BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Proses kehamilan dan persalinan tidak senantiasa berlangsung
secara fisiologis, dapat pula secara patologik sehingga memerlukan intervensi
medis untuk penatalaksanaannya. Walaupun sebaiknya persalinan berlangsung
secara spontan, namun karena adanya gangguan yang mengancam keselamatan ibu dan
bayi sehingga kadang-kadang persalinan perlu diakhiri dengan suatu pembedahan
(Sarwono, 2005).
Sectio caesaria merupakan pembedahan yang dilakukan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding abdomen. Dewasa ini,
pembedahan ini lebih aman karena adanya antibiotika, transfusi darah dan teknik
operasai yang lebih sempurna serta anestesia yang lebih baik, sehingga kini
mulai muncul kecendurungan untuk
melakukan sectio caesaria tanpa dasar yang cukup kuat (Sarwono, 2005).
Biasanya sectio caesaria dilakukan karena adanya kelainan pada
janin seperti janin yang terlalu besar, ancaman gawat janin, kelainan bentuk
panggul ataupun adanya hambatan jalan lahir (Bobak, 2005). Pasien post sectio
akan mengalami nyeri/ketidaknyamanan karena insisi ataupun efek-efek anestesi,
resiko penurunan elastisitas otot perut, resiko trombosis dan penurunan
kemampuan ADL. Selain itu, sama halnya dengan pasien port partum normal, pasien
post sectio juga akan mengalami
perubahan fisik dan psikologik setelah melahirkan. Oleh
karena itu perlu dilakukan perawatan pada ibu, dengan dilakukannya perawatan
maka kesehatan ibu dan bayi akan terjaga baik fisik maupun psikologik, selain
itu dengan melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar, kelainan yang dialami
ibu setelah melahirkan akan mudah dideteksi dan diobati dengan cepat. Berdasarkan hal di atas, maka kelompok tertarik untuk
melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan post sectio caesaria.
B.
TUJUAN
1.
Tujuan umum
Melakukan asuhan keperawatan pada klien
Ny. L dengan post sectio caesaria
2.
Tujuan khusus
a.
Melakukan pengkajian dan
analisa data pada klien Ny. L dengan post sectio caesaria
b.
Merumuskan diagnosa
keperawatan yang muncul pada klien Ny. L dengan post sectio caesaria
c.
Membuat rencana asuhan
keperawatan pada klien Ny. L dengan post sectio caesaria
d.
Melakukan implementasi
sesuai renpra pada klien Ny. L dengan post sectio caesaria
e.
Mengevaluasi tindakan yang telah
dilakukan pada klien Ny. L dengan post sectio
caesaria
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
SEKSIO SESARIA
1.
DEFINISI
Istilah sectio caesarea berasal dari bahasa latin caedere
yang artinya memotong. Sedangkan definisi sectio caesarea adalah suatu cara
melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding
depan perut atau vagina (Rustam M, 1998).
Sectio
caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).
Jenis – jenis operasi sectio caesarea
a. Abdomen
(sectio caesarea abdominalis)
1) Sectio
caesarea transperitonealis
a)
SC
klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan
memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
ü Mengeluarkan
janin dengan cepat
ü
Tidak
mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
ü
Sayatan
bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
ü Infeksi
mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
ü
Untuk
persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
b)
SC
ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan
melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical
transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
ü Penjahitan
luka lebih mudah
ü Penutupan
luka dengan reperitonealisasi yang baik
ü Tumpang
tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke
rongga peritoneum
ü Perdarahan
tidak begitu banyak
ü
Kemungkinan
rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
ü Luka
dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine
pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
ü Keluhan
pada kandung kemih post operasi tinggi
2) SC
ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian
tidak membuka cavum abdominal
b. Vagina
(section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio
caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Sayatan
memanjang ( longitudinal )
2) Sayatan
melintang ( Transversal )
3)
Sayatan
huruf T ( T insicion )
2.
ETIOLOGI
Pada persalinan normal bayi akan keluar
melalui vagina, baik dengan alat maupun dengan kekuatan ibu sendiri. Dalam
keadaan patologi kemungkinan dilakukan operasi sectio caesarea. Adapun penyebab
dilakukan operasi sectio caesarea adalah :
a. Kelainan dalam
bentuk janin
1) Bayi terlalu besar
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby),
menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir.
2) Ancaman
gawat janin
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan dokter
memutuskan untuk segera melakukan operasi. Apalagi jika ditunjang oleh kondisi
ibu yang kurang menguntungkan.
3) Janin abnormal
Janin sakit atau abnormal, misalnya
gangguan Rh, kerusakan genetic, dan hidrosephalus (kepala besar karena otak
berisi cairan), dapat menyebabkan diputuskannya dilakukan operasi.
4) Bayi
kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan
secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi
komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi
kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit
untuk dilahirkan secara normal.
b. Kelainan panggul
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan
atau panggul patologis dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan.
Terjadinya kelainan panggul ini dapat disebabkan oleh terjadinya gangguan
pertumbuhan dalam rahim (sejak dalam kandungan), mengalami penyakit tulang
(terutama tulang belakang), penyakit polio atau mengalami kecelakaan sehingga
terjadi kerusakan atau patah panggul.
c. Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan
lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Dini Kasdu, 2003).
3.
PATOFISIOLOGI
WOC
Terlampir
4.
KOMPLIKASI
SEKSIO SESARIA
- Pada ibu: infeksi puerperal, perdarahan, luka kandung kemih, embolisme paru, resiko rupture uteri pada kehamilan selanjutnya
- Pada janin: komplikasi pada janin tergantung pada indikasi dilakukan seksio.
5.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
w
Pemantauan
janin yaitu terhadap kesehatan janin
w Pemantauan
EKG
w JDL
dengan diferensial
w Elektrolit
w Hemoglobin/Hematokrit
w Golongan
dan pencocokan silang darah
w Urinalisis
w Amniosentesis
terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
w
Pemeriksaan
sinar x sesuai indikasi.
w Ultrasound
sesuai pesanan
w (Tucker,
Susan Martin, 1998)
w Periksa
tekanan darah, frekuensi nadi dan pernafasan, ukur jumlah urin yang tertampung
dikantong urin, periksa/kultur jumlah perdarahan selama operasi.
w
Buat
laporan operasi dan cantumkan hasil pemeriksaan diatas pada lembar laporan. Catat lama operasi, jenis kelamin, nilai APGAR dan
kondisi bayi saat lahir, lembar operasi ditandatangani oleh operator.
B.
DISPROPORSI
SEPALOPELVIK
Disproporsi sefalopelvik
adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan
panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi
sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi
keduanya.
Panggul dengan ukuran
normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran pervaginam pada janin dengan
berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena
pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada
persalinan pervaginam. Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit
secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan
antara kepala dan panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari
normal, juga terdapat panggul sempit lainnya. Disproporsi sefalopelvik
digolongkan menjadi empat, yaitu:
ü Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele,
panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
ü Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi
sakrokoksigea.
ü Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis,
skoliosis, spondilolistesis.
ü Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio
koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada
diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia
saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu
tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya.
1.
Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior
terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter
transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas
panggul sering diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual
yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas
panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5
cm.3 Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan
persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau
diameter transversal kurang dari 12 cm. Dari penelitian Thoms pada 362
nullipara diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada wanita
dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang atau luas.
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas
panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung
menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat
pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah
selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan
segmen bawah rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan
lambat atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat
menjadi prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah
masuk dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas
panggul menyebabkan kepala janin megapung bebas di atas pintu panggul sehingga
dapat menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan panggul sempit
terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali
pusat empat sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul
normal atau luas.
2.
Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak
menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan
rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih
sering dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini menyebabkan terhentunya kepala
janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio
sesarea.3,4
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang.
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang.
3. Penyempitan
Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga
dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah
panggul terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau
kurang. Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan
pintu tengah panggul.3
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.
C.
PERUBAHAN
FISIOLOGIS DAN PSIKOSOSIAL PADA PERIODE POSTPARTUM
a. Perubahan
Fisiologis Pada Postpartum
Masa postpartum/puerperium/trimester
keempat kehamilan merupakan masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal seperti sebelum hamil (Bobak,
dkk, 2005). Pada masa ini
terjadi berbagai perubahan pada organ-oragan tubuh, yaitu:
1. Sistem reproduksi dan struktur terkait
ª Uterus
Terjadi proses involusi uterus (proses
kembalinya uterus ke keadaan seperti sebelum hamil). Seteleh janin lahir lahir,
uterus kira-kira setinggi umbilikus. Setelah plasenta lahir, uterus berada 2 cm
dibawah umbilikus, kemudian turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. pada hari ke
6 fundus akan berada pada pertengan umbilikus dan simfisis, dan tidak dapat
dipalpasi lagi pada abdomen pada hari ke 9 postpartum.
Uterus yang waktu hamil beratnya
mencapai 1000 gr, menjadi 500 gr setelah seminggu postpartum, 350 gr pada 2
minggu postpartum dan setelah minggu ke 6 postpartum jadi 50-60 gr (berat
normal uterus 30 gr).
Setelah melahirkan
kontraksi pada uterus tetap ada. Relaksasi dan kontraksi periodik yang sering
dialami ibu postpartum terutama multipara dapat mengakibatkan rasa nyeri yang
bertahan sepanjang awal masa puerperium.
Setelah melahirkan
keluar rabasa dari uterus yang disebut lokia. Pada hari 1-3 disebut lokia rubra
yang bewarna merah terang, terdiri atas darah, debris desidua dan debris
trofoblastik. Setelah hari ke3, lokia berubah menjadi merah muda atau
kecoklatan dan bertahan selama 10 hari, lokia ini disebut lokia serosa dan
terdiri dari old blood, serum, leukosit, dan debris jaringan. Kemudian lokia
serosa berubah warna menjadi kuning sampai putih (lokia alba) yang mengandung
leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri.
ª Serviks
Serviks agak menganga seperti corong,
disebabkan korpus berkontraksi sedangkan serviks tidak. Warna serviks merah
kehitaman karena penuh pembuluh darah, konsistensinya lunak. Segera setelah
janin lahir, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan pada cavum uteri. Setelah
2 jam, dapat dimasukkn 2-3 jari dan setelah 1 minggu dapat dimasukkan 1 jari ke
dalam cavum uteri.
ª Vagina
dan perineum
Estrogen pasca partum
yang menurun berperan dalam pengikisan mucosa vagina dan hilangnya rugae.
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hamil sampai 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat
pada minggu ke empat. Pada awalnya introitus mengalami eritematosa dan
udematosa terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Tanda-tanda
infeksi (nyeri, merah, panas, bengkak atau rabas). Atau tepian insisi tidak
saling mendekat bisa terjadi. Penyembuhan harus berlangsung dalam 2-3 minggu.
Hemoroid (varises anus) sering terjadi. Gejala yang sering dialami adalah
seperti rasa gatal, tidak Nyman dan perdarahan berwarna merah terang pada waktu
defecator. Ukuran hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu setelah bayi
lahir. Mukosa vagina
menjadi tipis dan rugae hilang. Rugae akan kembali terlihat sekitar minggu ke 4
dengan kondisi memipih. Sekresi vagina berkurang sehingga terjadi kekeringan
lokal yang dapat menyebabkan dispareunia. Pada perineum, jika ada episiotomi
penyembuhan harus berlangsung dalam 2-3 minggu.
Lokhea: Rubra Hari 1-3
Darah dengan bekuan, bau amis, meningkat dengan bergerak, meneteki dan
peregangan Banyak bekuan, bau busuk, pembalut penuh darah, Serosa Hari 4-9 Pink
atau coklat dengan konsistensi, serosanguineus, bau amis. Bau busuk, pembalut
penuh darah, sedangkan Alba Hari 10 Kuning – putih, bau amis Bau busuk, pembalut
penuh darah, lochea serosa menetap, kembali ke pengeluaran pink atau merah,
pengeluaran lebih dari 2-3 minggu.
2. Sistem
Endokrin
Pengeluaran plasenta menyebabkan
penurunan hPL (human placental lactogen),
estrogen, dan kortisol serta plasental
enzyme insulinase, sehingga membalik efek diabetogenik kehamilan sehingga
kadar gula darah menurun secara bermakna pada masa puerperium.
Penurunan kadar estrogen dan progesteron
dan tingginya kadar prolaktin menyebabkan terjadinya produksi susu dan ejeksi
susu akibat pelepasan oksitosin oleh hipofisis posterior yang terangsang karena
isapan bayi.
3. Abdomen
Pada hari pertama postpartum abdomen
masih menonjol. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke
keadaan seperti sebelum hamil. Pada keadaan-keadaan tertentu otot-otot dinding
abdomen memisah yang disebut diastasis rectus abdominis.
4. Sistem
Urinarius
-
Glukosuria menghilang. Kadar BUN (blood urea nitrogen) meningkat pada masa
postpartum karena otolisis uterus yang berinvolusi. Pecahan kelebihan protein
di dalam sel otot uterus juga menyebabkan proteinuria ringan (+).
-
12 jam samapi hari ke 3 setelah
melahirkan terjadi diaforesis luas terutama pada malam hari, yang bertujuan
untuk membuang kelebihan cairan yang tertimbun. Diaforesis dan peningkatan jumlah urine dapat menyebabkan
penurunan BB 2,5 Kg selama masa postpartum.
-
Trauma
bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama melahirkan. Kombinasi dari
trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir
dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun
sehingga menyebabkan distensi kandung kemih yanga dapat menghambat kontraksi
uterus sehingga beresiko untuk terjadinya perdarahan post partum.
5. Sistem
Pencernaan
-
Segera setelah melahirkan, kebanyakan
ibu merasa sangat lapar sehingga permintaan akan makanan menignkat 2 kali.
-
Motilitas dan tonus otot saluran
pencernaan menurun, sehingga sering muncul penundaan BAB secara spontan sampai
hari ke tiga. Hal ini juga bisa disebabkan oleh diare sebelum persalinan, enema
sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi.
6. Payudara
ª Ibu
menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba
lunak dan kolostrum dapat dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai, biasanya pada hari ke 2-3
setelah ada produksi ASI, payudara akan teraba hangat dan keras ketika
disentuh. Puting susu harus diperiksa untuk dikaji
erektilitasnya.
ª Ibu
tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan
cepat, namun sekresi dan eksresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama
setelah melahirkan. Seiring dengan timbulnya produksi ASI, dapat terjadi
pembengkakan (engorgement) pada payudara pada hari ke 3-4. Payudara teregang (bengkak), keras, nyeri bila ditekan
dan teraba hangat. Jaringan yang ada disekitar payudara juga dapat terlibat.
Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dalam 24-36 jam. Apabila bayi belum
menghisap/dihentikan, laktasi berhenti dalam beberapa hari sampai satu minggu.
7. Sistem
Kardiovaskuler
·
Volume darah
Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah
biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil, hipervolemia yang
diakibatkan kehamilan ( peningkatan ± 40 % lebih dari volume tidak hamil dan
menyebabkan kebanyakan ibu bisa menoleransi kehilangan darah saat melahirkan,
banyk ibu yang kehilangan 300 – 400 ml darah sewaktu melahirkan bayi tunggal
pervaginam atau sekitar dua kali lipat pada saat operasi cesarea
·
Curah jantung
Denyut jantung, volume sekuncup dan curah jantung meningkat selama
masa hamil, stelah melahirkan keadaan ini meningkat lebih tinggi selama 30 – 60
menit karena darah biasanya melintasi uteroplasenta tiba – tiba kembali
ke sirkulasi umum.
·
Varises
Varises Bahkan varises vulva akan mengecil dengan cepat setelah bayi
lahir
·
Tanda-tanda vital
Selama 24 jam pertama suhu dapat meningkat sampai 380 C
sebagai akibat efek dehidrasi. Setelah 24 jam wanita harus tidak demam. Denyut
nadi tetap tinggi selam jam pertama setelah bayi lahir. Kemudian mulai menurun
dengan frekuensi yang tidak diketahuinya pada minggu kedelapan dan kesepuluh
denyut nadi kembali ke frekuens sebelum hamil.pernapasan harus berada dalam
rentang normal sebelum melahirkan, tekanan darah sedikit berubah atau menetap,
hipotensi ortostatik dapat timbul dalam 48 jam pertama akibat pembengkakan
limpa yang terjadi. Terjadi peningkatan kecil tekanan darah sampai hari ke
empat setelah melahirkan. Fungsi pernapasan biasanya kembali normal setelah
wanita melahirkan. Suhu tubuh dapat naik 0,5 0C dari normal, tapi
tidak melebihi 380C. sesudah 12 jam pertama post partum, umumnya
suhu kembali normal. Bila suhu > 380C, maka mungkin ada infeksi.
Segera setelah partus terjadi
bradikardi. Bila terdapat takikardi sedangkan badan tidak panas, mungkin ada
perdarahan berlebihan atau ada vitium kardis. Pada masa nifas umumnya denyut
nadi lebih labil dibandingkan dengan suhu badan.
·
Komponen darah
Selama 72 jam sampai 7 hari setelah bayi
lahir terjadi peningkatan hemoglobin dan hematokrit karena kehilangan plasma
yang lebih besar dibanding kehilangan darah. Terjadi leukositosis selama 10-12
hari postpartum, dimana nilai leukosit 20000-25000 masih merupakan hal yang
umum. Faktor-faktor pembekuan dan fibrinogen tetap meningkat dari kehamilan
sampai awal puerperium. Kombinasi keadaan hiperkoagulasi, kerusakan pembuluh
darah dan imobilitas mengakibatkan penigkatan resiko tromboembolisme, terutama
setelah melahirkan sesaria.
8. Sistem
Neurologi
Rasa tidak nyaman yang diinduksi oleh
kehamilan akan menghilang segera setelah bayi dilahirkan. Sindrom carpal turner dan rasa baal serta
kesemutan biasanya menghilang karena hilangnya kompresi pada saraf median.
9. Sistem
Integumen
Kloasma yang muncul pada saat hamil biasanya
menghilang. Hiperpigmentasi pada areola dan linea nigra tidak hilang seluruhnya
setelah bayi lahir, pada beberapa wanita menetap.
Rambut halus yang lebat pada kehamilan
biasanya menghilang, rambut kasar yang timbul akan menetap.
b. Perubahan
Psikososial pada Ibu sehubungan dengan Penyesuaiannya terhadap Peran sebagai
Orang Tua
- Fase
dependen (taking-in)
Fase ini berlangsung
selama 2-3 hari. Dimana pada fase ini ketergantungan ibu menonjol sebagai
respon terhadap kebutuhan akan istirahat dan makanan, ibu memerlukan
perlindungan dan perawatan. Pada waktu ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya
dipenuhi oleh orang lain. Fase menerima/taking-in
yang kuat hanya terlihat pada 24 jam pertama setelah ibu melahirkan.
Fase dependen ialah
suatu waktu yang penuh kegembiraan dan kebanyakan orang tua sangat suka
mengkomunikasikannya. Mereka merasa perlu menyampaikan pengalaman mereka
tentang kehamilan dan kelahiran dengan kata-kata.
-
Fase
dependen-mandiri (taking-hold)
Berlangsung 3-4 hari post partum, ibu lebih
berkonsentrasi pada kemampuannya menerima tanggungjawab sepenuhnya terhadap
perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif sehingga membutuhkan
bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu.
Pada fase ini, secara bergantian muncul kebutuhan untuk mendapat
perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa melakukan
segala sesuatu secara mandiri. Ibu berespon dengan penuh semangat untuk
memperoleh kesempatan belajar dan berlatih tentang perawatan bayi atau merawat
bayinya secara langsung.
Pada fase ini tidak jarang terjadi depresi, yang mungkin timbul karena
merasa kehilangan dukungan yang pernah diterima saat hamil, jenuh dengan
tanggung jawab sebagai orang tua, ataupun keletihan. Istilah depresi
pascapartum ringan (baby blues) dapat
dikaitkan dengan kadar glukokortikoid yang rendah pada awal postpartum atau
terjadi hipotiroid subklinis
- Fase
interdependen (letting-go)
Pada fase ini, ibu dan
keluarga bergerak maju sebagai suatu sistem dengan para anggota saling
berinteraksi. Hubungan antar pasangan, walupun sudah berubah dengan adanya
seorang anak, kembali menunjukkan karakteristik seperti awal.
BAB III
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
Pelaksanaan asuhan keperawatan masa
nifas pada post operasi sectio caesaria melalui pendekatan proses keperawatan
dengan melaksanakan
a.
Pengkajian
§ Identitas klien: nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
alamat, no.MR
§ Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan nyeri post
operasi, tidak nyaman/distensi abdomen dan kandung kemih, mulut kering, sulit
BAB dan BAK. Jika ada perdarahan banyak maka muncul keluhan nyeri, sakit
kepala, kelemahan, anemia.
§ Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit saluran
urogenital seperti herpes virus, riwayat Seksio klasik, preeklamsi dan eklamsia
selama masa kehamilan atau kehamilan dahulu, riwyat partus abnormal atau dengan
bantuan pada kelahiran yang lalu. Riwayat tumor jalan lahir, riwayat stenosis
serviks/vagina pada persalinan dahulu. Riwayat primapara tua.
§ Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat DM,
hipertensi, jantung, ginjal, penyakit menular.
§ Pemeriksaan fisik
Keadaan umum:
bervariasi, baik sampai sedang
Kesadaran:
bervariasai, dapat compos mentis sampai somnolen
TTV: TD dapat
sedikit meningkat atau turun jika terjadi perdarahan, nadi meningkat bila
perdarahan, suhu biasanya normal, jika meningkat mengindikasikan infeksi, nafas
biasanya normal.
1. Keadaan
Umum
1.
Keadaan Umum : Tingkat energi, self esteem, tingkat kesadaran.
2. BB, TB, LLA, Tanda Vital normal (RR konsisten,
Nadi cenderung bradi cardy, suhu 36,2-38, Respirasi 16-24)
3. Kepala : Rambut, Wajah, Mata (conjunctiva),
hidung, Mulut, Fungsi pengecapan; pendengaran, dan leher.
a.
Rambut :
rambut dapat bersih atau kotor, warna bervariasi sesuai dengan ras, rambut
tidak mudah/mudah dicabut.
b.
Mata :
penglihatan baik, konjungtiva dapat anemis/tidak anemis, sklera tidak ikterik
c.
Wajah :
kloasma gravidarum dapat ada/menghilang
d.
Hidung :
hidung simetris, bersih, sekret (-), polip (-)
e.
Mulut :
lidah bersih, mukosa dapat kring/lembab, carries bias ada atau tidak
f.
Leher :
tidak ada pembengkakan kelenjer tiroid dan getah bening, hiperpigmentasi pada
kulit (-)
2. Pemeriksaan
Thorak
Paru :
Inspeksi: simetris kiri = kanan
Auskultasi: suara napas vesikuler, ronkhi (-),
wheezing (-)
Palpaasi: Fremitus
kiri = kanan
Jantung :
Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat
Auskultasi: bunyi
jantung murni, Bising (-)
Palpasi: iktus
cordis tidak teraba
3. Payudara
Pembesaran,
simetris, pigmentasi, warna kulit, keadaan areola dan puting susu, stimulation
nepple erexi. Kepenuhan atau pembengkakan, benjolan, nyeri, produksi
laktasi/kolostrum. Perabaan pembesaran kelenjar getah bening diketiak. inspeksi kesimetrisan kiri =
kanan, hiperpigmentasi areola dan papila (+), papila dapat menonjol/tidak,
striae dapat ada atau tidak, kelenjer montgomery ada. dan palpasi apakah ada
nyeri tekan, teraba atau tidaknya massa, produksi ASI bervariasi, sudah sudah
ada dan belum, jika sudah ada payudara teraba padat.
4. Abdomen
Inspeksi : abdomen mungkin
masih membesar, linea nigra bisa ada, bisa tidak, striae bisa ada, bisa tidak,
terdapat luka operasi tertutup perban.
Palpasi : nyeri pada
luka operasi, TFU di umbilicus setelah janin lahir, turun 1-2 jari tiap 24 jam,
posisi di tengah, kontraksi baik. Terdapat diastasis rektus abdominis. Kandung
kemih bisa distensi, bisa tidak (kosong).
Auskultasi : BU bisa tidak ada/menurun
5. Genetalia
Perineum bersih, jumlah lokhea sedikit. Tidak terdapat laserasi pada perineum/jalan lahir.
6. Ekstremitas
bawah
Varises ada atau
tidak, edema ada atau tidak, tanda Homan dapat positif atau
negative. Refleks Patella: positif.
§ Pemeriksaan
Psikologis
Pada hari 1-2 Ibu berada pada fase
taking-in dimana ibu mengharapkan semua kebutuhannya dipenuhi oleh orang lain.
Pada hari ke 3 ibu mulai berada pada fase taking-holk dimana ibu mempunyai
keinginan untuk merawat bayinya secara mandiri dan juga ingin kebutuhannya
dipenuhi. Keinginan tersebut muncul silih berganti.
Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap,
Hb/Ht: mengkaji perubahan dari kadar praoperasi dan mengevalusi efek kehilangan
darah pada pembedahan. Darah : Hemoglobin dan
Hematokrit 12-24 jam post partum (jika Hb < 10 g% dibutuhkan suplemen FE),
eritrosit, leukosit, Trombosit.
Urinalisis; kultur urine, darah,vaginal dan lokea:
pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan individual
b. Diagnosa
contoh diagnosa
keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan post operasi sectio caesaria
yaitu ;
§
Resiko
infeksi b.d prosedur invasif
§
Nyeri
b.d kondisi pasca operasi.
§
Konstipasi
b.d kelemahan otot, penurunan motilitas traktus urinarius
§
Resiko
gangguan pola eliminasi urine b.d kerusakan sensorik motorik (manipulasi
dan/atau trauma sekunder terhadap sectio caesaria).
§
Kekurangan
volume cairan b.d kehilangan cairan melalui rute abnornal (perdarahan), intake
tidak adekuat
§
Resiko
cidera b.d efek-efek anestesi, imobilisasi
§
Ansietas
b.d krisis situasional, ancaman konsep diri, perubahan status peran
§
Kurang
pengetahuan b.d kurang informasi tentang perawatan melahirkan caesar.
RENCANA ASUKHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN SECTIO CAESAREA
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
/ Kriteria Hasil (NOC)
|
Intervensi
Keperawatan
(NIC)
|
Aktivitas
|
1
|
Resiko infeksi b.d prosedur invasif
|
a.
Pengetahuan : kontrol infeksi
-
dapat menyebutkan cara masuknya kuman
-
menyebutkan faktor-faktor yang mendukung terjadinya infeksi
-
menyebutkan tanda dan gejala infeksi
-
menyebutkan tindakan yang dapat mengurangi terjadinya infeksi
b. Kontrol resiko
-
Mengetahui resiko
-
Memonitor faktor resiko lingkungan
-
Memonitor faktor resiko dari kebiasaan
-
Memodifikasi gaya hidup untuk menurunkan resiko
|
Ø
Pengontrolan infeksi
Ø
Proteksi infeksi
|
§
Ciptakan lingkungan ( alat-alat, berbeden dan lainnya) yang nyaman dan
bersih terutama setelah digunakan oleh pasien
§
Gunakan alat-alat yang baru dan berbeda setiap akan melakukan tindakan
keperawatan ke pasien
§
Isolasikan pasien yang terkena penyakit menular
§
Tempatkan pasien yang harus diisolasi yang sesuai dengan kondisi pasien
§
Batasi jumlah pengunjung sesuai kondisi pasien
§
Ajari klien untuk mencuci tangan sebagai gaya hidup sehat pribadi
§
Instruksikan klien untuk mencuci tangan yang benar sesuai dengan yang
telah diajarkan
§
Instruksikan kepada pengunjung untuk selalu mencuci tanagn sebelum dan
sesudah memasuki ruangan pasien
§ Gunakan
sabun antimikroba untuk proses cuci tangan
§ Cuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan kepada pasien
§ Terapkan
kewaspadaan universal
§ Gunakan
selalu handscoon sebagai salah satu ketentuan kewaspadaan universal
§
Gunakan baju yang bersih atau gown ketika menangani pasien infeksi
§
Gunakan sarung tangan yang steril, jika memungkinkan
§
Bersihkan kulit pasien dengan pembersih antibakteri
§
Jaga dan lindungi area atau ruangan yang diindikasikan dan digunakan untuk tindakan invasive,
operasi dan gawat darurat
§
Monitor tanda-tanda dan gejala sistemik dan local dari infeksi.
§
Monitor daerah yang mudah terinfeksi.
§
Monitor jumlah granulosit, WBC, dan perbedaan nilai.
§
Ikuti kewaspadaan neutropenic.
§
Batasi pengunjung.
§
Lindungi semua pengunjung dari penyakit menular.
§
Pertahankan teknik asepsis untuk pasien yang berisiko.
§
Pertahankan teknik isolasi.
§
Lakukan perawatan kulit untuk area yang oedem.
§
Inspeksi kulit dan membran mukosa yang memerah, panas, atau kering.
§
Inspeksi kondisi dari luka operasi
§
Tingkatkan intake nutrisi yang cukup.
§
Anjurkan intake cairan.
§
Anjurkan istirahat.
§
Monitor perubahan tingkat energi / malaise.
§
Anjurkan peningkatan mobilitas dan latihan.
§
Anjurkan nafas dalam dan batuk efektif.
§
Beri agen imun.
§
Instruksi pasien untuk mendapatkan antibiotik sesuai resep.
§
Ajari pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala dari infeksi dan kapan
mereka dapat melaporkan untuk mendapatkan perawatan kesehatan.
§
Ajari pasien dan anggota keluarga bagaimana menghindari infeksi.
§
Hindari buah, sayuran, dan lada / merica dari diet pasien dengan
neutropenia.
§
Hindari bunga dan tumbuhan segar dari area tempat pasien berada.
§
Berikan ruangan privasi jika dibutuhkan.
§
Laporkan kemungkinan adanya infeksi dalam upaya pengendalian infeksi.
§
Laporkan kebiasaan positif dalam mengendalikan infeksi.
|
2.
|
Nyeri b.d kondisi pasca operasi.
Batasan Karakteristik:
-
Melaporkan nyeri secara verbal dan nonverbal
-
Menunjukkan kerusakan
-
Posisi untuk mengurangi nyeri
-
Gerakan untuk melindungi
-
Tingkah laku berhati-hati
-
Muka topeng
-
Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau,
menyeringai)
-
Fokus pada diri sendiri
-
Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berfikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan )
-
Tingkah laku distraksi (jalan-jalan, menemui orang lain, aktifitas
berulang)
-
Respon otonom (diaporesis, perubaha tekanan darah, perubahan nafas, nadi
dilatasi pupil)
-
Perubahan otonom dalam tonus otot (dalam rentang lemah ke kaku)
-
Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang, mengeluh)
-
Perubahan dalam nafsu makan
|
a.
Tingkat kenyamanan
-
fisik baik
-
psikologis baik
b.
Kontrol nyeri
-
mengetahui faktor penyebab
-
melaporkan nyeri terkontrol
c.
Tingkat nyeri
-
Melaporkan nyeri
-
Perubahan frekuensi napas
-
Perubahan tekanan darah
-
Perubahan nadi
|
Ø
Manajemen nyeri
Ø
Pemantauan TTV
|
§
Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.
§
Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal, terutama untuk pasien yang tidak
bisa mengkomunikasikannya secara efektif
§
Pastikan pasien mendapatkan perawatan
dengan analgesic
§
Gunakan komunikasi yang terapeutik agar pasien dapat menyatakan
pengalamannya terhadap nyeri serta dukungan dalam merespon nyeri
§
Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri
§
Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan sehari-hari (tidur, nafsu makan,
aktivitas, kesadaran, mood, hubungan sosial, performance kerja dan melakukan
tanggung jawab sehari-hari)
§
Evaluasi pengalaman pasien atau keluarga terhadap nyeri kronik atau yang
mengakibatkan cacat
§
Evaluasi bersama pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam menilai
efektifitas pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan
§
Bantu pasien dan keluarga mencari dan menyediakan dukungan.
§
Gunakan metoda penilaian yang berkembang untuk memonitor perubahan nyeri
serta mengidentifikasi faktor aktual dan potensial dalam mempercepat
penyembuhan
§
Tentukan tingkat kebutuhan pasien yang dapat memberikan kenyamanan pada
pasien dan rencana keperawatan
§
Menyediakan informasi tentang nyeri, contohnya penyebab nyeri, bagaimana
kejadiannya, mengantisipasi ketidaknyamanan terhadap prosedur
§
Kontrol faktor lingkungan yang
dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien (suhu ruangan, pencahayaan,
keributan)
§
Mengurangi atau menghapuskan faktor-faktor yang mempercepat atau meningkatkan nyeri
(spt:ketakutan, fatique, sifat membosankan, ketiadaan pengetahuan)
§
Mempertimbangkan kesediaan pasien dalam berpartisipasi, kemampuannya
dalam berpartisipasi, pilihan yang digunakan, dukungan lain dalam metoda, dan
kontraindikasi dalam pemilihan strategi mengurangi nyeri
§
Pilihlah variasi dari ukuran pengobatan (farmakologis, nonfarmakologis,
dan hubungan atar pribadi) untuk mengurangi nyeri
§
Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih metoda mengurangi
nyeri
§
Mendorong pasien dalam memonitor nyerinya sendiri
§
Ajari untuk menggunakan tehnik non-farmakologi (spt: biofeddback, TENS,
hypnosis, relaksasi, terapi musik, distraksi, terapi bermain, acupressure,
apikasi hangat/dingin, dan pijatan ) sebelum, sesudah dan jika memungkinkan,
selama puncak nyeri , sebelum nyeri terjadi atau meningkat, dan sepanjang
nyeri itu masih terukur.
§
Kolaborasikan dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk memilih
dan mengimplementasikan metoda dalam mengatasi nyeri secara non-farmakologi.
§
Menyediakan analgesic yang dibutuhkan dalam mengatasi nyeri
§ Menggunakan
Patient-Controlled Analgesia (PCA)
§ Gunakan
cara mengontrol nyeri sebelum menjadi menyakitkan (puncak nyeri)
§ Pengobatan
sebelum beraktivitas untuk meningkatkan partisipasi , tapi evaluasi resiko
pemberian obat penenang
§
Pastikan pretreatmen strategi analgesi dan/ non-farmakologi sebelum
prosedur nyeri hebat
§
Kaji tingkat ketidaknyamanan bersama pasien, catat perubahan dalam
catatan medis dan informasikan kepada tenaga kesehatan yang lain
§
Evaluasi efektifitas metoda yang digunakan dalam mengontrol nyeri secara
berkelanjutan
§
Modifikasi metode kontrol nyeri sesuai dengan respon pasien
§
Anjurkan untuk istirahat/tidur yang adekuat untuk mengurangi nyeri
§
Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalamannya terhadap nyeri
§
Beritahu dokter jika metoda yang digunakan tidak berhasil atau jika ada
komplain dari pasien mengenai metoda yang diberikan
§
Informasikan kepada tenaga kesehatan yang lain/anggota keluarga tentang
penggunaan terapi non-farmakologi yang akan digunakan oleh pasien
§
Gunakan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu dalam manajemen nyeri
§
Mempertimbangkan pasien, keluarga, dan hal lain yang mendukung dalam
proses manajemen nyeri
§
Menyediakan informasi yang akurat untuk meningkatkan pengetahuan keluarga
terhadap respon nyeri
§
Menyertakan keluarga dalam mengembangkan metoda mengatasi nyeri
§
Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri ynag diberikan dalam
interval yang ditetapkan.
§
Pantau tekanan darah, nada, suhu dan status pernapasan
§
Pantau tanda hipotermi atau hipertermi
§
Pantau ada tidaknya nadi dan kualitasnya
§
Pantau warna suhu dan kelembaban kulit
|
3
|
Resiko gangguan pola eliminasi urine b.d kerusakan
sensorik motorik (manipulasi dan/atau trauma sekunder terhadap sectio
caesaria).
Batasan karakteristik:
-
Inkontinensia
-
Tidak dapat ditahan
-
Nokturia
-
Keraguan berkemih
-
Sering berkemih
-
Disuria
-
Retensi
|
a. Pemantauan
urine
- Mengetahui
keinginan untuk BAK
- Volume
urine > 150 cc/BAK
- Pengosongan
kandung kemih komplit
- Intake
cairan dbn
b. Eliminasi urine
-
Pola eliminasi dbn
-
Bau urine dbn
-
Jumlah urine dbn
-
Warna urine dbn
-
Partikel urine (-)
-
Ureum dbn
-
Disuria (-)
-
Elektrolit urine dbn
|
Ø Manajemen
eliminasi urine
|
§
Monitor pengeluaran urine termasuk frekuensi, konsistensi, bau, volume,
dan warna
§
Monitor tanda dan gejala retensi urine
§
Ajarkan klien tanda dan gejala infeksi saluran kemih
§
Catat waktu terakhir eliminasi urine
§
Instruksikan klien dan keluarga untuk melaporkan pengeluaran urine
§
Dapatkan spesimen urine tengah untuk urinalisis
§
Laporkan pada dokter jika terjadi tanda dan gejalan infeksi saluran kemih
§
Ajarkan klien untuk mengambil spesimen urine tengah saat tanda infeksi
terlihat
§
Ajarkan klien untuk minum 8 gelas cairan dengan makanan, antara makanan
dan sore hari
§
Instruksikan klien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum tindakan
|
BAB
IV
LAPORAN
KASUS
A. Identitas Klien
Nama : Ny. L
Umur : 30 Tahun
No.MR :
88.57.74
Tanggal Masuk : 20 Oktober 2014
Tanggal
Pengkajian: 21 Oktober 2014
Alamat : Jl. Berok Nipah No 18
Padang
Diagnosa Medis : Post SC
B. Data Umum Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Alasan masuk
Klien
masuk RSUP Dr M Djamil Padang pada tanggal 20 Oktober 2014 dengan keluhan nyeri
pinggang menjalar ke ari-ari sejak 3 jam yang lalu. Keluar air yang banyak dari
kemaluan sejak 1 jam yang lalu. Nyeri dirasakan semakin kuat dengan skala nyeri
6.
b. Keluhan
Saat
dilakukan pengkajian pada tanggal 21 Oktober 2014, klien mengeluhkan nyeri pada
bekas luka operasi SC, pusing. Klien mengatakan belum mampu untuk berjalan.
Klien mengeluhkan tidak ada selera makan, makanan habis hanya ¼ dari porsi yang
diberikan.
c. Faktor Pencetus
Ny.L dengan
Grand Aterm (G3P2A0H2)
d. Lama Keluhan
Nyeri dirasakan 1hari semenjak operasi SC.
Masalah
Keperawatan :
-
Nyeri
akut
2.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelumnya klien tidak pernah dirawat di rumah sakit dan klien juga
tidak mempunyai penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi, dan TBC.
3.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit keturunan.
4.
Riwayat menstruasi
Klien menerche umur 12 tahun, siklus
menstruasi teratur, lamanya 5-6 hari, saat haid ganti 2-3x ganti/hari, tidak
ada nyeri haid (-).
5.
Riwayat Perkawinan
Klien menikah 1 kali pada tahun 2008.
C. Status
Obstetri
1. Nifas hari ke 2 (dua)
2. Riwayat persalinan yang lalu
-
2009,
anak perempuan, bbl 3100gr, cukup bulan, lahir spontan di tolong bidan, hidup
dan sehat.
-
2011,
anak laki-laki, bbl 2900gr, cukup bulan, lahir spontan ditolong bidan, hidup
dan sehat
3. Komplikasi nifas yang lalu : tidak ada
komplikasi nifas yang lalu.
Masalah keperawatan : -
D. Pemeriksaan
Fisik
1. Pemeriksaan
Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital : TD :
120/80 mmHg
N : 86 x/i
P : 22 x/i
S : 36,8 oc
2.
Keadaan Umum
-
Kepala
Rambut lurus,
hitam, tidak ada ketombe, agak berkeringat, dan tidak mudah dicabut. Tidak ada
pembengkakan di kepala.
-
Wajah
Terdapat Cloasma
Gravidarum
-
Mata
Mata simetris
kiri dan kanan, konjungtiva anemis, dan sklera tidak ikterik.
-
Hidung
Hidung bersih,
tidak terdapat polip.
-
Mulut dan gigi
Mukosa mulut
lembab, terdapat caries gigi, lidah bersih.
-
Telinga
Simetri kiri dan
kanan, telinga bersih, tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
-
Leher
Tidak teraba
pembesaran Tiroid dan pembesaran kelenjar getah bening.
3.
Pemeriksaan Thorak
1)
Paru
I :
Dada simetris kiri dan kanan, normo chest.
Pa :
Fremitus kiri dan kanan.
Pe :
Sonor,
Au :
bunyi nafas vesikuler, wheezing (-) Ronki (-)
2)
Jantung
I :
Ictus cordis tidak terlihat
Pa :
Ictus cordis teraba 1 jari medial linea Mid Clavicula RIC V.
Au :
Irama jantung teratur, bising tidak ada.
3)
Payudara
I :
Simetris kiri dan kanan, tidak ada bekas luka operasi, hiperpigmentasi pada
areola mamae, terdapat kelenjar Mongomeri, papila mamae menonjol.
Pa :
Tidak teraba massa, terdapat colostrum (+)
Masalah
keperawatan : tidak ada
4.
Abdomen
I :
Simetris kiri dan kanan, terdapat Linea Nigra, terdapat Strie Albican, terdapat
insisi vertikal.
Pa :
TFU 2 jari dibawah Umbilikus, posisi Fundus Medial,
Pe :
Tympani
Au :
Bising Usus normal
5.
Perineum
Tidak ada
varises, Lochea Rubra (merah)
6.
Ekstremitas
Atas : Tidak terdapat luka, kekuatan otot 5, capila refil <3 dtk="" span="">3>
Bawah : Kaki oedem. Varises (-), reflek patella (+), tidak ada
tromboflebitis.
E. Aktivitas/ Istirahat
Klien sulit
tidur, dan sering terbangun. Klien belum bisa berjalan, dan hanya bisa duduk.
F. Integritas Ego / Psikososial
Klien mengatakan
sangat senag dengan kelahiran anak kembarnya.
G. Eliminas
BAB : Klien
belum BAB semenjak Post Op.
BAK : 1-2 kali.
H. Neurosensori
Klien mengatakan
belum mampu berjalan, dan aktivitas dibantu oleh keluarga dan perawat.
I. Nyeri/ketidaknyamanan
Klien mengatakan nyeri pada daerah
luka Operasi SC di abdomen, skala nyeri 6. Nyeri dirasakan bertambah saat
bergerak/ pindah posisi.
Masalah
Keperawatan : Nyeri Akut
J. Pemeriksaan diagnostik
Tanggal 20 Oktober 2014
Hb :
10,8 g/dl (12-14)
Leukosit : 12.100 /mm3 (5000
– 10000)
Trombosit : 280.000 /mm3 (150000
– 400000)
Hematokrit : 26 % (37
– 43)
ANALISA DATA
NO
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
|
DS
ü Klien menyaakan nyeri pada luka bekas operasi
ü Klien mengatakan sakitnya operasi
Tertusuk-tusuk
Klien
mengatakan nyeri timbul dan bertambah ketika bergerak
DO
ü Skla
nyeri 6
ü Tampak luka insisi bekas operasi post sc tertutup perban dengan panjang 12
cm
ü Tampak wajah klien meringis menahan nyeri
ü Klien
tampak bergerak hati- hati saat
berubah posisi
|
agen cedara
fisik (insisi, sectio caesaria)
|
Nyeri akut
|
2.
|
DS
ü Klien
mengatakan kebutuhannya dibantu keluarga, perawat dan bidan
ü Klien
mengatakan belum mampu berjalan
aktivitas ditempat tidur
ü Pasien mengatakan tidak ada selera makan dan porsi makan hanya habis ¼ porsi
DO
ü Hb:10,2
g/dl
ü Klien
tampak berbaring ditempat tidur
|
kelemahan umum
|
Fatigue
|
3.
|
DO
ü Terdapat
luka insisi bekas operasi post ,sc
tertutup perban dengan panjang 12 cm
ü Pasien
belum bisa banyak
bergerak dan malas miring
kanan/kiri setelah operasi
ü Leukosit
12.000/mm3
|
post op sc
|
Resiko infeksi
|
RENCANA ASUHAN
KEPERAWATAN
No
|
NANDA
|
NOC
|
NIC
|
1.
|
Nyeri nyeri
akut b.d agen cedera fisik(insisi cectio caesaria
|
Kontrol nyeri
ü Nyeri
tes kontrol
ü Tingkat
kenyamanan baik
ü Tingkat
nyeri menurun
|
Manajemen jeri
ü Lakukan
penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi ,
krakteristik,durasi,frekwensi, kualitas intensitas dan penyebab
ü Ajarkan
posisi yang baik saat istirahat /senyaman mungkin
ü Tentukan
dapak nyeri terhadp kehidupan sehari
hari
ü Kontrol
faktor ligkungan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan
ü Anjurkan
kliens istirahat
ü Kolaborasi
pemberian analgetik
|
2.
|
Fatique
b.d kelemahan umum
|
ü Intoleransi
aktivitas batas normal
ü Tingkat kelemahan berkurang
ü Status
perawatan diri meningkat
|
Manajemen
energi
ü Kaji
batas kekuatan fisik klien
ü Kaji penyebab kelemahanmenurut klien
ü Monitori
intake makanan untuk sumber energi
ü Monitori
pola tidur pasien
|
3.
|
Resiko infeksi
b.d post operasi
|
Penyembuhan
luka primer
ü Tidak
ada kemerahan sekitar luka
ü Drainase
pus
|
Pengontrolan
infeksi
ü Pantau
tanda dan gejala infeksi
ü Perhatikan
kulit disekitar area yang berresiko
ü Pertahankan
teknik aseptik
ü Posisikan
pasien miring kanan dan miring kiri untuk drainase cairan luka
ü Membatasi
jumlah kunjungan
ü Kolaborasi
pemberian antibiotik
ü Menganti
balutan sesuai indikasi
|
CATATAN PERKEMBANGAN
(Selasa
21 Oktober 2014)
No
|
Diagnosa
|
Implememtasi
|
Evaluasi
|
1
|
Nyeri nyeri
akut b.d agen cedera fisik(insisi cectio caesaria
|
ü
Melakukan penilaian nyeri secar komprehensif
üMemberikan
posisi yang nyaman untuk istirahat
üMemberikan
analgetik asam mepenamat 500mg/oral
üAjarkan
teknik napas dalam
|
S
-
Klien mengatakan nyeri pada bekas
oprasi
-
Klien mengtakan sakitnya seperti
tertusuk-tusuk
-
Klien mengatakan nyeri hilang
timbul dan meningkat jika klien berpindah posisi
O
-
Skla nyeri = 6
-
Tampak lika oprasi insesi sectio caesaria tertutup perban
dengan panjang ±12 cm
-
Tampak wajah klien meringis
menahan nyeri
-
Klien nampak sangat berhati-hati
saat perubahan posisi
A
-
Nyeri akut belum teratasi
P
-
Intervensi dilanjutkan
|
2
|
Fatique
b.d kelemahan umum
|
üMengkaji
kekuatan fisik klien
üMengkaji
penyebab kelemahan fisik klien
üMonitori
intake makanan
üMemonitori
pola tidur pasien
|
S
-
Klien mengatakan belum bisa
beraktivitas karena badannya terasa lemah
-
Kebutuhan klien dibantu oleh
perawat, bidan dan keluarga
-
Klien mengatakan tidak ada napsu
makan
O
-
Klien hanya menghabiskan makanan
¼ porsi
-
Klien nampak lemah
A
-
Masalah belum teratasi
P
Intervensi
dilanjutkan
|
3
|
Resiko infeksi
b.d post operasi
|
üMemantau
tanda-tanda infeksi memantau keadaaan kulit
üMemantau
keadaaan kulit diantara luka
üMembatasi
jumlah kunjungan
üMempertahankan
teknik aseptik ketika melakukan tindakan
|
S:
-
Pasien mengtakan oprasi sudah 2
hari
-
Tidak terdapat tanda-tanda
infeksi
-
Pengunjung telah dibatasi
-
Pasien nampak sudah miring kiri
kanan
A
Sebagian
masalah teratasi
P
Intervensi
dilanjutkan
|
(Rabu,
22 Oktober 2014)
No
|
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1
|
Nyeri nyeri
akut b.d agen cedera fisik(insisi cectio caesaria
|
ü
Melakukan penilaian nyeri secar komprehensif
üMemberikan
posisi yang nyaman untuk istirahat
üMemberikan
analgetik asam mepenamat 500mg/oral
üAjarkan
teknik napas dalam
|
S
-
Klien mengatakan nyeri pada bekas
oprasi sudah berkurang
-
Klien mengatakan nyeri masih
terasa jika berpindah posisi
O
-
Skla nyeri = 5
-
Tampak luka oprasi insesi sectio caesaria tertutup perban
dengan panjang ±12 cm
-
Luka bekas oprasi kering tidak
ada pus
A
-
Nyeri akut teratasi sebagian
P
-
Intervensi dilanjutkan
|
2
|
Fatique
b.d kelemahan umum
|
üMengkaji
kekuatan fisik klien
üMengkaji
penyebab kelemahan fisik klien
üMonitori
intake makanan
Memonitori
pola tidur pasien
|
S
-
Klien mengatakan sudah mulai
duduk dan miring kiri kananKebutuhan
-
klien dibantu oleh perawat, bidan
dan keluarga
-
Klien mengatakan napsu makan
mulai meningkat
O
-
Klien hanya menghabiskan makanan
½ porsi
-
Klien nampak mulai ada tenaga
A
Patique
teratasi sebagian
P
Intervensi
dilanjutkan
|
3
|
Resiko infeksi
b.d post operasi
|
üMemantau
tanda-tanda infeksi memantau keadaaan kulit
üMemantau
keadaaan kulit diantara luka
üMembatasi
jumlah kunjungan
Mempertahankan
teknik aseptik ketika melakukan tindakan
|
S: -
O:
-
Tidak terdapat tanda-tanda
infeksi
-
Kunjungan keluarga di batasi
-
Pasien sudah memulai melakukan
gerakan
A
:
Sebagian
Masalah teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan
|
(Kamis,
23 Oktober 2014)
No
|
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1
|
Nyeri nyeri
akut b.d agen cedera fisik(insisi cectio caesaria
|
ü
Melakukan penilaian nyeri secar komprehensif
üMemberikan
posisi yang nyaman untuk istirahat
üMemberikan
analgetik asam mepenamat 500mg/oral
üAjarkan
teknik napas dalam
|
S
-
Klien mengatakan nyeri pada bekas
oprasi sudah berkurang
O
-
Skla nyeri = 4
-
Tampak luka oprasi insesi sectio caesaria tertutup perban
dengan panjang ±12 cm
-
Luka bekas oprasi kering tidak
ada pus
A
-
Nyeri akut teratasi
P
-
Pasien diperbolehkan pulang
|
2
|
Fatique
b.d kelemahan umum
|
üMengkaji
kekuatan fisik klien
üMengkaji
penyebab kelemahan fisik klien
üMonitori
intake makanan
Memonitori
pola tidur pasien
|
S
-
Klien mengatakan sudah mulai
berjalan di sekitar tempat tidur, dan ke kamar mandi
-
Klien mengatakan napsu makan
tidak ada masalah lagi
O
-
Klien hanya menghabiskan makanan
¾ porsi
-
Klien nampak mulai beraktivitas
tampa bantuan
A
Patique
teratasi
P
Pasien
diperbolehkan pulang
|
3
|
Resiko infeksi
b.d post operasi
|
üMemantau
tanda-tanda infeksi memantau keadaaan kulit
üMemantau
keadaaan kulit diantara luka
üMembatasi
jumlah kunjungan
Mempertahankan
teknik aseptik ketika melakukan tindakan
|
S: -
O:
-
Tidak terdapat tanda-tanda
infeksi
-
Luka bagus, tidak ada pus,kulit
sekitar tidak menunjukkan tanda peradangan
A
:
Masalah
teratasi
P:
Pasien
diperbolehkan pulang
|
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asuhan
keperawatan pada Ny. L dengan post sestio caesaria hari ke 2, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
- Keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian adalah masih terasa nyeri pada luka operasi, nyeri bertambah saat banyak gerak; klien belum mampu menyusui secara efektif. Selain itu klien juga butuh informasi tentang perawatan diri bayi.
- Diagnosa keperawatan yang muncul adalah:
a.
Nyeri
b.d luka post SC
b.
Menyusui
tidak efektif b.d kurang pengatahuan ibu
c.
Kurang
pengetahuan (tentang perawatan diri dan bayi)
b.d keterbatasan paparan informasi.
d.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh b.d mual dan intake kurang.
e.
Gangguan pola tidur b.d nyeri dan asing
dengan lingkungan
f.
Resiko infesi b.d personal hygiene yang
kurang
- Intervensi keperawatan yang dilakukan disesuaikan dengan prioritas masalah yang muncul pada klien.
- Tindakan yang dilakukan diaplikasikan secara mandiri dan kolaborasi sesuai dengan prioritas masalah klien.
- Selama 3 hari dilakukan intervensi keperawatan, dari 6 masalah yang muncul pada klien, masalah nyeri teratasi, masalah menyusui tidak efektif teratasi, masalah gangguan pola tidur teratasi, masalah resiko infeksi teratasi sebagian, masalah kurang pengetahuan teratasi sebagian dan masalah nutrisi tidak teratasi.
B. Saran
- Bagi Perawat
Diharapkan kepada perawat untuk mengajarkan dan mendorong
pasien dengan post sectio caesaria untuk melakukan mobilisasi dini, selain itu
pasien juga diinformasikan tentang nutrisi setelah operasi karena masih ada
mispersepsi tentang nutrisi setelah operasi.
Diharapkan kepada perawat untuk tetap
mempertahankan pengajaran perawatan bayi pada pasien.
- Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa keperawatan khususnya yang sedang atau akan
melakukan praktek di rumah sakit agar mampu melakukan asuhan keperawatan secara
holistik dengan melakukan pengkajian secara jeli dan mendalam terkait kasus yang
ditemui, mampu menentukan masalah keperawatan sesuai prioritas berdasarkan data
yang diperoleh pada pengkajian, mampu menyusun rencana keperawatan terkait
masalah yang ditemui dan mampu melakukan implementasi sesuai dengan rencana
yang telah disusun serta mampu melakukan evaluasi terhadap masalah berdasarkan
implementasi yang telah dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, dkk. (2005). Buku
ajar keperawatan maternitas edisi 4.
Jakarta: EGC.
McCloskey dan Bulecheck. (2006). Nursing intervention classification (NIC).
Mosby: United State of America.
Hamilton, P. M. (2006). Dasar-dasar keperawatan maternitas.
Jakarta: EGC.
Johnson, M. dan Moorhead. (2000). Nursing outcomes classification (NOC). Mosby:
United State of America.
Wilkinson, M, W. (2007). Buku saku diagnosis keperawatan dengan
intervensi NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.
Sarwono P. (2005). Ilmu
kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar