A. KONSEP DASAR STRES DAN
KOPING
Stres
adalah keadaan atau respon ketegangan yang disebabkan oleh stressor atau oleh
tuntutan aktual yang dirasakan yang tetap tidak teratasi (Antonovsky, 1979;
Burr, 1973). Sters adalah ketegangan dalam diri seseorang atau system sosial
(keluarga) dan merupakan reaksi terhadap situasi yang menimbulkan tekanan
(Burgess, 1978). Agen pemerkasa atau presipitasi yang mengaktifkan proses sters
disebut stressor (Burr et al, 1993; Chrisman & Fowler, 1980). Agen
presipitasi yang mengaktifkan stress dalam keluarga adalah peristiwa hidup atau
kejadian yang cukup kuat untuk menyebabkan perubahan dalam system keluarga
(Hill, 1949). Stressor keluarga dapat berupa peristiwa atau pengalaman
pinterpersonal (didalam atau diluar keluarga), lingkungan, ekonomi atau social
budaya.
Akumulasi
dan stressor dalam kehidupan keluarga memberikan perkiraan jumlah stress yang
dialami keluarga (Alson et al, 1983). Konsep akumulasi stressor didefinisikan
sebagai jumlah poeristiwa perkembangan (yang diharapkan) atau situasional (yang
tidak diharapkan) serta ketegangan interkeluarga (tekanan dalam hubungan
diantara anggota keluarga).
Persepsi
anggota keluarga adalah interpretasi anggota keluarga secara tunggal atau
secara kolektif atau menyusun pengalaman mereka. Persepsi mewarnai sifat dan
signifikasi stressor keluarga yang mungkin, karena keluarga bereaksi tidak
hanya terhadap stressor aktual, tetapi juga terhadap pereistiwa saat keluarga
merasakan atau menginterpretasikannya. Persepsi keluarga merupakan hal yang
terpenting. Peristiwa yang dipandang secara subjektif atau objektif oleh
keluarga yang sehat sebagai tantangan, dipandang oleh keluarga yang terpajan
krisis sebagai ancaman dan membebani. Dalam kasus ini stress yang besar
dialami, yang pada gilirannya membebani kapasitas adaptif keluraga.
Koping
terdiri atas pemecahan upaya pemecahan masalah yang sangat relevan dengan
kesejahteraan, tetapi membebani sumber seseorang. Koping didefinisikan sebagai
respon (kognitifperilaku atau persepsi) terhadap ketegangan hidup eksternal
yang berfungsi untuk mencegah, menghindari, mengandalkan distress emosional.
Koping adalah sebuah istilah yang terbatas pada perilaku atau kognisi aktual
yang ditampilkan seseorang, bukan pada sumber yang mungkin mereka gunakan. Koping
keluarga menunjukkan tingkat analisa kelompok keluarga (atau sebuah tingkat
analisis interaksional). Koping keluarga didefinisikan sebagai proses aktif
saat keluarga memamfaatkan sumber yang ada dan mengembangkan perilaku serta
sumber baru yang akan memperkuat unit keluarga dan mengurangi dampak peristiwa
hidup penuh stress (McCubbin,1979). Krisis keluarga adalah kondisi kekacauan,
tidak teratur, atau ketidakmampuan dalam system keluarga yang berlangsung terus
menerus. Krisi terjadi ketika sumber dan strategi adaptif keluarga tidak
efektif dalam mengatasi stressor.
Adaptasi
keluarga adalah suatu proses saat keluarga terlibat dalam respon langsung
terhadap tuntutan stressor yang ekstensif, dan menyadari bahwa perubahan
sistemik dibutuhkan dalam unit keluarga, untuk memperbaiki stabilitas
fungsional dan memperbaiki kepuasaan dan kesejahteraan keluarga (McCubbin,
1993). Proses adaptasi dalam sistem keluarga disebut resilience keluarga.
Pendekatan resilience keluarga guna bekerja dengan keluarga dibentuk atas
kompetensi dan kekuatan anggota keluarga yang memungkinkan penyediaan layanan
kesehatan bergeser dari model potogenik ke model berbasis kekuatan yaitu kita
melihat keluarga “ditantang”, bukan “hancur”, karena kemalangan.
B. FASE WAKTU STRES DAN STRATEGI
KOPING
1. Periode Antrestres
Periode
stress sebelim benar-benar melawan stressor, antisipasi kadang mungkin terjadi,
terdapat kesadaran terhadap bahaya yang mengancan atau ancaman situasi yang
dirasakan. Jika keluarga atau orang yang membantu dapat mengidentifikasi
stressor yang akan dating, bimbingan antispasi serta strategi koping pencegahan
dapat dicari atau diberikan untuk memperlemah atau mengurangi dampak stressor.
2. Periode Stres Aktual
Strategi
koping selama periode stress biasanya berbeda intensitas dan jenisnya dari
strategi yang digunakan sebelum awitan stressor dan stress. Mungkin terdapat
stratergi defensive dan bertahan yang sangat dasar digunakan selama periode ini
jika stress dalam keluarga sangat berat. Dengan energi yang luar biasa besar
yang dikeluarkan dalam menangani stressor dan stre, banyak fungsi keluarga
(beberapa dapat penting bagi kesehatan keluarga) sering kali diabaikan atau
dilakukan secara tidak adekuat sampai keluarga memiliki sumber untuk mengatasi
stressor dan stress. Respon koping yang paling membantu selama periode
stress sering kali interkeluarga dan mencari sumber dukungan spiritual.
3. Periode Pascastres
Strategi
koping yang diterpkan setelah periode stress akut, disebut fase pascatruama
yang terdiri dari satrategi untuk mengembalikan keluarga ke keadaan homeostasis
yang seimbang. Untuk meningkatkan kesejatreaan kel;uarga selam fase ini,
keluarga perlu saling bekerja sama, saling mengungkapkan perasaan dan
memecahkan masalah atau mencari atau memamfaatkan dukungan keluarga untuk
memperbaiki situasi penuh stress. Empat kemungkinan hasil akhir pascatrauma
antar lain;
a. Keluarga berfungsi pad
tingkat yang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
b. Keluarga berfungsi pada
tingkat yang lebih rendah dari pada sebelumnya
c. Keluarga berfungsi pada
tingkat yang sama dengan prastres
d. Perpecahan keluarga
(seperti: perpisahan, perceraian dan pengabaian).
Ketika
keluarga mengakhiri fungsinya pada tingkat kesejahteraan rendah atau dalam
keadaan perpecahan keluarag, anggota keluarga sering kali membutuhkan bantuan
professional untuk membantu keluarga meningkatkan rangkaian strategi koping
yang efektif (Reiss, Streinglass & Howe, 1993).
C. TEORI STRES KELUARGA
1. Teori stress keluarga Hill
Teori
stress keluarga Hill (1999) klasik merupakan model yang paling singkat dan
fasih dalam menguraikan factor-faktor yang menyebabkan krisis dalam keluarga.
Berdasarkan perpisahan dan penyatuan, ia menyusun teori stress keluarga yang
disebut ABCX yaitu mengidentifikasi kumpulan variabel besar (factor A, B,
C,D dan X) dan hubungan yang menyebabkan krisis/bukan krisi keluarga. Secara
teoritis diuraikan proses penyesuaian “roller coaster” pasca krisi
yang dilewati keluarga. Dua bagian kerangka teoritis masih tetap jelas
tidak berubah selam 50 tahun terakhir. Kerangka ABCX ini memilki dua bagian,
antara lain:
a. Pernyataan yang
berhubunagan dengan penentu krisis keluarga: A (peristiwa dan kesuliatan yang
terkait) yang berinteraksi dengan B ( sumber berhadapan dengan krisis keluarga)
yang berinteraksi dengan C ( definisi yang dibuat keluarga mengenia peristiwa
tersebut) menghasilkan X (krisis) (Hill,1965).
b. Pernyataan yang lebih
berorientasi proses terkait dengan jalannya penyesuaian secara krisis. Hill
(1965) menjelaskan bahwa perjalanan penyesuaian keluarga setelah sebuah krisis
meliputi periode disorganisasi, sudut pemulihan, reorganisasi dan tingkat baru
fungsi keluarga.
2. Model Relisience Stress,
Penyesuaian dan Adaptasi Keluarga
Model
relisience stress, penyesuaian dan adap-tasi keluarga adalah kerangka teoritis
yang juga menekan penyesuaian dan adap[tasi keluarga saat keluarga mengalami
situasi hidup penuh stress. Model relisienca disusun berdasarkan karya awal
Hill mengenai model stress ABCX saerta model selanjutnya. Penekanan utama model
ini adalah pada resilience keluarga atau kemampuan mereka untuk pulih dari
peristiwa yang menyedihkan. Model ini adalah model berbasis kekuatan dan
kemampuan yang mempengaruhi proses resilience.
Model
resilience didasarkan empat asumsi yang mendasarkan mengenai kehidupan
keluarga, antara lain:
a. Keluarga menghadapi
kesulitan dan perubahan keluarga sebagai aspek kehidupan keluarga yang dialami
dan dapat diprediksi sepanjang siklus kehidupan
b. Keluarga mengembangkan
kekuatan yang dirancang untuk meningkatkan tumbuh kembang anggota dan unit
keluarga serts melindungi keluarga dari gangguan utama dalam mengahadapi
transisi dan perubahan keluarga
c. Keluarga mengembangkan
kekuatan dan kemampuan dasar serta unit yang dirancang untuk melindungi
keluarga dari stresorb dan ketegangan yang tidak diharapkan atau normative dan
meningkatkan adaptasi keluarga setelah suatu krisis keluarga atau transisi dan
perubahan besar
d. Keluarga mendapatkan
mamfaat dan berperan pada jaringan hubungan dan sumber dalam komunitas,
terutama selama periode stress dan krisis keluarga (McCubbin,1991).
D. STRESOR DAN DAMPAKNYA
Selama
50 tahun lebih para peneliti telah menyadari bahwa besarnya perbedaan
kuantitas dan kualitas stressor yang dimiliki individu. Pada tahun 1949 awal,
para peneliti secara sistematis meneliti kualitas dan kuantitas perubahan hidup
sreta dampaknya pada kesehatan individu (Holmes dan Rahe, 1967). Dari studi
ini, bobot diberlakukan terhadap berbagai peristiwa hidup (baik perubahan hidup
yang positif maupun negatif) yang menyebabkan kesehatan yang buruk. Dari studu
awal ini, pera peneliti mengembangkan alat berbasis keluarga yang mengkaji
perubahan hidup dalam keluarga. Alat pengkajian yang sering digunakan
adalah family inventory of live events and changes (FILE)
(McCubbin, Patterson, & Wilson, 1983). FILE adalah instrument
yang dapat digunakan untuk mengkaji atau akumulasi stressor keluarga.
Pada
masing-masing 71 peristiwa hidup dalam FILE diberi bobot berdasarkan bagimana
stress tersebut. Tujuh peristiwa hidup yang paling menimbulkan stress dalam
skala hidup FILE total adalah:
1. Kematian seorang anak
2. Kematian salah satu orang
tua atau pasangan
3. Pasangan atau orang berpisah
atau bercerai
4. Adanya penganiayaan fisik
atau seksual atau kekerasan dalam keluarga
5. Anggota keluarga mengalami
cact fisik atau penyakit kronik
6. Pasangan atau orang tua
berselingkuh
7. Anggota dipenjara atau
penahanan sementara pada anak-anak.
Keluarga
yang memiliki akumulasi peristiwa hidup yang lebih tinggi telah ditemukan
memiliki fungsi keluarga yang rendah dan kesehatan anggota keluarga yang buruk.
E. STRATEGI KOPING KELURGA
1. Strategi Koping keluarga
internal
Strategi
koping keluarga internal memiliki tiga jenis strategi, yaitu strategi hubungan,
kognitif dan komunikasi.
a. Strategi hubungan
1) Mengandalkan kelompok
keluarga
Kleuarga
tertentu saat mengalami tekanan mengatasi dengan menjadi lebih bergantung pada
sumber mereka sendiri. Bersatu adalah satu dari proses penting dalam badai
kehidupan keluarga. Keluarga berhasil melalui masalah dengan menciptakan
struktur dan organisasi yang lebih besar dirumah dan keluarga. Ketika keluarga
menetapkan struktur yang lebih besar, hal ini merupakan upaya untuk
memiliki pengendalian yang lebih besar terhadap keluarga mereka. Upaya
ini biasanya melibatkan penjadwalan waktu anggota yang lebih ketat, lebih
banyak tugas per anggota keluarga, organisasi ikatan yang lebih ketat, dan
rutinitas ynag lebih kuku dan terprogram. Bersamaan dengan lebih ketatnya
batasan keluarga, menimbulkan kebutuhan pengaturan dan pengendalian
anggota keluarga yang lebih besar, disertai harapan bahwa anggota lebih
disiplin dan menyesuaikan diri. Jika berhasil, keluarga menerapkan pengendalian
yang lebih besar dan mencapai integrasi dan kohesivitas yang lebih besar.
2) Kebersamaan yang lebih
besar
Salah
satu membuat keluarga semakin erat dan memelihara sreta mengelola tingkat stress
dan moral yang dibutuhkan keluarga adalah dengan berbagi perasaan dan pemikiran
serta terlibat dalam pengalaman aktivitas keluarga. Kebersamaan yang lebih
besar menghasilkan kohesi keluarga yang lebih tinggi, atribut keluarga yang
mendapatkan perhatian yang luas sebagai atribut keluarga inti (Olson, 1993).
Hubungan yang paling penting membutuhkan kohesivitas dan saling berbagi
dalam system keluarga.kohesivitas keluarga yang tinggi khususnya membantu saat
keluarga pernah trauma, karena anggota sangat memerlukan dukungan. Aktivitas
anggota keluarga diwaktu luang merupakan sumber koping yang sangat penting guna
memperbaiki kohesi, moral, dan kepuasaan kelurga. Seperti yang banyak dikatakan
orang, peribahas “sebuah kelurga yang berperan bersama, tetap barsama”
mengandung banyak sekali kebenaran. Strategi koping ini akhirnya bertujuan
membangun integrasi, kohesivitas, dan resilienceyang lebih besar dalam
keluarga.
3) Fleksibitas peran
Perubahan
yang cepat dan pervasif dalam masyarakat serta dalam keluarga, khususny
pada pasangan, merupakantipe strategi keluarga yang sangat kuat. Olson (199)
dan Walsh (1998) telah menekankan bahwa fleksibitas peran adalah satu dari
dimensi utama adaptasi keluarga. Keluarga harus mampu beradaptasi terhadap
perubahanperkembangan dan lingkungan. Ketika keluarga berhasil mengatasi,
keluarga mampu memelihara suatu keseimbangan dinamik antara perubahan dan
stabilitas. Fleksibitas peran memungkinkan kesimbangan ini berlanjut.
b. Strategi kognitif
1) Normalisasi
Strategi
koping keluarga fungsional lainnya adalah kecenderunagan bagi keluarga untuk
normalisasi suesuatu sebanyak mungkin saat mereka mengatasi stressor jangka
panjang yang cenderung mengganggu kehidupan keluarga dan aktivitas rumah
tangga. Normalisasi adalah proses terus menerus yang melibatkan pengakuan
pentakit kronik tetapi menegaskan kehidupan keluarga sebagai kehidupan keluarga
yang normal, menegaskan efek social memiliki anggota yang memiliki atau
menderita penyakit kronik sebagi suatu yang minimal, dan terlibat dalam
perilaku yang menunjukkan kepada orang lain bahwa keluarga tersebut adalah
normal. Keluara menormalkan dengan memenuhi ritual dan rutinitas. Hal ini
membantu keluarga mengatasi stress dan meningkatkan rasa keutuhan sepanjang
waktu, sangat penting guna menormalisasi situasi keluarga (Fiase, 2000).
2) Pengendalian makna masalah
dengan membingkai ulang dan penilaian pasif
Keluarga
yang menggunakan strategi koping ini cenderung melihat aspek positif dari
peristiwa hidup penuh stress dan membuat peristiwa penuh stress menjadi tidak
terlalu penting dalam hierarki nilai keluarga. Hal ini ditandai dengan naggota
keluarga yang memiliki rasa percaya dalam mengatasi kekganjilan denga
mempertahankan pandangan optimistic terhadap peritiwa, terus memiliki harapan
dan berfokus pada kekuatan dan potensi.
Pembingkaian
ulang adalah cara persepsi koping individu dan sering kali dipengaruhi oleh
keyakinan keluarga. Keluarga memiliki persepsi bersama, dan proses pembingkaian
ulang akan dipengaruhi oleh persepsi ini. Rolland menekankan bahwa
keyakinan individu dan keluarga berfungsi sebagai peta kognitif yang
membimbing tindakan dan keputusan keluarga. Keyakinan dapat sedemikian rupa,
selaras dengan pandangan hidup, paradigm dan nilai keluarga.
Cara
kedua keluarga mengendalikan makna stressor adalah dengan penilaian pasif,
kadang disebut sebagai penerimaan pasif. Pada cara kedua ini, keluarga
menggunakan strategi koping kognitif kolektif dalam memandang stressor atau
kebutuhan yang menimbulkan stres sebagai sesuatu yang akan selesai dengan
sendirinya sepanjang waktu dan tentang hal tersebut tidak ada atau sedikit yang
dapat dilakukan. Seperti yang ditekankan Boss (1988), penilaian pasif dapat
menjadi strategi penurun stress yang efektif dalam jangka waktu pendek,
khususnya dalam kasus saat tidak ada satu pun yang dapat dilakukan. Akan
tetapai jika strategi ini digunakan secara konsisten dan sepnjang waktu,
penggunaannya menghambat pemecahan masalah yang aktif da perubahan dalam
keluarga serta dapat menggangu adaptasi keluarga.
3) Pemecahan masalah bersama
Pemecahan
masalah bersama diantara anggota keluarga adalah styrategi konitif dan
komunikasi keluarga yang telah diteliti secara ekstensif melalui metode
penelitian laboratorium oleh kelompok peneliti keluarga (Klien, 1983; Reis,
1981; Strauss, 1968) dan dalam lingkungan alami ( Chesler & Barbari, 1987).
Pemecahan masalah keluarga yang efektif meliputitujuh langkah spesifik :
a) Mengidentifikasi masalah
b) Mengkomunikasikan tentang
masalah
c) Menghasilkan solusi yang
mungkin
d) Memutuskan satu dari
solusi
e) Melakukan tindakan
f) Memantau atau memastikan
bahwa tindakan dilakukan
g) Mengevaluasi seluruh
proses pemecahan masalah
Dengan
memasukkan strategi pemecahan masalah ini dalam kehidupan keluarga, keluarga
dipercaya dapat berfungsi secar efektif. Reiss menyebutkan keluarga yang
menggunakan proses pemecahan masalah yang efektif sebagi keluarga yang peka
terhadapa lingkungan. Tipe keluarga ini seperti melihat sifat masalah sebagi
sesuatu “dia luar sana” dan tidak mencoba membuat masalah menjadi
internal.
4) Mendapatkan informasi dan
pengetahuan
Keluarga
yang berbasis kognitif berespon terhadap stress dengan mencari pengetahuan
informasi berkenaan dengan stressor dan kemungkinan stressor. Hal ini khususny
terbukti dalam kasus masalah kesehatan berat atau yang mengancaam hidup. Dengan
mendapatkan informasi yang bermamfaat, dapat meningkatkan perasaan memiliki
beberapa pengendalan terhadap situasi dan mengurangi rasa takut keluarga
terhadap sesuatu yang tidak diketahui dan juga mengurangi rasa takut keluarga
terhadap sesuatu yang tidak diketahui serta membantu keluarega menilai stressor
( maknanya) lebih akurat dan mengambil tindakan yang diperlukan.
c. Strategi Komunikasi
1) Terbuka dan jujur
Anggota
keluarga yang menunjukkan keterbukaan, kejujuran, pesan yang jelas dan perasaan
serta afeksi yang lebih besar dibutuhkan pada masa ini. Satir mengamati bahwa
komunikasi keluarga yang fungsional adalah langsung, terbuka,jujur dan jelas.
Keterbukaan adalah komunikatif dalam berbagai ide dan perasaan. Pemecahan
masalah kolaboratif, yang dibahas sebagai strategi koping kognitif, juga
merupakan strategi koping kognitif, juga merupakan strategi komunikasi, yang
memfasilitasi koping dan adaptasi keluarga.
2) Menggunakan humor dan tawa
Studi
mengenai resilience menekankan bahwa humor tidak terhingga nilainya dalam
mengatasi penderitaan (Walsh, 1998). Humor tidak hnya dapat menyokong semangat,
humor juga dapat menyokong sistem imun seseorang dalam mendorong penyembuhan.
Demikian juga bagi keluarga, rasa humor adalah sebuah aspek yang penting. Humor
dapat dapat memperbaiki sikap keluarga terhadap masalah dan perawatan kesehatan
serta mengurangi kecemasan dan ketegangan. Humor dan tawa dapat dipandang
sebagai alat perawatan diri untuk mengatasi stress karena kemampuan tertawa
dapat memberikan seseorang perasaan memiliki kekuatan terhadap situasi. Humor
dan tawa dapat menyokang sikap positif dan harapan bukan perasaan tidak berdaya
atau depresi dalam situasi penuh stress.
2. Strategi Koping Keluarga
Eksternal
a. Strategi komunitas
Kategori
ini merujuk pada upaya koping keluarga yang terus menerus, jangka panjang, dan
umum bukan upaya seseorang menyesuaikan untuk mengurangi stressor khusus
siapapun. Pada kasus ini, anggota keluarga ini adalah peserta aktif (sebagai
anggota aktif atau posisi pimpinan) dalam klub, organisasi dan kelompok
komunitas. Hubungan komunitas yang kreatif dapat dibuat untuk memnuhi kebutuhan
anggota keluarga seperti meminta anggota keluarga lansia yang kurang memiliki
kontak keluarga memberiakan bantuan disentra perawatan anak yang kekurangan
staf (Walsh, 1998).
b. Memamfaatkan sistem
dukungan social
1) Dukungan social keluarga
Dukungan
social keluarga merujuk pada dukungan social yang dirasakan oleh anggota
keluarga ada atau dapat diakses (dukungan social dapat atau tidak digunakan,
tetapi anggota keluarga dapat menerima bahwa orang pendukung siap memberikan
bantuan dan pertolongan jika jika dibutuhkan). Dukungan sosial keluarga dapat
dating dari dalam dukungan social keluarga seperti dukungan pasangan atau
dukungan subling atau dari luar dukungan social keluarga yaitu dukungan
social berada diluar keluarga nuklir (dalam jaringan social keluarga).
2) Sumber dukungan keluarga
Menurut
Caplan (1974) terdapat tiga sumber dukungan social umum. Sumber ini terdiri
atas jaringan informalyang spontan. Dukungan terorganisasi yang tidak diarahkan
oleh petugas kesehatan professional dan upaya terorganisasi oleh professional
kesehatan. Dari semua ini jaringan informal (diidentifikasi diatas kelompok
yang memberikan jumlah bantuan terbanyak selama masa yang dibutuhkan.
Caplan (1976) menjelaskan bahwa keluarga memiliki fungsi pendukung meliputi:
a) dukungan social
(keluarga berfungsi sebagi pencari dan penyebar informasi mengenai dunia)
b) dukungan penilaian
(keluarga bertindaksebagai sistem pembimbingumpan balik, membimbing dan
merantarai pemecahan masalahdan merupakan sumber sera validator identitas
anggota)
c) Dukungan tambahan
(keluarga adalah sunber bantuan praktis dan konkret)
d) Dukungan emosional
(keluarga berfungsi sebagai pelabuhan istirahat dan pemulihan serta membantu
penguasaan emosional)
e) Meningkatkan moral
keluarga
c. Dukungan spiritual
Berbagai
studi menunjukkan hubungan yang jelas antara kesejahteraan spiritual dan
peningkatan kemampuan individu atau keluarga untuk mengatasi stress dan
penyakit. Agama adalah dorongan yang kuat dan pervasif dalam membentuk keluarga
(Miller, 2000). Cara koping yang berbasis spiritual bervariasi secara
signifikan lintas budaya. Penelitian mengenai koping keluarga dan individu
serta resilience secara konsisten menunjukkan bahwa dukungan spiritual adalah
penting dalam mendukung kepercayaan keluarga sehingga mereka dapat mengatasi
penderitaan.
F. STRATEGI KOPING
DISFUNGSIONAL KELUARGA
Keluarga
menggunakan berbagai strategi koping disfungsional khusus dalam upaya untuk
mengatasi masalah mereka. Pada sebagian besar kasus, strategi ini dipilih
secara tidak sadar, sering kali sebagai respons yang digunakan keluarga asal
mereka dalam upaya perlu diperhatikan bahwa strategi koping disfungsional
keluarga ini digunakan untuk mengurangi stress dan ketegangan keluarga.
Strategi koping disfungsional yang sering digunakan adalah:
1. Penyangkalan masalah
keluarga
Penyangkalan
adalah mekanisme pertahanan yang digunakan oleh anggota keluarga dan keluarga
sebagai satu kesatuan. Pada basis jangka pendek, penyangkalan keluarga sering
kali fungsional, karena ini memungkinkan keluarga membeli waktu untuk
melindungi dirinya sementara secara bertahap menerima peristiwa yang
menimbulkan kepedihan. Tetapi juga berlangsung lama, penyangkalan bersifat
disfungsional bagi keluarga.
2. Pola dominasi atau
kepatuhan ekstrem (otoritarinisme)
Otoritariniasme
adalah kecenderungan seseorang untuk berhenti mandiri karena ketidakberdayaan
dan ketergantungan, serta keinginana untuk bergabung dengan seseorang atau sesuatu
diluar dirinya agar mendapatkan kekuasaan atau kekuatan yang dirasakan kurang.
Dalam keluarga otoriter, orang mengundurkan diri dari integritas pribadi mereka
dan menjadi bagian dari simbiosis yang tidak sehat, patuh kepada dominasi.
Anggota keluarga yang patuh sangat bergantung pada individu yang dominan.
3. Perpecahan dan kecanduan
dalam keluarga
Untuk
mengurangi ketegangan atau stress dalam keluarga, anggota keluarga boleh jadi
secara fisik atau psikososial saling terpisah. Perpisahan ini mencakup
kehilangan anggota keluarga karena pengabaian, perpisahan atau perceraian dan
gangguan psikososial anggota keluarga lewat keterlibatan anggota dalam
kecanduan (misalnya alcohol, obat-obatan dan berjudi). Banyak orang mengenali
bahwa kecanduan alcohol dan obat-obatan adalah penyakit, hanya sedikit sekali
yang mengenali sebagai “penyakit keluarga” (Al-Anon Family Groups,2000). Saat
ini kecanduan anggota keluarga dipahami sebagai masalah sistem keluarga bukan
masalah individu. Alcohol dan obat-obatan telah memiliki pola intergenerasi.
Penyalahgunaan minuman pada dewas muda telah ditemukan dipengaruhi oleh
disfungsi dalam keluarga asal.
4. Kekerasan dalam keluarga
Menggunakan
ancaman, mengkambinghitamkan dan otoriterisme ekstrem dapt menyebabkan kekerasan
dalam keluarga. Kekereasan dalam keluarga dapat dikenali sebagai satu dari
empat masalah kesehatan masyarakat utama saat ini (Galles,2000; Walsh,1996).
Terdapat enam tipe kekerasan dalam kelurga, antara lain:
a. Penganiayaan pasangan
b. Penganiayaan dan
pengabaian anak
c. Penganiayaan saudara
kandung
d. Penganiayaan lansia
e. Penganiayaan orang tua
f. Penganiayaan homoseksual
G. FAKTOR- FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KOPING
1. Perbedaan Gender dalam
koping
Pria
dan wanita menggunakan strategi koping yang berbeda. Wanita lebih menganggap
lebih bermamfaat berkumpul bersam orang lain, berbagi kekhawatiran dan
kesulitan mereka dengan kerabat atau teman dekat, mengungkapkan perasaan dan
emosi yang positif dan negatif secara terbuka, dan menghabiskan waktu guna
mengembangkan diri dan hobi. Disi lain pria cenderung menggunakan strategi yang
lebih menarik diri seperti menyimpan perasaannya, mencoba menjaga orang lain
mengetahui seberapa buruk kejadiannya dan mengkonsumsi alcohol lebih banyak.
2. Variasi Sosial Budaya
Dalam Koping Keluarga
Variasi
kelas social dalam koping keluarga juga ada. Misalnya keluarga ynag lebih
kaya dan berpendidikan khasnya memilikin kebutuhan yang lebih besar untuk
mengatur dan mengendalikan peristiwa kesehatan mereka sehingga menggunakan
lebih banyak strategi koping keluarga dalam mendapatkan informasi dan
pengetahuan. Keluarga miskin juga dapat merasakan kurang percaya diri akan
kemampuan mereka untuk mengendalikan takdirnya, dan dalam kasusu ini
dapatmenggunakan pengendalian makana denganpenelaian pasif.
3. Dampak Gangguan Kesehatan
Seperti
yang telah disebutkan, tipe koping yang digunakan individu yang bergantung pada
situasi. Denagn lebuh sedikit tuntutanyang diminta oleh keluarga (misalnya;
semua berjalan dengan baik dan anggota keluarga sehat), tipe pola koping
tertentu yang bertahan lama dapat secara khas diterapkan, seperti memelihara
jalinan aktif dengan komunitas. Akan tetapi dengan semakin banyaknya kemalangan
(baik stressor kesehatan maupun tipe stressor lainnya seperti ekonomi,
lingkungan dll), cara koping yang umum biasanya tidak cukup, dan semakin luas
susunan strategi koping keluarga dihasilkan guna menghadapi tantangan.
H. AREA PENGKAJIAN KELUARGA
Terdapat
skala koping keluarga yang terstruktur dan teruji, yang digunakan untuk
penelitian dan praktik klinis serta pertanyaan pengkajian yang disertakan, dan
informasi yang dikumpulkan dari anggota keluarga melalui wawancara, serta
laporan atau data dari sumber lain. Pertanyaan yang menyertai relevan untuk
dipertimbangkan saat menilai stressor, kekuatan, persepsi, strategi koping dan
adaptas.
1. Stressor, Kekuatan, dan
Persepsi Keluarga
a. Stersor (baik jangka
panjang maupun poendek) apa yang dialami oleh keluarga? Lihat family inventory
of life scale untuk contoh stressor yang signifikan. Pertimbangkan stressor
lingkungan dan sosioekonomi. Bagaiman kekuatan dan durasi dari stressor ini?
b. Kekuatan apa ynag
menyebabakan stressor? Apakah keluarga mampu mengatasi stress biasa dan
ketegangan dalam kehidupan sehari-hari keluarga? Sumber apa yang dimiliki
keluarga untuk mengatasi stressor?
c. Apa definisi keluarga
mengenai situasi tersebut? Apakah dilihat sebagai tantangan secara realistic
dan penuh harapan? Apakah keluarga mampu bertindak bardasarka penilaian
realistic dan objektif mengenai situasi dan peristiwa penuh stress? Apakah
stressor utama dilihat sangat membebani, mustahil untuk diatasi, atau
sedemikian rupa mengganggu?
2. Strategi Koping Keluarga
a. Bagaiman keluarga bereaksi
terhadap stressor yang dialaminya? Strategi koping apa yang digunakan? Strategi
koping apa yang diterapkan keluarga dan untuk mengatasi tipe masalah apa?
Apakah anggota keluarga berada dalam cara koping mereka saat ini? Jika
demikian, bagaimana keluarga mengatasi perbedaab itu?
b. Sejauh man keluarga
menggunakan strategi koping internal:
1) Mengandalkan kelompok
keluarga
2) Berbagi perasaan,
pemikiran, dan aktivitas
3) Fleksibilitas peran
4) Normalisasi
5) Mengendalikan makn masalah
denagn pembimbing ulang dan penilaian pasif
6) Pemecahan masalah bersam
7) Mendapatkan informasi dan
pengetahuan
8) Terbuka dan jujur dalam
komunikasi keluarga
9) Menggunakan humor dan tawa
c. Sejauh man keluarga
menggunakan keluarga menggunakan strategi koping eksternal dan sistem dukungan
informal berikut:
1) Memelihara jalinan aktif
dengan komunitas
2) Menggunakan dukungan
spiritual
3) Menggunakan sistem
dukungan social
4) Apakah keluarga memiliki
ikatan yang bermakna dengan teman, kerabat, tetangga, kelompok social dan
organisasi komunitas yang memberikan dukungan dan bantuan jika dibutuhkan?
5) Jika demikian, siapa
mereka dan bagaimana sifat hubungan mereka? Apakah keluarga memiliki sedikit
atau tidak memiliki teman, tetangga, kerabat, kelompok social atau organisasi
komunikasi? Jika demikian, mengapa? Apakah keluarga mempunyai ketidakpuasan
atau kemarahan terhadap sumber dukungan social yang ada?
6) Apa layanan dan petugas
kesehatan yang membantu keluarga?
7) Apa fungsi dan kekuatan
dari hubungan ini?
d. Strategi koping
disfungsional apa yang telah digunakan keluarga atau apa yang sedang digunakan?
Apakah ada tanda-tanda disfungsionalitas berikut? Jika demikian, catat
keberadaannya dan seberapa ekstensif digunakannya?
1) Mengambinghitamkan
2) Penggunaan ancaman
3) Orang ketiga
4) Psedumutualitas
5) Otoriterianisme
6) Perpecahan keluarga
7) Penyalahgunaan alcohol dan
atau obat-obatan
8) Kekerasan dalam keluarga
9) Pengabaian anak
3. Adaptasi
a. Bagimana pengelolaan dan
fungsi keluarga? Apakah stressor atau masalah keluarga dikelola secara adekuat
oleh keluarga? Apa dampak dari stressor pada fungsi keluarga?
b. Apakah keluarga berada
dalam krisis? Apakah masalah yang ada bagian ketidakmampuan kronikmenyelesaikan
masalah?
4. Mengidentifikasi Stresor,
Koping dan Adaptasi
Ketika
perawat keluarga bekerja dengan keluarga sepanjang waktu, akan sangat
bermamfaat untuk mengidentifikasi atau memantau bagaimana keluarga bereaksi
terhadap stressor, persepsi, koping dan adaptasi. Apakah keluarga mulia pulih,
menghasilkan proses koping yang berguna, atau apakah tetap pada tingkat adptasi
yang sama atau menunjukkan tanda-tanda penurunan daptasi?
I. DIAGNOSIS KEPERAWATN
KELUARGA
Menurut
klasifikasi NANDA (NANDA, 2000), terdapat 12 diagnosis keperawatan yang
berhubungan erat dengan masalah stress, koping, dan adaptasi keluarga antara
lain:
1. Ketidakefektifan
penatalaksanaan regimen terapi keluarga
2. Kesiapan untuk
meningkatkan koping keluarga
3. Gangguan koping keluarga
4. Ketidakmampuan koping
keluarga
5. Resiko kekerasan terhadap
orang lain
6. Gangguan proses keluarga
7. Proses keluarga yang tidak
fungsional: alkoholisme
8. Berduka disfungsional
9. Gangguan pemeliharaan
rumah
10. Distress spiritual
11. Resiko distress spiritual
12. Kesiapan untuk meningkatkan
kesejahteraan spiritual
J. INETRVENSI KEPERAWATAN
KELUARGA
Intervensi
keluarga didasarkan pada data pengkajian keluarga yang terkait dengan stressor
keluarga, persepsi stressor, koping, dan adaptasi. Seperti yang dibahas dalam
pengkajian serta diagnosis keperawatan keluarga yang teridentifikasi.
1. Membantu Keluarga
Menurunkan Factor Resiko
Perawat
keluarga dapat, dengan menggunakan persfektif pencegahan, memberikan konsling
pada keluarga mengenai perlunya menurunkan pejanan terhadap atau kelebihan
tekanan. Selain itu penting untuk memberikan penyuluhan antisipasi. Berkenaan
dengan ini, perawat keluarga dapat membantu keluarga dengan menolong mereka
mengidentifikasi dan siap terhadap situasi yang mengancam. Satu cara membantu
keluarga mengantasipasi apa yang mungkin terjadi adalah dengan member ikan
mereka informasi mengenai peristiwa yang mungkin terjadi (Wlsh, 1998)
2. Membantu Keluarga Beresiko
Untuk Mengatasi
a. Dorong semua anggota
keluarga terlibat
Merupakan
cara untuk melibatkan anggota keluarga mencakup:
1) Mendorong perawatan oleh
anggota keluarga selama hospitalisasi
2) Menyertakan anggota
keluarga, bersama dengan pasien terlibat dalam keputusan perawatan jesehatan
3) Mendorong anggota keluarga
yang lansia memelihara hubungan keluarga yang dekat
4) Member penyuluhan kepada
pemberi asuhan
5) Mendorong istirahat untuk
pemberi perawatan primer dengan meminta anggota keluarga lain yang bertugas
6) Mendorong anggota keluarga
saling berbagi cerita kehidupan mereka
b. Mobilisasi keluarga
Dengan
membatu keluarga mengenali, mengidentifikasi, dan memamfaatkan kekuatan dan
sumber keluarga guna secar positif mempengaruhi kesehatan keluarga yang sakit
(Johson, 2001)
c. Beri pujian pada upaya dan
pencapaian keluarga
d. Berdasrkan pengakuan dan
poenghormatan terhadap nilai, kepentingan, dan tujuan keluarga serta dukungan
keluarga
Johson
et.al 2001, mencantukan banyak cara umum yang dapat dilakukan oleh perawat
berorientasi keluarga. Beberapa anjuran mereka yang paling relevan adalah:
1) Meningkatkan harapan yang
realistic
2) Mendengarkan anggota
keluarga yang berhububngan dengan persepsi, perasaan, kekhawatiran dan
kepentingan mereka
3) Memfasilitasi komunikasi
antara anggota keluarga
4) Mengorientasi anggota
keluarga pada linhkungan dan sistem perawatan kesehatan
5) Memberikan informasi yang
dibutuhkan
6) Memberikan advokasi bagi
keluarga
7) Memperkenalkan anggota
keluarga ke keluarga lain yang mengalami masalah yang serupa
8) Merujuk keluarga ke
kelompok perawatan dari pendukung
9) Berikan keluarga sumber
atau referensi literature dan internet
e. Ajarkan keluarga mengenai
car, koping yang efektif
Program
ini tidak sekedar mengenali kebutuhan keluarga mendapatkan pengetahuan
kesehatan yang dibutuhkan untuk perawatan, tetapi aspek psikososial perawatan
dan kekhawatiran keluarga (Campbell,2000).
f. Dorong keluarga
menormalisasi kehidupan keluarga dan distress keluarga sebanyak mungkin
g. Bantu keluarga membingkai
ulang dan member label ulang situasi masalah
h. Bantu keluarga mendapatkan
dukungan spiritual yang mereka butuhkan
i. Rujuk keluarga yang
mengalami krisis
j. Bantu keluarga
meningkatkan dan memamfaatkan sistem dukungan social mereka.
3. Pemamfaatan Kelompok
Swa-Bantu
Perawat
sangatlah menyadari mamfaat kelompok swa-bantu bagi anggota keluarga yang
membutuhkan dukungan guna mengatasi atau mengkoping pengalaman hidup penuh
stress. Intervensi khusus dapat sangat memfasilitasi keluarga:
a. Mencari informasi tentang
kelompok yang memberikan bantuan bagi individu dan keluarga
b. Kolaborasi dengan kelompok
tersebut
c. Memahami bagaimana
kelompok ini meningkatkan dan melengkapi layanan professional
d. Merujuk anggota keluarga
dan keluarga ke kelompok yang tepat
e. Menciptakan kelompok baru
untuk melakukan saat terjadi kekurangan kelompok swa-bantu
f. Memberikan konsling
anggota keluarga
4. Terapi Keluarga Jaringan
Sosial
Terapi
jaringan social berlangsung di lingkungan rumah dengan keluarga dan jaringan
social luasnya, yang dipasangkan untuk menciptakan matriks social yang mengasuh
dan sehat.
5. Prinsip-Prinsip Intervensi
Krisis Keluarga
a. Mengidentifikasi peristiwa
yang mencetuskan dan peristiwa hidup yang membahayakan
b. Mengkaji interpretasi
keluarga terhadap peristiwa
c. Mengkaji sumber keluarga
dan metode koping terhadap stressor
d. Mengkaji status fungsi
keluarga
6. Pemberdayaan Keluarga
Figley
(1989), menyiratkan bahwa pemberdayaan keluarga adalah sebanyak sikap filosofis
terhadap bekerja dengan keluarga trauma saat keluarga terlibat dalam aktivitas
khusus tertentu. Ketika ia memandang dan menerapi keluarga yang bermasalah,
pendekatannya diperlembut oleh penghormatan tulusnya terhadap kemampuannya
bertindak secara alami dan kekuatan keluarga.
7. Melindungi Anggota
Keluarga Yang Berisiko Mengalami Kekerasan
Tujuan
ini dapat dicapai
dengan:
a. Mengenali dan melaporkan
penganiayaan anak
b. Mendukung dan merujuk
pasangan, lansia, saudara kandung, orang tua, homoseksual yang dianiaya, pelaku
penganiayaan dan unit keluarga
c. Mengkoordinasi perawatan
bagi keluarga dan anggota keluarga, bekerja secara kolaborasi dengan petugas
kesehatan lain dan pekerja kesejahteraan
8. Merujuk Anggota Keluarga
Yang Menunjukkan Masalah Koping Dan Disfungsi Yang Lebih Kompleks
Ketika
stress dan masalah koping keluarga di luar layanan yang dapat diberikan perawat
keluarga, perujukan dan tindak lanjut konsling atau terapi keluarga yang
berkelanjutan sering kali diindikasikan. Perujuk kekonselor yang menggunakan
pendekatan sistem keluarga seringkala sangat membantu.
DAFTAR PUSTAKA
Friedman.
M, Marilyn. 1998. Keperawatn Keluarga. Jakarta. EGC
Friedman.
M, Marilyn. 2002. Keperawatn Keluarga. Edisi 3. Jakarta. EGC
Friedman,
M, Marilyn. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori &
Praktek. Edisi 5. Jakarta. EGC
Murwani,
arita. 2009. Pengantar konsep dasar keperawatan. Pengantar
konsep dasar keperawatan. Yogyakarta: fitraatmaja
Setiawati,
santun. 2008. Asuhan keperawatan keluarga.Jakarta: tim-2008
Tamher,
sayuti dkk.2009.pengkajian keperawatan jadi individu, keluarga &
komunitas. Jakarta: tim-2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar