A.
Pengertian
Keadaan dimana
sel-sel neolpastik terdapat pada seluruh lapisan epitel. Perubahan pra kanker
lain yang tidak sampai meligatkan seluruh lapisan epitel serviks disebut
displasia yang dibagi menjadi ringan, sedang dan berat. Displasia adalah neoplasia servikal intraepitelial
(CIN), tingkatannya adalah CIN 1 (displasia ringan ) CIN 2 (displasia sedang)
dan CIN 3 (displasia berat dan karsinoma in situ).
B.
Etiologi
Secara pasti
belum diketahui penyebabnya, tetapi umumnya diderita oleh wanita dengan usia
lanjut, kadang-kadang juga pada wanita yang lebih muda, juga sering terjadi
pada multi gravida dengan pernah melahirkan 4 kali atau lebih, insidensi lebih
tinggi pada wanita yang telah kawin aripada yang tidak kawin, terutama pada
gadis yang koitus pertama pada usia amat muda (< 16 tahun ), jarang
ditemukan pada perawan (virgo), insiden meningkat dengan tingginya paritas,
apalagi jika jarak persalinannya terlalu dekat, mereka dari golongan sosial
ekonomi rendah (higiene seksual yang jelek,aktifitas seksual yang
berganti-ganti pasangan), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya
mendapatkan sirkumsisi, sering dijumpai pada wanita yang mengalai Human
Papiloma Virus (HPV) tipe 16 atau 18, wanita perokok juga mempunyai
resiko yang besar.
C.
Tanda dan
gejala
Pada awal
perkembangannnya kanker serviks tidak memberikan tanda-tanda dan keluhan, pada
pemeriksaan dengan spekulum tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasia
skuamosa) yang fisiologik atau patologik.Keputihan merupakan gejala yang sering
ditemukan, makin lama makin berbau busuk akibat dari infeksi dan nekrosis
jaringan. Perdarahah yang dialami segera setelah sehabis senggama (perdarahan
kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 – 80 %). Perdarahan spontah juga
dapat terjadi, umumnya pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III)
terutama pada tumor yang eksofitik.Anemia akan menyertai sebagai akibat
perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri juga timbul sebagai akibat
infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
D.
Patofisiologi
Tidak ada
tanda dan gejala yang spesifik dari penyakit ini, perdarahan merupakan
satu-satunya gejala yang nyata, tetapi sering tidak terjadi pada awal penyakit
sehingga kanker sudah lamjut pada saat ditemukan.
CIN biasanya
ditemukan pada sambungan epitel skuamosa dengan epitel kolumnar dari mukosa
endoserviks.
Karsinoma
serviks infasif terjadi jika tumor menembus epitel masuk kedalam stroma
serviks, invasi dapat terjadi pada beberapa tempat sekaligus dimana sel-sel
tumor meluas kedalam jaringan ikat dan akhirnya menembus pembuluh limfe dan
vena. Karsinoma serviks infasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding vagina,
ligamentum kardiale dan rongga endometrium; invasi ke pembuluh limfe dan
pembuluh darah dapat menyebabkan metastase ke tempat-tempat yang jauh.
Menurut Federatrion
Internationale de Gynecologic et
Obstretique (FIGO) stadium karsinoma serviks dibagi dalam :
Karsinoma pra-infasif
- 0 yaitu karsinoma in situ, karsinoma intraepitelial
Karsinoma infasif
-
I Karsinoma
terbatas pada serviks
-
II Karsinoma
meluas ke bawah serviks tetapi tidak sampai ke dinding panggul; melibatkan dua
pertiga atas vagina
-
III Karsinoma
meluas ke dinding panggul; melibatkan sepertiga bawah vagina
-
IV Karsinoma
meluas ke mukosa kandung kemih dan rektum
Sedangkan tingkat keganasan klinik menurut
FIGO, 1978 adalah sebagai berikut :
Tingkat
|
Kriteria
|
0
|
Karsinoma In Situ atau
karsinoma intraepitel: membran basalis masih utuh.
|
I
|
Proses terbatas pada serviks
walaupun ada perluasan ke korpus uteri.
|
Ia
|
Karsinoma mikriinfasif;bila
membrana basals sudah rusak dan sel tumor sudah memasuki stroma tak > 3mm,
dan sel tumor tidak terdapat dalam pembuluh darah atau pembuluh limpe.
*) kedalaman infasi 3 mm
sebaiknya diganti dengan tak > 1 mm.
|
Ib occ:
|
(Ib occult = Ib tersembunyi);
secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada pemeriksaan
histologik ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
|
Ib
|
Secara klinis sudah diduga ada
tumor yang histologik menunjukan invasi ke dalam stoma serviks uteri.
|
II
|
Proses keganasan sudah keluar
dari setrviks dan menjalar ke ⅔
bagian atas vagina dan/ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.
|
IIa
|
Penyebaran hanya ke vagina,
parametrium masih bebas dari infiltrat tumor.
|
IIb
|
Penyebaran ke parametrium,
uni/bilateral tetapi belum sampai ke dinding panggul
|
III
|
Penyebaran sudah sampai ke ⅓ bagian distal vagina atau
ke parametrium sampai dinding panggul.
|
IIIa
|
Penebaran sampai ke ⅓ bagian distal vagina,
sedangkan ke parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai ke dinding
panggul.
|
IIIb
|
Penyebaran sudah sampai ke
dinding panggul, tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan
dinding panggul (frozen pelvic) atau proses pada tingkat klinik I atau II
tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.
|
IV
|
Proses keganasan telah keluar
dari panggul kecil dan melibatkan mukosa rektum dan/atau kandung kemih
(dibuktikan secara histologik), atau telah terjadi metastase keluar panggul
atau ke tempat-tempat yang jauh.
|
IV
|
Proses sudah keluar dari
panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa rektum dan/kandung kemih.
|
IVb
|
Telah terjadi penyebaran jauh
|
Dengan sistem TNM tingkat keganasan dapat
dibagi dalam :
Tingkat
|
Kriteria
|
T
|
Tak ditemukan tumor primer.
|
T1S
|
Karsinoma pra-invasif, ialah
KIS (Karsinoma In Situ).
|
T1
|
Karsinoma terbatas pada serviks,(walaupun
adanya perluasan ke korpus uteri)
|
T1a
|
Pra-klinik adalah karsinoma
yang menginvasif dibuktikan dengan pemeriksaan histologik.
|
T1b
|
Secara klinis jelas karsinoma
yang invasif.
|
T2
|
Karsinoma telah meluas sampai
diluar serviks, tetapi belum sampai dinding panggul, atau karsinoma telah
menjalar ke vagina, tatapi belum sampai bagian distal.
|
T2a
|
Karsinoma belum menginviltrasi
parametrium.
|
T2b
|
Karsinoma telah menginviltrasi
parametrium.
|
T3
|
Karsinoma telah melibatkan ⅓ bagian distal vagina atau telah
mencapai dinding panggul (tak ada celah bebas antara tunor dan dinding
panggul).
|
NB :Adanya hidronefrosis atau gangguna faal ginjal akibat stenosis
ureter karena infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai T3 meskipun pada penemuan lain kasus itu
seharusnya masuk kategori yang lebih rendah (T1
atau T2).
|
|
T4
|
Karsinoma telah menginviltrasi
mukosa rektum atau kandung kemih atau meluas sampai di luar panggul.
(Ditemukan edema bullosa tidak cukup bukti untuk mengklasifikasikan sebagai T4).
|
T4a
|
Karsinoma melibatkan kandung
kemih atau rektum saja dan dibuktikan secara histologik.
|
T4b
|
Karsinoma telah meluas sampai
diluar panggul.
|
NB :Pembesaran uterus saja
belum ada alasan untuk memasukannya sebagai T4.
|
|
NX
|
Bila tidak memungkinkan untuk
melakukan penilaian terhadap kelenjar limphe regional. Tanda -/+ ditambahan
untuk tamgahan ada/tidak nya informasi mengenai pemeriksaan histologis, jadi:
NX + atau NX -.
|
N0
|
Tidak adanya deformitas
kelenjar limphe dapa limfografi.
|
N1
|
Kelenjar limphe regional berubah
bentuk sebagaimana ditunjukan oleh cara-cara diagnostik yang tersedia
(misalnya limfografi, CT-scan panggul)
|
N2
|
Teraba massa
yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah bebas infiltrat di
antara masa ini dengan tumor.
|
M0
|
Tidak ada metastasis berjarak
jauh.
|
M1
|
Terdapat metastasis berjarak
jauh, termasuk kelenjar limphe di atas bifurkasio arteri iliaka komunis.
|
E.
Kemungkinan
komplikasi
Kemungkinan
komplikasi yang dapat dialami oleh klien dengan carsinoma uteri adalah
terjadinya metastase sel-sel ganas ke dinding vagina, ligamentum kardinale,
rongga endometrium serta ke organ-organ yang lain/ke tempat yang jauh,
perdarahan, gagal ginjal (CRF : cronic renal failure) akibat
infiltasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan
obstruksi total.
F.
Penatalaksanaan
medis
1. Diagnosis
Pap smear
dilakukan untuk pemeriksaan penyaring guna mendeteksi perubahan-perubahan
neoplastik. Hasil apusan yang abnormal dilanjutkan dengan biopsi untuk
memperoleh jaringan guna pemeriksaan sitologik. Kerena serviks biasanya tampak
normal maka dipakai alat bantu kolposkopi guna mengarahkan tindakan biopsi pada
daerah yang abnormal untuk mengambil sampel. Biopsi jarum pada derah yang
mengalami kelainan atau biopsi kerucut pada seluruh sambungan skuamokolumnar
juga dilakukan.
2. Penanganan
Stadium dini
dari CIN dapat dilakukan pengangkatan seluruhnya dengan biopsi kerucut, atau
dibersihkan dengan laser, kauter atau dengan bedah beku, tindakan lanjut yang teratur dan sering dilakukan untuk
memantau kekambuhan lesi perlu dilakukan setelah penanganan dengan cara-cara
ini.
Pada tingkat
klinis (KIS) tidak dibenarkan dilakukan elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi,
bedah krio (cryosurgery) atau
dengan sinar lase, kecuali bila yang menangani adalah ahli dalam kolposkopi dan
penderitanya masih muda dan belum mempunyai anak.
Jika wanita
tersebut merencanakan untuk tidak mempunyai anak lagi, maka dipilih penanganan
dengan histerektomi yang dilanjutkan dengan tindak lanjut berupa pemeriksaan
berkala dan pemeriksaan pap smear.
Penanganan
karsinoma serviks infasif dapat berupa radioterapi atau histerektomi radikal
dengan mengangkat uterus, tuba, ovarium, sepertiga ats dari vagina dan kelenjar
limfe panggul, jika kelenjar limfe aorta juga terkena maka juga diperlukan
kemoterapi. Prognosis setelah dilakukan pengobatan kanker serviks akan makin
baik jika lesi ditemukan dan diobati lebih dini, tingkat harapan kesembuhan
dapat mencapai 85 % untuk stadium I, 50%-50% untuk stadium II, 30% untuk
stadium III dan 5-10% untuk stadium IV.
Pada kasus
tertentu dimana operasi merupakan kontra indikasi, aplikasi radium dengan dosis
6500-7000 rads/cGy di titik A (setinggi 2 cm dari oue dan sejauh 2 cm dari
sumbu uterus)tanpa penambahan penyinaran luar dapat dilakukan.
Pada tingkat klinik
Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasif, bila kedalaman
invasif kurang dari atau hanya 1 mm dan tidak meliputi area yang luas dan tidak
melibatkan pembuluh darah atau limfe, penangananya dilakukan seperti pada KIS
di atas.
Pada klinik
Ib. Ib occ. Dan Iia dilakukan histerektomi tadikal dengan limfadenektomi
panngul. Paska bedah biasanya dilanjutkan penyinaran, tergantung ada/tidaknya
sel tumor dalam kelenjar limfa regional yang diangkat.
Pada tingkat
Iib,III, dan IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah, untuk ini primer
adalah radioterapi. Sebaiknya kasus dengan karsinoma serviks selekasnya dikirim
ke pusat penaggulangan kanker.
Pada tingkat
klinik IVa dan IVb penyinaran hanya bersifat paliatif. Pemberian khemotherapi
dapat dipertimbangakan. Pada penyakit yang kambuh satu tahun sesudah penanganan
lengkap dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan prosesnya masih terbatas padan panggul,
bilamana prosesnya sudah jauh atau operasi tak mungkin dilakuakn, harus dipilih
khemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi, untuk ini tak digunakan
sitostastika tunggal tetapi berbentuk regimen yang terdiri dari kombinasi
beberapa sitostatika (polokhemoterapi). Jika terapi terdahulu adalah operasi
sebaiknya dilakukan penyinaran bila prosesnya masih terbatas dalam panggul
(lokoregional), sedangkan kalau penyinaran tidak memungkinkan atau proses
penyebarannya sudah lanjut maka dipilih polikhemoterapi bila syarat-syaratnya
terpenuhi.
3. Kemoterapi
Merupakan
bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu
zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker.
a.
Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap
kanker.
Sebagian besar
obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap
sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker
tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif,
sebaliknya semakin lambat prolifersainya maka kepekaannya semakin
rendah , hal ini disebut Kemoresisten.
Obat
kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :
1)
Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns,
dan Antibiotik
Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA
di inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
2)
Obat golongan Antimetabolit,
bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang berakibat menghambat sintesis
DNA.
3)
Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid,
dan Taxanes
bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis
sel.
4)
Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja
dengan menghambat sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA
dan RNA dari sel-sel kanker tersebut.
b.
Pola pemberian kemoterapi
1)
Kemoterapi Induksi
Ditujukan
untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker, contoh
pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan
darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan
penyelamatan.
2)
Kemoterapi Adjuvan
Biasanya
diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau radiasi,
tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau
metastase kecil yang ada (micro metastasis).
3)
Kemoterapi Primer
Dimaksudkan
sebagai pengobatan utama pada tumor
ganas, diberikan pada kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan
yang lain misalnya bedah atau radiasi.
4)
Kemoterapi Neo-Adjuvan
Diberikan
mendahului/sebelum pengobatan /tindakan yang lain seperti pembedahan atau
penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk
mengecilkan massa
tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna.
c.
Cara pemberian obat kemoterapi.
1)
Intra vena (IV)
Kebanyakan
sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelan-pelan
sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau dengan
continous drip sekitar 24 jam dengan
infusion pump upaya lebih akurat tetesannya.
2)
Intra tekal (IT)
Diberikan ke
dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam cairan otak
(liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara.C.
3)
Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan
sebelum radiasi, tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl
kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea.
4)
Oral
Pemberian per
oral biasanya adalah obat Leukeran®,
Alkeran®, Myleran®, Natulan®, Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®,
Gleevec®.
5)
Subkutan dan intramuskular
Pemberian sub
kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-Asparaginase, hal ini
sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah
jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.
6)
Topikal
7)
Intra arterial
8)
Intracavity
9)
Intraperitoneal/Intrapleural
Intraperitoneal
diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada kanker ganas
intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan
kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau
untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya
Bleocin.
d.
Tujuan pemberian kemoterapi.
1)
Pengobatan.
2)
Mengurangi massa
tumor selain pembedahan atau radiasi.
3)
Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki
kualitas hidup.
4)
Mengurangi komplikasi akibat metastase.
e.
Persiapan dan Syarat kemoterapi.
1)
Persiapan
Sebelum
pengotan dimulai maka terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan yang meliputi:
a) Darah
tepi; Hb, Leuko, hitung jenis, Trombosit.
b) Fungsi
hepar; bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali phosphat.
c) Fungsi
ginjal; Ureum, Creatinin dan Creatinin Clearance Test bila serim creatinin
meningkat.
d) Audiogram
(terutama pada pemberian Cis-plastinum)
e) EKG
(terutama pemberian Adriamycin, Epirubicin).
2)
Syarat
a)
Keadaan umum cukup baik.
b)
Penderita mengerti tujuan dan efek samping yang akan
terjadi, informed concent.
c)
Faal ginjal dan hati baik.
d) Diagnosis
patologik
e)
Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap
kemoterapi.
f)
Riwayat pengobatan (radioterapi/kemoterapi) sebelumnya.
g)
Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin > 10 gram %, leukosit
> 5000 /mm³, trombosit >
150 000/mm³.
f.
Efek samping kemoterapi.
Umumnya efek
samping kemoterapi terbagi atas :
1.
Efek amping segera terjadi (Immediate Side Effects)
yang timbul dalam 24 jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2.
Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects)
yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya
netripenia dan stomatitis.
3.
Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side
Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya
neuropati perifer, neuropati.
4.
Effek samping yang terjadi kemudian ( Late Side
Effects) yang timbul dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan
sekunder.
Intensitas
efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pemberian,
maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap
penderita berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan
psikologis juga mempunyai pengaruh bermakna.
Efek samping
yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi sumsum
tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah
mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual
dan muntah biasanya timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika
dab berlangsung tidak melebihi 24 jam.
Gejala supresi
sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia), sel trombosit
(trombositopenia), dan sel darah merah (anemia), supresi sumsum tulang belakang
akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau kemudian, pada supresi
sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit mencapai nilai
terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan waktu sekitar
2 hari untuk menaikan kadar laukositnya kembali. Pada supresi sumsum tulang
yang terjadi kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu
pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan kelima.
Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal pada
minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat
mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada
traktus gastrointestinal.
Kerontokan
rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan dampai pada kebotakan. efek samping
yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah kerusakan otot
jantung, sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis
kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan
genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru.
Kardiomiopati
akibat doksorubin dan daunorubisin umumnya sulit diatasi, sebagian besar
penderita meninggal karena “pump failure”, fibrosis paru umumnya iireversibel,
kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika selanjutnya
karena banyak diantaranya yang dimetabolisir dalam hati, efek samping pada
kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah diatasi.
G.
Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1.
Nyeri kronik berhubungan dengan pertumbuhan tumor.
2.
Nyeri akut berhubungan dengan aktual atau potensual
kerusakan jaringan akibat metastase tumor.
3.
PK: Perdarahan
4.
Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
5.
Mual berhubungan dengan kemotherapi
Daftar Pustaka
Bulecheck, 1996,
Nursing Intervention Classification
(NIC), Mosby-Year Book, USA
Nanda, 2001, Nursing Diagnoses Definition dan
Classification, Philadelpia
Price & Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta.
Saifudin, A. dkk, 2002, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, YBP-SP, Jakarta.
Wiknjosastro, H.
dkk, 2002, Ilmu Kebidanan, YBP-SP, Jakarta.
Wiknjosastro,
H.dkk, 1999, Ilmu Kandungan, YBP-SP, Jakarta.
WwwI.Us.Elsevierhealth.Com, 2004, Nursing Diagnosis : A Guide to Planning Care,
fifth Edition.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar