A.
Menurut sebabnya, trauma mata terbagi atas:
1.
Trauma tumpul atau kontusio yang dapat di sebabkan oleh
benda tumpul, benturan atau ledakan di mana terjadi pemadatan udara.
2.
Trauma tajam, yang mungkin perforatif mungkin juga non
perforatif, dapat juga di sertai dengan adanya korpus alienum atau tidak.
Korpus alienum dapat terjadi di intraokuler maupun ekstraokuler.
3.
Trauma termis oleh jilatan api atau kontak dengan benda
membara.
4.
Trauma khemis karena kontak dengan benda yang bersifat
asam atau basa.
5.
Trauma listrik oleh karena listrik yang bertegangan
rendah maupun yang bertegangan tinggi.
6.
Trauma barometrik, misalnya pada pesawat terbang atau
menyelam.
7.
Trauma radiasi oleh gelombang pendek atau
partikel-partikel atom (proton dan neutron).
B.
Tauma tumpul yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa
hal, yaitu:
1.
Hematoma palpebra
Adanya
hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila terjadi pada
kedua mata , hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii.
Penanganan:
Kompres
dingin 3 kali sehari.
2.
Ruptura kornea
Kornea
pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan
suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.
3.
Ruptura membran descement
Di
tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang
sebenarnya adalah lipatan membran descement, visus sangat menurun dan kornea
sulit menjadi jernih kembali.
Penanganan:
Pemberian
obat-obatan yang membantu menghentikan perdarahan dan tetes mata kortisol.
4.
Hifema
Perdarahan
dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau korpus
siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini
merupakan suatu keadaan yang serius.
Pembagian
hifema:
a.
Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.
b.
Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah
terjadi trauma.
Hifema
ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan mempengaruhi
visus karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Penanganan:
Istirahat,
dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di sertai dengan
glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis
yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata
antibiotik dan di tutup dengan verband.
Komplikasi
hifema:
a.
Galukoma sekunder, di sebabkan oleh adanya penyumbatan
oleh darah pada sudut kamera okuli anterior.
b.
Imhibisi kornea, yaitu masuknya darah yang terurai ke
dalam lamel-lamel kornea, sehingga kornea menjadi berwarna kuning tengguli dan
visus sangat menurun.
Penanganan
terhadap imhibisi kornea:
Tindakan
pembedahan yaitu keratoplastik.
5.
Iridoparese-iridoplegia
Adalah
adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.
Penanganan:
Berikan
pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai berbulan-bulan tetap midriasis
maka telah terjadi iridoplegia yang iriversibel.
6.
Iridodialisis
Ialah
iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak bula dan
di sebut dengan pseudopupil.
Penanganan:
Bila
tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa, tetapi jika ada maka perlu
adanya operasi untuk memfixasi iris yang lepas.
7.
Irideremia
Ialah
keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan.
Penanganan
secara konservatif adalah dengan memberikan kacamata untuk mengurangi silau.
8.
Subluksasio lentis- luksasio lentis
Luksasio
lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan
menimbulkan glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi
gaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia
pengobatan di lakukan secara konservatif.
9.
Hemoragia pada korpus vitreum
Perdarahan
yang terjadi berasal dari korpus siliare, kare na bnayak terdapat eritrosit
pada korpus siliare, visus akan sangat menurun.
10.
Glaukoma
Di
sebabkan oleh kare na robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang
di sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour.
Penanganan
di lakukan secara operatif.
11.
Ruptura sklera
Menimbulkan
penurunan teknan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif segera.
12.
Ruptura retina
Menyebabkan
timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus di lakukan
operasi.
Pengkajian
dasar
1.
Aktivitas dan istirahat
Perubahan
dalam pola aktivitas sehari-hari/ hobi di karenakan adanya penurunan daya/
kemampuan penglihatan.
2.
Makan dan minum
Mungkin
juga terjadi mual dan muntah kibat dari peningkatan tekanan intraokuler.
3.
Neurosensori
Adanya
distorsi penglihatan, silau bila terkena cahaya, kesulitan dalam melakukan
adaptasi (dari terang ke gelap/ memfokuskan penglihatan).
Pandangan
kabur, halo, penggunaan kacamata tidak membantu penglihatan.
Peningkatan
pengeluaran air mata.
4.
Nyeri dan kenyamanan
Rasa
tidak nyaman pada mata, kelelahan mata.
Tiba-toba
dan nyeri yang menetap di sekitar mata, nyeri kepala.
5.
Keamanan
Penyakit
mata, trauma, diabetes, tumor, kesulitan/ penglihatan menurun.
6.
Pemeriksaan penunjang
Kartu
snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami
penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem
suplai untuk retina.
Luas
lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma,
arteri cerebral yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh
darah akibat trauma.
Pengukuran
tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata
(normal 12-25 mmHg).
Pengkajian
dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragi.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
1.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif (tindakan pembedahan)
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria: luka sembuh dengan
cepat dan baik, tidak ada nanah, tidak ada eritema, tidak panas.
Rencana:
a.
Diskusikan dan ajarkan pada pasien pentingnya cuci
tangan ysng bersih sebelum menyentuh mata.
b.
Gunakan dan demonstrasikan tehnik yang benar tentang
cara perawatan dengan kapas yang steril serta dari arah yang dalam memutar
kemudian keluar.
c.
Jelaskan pentingnya untuk tidak menyentuh mata/
menggosok mata.
d.
Diskusikan dan observasi tanda-tanda dari infeksi
(merah, darinase yang purulen).
e.
Kolaborasi dalam pemberian obat-obat antibiotik sesuai
indikasi.
2.
Penurunan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan
dengan adanya trauma, penggunaan alat bantu terapi.
Tujuan:
Dengan penurunan penglihatan tidak mengalami perubahan/
injuri.
Rencana:
a.
Kaji keadaan penglihatan dari kedua mata.
b.
Observasi tanda-tanda dari adanya disorientasi.
c.
Gunakan alat yang menggunkan sedikit cahaya (mencegah
terjadinya pandangan yang kabur, iritasi mata).
d.
Anjurkan pada pasien untuk melakukan aktivitas yang
bervariasi (mendengarkan radio, berbincang-bincang).
e.
Bantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
f.
Anjurkan pasien untuk mencoba melakukan kegiatan secara
mandiri.
3.
Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan
keterbatasab informasi.
Tujuan:
Pasien dan keluarga memiliki pengetahuan yang memadai tentang
perawatan.
Rencana:
a.
Jelaskan kembali tentang keadaan pasien, rencana
perawatan dan prosedur tindakan yang akan di lakukan.
b.
Jelaskan pada pasien agar tidak menggunakan obat tets
mata secara senbarangan.
c.
Anjurkan pada pasien gara tidak membaca terlebih
dahulu, “mengedan”, “buang ingus”,
bersin atau merokok.
d.
Anjurkan pada pasien untuk tidur dengan meunggunakan
punggung, mengtur cahaya lampu tidur.
e.
Observasi kemampuan pasien dalam melakukan tindakan
sesuai dengan anjuran petugas.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans,
USA Philadelphia: F.A Davis Company.
Junadi, Purnawan,
1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep
klinik Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC.
Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II,
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar