ASPEK SEKSUALITAS DALAM KEPERAWATAN



A.    Konsep tentang Seksualitas
1.      Definisi Seksual
Drever (dalam Jersild, 1978), menyatakan seks suatu perbedaan yang mendasar berhubungan dengan reproduksi, dalam satu jenis yang mambagi jenis ini menjadi dua bagian yaitu jantan dan betina yang mana sesuai dengan sperma (jantan) dan sel telur (betina) yang diproduksi. Schuster dan Ashburn (1980) menyatakan bahwa pengertian yang mendekati adalah berkaitan dengan konsep seksualitas yang melibatkan karakteristik dan perilaku merupakan perilaku seksual dengan kecenderungan pada interaksi heteroseksual. Seksualitas melibatkan secara total dari sikap-sikap, nilai-nilai, tujuan-tujuan dan perilaku individu yang didasari atau ditentukan persepsi jenis kelaminnya. Hal ini menunjukkan bahwa konsep seksualitas seseorang atau individu dipengaruhi oleh banyak aspek dalam kehidupan, termasuk didalamnya prioritas, aspirasi, pilihan kontak sosial, hubungan interpersonal, self evaluation, ekspresi emosi, perasaan, karir dan persahabatan.
Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki, yang   sering   disebut   jenis   kelamin   yaitu   penis   untuk   laki-laki   dan   vagina untuk   perempuan.   Seksualitas   menyangkut   berbagai   dimensi   yang   sangat luas, yaitu dimensi biologis, sosial, perilaku dan kultural. Seksualitas dari dimensi     biologis   berkaitan    dengan    organ   reproduksi    dan    alat  kelamin, termasuk bagaimana menjaga kesehatan dan memfungsikan secara optimal organ reproduksi dan dorongan seksual (BKKBN, 2006). Seksualitas dari dimensi psikologis erat kaitannya dengan bagaimana menjalanka fungsi sebagai mahluk     seksual,   identitas   peran   atau  jenis.(BKKBN, 2006).
 Dari dimensi social dilihat pada bagaimana seksualitas   muncul dalam hubungan     antar  manusia, bagaimana pengaruh lingkungan dalam membentuk pandangan tentang    seksualitas yang akhirnya membentuk  perilaku seks (BKKBN, 2006). Dimensi perilaku    menerjemahkan seksualitas menjadi perilaku seksual, yaitu perilaku yang muncul berkaitan dengan dorongan atau hasrat seksual (BKKBN, 2006). Dimensi cultural menunjukan      perilaku seks  menjadi bagian dari budaya yang ada di masyarakat (BKKBN, 2006).
2.      Orientasi Seksual
Orientasi seksual adalah dengan jenis kelamin mana seseorang lebih tertarik secara seksual. Orientasi seksual dikategorikan menjadi dua yaitu heteroseks (orang   yang secara seksual tertarik dengan lawan jenis) dan homoseks (orang yang secara seksual lebih tertarik dengan orang lain yang sejenis kelamin). Diantara  kedua orientasi   seksual tersebut, masih   ada perilaku-perilaku seksual yang sulit dimasukkan dalam satu kategori tertentu karena banyak sekali keragaman di dalamnya (BKKBN, 2006)
Homoseksualitas  adalah ketertarikan secara seksual dan aktivitas seksual pada jenis kelamin yang sama. Laki-laki yang tertarik kepada laki-laki disebut gay,   sedangkan perempuan yang tertarik  pada perempuan disebut lesbian. Terjadinya      homoseksualitas sampai saat ini  masih diperdebatkan. Ada yang mengatakan bahwa    hal  ini  terjadi sejak lahir (dipengaruhi oleh gen) dan ada pula yang  mengatakan dari  pengaruh lingkungan (BKKBN, 2006).
3.      Perilaku Seksual
Dorongan   seksual   bisa   diekspresikan dalam berbagai  perilaku, namun   tentu   saja tidak semua perilaku merupakan ekspresi dorongan seksual seseorang. Ekspresi dorongan seksual atau perilaku seksual ada yang aman dan ada yang tidak aman, baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Setiap perilaku seksual memiliki konsekuensi berbeda. Perilaku seksual adalah perilaku yang muncul  karena  adanya dorongan seksual. Bentuk perilaku seksual bermacam-macam mulai dari bergandengan tangan, berpelukan, bercumbu, bercumbu berat sampai berhubungan seks (BKKBN, 2006).

B.     Sikap terhadap Kesehatan Seksualitas
Kesehatan seksual adalah kemampuan seseorang mencapai kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal ini tercermin dari ekspresi yang bebas namun bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan sosialnya misalnya dalam menjaga hubungan dengan teman atau  pacar dalam batasan yang diperbolehkan oleh norma dalam masyarakat atau agama. Bukan hanya tidak adanya kecacatan, penyakit atau gangguan lainnya. Kondisi ini hanya bisa dicapai bila hak seksual individu perempuan dan laki-laki diakui dan dihormati (BKKBN, 2006).

C.    Respon Seksual
Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap yang terjadi berturut-turut.  “Normal” pada umumnya mengacu pada panjang siklus masing-masing fase, dan hasil bercinta yang memuaskan.
Empat tahapan siklus respon seksual :
1.       Kegembiraan
2.      Plateau
3.      Orgasme
4.      Resolusi
Keempat fase yang dialami oleh laki-laki dan perempuan, meskipun waktu dan panjang durasi dari masing-masing bervariasi antara kedua jenis kelamin. Selain itu, intensitas dari masing-masing fase dapat bervariasi antara setiap orang, dan antara laki-laki dan perempuan.
1.      Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase kegembiraan meliputi:
·         Peningkatan ketegangan otot
·         Peningkatan denyut jantung
·         Perubahan warna kulit
·         Aliran darah ke daerah genital
·         Mulainya pelumasan Vagina
·         Testis membengkak dan skrotum mengencang
2.      Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa perubahan yang terjadi dalam fase ini meliputi
·         Fase kegembiraan meningkat
·         Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina
·         Klitoris menjadi sangat sensitive
·         Testis naik ke dalam skrotum
·         Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah
·         Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot
3.      Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan merupakan fase terpendek, hanya berlangsung beberapa detik. Fase ini memiliki karakteristik seperti berikut:
·         Kontraksi otot tak sadar
·         Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat pernapasan
·         Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim berirama
·         Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan kekuatan ejakulasi
·         Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh tubuh
4.      Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika tubuh secara perlahan kembali ke tingkat fisiologis normal. Fase resolusi ditandai dengan relaksasi, keintiman,dan seringkali kelelahan. Sering kali perempuan tidak memerlukan fase resolusi sebelum kembali ke aktivitas seksual dan kemudian orgasme, sedangkan laki-laki memerlukan waktu pemulihan sebelum orgasme selanjutnya. Seiring pertambahan usia laki-laki, panjang dari fase refraktori akan sering meningkat.
Disfungsi seksual yang paling umum pada pria adalah ejakulasi dini. Masalah ini terjadi ketika ada pemendekkan fase kegembiraan dan fase plateau. Dalam rangka untuk mencegah ejakulasi dini, seorang pria harus belajar bagaimana memperlambat fase kegembiraan dan fase plateau, yang dapat dicapai hanya dengan teknik yang benar dan latihan.

D.    Kehamilan dan Seksualitas

E.     Masalah yang Berhubungan dengan Seksualitas
Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain:
1.      Ketidak-tahuan mengenai Seks
Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak klitorisnya sendiri. Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak diketahui oleh banyak orang. Masalah ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul merakyat. Ini berpangkal dari kurangnya pendidikan seks yang sebagian besar dari antara masyarakat tidak memperolehnya pada waktu remaja. Tidak jarang, pengetahuan seks itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu terjadi karena mereka tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga formal lainnya. Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya dari berbagai media. Untuk itu orang tua hendaknya memberikan pendidikan soal seks kepada anak-anaknya sejak dini. Salah satunya dengan memisahkan anak-anaknya tidur dalam satu kamar setelah berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama perempuan atau laki-laki. Demikian halnya dengan menghindarkan anak-anaknya mandi bersama keluarga atau juga teman-temannya. Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks. Jawaban-jawaban yang diberikan hendaknya mudah dimengerti dan sesuai dengan usia si anak. Karena itulah, orang tua dituntut membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan tentang seks. Terlebih lagi, perubahan fisik dan emosi anak akan terjadi pada usia 13 – 15 tahun pada pria dan 12 – 14 tahun pada wanita. Saat itulah yang dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari masa anak-anak menjadi remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada lawan jenisnya. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak serta penuh keingintahuan dan petualangan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Sayangnya, banyak di antara mereka tidak menyadari beberapa pengalaman yang tampaknya menyenangkan justru dapat menjerumuskan. Rasa ingin tahu para remaja kadang-kadang kurang disertai pertimbangan rasional akan akibat lanjut dari suatu perbuatan. Itu pun terjadi akibat kurangnya kontrol orang tua dan minimnya pendidikan seks dari sekolah atau lembaga formal lainnya. Sementara itu, berbagai informasi seks dari media massa yang tidak sesuai dengan norma-norma yang dianut menyebabkan keputusan yang diambil remaja mengenai masalah cinta dan seks begitu kompleks. Akibatnya, timbul gesekan-gesekan dengan orang tua dan lingkungan keluarganya. Dan pada waktu para remaja itu beranjak dewasa dan menjalani hidup sebagai sepasang suami istri, mereka tetap merasakan gangguan komunikasi dalam hubungan seks yang berakar pada ketidaktahuan seks. Sering, keduanya tidak mengakui ketidaktahuan tentang seks atau mereka merasa “malu” dan “risih” untuk mengatakan apa yang disukai dan tidak disukai ketika melakukan hubungan seks.
2.      Kelelahan
Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman ini dalam melakukan hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup, sang wanita harus ikut bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pada waktu suami istri pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah. Dan pasangan yang sedang lelah jarang merasakan bahwa hubungan seks menarik minat. Akhirnya mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa menyebabkan bertambahnya usaha yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan lawan jenis dan merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya bisa memadamkan gairah seks.

3.      Konflik
Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud sebagai perang terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain. Konflik menjadi kendala hubungan emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser proses foreplay. Pasangan dapat mempertajam perselisihan mereka dengan menghindari seks atau mengeluarkan ungkapan negatif atau membandingkan dengan orang lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya. Kemarahan dan kecemasan yang tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalah seksual antara lain masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja menahan diri untuk tidak bercinta. Perbedaan antara satu orang dan lainnya biasanya tidak baik dan tidak juga buruk. Jadi haruslah dipandang hanya sebagai perbedaan. Kemarahan, ketegangan atau perasaan kesal akan selalu menghambat gairah seks.
4.      Kebosanan
Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa dianggap seperti “kerja malam”. Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering menjadi berlebihan sampai ke suatu titik yang membosankan. Yang mendasari rasa bosan itu adalah kemarahan yang disadari atau tidak disadari karena harapan anda tidak terpenuhi. Masalah ini diderita oleh kebanyakan pasangan yang sudah hidup bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan yang sudah hidup bersama untuk jangka waktu yang lama merasa kehilangan getaran kenikmatan yang datang ketika melakukan hubungan seks dengan pasangan yang baru. Orang demikian melihat rayuan penguat ego, dibandingkan bila bersenggama dengan mitra baru.

F.     Seksualitas dalam Proses Keperawatan

Tidak ada komentar: