Tarja I Kinnunen, Riitta Luoto, Mika Gissler,
Elina Hemminki & Leena Hilakivi-Clarke
Published : 21 Oktober 2004
ABSTRAK
BACKGROUND. Peningkatan estrogen pada kehamilan
berhubungan dengan peningkatan risiko Ca mammae pada wanita/ibu. Penelitian ini
mempelajari apakah peningkatan berat badan (BB) pada kehamilan berhubungan
dengan tingginya angka sirkulasi
estrogen, yang berpengaruh terhadap risiko terjadinya Ca mammae ibu.
METHOD. Penelitian ini
menggunakan cohort sistem terhadap wanita yang hamil pada tahun 1954 s.d. 1963
di Helsinki, Finland, dimana terdapat 2089 wanita memenuhi syarat-syarat dalam
studi ini. Data-data kehamilan dikumpulkan dari rekaman pasien yang berkunjung
di Maternity Center. 123 wanita kemudian mengalami kasus Ca mammae yang
teridentifikasi melalui laporan dari Finnish Cancer Register dan rata-rata usia
dari wanita yang terdiagnosa Ca mammae adalah 56 tahun (35-74 tahun). Sampel
sebanyak 979 wanita (123 kasus dan 856 kontrol) dari studi cohort ini diperoleh
dari Hospital Inpatient Registry.
RESULT. Pada ibu-ibu dengan peningkatan BB (>15
kg) mempunyai risiko terjadinya Ca mammae 1,62 kali lipat (95% CI 1,03-2,53)
lebih tinggi daripada ibu-ibu yang peningkatan BB nya lebih rendah yaitu
rata-rata 12,9 kg atau range 11-15 kg), setelah mengidentifikasi umur menarche
ibu, umur saat pertama kali melahirkan, umur kehamilan, jumlah paritas dan Body
Mass Index (BMI) sebelum kehamilan. Pada study case-control ini (n=65 kasus dan
431 kontrol) diketahui untuk BMI pada saat terdiagnosa Ca mammae tidak
ditemukan modifikasi.
CONCLUSIONS. Study ini
menunjukkan hasil bahwa peningkatan BB yang tinggi selama kehamilan akan menimbulkan
dampak risiko terjadinya Ca mammae di waktu yang akan datang, bukan tergantung
dari BB pada saat didiagnosa.
LATAR BELAKANG
Sensitivitas payudara terhadap hormon dan paparan lingkungan sangat
bervariasi selama rentang kehidupan wanita. Selama kehamilan, payudara secara
ekstensif mengalami perubahan dalam mempersiapkan laktasi. Estrogen yang tinggi
selama kehamilan menyebabkan proliferasi cel marked baik pada keadaan
normal maupun pada sel tumor. Sel payudara normal berdiferensiasi ke alveoli-alveoli
sekresi ASI, dimana sel-sel tumor jika ada akan berlanjut menjadi multipel dan
biasanya diketahui melalui deteksi tumor. Dari kedua peristiwa tersebut mungkin
dapat menjelaskan adanya 2 efek dari kehamilan terhadap risiko kanker payudara
atau Ca mammae, yaitu : umur ibu saat melahirkan pertama kali kurang dari 20
tahun atau lebih dari 30 tahun.
Peningkatan estrogen pada kehamilan dapat meningkatkan risiko terjadinya
Ca mammae. Misalnya pada wanita-wanita yang menggunakan estrogen sintetik
(DES/Synthetic Estrogen Diethylstilbestrol) selama kehamilan akan meningkatkan
risiko Ca mammae, sama halnya dengan wanita hamil yang mengalami nausea atau
yang mempunyai BB bayi lahir besar. Nausea pada kehamilan maupun BB bayi lahir
besar ini dapat meningkatkan estrogen pada masa kehamilan. Akan tetapi, wanita
hamil yang mempunyai nilai alpha-feto-albumin yang tinggi, atau menderita
hipertensi atau pre-eklampsi menunjukkan penurunan risiko Ca mammae. Hal ini
dikarenakan alpha feto-protein secara langsung bekerja sebagai antiestrogenik
dan menghambat estrogen.
Jaringan adiposa dapat merangsang androgen untuk mengeluarkan estrogen
dan BMI (Body Mass Indeks) yang tinggi berhubungan dengan peningkatan estrogen
pada wanita-wanita menopouse. Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatn BB
selama kehamilan mungkin berhubungan dengan peningkatn hormon estrogen pada
kehamilan.
METODE
Populasi dari studi ini adalah histrtic cohort dari wanita-wanita
hamil antara tahun 1954-1963 di Helsinki, Finland (n=4090). Dari kohort ini
diperoleh sampel yang terpapar hormon sebanyak 2022 dan sejumlah 2062 digunkan
sebagai kontrol, dan 6 wanita dengan status paparan hormon tidak diketahui.
Informasi ini diambil dari kartu register di Maternity Center dimana para
wanita hamil memeriksakan kandungannya.
KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
Kriteria Inklusi :
1. Kunjungan pertama dan terakhir ke Maternity
Center antara 4-45 minggu usia kehamilan
2. Waktu antara pengukuran BB : 3-300 hari
3. Sampai waktu antara 22-45 minggu usia kehamilan
Kriteria Eksklusi :
1. Pre eklampsi ringan (n=280) dan eklampsi, (12
kasus Ca mammae)
2. Tidak diketahui apakah responden sudah terpapar
obat-obatan yang mengandung hormon (n=6) (tidak terdapat kasus Ca mammae)
3. Melahirkan bayi kembar (n=57), bayi kembar tiga
(n=2), (4 kasus Ca mammae)
4. Misscarriages (n=273), abortus (n=19), (18
kasus Ca mammae)
5. Data yang tidak akurat tentang kunjungan
pertama dan atau terakhir di Maternity Centers, (n=244), (13 kasus Ca mammae)
6. Data total kenaikan BB selama kehamilan tidak
ada (n=120), (62 kasus Ca mammae)
Populasi penelitian : n=2089, dengan 123 kasus Ca mammae.
Case-Control Study :
- Sampel terdiri dari 123 kasus dan 856 kontrol
- Informasi BB saat kunjungan ke RS : 65 kasus dan 431 kontrol (6,6 kontrol per kasus)
HASIL DAN KESIMPULAN
Hasil secara jelas dapat dilihat pada tabel 1-4 pada lampiran jurnal.
Kesimpulan :
1. Kenaikan BB yang tinggi selama kehamilan
berhubungan dengan tingginya kejadian Ca mammae.
2. Kejadian Ca mammae lebih tinggi secara
signifikan pada wanita-wanita hamil dengan kenaikan BB (15-33 kg), daripada
kenaikan BB yang lebih rendah (11-15 kg) dengan p=0,04.
Kejadian risiko Ca mammae nampak lebih rendah
pada ibu-ibu dengan kenaikan BB yang rendah (<11 kg) dibandingkan dengan
kenaikan BB 15-33 kg atau dengan kenaikan BB 11-15 kg.
3. Peningkatan BB pada early pregnancy (0-15
minggu usia kehamilan) tidak berhubungan dengan adanya risiko Ca mammae.
Sedangkan peningkatan BB pada later pregnancy (15-40 minggu usia
kehamilan) berhubungan dengan risiko terjadinya Ca mammae.
4. Tidak ditemukan perbedaan secara signifikan
antara kelompok penurunan BB postpartum dengan risiko Ca mammae, yang
ditentukan kira-kira selama 51 hari dari melahirkan.
5. BMI sebelum hamil yang rendah berhubungan
dengan kenaikan BB selama kehamilan (p<0,001) dan juga berhubungan dengan
tingginya penyimpanan BB postpartum (p=0,003), tetapi tidak berhubungan
dengan penurunan BB postpartum. Kejadian Ca mammae tidak bermakna secara
statistik dengan BMI sebelum kehamilan.
6. Peningkatan BB kira-kira 15 kg atau lebih
selama kehamilan, akan mengalami peningkatan BMI pada waktu kunjungan
berikutnya (rata-rata 29 tahun setelah kehamilan) daripada wanita-wanita yang
mengalami peningkatan BB <11kg selama kehamilannya (p=0,021). Temuan ini
menunjukkan adanya hubungan antara peningkatan BB selama kehamilan dengan
terjadinya overweight/obese pada waktu mendatang.
EVALUASI
1. Di awal telah disebutkan bahwa multigravida
dikeluarkan dari sampel penelitian (kriteria eksklusi), namun pada pokok
bahasan Kriteria Eksklusi tidak dipaparkan secara jelas berapa jumlah n
multigravida dan berapa kasus yang terdiagnosa Ca mammae.
2. Pada Bab Pendahuluan dikemukakan bahwa kondisi
nausea selama kehamilan dapat meningkatkan estrogen pada masa kehamilan. Namun
pada penelitian ini tidak meneliti keadaan nausea yang kemungkinan besar
menjadi bias penelitian.
IMPLIKASI KEPERAWATAN
1. Pemantauan peningkatan BB selama kehamilan
dengan kontrol rutin, terutama pada usia kehamilan 15-40 minggu. Karena dalam
penelitian ini dibuktikan secara statistik bahwa kenaikan BB lebih dari 15 kg
pada usia kehamilan antara 15-40 minggu berhubungan dengan meningkatknya risiko
Ca mammae.
2. Pemantauan BMI sebelum kehamilan sebagai
tindakan antisipatif terhadap peningkatan BB pada saat hamil. Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan
BMI sebelum kehamilan berhubungan dengan peningkatan BB selama kehamilan
(p<0,001), dan kenaikan BB selama kehamilan berhubungan dengan peningkatan
risiko Ca mammae.
SARAN
1.
Tenaga
Kesehatan
§
2.
Instansi Pelayanan
3.
Institusi
Pendidikan
§
Masih ada
beberapa hal yang dapat memperkuat hasil penelitian ini, jika diadakan
penelitian serupa dengan tujuan mencari hubungan antara tingkat/nilai estrogen
yang tinggi pada kehamilan dengan risiko Ca mammae.
Pendahuluan
Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
Anatomi system reproduksi wanita terbagi 2, yaitu:
1. Organ-organ Internal, terdiri dari :
- Dua ovarium (indung telur)
- Dua tuba fallopii (saluran telur)
- Uterus (rahim)
- Vagina
2. Organ-organ eksternal, terdiri dari :
- Mons pubis
- Labia Mayora
- Labia Minora
- Klitoris
- Vestibulum
- Meatus Uretra
- Introitus vagina
- Kelenjar skene dan bartholini
1. Organ-organ Internal, terdiri dari :
- Dua ovarium (indung telur)
- Dua tuba fallopii (saluran telur)
- Uterus (rahim)
- Vagina
2. Organ-organ eksternal, terdiri dari :
- Mons pubis
- Labia Mayora
- Labia Minora
- Klitoris
- Vestibulum
- Meatus Uretra
- Introitus vagina
- Kelenjar skene dan bartholini
|
Hormon-Hormon Reproduksi
Estrogen
Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut kemaluan,dll. Estrogen juga berguna pada siklus menstruasi dengan membentuk ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.
Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut kemaluan,dll. Estrogen juga berguna pada siklus menstruasi dengan membentuk ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.
Progesterone
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon HCG.
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon HCG.
Gonadotropin Releasing Hormone
GNRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak. GNRH akan merangsang pelepasan FSH (folikl stimulating hormone) di hipofisis. Bila kadar estrogen tinggi, maka estrogen akan memberikan umpanbalik ke hipotalamus sehingga kadar GNRH akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya.
GNRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak. GNRH akan merangsang pelepasan FSH (folikl stimulating hormone) di hipofisis. Bila kadar estrogen tinggi, maka estrogen akan memberikan umpanbalik ke hipotalamus sehingga kadar GNRH akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya.
FSH (folikel stimulating hormone) dan LH
(luteinizing Hormone)
Kedua hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh hipofisis akibat rangsangan dari GNRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari folikel. Dari folikel yang matang akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan menjadi korpus luteum dan dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH.
Kedua hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh hipofisis akibat rangsangan dari GNRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari folikel. Dari folikel yang matang akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan menjadi korpus luteum dan dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH.
|
Estrogens
Estrogens are steroids.
They
- are primarily responsible for the conversion of girls into sexually-mature women.
- development of breasts
- further development of the uterus and vagina
- broadening of the pelvis
- growth of pubic and axillary hair
- increase in adipose (fat) tissue
- participate in the monthly preparation of the body for a possible pregnancy
- participate in pregnancy if it occurs
Estrogens also have non-reproductive
effects.
- They antagonize the effects of the parathyroid hormone, minimizing the loss of calcium from bones and thus helping to keep bones strong.
- They promote blood clotting.
The synthesis and secretion of estrogens is
stimulated by follicle-stimulating
hormone (FSH), which is, in turn, controlled by the hypothalamic gonadotropin
releasing hormone (GnRH).
Hypothalamus
|
→
|
GnRH
|
→
|
Pituitary
|
→
|
FSH
|
→
|
Follicle
|
→
|
Estrogens
|
GENISTEIN AND BREAST
CANCER
Breast cancer cells alter their metabolism
and growth (production of new cells) in response to various stimuli. Not all
growth stimulants have been identified, but two stimulant groups are the
estrogens (the main one being estradiol, called E2) and the peptide growth
factors (such as epidermal growth factor, EGF). When one of the growth
stimulants interacts with a cancer cell surface receptor, a cascade of signal
transducers lead to DNA stimulation, which then manages the reproductive cycle
of the cell. It is here, in the DNA, that abnormalities in growth and life
cycle characteristic of the cancer cell are stored. One of the steps in the
pathway to the DNA is an enzyme called tyrosine protein kinase (TPK). Genistein
has been shown to inhibit both estrogen- and peptide-growth-factor-stimulated
growth of breast cancer cells.
Cancer cells not only have the ability to grow
more rapidly under certain stimuli, but there are other stimuli can inhibit
cancer cell growth. For example, the p53 protein induces cell death (apoptosis)
in cancer cells. Studies have shown that people with a genetic background that
leads to low p53 levels are more susceptible to experience cancer and die from
it. Genistein has been shown to help induce apoptosis of breast cancer cells
via the p53 protein. Further, cancer cells have a mechanism for protection
against apoptosis; this protective mechanism includes the production of stress
proteins. The stress response is inhibited by genistein. In human breast cancer
cells, another protein, p21, is especially important to the reproduction of the
cells. In vitro experiments show that genistein induces expression of
p21, resulting in arrest of the cancer cell cycle.
These various mechanisms of action, mostly
observed in laboratory studies and not yet in humans, may help explain the
reduced incidence of breast cancer among women who consume a considerable
amount of soy products on a regular basis. It may also indicate a means of
aiding the treatment of breast cancer, probably relying on a larger dosage of
genistein than is characteristic of dietary levels that help prevent cancer.
The in vitro studies usually rely on levels of genistein that exceed (by
a factor of 10 or more) the levels experienced by cancer cells in the breasts
of women who consume soy foods.
The fact that soy isoflavones reduce menopausal
symptoms and yet may help prevent or even help treat breast cancer seems
contradictory. It has been postulated that this apparent contradiction may
arise from different binding capabilities or different primary binding sites
for phytoestrogens compared to estrogen. In rat tissues, the isoflavones tend
to bind more strongly to estrogen receptor beta (ER-b), while it is estrogen
receptor alpha (ER-a) that estrogen binds to in producing several estrogenic
effects; breast tissue is mainly supplied with ER-a receptors; there is only
weak expression of ER-b in human breast tumor cells. Therefore, while an estrogen-like
action is observed in relation to menopause, the estrogen-dependent tumor cells
remain unstimulated.
Researchers and doctors have known for decades
that there is a connection between estrogen and breast cancer, because it was
known that removing the ovaries (which is the body's single largest source of
estrogen) could inhibit breast cancer growth. But much more has been learned
during the past decade, with testing now available to determine whether cancer
cells (removed by biopsy or surgery) are highly estrogen-dependent or not. Such
testing has not allayed the fears of those with the cancers that have low
estrogen-activation; the word in the literature is that when a person has
breast cancer, estrogen is bad.
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Adalah proporsi antara berat badan (dalam Kg) terhadap
tinggi badan (dalam meter). IMT digunakan untuk menentukan status gizi pada
orang dewasa apakah kurang atau kelebihan. Cara menentukan Indeks Massa Tubuh
adalah dengan cara mengukur tinggi badan dan berat badan lansia. Dengan melihat
tabel yang ada di KMS kemudian dihubungkan antara berat badan dan tinggi badan
maka ditemukan angka Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT normal untuk pria adalah
20,1-25 dan untuk wanita 18,7-22,8.
Cara mengukur Indeks Massa
Tubuh (IMT)
Untuk dapat mengetahui IMT pada lansia perlu penimbangan
dan pengukuran tinggi badan. Adapun langkah-langkah mengukur IMT adalah sebagai
berikut:
1.
Persiapan alat :
@ Sebuah timbangan injak
@ Sebuah meteran untuk mengukur tinggi badan
@ Buku Bantu dan alat tulis
2.
Cara kerja:
@ Lansia diberitahu maksud dan tujuan dari kegiatan yang akan
dilakukan
@ Lansia dipersilahkan melepas alas kaki
@ Kemudian dipersilahkan berdiri di atas timbangan, cacat hasil
penimbangan pada buku Bantu
@ Setelah itu diukur tinggi badannya, catat hasil pengukuran pada buku
bantu
@ Lansia dipersilahkan memakai kembali alas kaki, kemudian
dipersilahkan menuju meja selanjutnya
@ Penulisan IMT dilakukan di meja IV dengan cara membuat titik pada
garis pertemuan antara berat badan dan tinggi badan pada grafik IMT di KMS
lansia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar