1 kali sehari, tidak konstipasi, warna dan jumlah normal serta tidak ada kelainan dan bau
BAK 2 kali/hari, tidak ada kelainan

Berkeringat bila bekerja

Sejak masuk BAB normal dan tidak ada kelainan.


BAK 2 kali perhari, jumlah tidak tentu, warna kuning dan tidak ada kelainan
Berkeringat
C.     Istirahat dan tidur
1.      Istirahat
2.      Tidur

Tidak tentu
Malam hari jam 22.00 – 05.00. Tidak ada kesulitan dalam tidur.

Istirahat di tempat tidur
--
D.     Aktivitas
Pasien bekerja sebagai seorang petani. Pagi- pagi sudah ke sawah dan siang hari kembali istirahat dan makan di rumah kemudian berangkat lagi ke sawah, sebelum MRS penglihatan kabur agak mengganggu aktivitasnya sebagai seorang petani.
Aktivitas pasien hanya di tempat tidur. Aktivitas harian sperti mandi dan menggosok gigi dilakukan di kamar mandi.
E.      Kebersihan diri
Pasien mandi 2 X/hari, tidak ada hambatan dalam melakukana personal hygiene
Pasien  mandi pagi dan sore, menggosok gigi. Melakukan personal hygiene di kamar mandi.
F.      Rekreasi
Pasien kadang menonton tv di rumah anaknya dan juga mendengar radio dalam bahasa Jawa.
Tidak bisa dilakukan karena masuk rumah sakit

VI. Psikososial
A.    Psikologsi
1.      Persepsi klien terhadap penyakit :
Pasien mengatakan belum mengerti penyebab penyakit yang diderita dan apa yang harus dilakukan terhadap operasi yang akan dijalaninya karena baru pertama kali mengalami hal ini.
2.      Konsep diri :
Pasien mengatakan bahwa perannya sebagai orang tua terganggu apalagi sebagai kepala rumah tangga. Pasien ingat akan rumahnya karena hanya isterinya yang ada di rumah.
3.      Keadaan emosi :
Pasien pasrah saja terhadap apa yang dialaminya.
4.      Kemampuan adaptasi :
Pasien mampu beradaptasi terhadap apa yang dialaminya sekarang.
5.      Mekanisme pertahanan diri :
Pasien menyerahkan sepenuhnya sakit yang dialaminya kepada Tuhan Yang Mahaesa.
B.     Sosial
Hubungan pasien dengan keluarga dan keluarga lain harmonis, dimana anak – anaknya secara bergantian menunggu dan membantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya. Saat berinteraksi dengan perawat, pasien kontak mata terus dan sangat memperhatikan apa yang dijelaskan walaupun harus diterjemahkan dahulu oleh keluarga.
C.     Spiritual
Pelaksanaan ibadah : pasien beribadah 5 waktu. Keyakinan tentang kesehatannya menurut pasien karena sudah tua.
     
VII.    Pemeriksaan fisik
A.    Keadaan umum :
Nampak tenang, kesadaran baik, tampak sakit ringan. Tingkat kesadaran compos mentis, GCS : 4 – 5 – 6. Ciri tubuh kulit keriput dan sawo matang, rambut air. Tanda vital : nadi 130 X/menit, RR 22 X/menit, tekanan darah 160/100 mmHg.
B.     Head to toe
1.      Kepala
Bentuk kepala bulat, tidak ada luka atau cedera kepala dan kulit kepala tidak ada kotoran atau bersih, kulit keriput karena faktor usia yang sudah tua.
2.      Rambut
Rambut lurus, warna putih. Nampak bersih, tidak ada ketombe.
3.      Mata (penglihatan).
VOS : 1/300, penglihatan menurun, kekeruhan pada lensa kiri secara menyeluruh, warna putih keabu–abuan, TIOS : 16 mmHg, refleks cahaya positif, posisi bola mata tengah, dan tidak menggunakan alat bantu, stadium katarak senil matur.
4.      Hidung (penciuman).
Bentuk normal, tidak ada kelainan seperti deviasi septum, mempunyai dua lubang, peradangan mukosa dan polip tidak ada, sedangkan fungsi penciuman normal.
5.      Telinga (pendengaran).
Ketajaman pendengaran baik, bentuk normal : simetris kiri dan kanan, fungsi pendengaran baik, tidak ada serumen dan cairan, serta alat bantu tidak ada.
6.      Mulut dan gigi.
Bentuk bibir normal. Tidak ada perdarahan dan peradangan pada mulut. Jumlah gigi utuh, ada karang/caries, tepi lidah tidak hiperemik, tidak ada benda asing atau gigi palsu. Sedangkan fungsi pengecapan baik, bentuk dan ukuran tonsil normal serta tidak ada peradangan pada faring. 
7.      Leher
Kelenjar getah bening, dan tekanan vena jugularis tak ada kelainan (tidak mengalami pembesaran), tidak ada kaku kuduk.
8.      Thoraks (fungsi pernapasan)
Inspeksi : simetris, pengembangan dada optimal, frekuensi pernapasan 22x/menit. Palpasi : hangat, ada vokal fremitus, ekspansi paru pada inspirasi dan ekspirasi maksimal. Perkusi : tidak ada penumpukan sekret, tidak ada hiperresonan dan bunyi konsolidasi. Auskultasi : tidak ada ronchii, ataupun wheezing.
9.      Abdomen
Inspeksi : tidak ada massa, abdomen simetris, tidak ada jaringan parut, dilatasi vena ataupun kemerahan. Palpasi : tidak ada spasme abdomen, tidak ada nyeri tekanan lepas. Perkusi :  tidak ada distensi kandung kemih, ataupun lambung/saluran cerna. Auskultasi : bising usus normal (15 X/menit).
10.  Reproduksi (alat kelamin)
Tidak dikaji.
11.  Ekstremitas
Tidak ada luka pada tangan kiri dan kanan. Kekuatan cukup, dimana mampu membolak – balikan tangan dan menggerakan kakinya.
12.  Integumen
Secara umum kulit kelihatan bersih, tidak ada penyakit kulit. Teraba hangat di dahi dan daerah thoraks. Kulit keriput.

VIII. Pemeriksaan penunjang
A.    Laboratorium : tidak ada
B.     Radiologi : tidak ada
C.     EKG/USG/IVP : tidak ada
D.    Endoskopi  : tidak ada

Analisa data 
Pre Operasi

Data
Etiologi
Masalah
Subyektif :
Pasien  dan keluarga menanyakan tindakan yang dilakukan di kamar operasi, pasien mengatakan baru pertama kali opname, Obyektif :
Tidak bisa menjawab pertanyaan tentang katarak, persiapan pre dan post operasi, banyak bertanya, tidak sekolah

Kurang terpapar terhadap informasi

Kurang pengetahuan

Subyektif :
mengatakan takut dengan situasi yang asing baginya, menanyakan kemungkinan yang akan terjadi dan menjalani pembedahan, mengatakan aktivitas harian terganggu, pasien mengatakan ingat akan rumahnya.
Obyektif :
VOS : 1/300, TIOS : 16 mmHg, lensa keruh dengan putih keabu – abuan, stadium matur dari katarak senil, nadi 110 x/menit, RR : 22 X/menit, tekanan darah  130/70 mmHg, gugup, rencana operasi besok tangga 31 – 10 – 2001.

Prosedur pembedahan dan kemungkinan hilang pandangan

Ansietas

Diagnosa keperawatan (berdasarkan prioritas)

1.      Cemas  berhubungan dengan prosedur pembedahan dan kemungkinan hilang pandangan
2.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, pembedahan, perawatan pre dan post operasi, perawatan diri di rumah berhubungan dengan kurang terpapar akan informasi

Tidak ada komentar: