BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan sarana pelayanan kesehatan perorangan secara
keseluruhan yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat
darurat. Keselamatan
pasien merupakan suatu variabel untuk mengukur dan mengevaluasi fasilitas
pelayanan keperawatan yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan. Sejak
malpraktik menggema di seluruh belahan bumi melalui berbagai media baik cetak,
maupun elektronik hingga ke jurnal-jurnal ilmiah ternama, dunia kesehatan mulai
menaruh kepedulian yang tinggi terhadap isu keselamatan pasien (Nursalam,
2011).
The
American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees mengidentifikasikan
bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan sebuah
prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang
terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000,
Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a Safer
Health System” melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah
sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event).
Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance
for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk
meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit. Pada tahun 2004, WHO mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di
berbagai negara ; Amerika, Inggris, Denmark dan Australia, ditemukan KTD dengan
rentang 3,2-16,6%. Data-data tersebut menjadikan pemicu berbagai negara untuk
segera melakukan penelitian dan pengembangan sistim keselamatan pasien.
Di Indonesia,
telah dikeluarkan pula Kepmenkes nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman
Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya
pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan
memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang berinisiatif melakukan
pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian
keselamatan pasien di rumah sakit. Mempertimbangkan betapa pentingnya
misi rumah sakit untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik
terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical
error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka
dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab
permasalahan yang ada.
Program
keselamatan pasien adalah suatu usaha untuk menurunkan angka kejadian yang
tidak diharapkan atau KTD yang sering terjadi pada pasien selama dirawat di
rumah sakit. KTD bisa disebabkan oleh berbagai faktor antara lain beban kerja
perawat yang tinggi, alur komunikasi yang kurang tepat, penggunaan sarana
kurang tepat dan lain sebagainya (Nursalam, 2011). Tujuan dilakukannya kegiatan
Patient Safety di rumah sakit adalah untuk menciptakan budaya keselamatan pasien
di rumah sakit,
meningkatkan
akuntabilitas rumah sakit,
menurunkan KTD di rumah sakit, terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi risiko. Banyaknya jenis obat,
jenis pemeriksaan dan prosedur,
serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit
yang cukup
besar,
merupakan
hal
yang potensial
bagi terjadinya kesalahan medis
(medical errors). Kesalahan
yang terjadi
dalam
proses asuhan
medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien,
bisa berupa Kejadian Tidak Diharapkan / KTD
(Kemenkes, 2012).
Berdasarkan
studi pendahuluan yang dilakukan oleh mahasiswa praktik profesi peminatan keperawatan
anak pada tanggal 11-13 Agustus 2014 di ruang Kronis
IRNA Kebidanan-Anak RSUP Dr. M. Djamil terkait dengan 6 sasaran patient safety didapatkan
belum optimalnya penerapan patient safety
oleh tenaga keperawatan di ruang tersebut. Dari hasil observasi, didapatkan
bahwa perawat belum optimal dalam penerapan identifikasi pasien secara benar sebelum
melakukan tindakan medis maupun tindakan keperawatan kepada pasien. Hal ini
terlihat dari observasi yang dilakukan terhadap 5 perawat, didapatkan hanya 2
perawat yang melakukan identifikasi pasien sesuai SPO , yang pada saat itu akan
memberikan transfusi darah pada pasien. Selain itu pada saat overan, perawat di
ruangan tersebut belum melaksanakannya sesuai dengan teknik komunikasi SBAR.
Pada saat dilakukan wawancara dengan ketua tim dan perawat pelaksana tentang
penerapan komunikasi SBAR di ruangan kronis, mereka mengatakan komunikasi SBAR
sulit dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama sedangkan beban kerja yang
cukup tinggi yang tinggi yang tidak seimbang dengan jumlah tenaga keperawatan
di ruang tersebut. Kemudian hasil observasi yang dilakukan terkait dengan
penerapan SPO 12 benar dan 5 moment
cuci tangan, didapatkan 2 dari 5 orang perawat belum memberikan obat menurut
SPO 12 benar pemberian obat diantaranya benar pendidikan kesehatan untuk
pasien, dokumentasi, hak pasien untuk menolak, pengkajian penilaian efek dari
obat, evaluasi hasil penilaian dari efek obat terhadap pasien, reaksi terhadap
makanan dan obat lain, dan 3 orang perawat belum sepenuhnya menerapkan 5 moment cuci tangan dan penerapan 5
langkah cuci tangan. Selain itu masih ada 3 pasien baru yang belum dilakukan Assesment resiko pasien jatuh dalam
waktu 4 jam dari pasien baru masuk dan pelaksanaan pengurangan risiko pasien
jatuh masih belum optimal dilakukan.
Berdasarkan
wawancara yang dilakukan dengan 7 keluarga pasien, didapatkan 2 dari 7 pasien
dan keluarga mengeluh bahwa perawat tidak menjelaskan pemberian obat dan tidak
melihat respon pasien setelah obat diberikan. Salah satu dampak yang
digambarkan oleh kondisi ini adalah adanya satu pasien yang alergi terhadap obat
yang diberikan oleh perawat.
Untuk memecahkan
masalah tersebut maka diperlukan pertemuan dalam bentuk lokakarya mini dengan
mengundang kepala IRNA Kebidanan Anak, kepala ruangan Kronis
Anak RSUP Dr.
M.
Djamil beserta staf,
pembimbing klinik dan pembimbing akademik.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi masalah dan
penyelesaian masalah (problem solving) yang
berkaitan dengan patient safety di Ruang Kronis
IRNA
Kebidanan-Anak RSUP DR. M. Djamil Padang
2. Tujuan Khusus
Secara individu / kelompok mahasiswa
dapat menunjukan kemampuan:
a)
Mengidentifikasi masalah keperawatan yang
berkaitan dengan patient safety yang ada di Ruang Kronis
IRNA
Kebidanan-Anak
RSUP Dr.
M.
Djamil
b)
Menentukan rumusan masalah yang
berkaitan dengan patient safety
c)
Ditentukannya prioritas masalah yang berkaitan
dengan patient safety di
Ruang Kronis IRNA Kebidanan-Anak RSUP Dr. M. Djamil
d) Mengidentifikasi
alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan patient safety di Ruang Kronis IRNA Kebidanan-Anak
RSUP Dr. M. Djamil
e)
Membuat planning
of action untuk pemecahan masalah yang berkaitan dengan patient safety di Ruang Kronis IRNA Anak dan Kebidanan RSUP
Dr. M. Djamil
f)
Bekerja sama dalam pelaksanaan planning of action yang telah disepakati bersama dalam pemecahan masalah yang
berkaitan dengan patient safety di
Ruang Kronis IRNA Anak dan Kebidanan RSUP Dr. M.
Djamil
C. Manfaat Penulisan
1.
Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi petugas
kesehatan mengenai pentingnya pelaksanaan patient safety, sehingga dapat mengaplikasikan prosedur
patient safety sesuai standar yang
telah ada. Dengan demikian mutu pelayanan rumah sakit dapat ditingkatkan.
2.
Bagi Mahasiswa Praktek Profesi Ners
Untuk menambah pengetahuan mahasiswa
praktek profesi Ners mengenai patient
safety sehingga dapat menerapkan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien.
BAB
II
ANALISA
SITUASI RUANGAN
A.
Winshield Survey
Hasil winshield
survey di ruangan Kronis
IRNA Kebidanan-Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 11-13 Agustus 2014 terhadap proses
manajemen pelayanan keperawatan dan menajemen asuhan keperawatan adalah dalam hal
penerapan 6 sasaran patient
safety.
Patient safety merupakan suatu
variabel untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang
berdampak terhadap pelayanan kesehatan (Nursalam, 2011).
Adapun
tujuan patient safety secara internasional (International Patient Safety Goals, 2012) adalah:
1)
Identify patients correctly
(Mengidentifikasi pasien secara benar)
Berdasarkan
pengamatan di Ruang Kronis IRNA Kebidanan-Anak RSUP DR. M. Djamil Padang dari
tanggal 11-13 Agustus 2014 didapatkan bahwa untuk gelang identitas pasien baru
ada 2 warna gelang, yaitu gelang pink untuk wanita dan biru untuk laki-laki.
Sedangkan untuk gelang merah, kuning, ungu, abu-abu, dan putih belum ada
tersedia di Rumah sakit karena dalam proses pencetakan. Dan sebelum melakukan
tindakan – tindakan seperti memberikan obat, memberikan darah atau produk
darah, mengambil spesimen darah, diberikan perawatan/ prosedur lainnya, perawat
di ruang kronis masih terdapat beberapa petugas yang belum mengidentifikasi pasien secara
benar.
Identifikasi Masalah: Belum optimalnya penerapan
identifikasi pasien sesuai SPO
2)
Improve effective communication
(Meningkatkan komunikasi yang efektif)
Komunikasi
yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan dapat dipahami penerima,
mengurangi kesalahan dan menghasilkan perbaikan keselamatan pasien. Berdasarkan
hasil pengamatan, didapatkan bahwa pelaksanaan komunikasi perawat dengan pasien
sudah baik.
Komunikasi
perawat dengan perawat saat overan dinas
belum maksimal. Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 2 shift dinas (shift malam ke shift pagi dan shift
pagi ke shift sore), overan yang dilakukan belum sesuai dengan komunikasi SBAR.
Kerangka komunikasi efektif yang digunakan di rumah sakit adalah komunikasi
SBAR (Situation,
Background, Assessment, Recommendation). Komunikasi SBAR
adalah kerangka teknik komunikasi yang disediakan untuk petugas kesehatan dalam
menyampaikan kondisi pasien, metode komunikasi ini digunakan pada saat perawat
melakukan handover ke pasien (Cemy, 2013). Teknik komunikasi SBAR terdiri
dari S: Situation (nama, umur,
tanggal masuk, hari rawatan, diagnosa medik, dan masalah keperawatan, B : Background (keluhan utama, intervensi
yang telah dilakukan, respon pasien, pemasangan alat intensif dan obat/infus),
A: Assesment (hasil pengkajian pasien
terkini, tanda-tanda vital, pain score, tingkat kesadaran, risiko jatuh, status
nutrisi, eliminasi, hasil investigasi yang abnormal, informasi klinik yang
mendukung), R : Recommendation
(rekomendasi NCP yang perlu dilanjutkan termasuk discharge planning, edukasi
pasien atau keluarga).
Namun,
diruang kronis penerapan SBAR belum sepenuhnya terlaksana. Hal ini
terlihat pada saat overan perawat hanya menyebutkan nama pasien, diagnosa medik
dan rencana tindakan yang akan dilakukan kepada pasien. Sedangkan indikator-indikator
SBAR yang lain tidak dijalankan. Dan dilihat dari pendokumentasian, di ruang
kronis masih belum tersedia format baku pengisian laporan dengan teknik SBAR.
Identifikasi
masalah
: Belum optimalnya komunikasi dalam overan berdasarkan SBAR
3) Improve
the safety of high-allert medications
(Meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko tinggi)
Hasil
winshield survey yang dilakukan di
ruang Kronis IRNA Kebidanan-Anak RSUP DR. M. Djamil Padang dari
tanggal 11-13 Agustus 2014 didapatkan data melalui observasi yaitu obat- obatan
yang dimiliki ruangan disimpan di dalam sebuah rak-rak obat yang diletakkan di
sebuah lemari. Untuk obat dalam kemasan ampul/vial ditempatkan pada satu bagian
rak obat. Rak – rak obat tersebut diberi
label dengan plester . Nama obat ditulis menggunakan spidol berwarna hitam.
Cairan elektrolit konsentrat juga di simpan di lemari yang sama lebih besar dan
tertutup. Untuk cairan infus seperti natrium clorida 0,9%, ringer lactat serta
dextrose 5% diletakkan di lemari yang sama tetapi tidak diberi label.
Obat-obatan yang dimiliki setiap pasien berada di lemari obat.
Berdasarkan
hasil wawancara terhadap 9 orang perawat di ruangan Kronis IRNA Kebidanan-Anak, didapatkan 6 orang perawat belum terpapar
tentang prinsip 12 benar pemberian obat,
diantaranya benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar
rute (cara pemberian), benar dokumentasi, benar pendidikan kesehatan, hak klien untuk menolak,
benar pengkajian, benar evaluasi, benar reaksi terhadap makanan, dan benar
reaksi dengan obat lain.
Dari
pengamatan yang ditemukan dilapangan, beberapa pasien mengeluh tidak
mendapatkan penjelasan tentang pemberian obat, salah satu diantaranya ada
keluarga pasien yang menyatakan ketidak tahuannya tentang obat dan fungsi obat
yang diberikan serta keluarga merasa tidak mendapatkan haknya menerima
pendidikan kesehatan tentang medikasi.
Pada dokumentasi ditemukan
sebagian besar (75%)
perawat tidak mendokumentasikan
pemberian obat seperti siapa
nama perawat dan tanda tangan perawat yang memberikan, ataupun keluarga
yang menyetujui pemberian obat tersebut.
Identifikasi masalah : Belum optimalnya
penerapan pemberian obat dengan prinsip 12 benar di ruang Kronis IRNA Kebidanan
Anak
4) Reduce
the risk of health care-associated infections
(mengurangi risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
Berdasarkan hasil pengamatan
didapatkan seluruh
petugas yang ada di ruang
Kronis Anak IRNA
Kebidanan Anak RSUP DR M Djamil Padang telah mencuci tangan setelah melakukan
tindakan invasif,
tindakan yang berhubungan dengan cairan pasien, transfer pasien ke ruangan
tetapi perawat jarang melaksanakan cuci tangan sebelum tindakan ke pasien.
Penggunaan sabun cuci tangan dan
protap cuci tangan yang ditetapkan oleh RSUP M. Djamil telah
tersedia di washtafel. Namun,
berdasarkan pengamatan, didapatkan sebagian besar (99,88%) petugas masih ada yang belum menerapkan 6 langkah cuci tangan.
Selain
itu, berdasarkan hasil pengamatan juga sering ditemukan petugas yang tidak
menggunakan perlindungan universal seperti tidak menggunakan handscoen sebelum
melakukan tindakan invasif seperti melakukan pemasangan infus dan injeksi obat
IV (Intravena).
Identifikasi Masalah
: Belum optimalnya penerapan pengurangan
risiko infeksi diruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
5) Reduce
the risk of patient harm from falls
(mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh)
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan lebih dari separoh
(53%) pasien tidak ada dilakukan penilaian dengan asessment resiko jatuh dalam waktu 4 jam dari pasien masuk RS. Dan
penilaian asessment ulang resiko pada
pasien yang beresiko tinggi jatuh dan pasien yang mengalami perubahan kondisi
belum terlaksana dengan baik, dimana sebaiknya penilaian assessment ulang tersebut dilakukan 2x sehari, saat transfer
pasien, adanya perubahan kondisi pasien, dan adanya kondisi jatuh pada pasien. Di
ruang kronik anak juga belum ada pemberian label pada masing- masing pasien
berdasarkan tingkat resiko jatuhnya.
Identifikasi
masalah : Belum
optimalnya penerapan petugas dalam Assesment
dan pengurangan resiko pasien jatuh
Rumusan Masalah
a.
Belum optimalnya penerapan identifikasi
pasien sesuai SPO di ruang kronis IRNA Kebidanan Anak
b.
Belum optimalnya pelaksanaan komunikasi
dalam overan berdasarkan teknik komunikasi SBAR di ruang Kronis IRNA Kebidanan
Anak
c.
Belum optimalnya penerapan pemberian
obat dengan prinsip 12 benar di ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
d.
Belum optimalnya penerapan pengurangan
risiko infeksi diruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
e.
Belum
optimalnya penerapan petugas dalam Assesment
dan pengurangan resiko pasien jatuh
B.
Validasi Data
No
|
Masalah
|
Kuesioner
|
Observasi
|
Doku-mentasi
|
||||
Ka-ru
|
Ka-tim
|
PA
|
Ka-ru
|
Ka-tim
|
PA
|
|||
1.
|
Belum
optimalnya penerapan identifikasi pasien sesuai SPO di ruang kronis
IRNA Kebidanan Anak
|
√
|
√
|
√
|
|
√
|
√
|
|
2.
|
Belum optimalnya pelaksanaan
komunikasi dalam overan berdasarkan teknik komunikasi SBAR di ruang Kronis
IRNA Kebidanan Anak
|
|
|
|
√
|
√
|
|
√
|
3.
|
Belum optimalnya penerapan
pemberian obat dengan prinsip 12 benar di ruang
Kronis IRNA Kebidanan Anak
|
√
|
√
|
√
|
|
√
|
√
|
√
|
4.
|
Belum optimalnya penerapan pengurangan
risiko infeksi diruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
5
|
Belum
optimalnya penerapan petugas dalam Assesment
dan pengurangan resiko pasien jatuh
|
|
|
|
|
|
|
√
|
HASIL
VALIDASI DATA
A. Belum optimalnya penerapan identifikasi pasien
sesuai SPO di ruang kronis IRNA Kebidanan Anak
Diagram 1 Distribusi
Frekuensi Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Prosedur/ Tindakan Yang
Memerlukan Identifikasi Pasien di Ruang Kronis IRNA Anak Kebidanan RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari diagram di atas diketahui bahwa seluruh (100%) perawat mengetahui
tindakan/ prosedur yang memerlukan identifikasi pasien.
Diagram
2 Distribusi Frekuensi tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Macam-Macam Gelang Pasien di
Ruangan Kronis IRNA Anak Kebidanan RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari diagram di atas diketahui bahwa seluruh (100%) perawat mengetahui
tindakan/ prosedur yang memerlukan identifikasi pasien.
Diagram
3 Distribusi Frekuensi Observasi terhadap Perawat dalam penerapan
identifikasi pasien sesuai SPO di ruangan Kronis
IRNA Anak Kebidanan RSUP Dr. M Djamil Padang.
Dari diagram di atas diketahui lebih dari separuh (56%)
perawat tidak melakukan identifikasi pasien sesuai SPO
B.
Belum
optimalnya pelaksanaan komunikasi dalam overan berdasarkan teknik komunikasi
SBAR di ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
1. Observasi
Overan SBAR
Diagram 4 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Situation
(Nama) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari diagram di atas diketahui nilai
frekuensi observasi terhadap Katim tentang Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA
Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang, didapatkan sebanyak 100% Katim menyebutkan nama pasien saat
overan.
Diagram 5 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Situation
(Umur) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari diagram di atas diketahui nilai
frekuensi observasi terhadap Katim tentang Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA
Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang didapatkan sebanyak 100%, Katim tidak menyebutkan umur pasien saat
overan.
Diagram 6 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Situation
(Tanggal Masuk) di Bougenville Ambun Pagi RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebanyak 100% Katim tidak menyebutkan
tanggal masuk pasien saat overan.
Diagram 7 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap Katim Tentang Overan
SBAR Berdasarkan Situation (Hari
Rawatan) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebanyak 100% Katim tidak menyebutkan hari rawatan pasien saat overan.
Diagram 8 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Situation
(Diagnosa Medis) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebagian besar 67% Katim menyebutkan diagnosa medis pasien saat overan.
Diagram 9 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Situation
Masalah Keperawatan di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil
Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebagian besar 67% Katim ada menyebutkan masalah keperawatan pasien saat
overan.
Diagram 10 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Background
(Keluhan Utama) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang. Sebagian
besar 67 % Katim menyebutkan
keluhan utama pasien saat overan.
Diagram 11 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Background
(Intervensi yang telah dilakukan) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP
Dr. M Djamil Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebesar 100% Katim menyebutkan intervensi yang telah dilakukan kepada pasien
saat overan.
Diagram 12 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Background
(Respon Pasien) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebagian besar 67% Katim ada menyebutkan respon pasien saat overan.
Diagram 13 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Background
(Pemasangan alat intensif dan obat/infus) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
RSUP DR.
M Djamil Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebagian besar 67% Katim tidak ada
menyebutkan pemasangan alat intensif dan obat/infus pasien saat overan.
Diagram 14 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Assesment
(Hasil Pengkajian Pasien) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil
Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebagian besar 67% Katim ada menyebutkan hasil pengkajian pasien saat ini.
Diagram 15 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Assesment
(Tanda Vital) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebesar 100% Katim tidak menyebutkan tanda vital pasien saat overan.
Diagram 16 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Assesment
(Pain Score) di Ruang Kronis IRNA
Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebagian besar 67% Katim tidak ada menyebutkan skala nyeri pasien saat overan.
Diagram 17 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Assesment
(Tingkat Kesadaran) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil
Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebagian besar 67% Katim tidak ada menyebutkan tingkat kesadaran pasien saat
overan.
Diagram 18 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Assesment
(Resiko Jatuh) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebesar 100% Katim tidak menyebutkan resiko jatuh pasien baru masuk saat
overan.
Diagram 19 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Assesment
(Status Nutrisi) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebesar 67% Katim ada menyebutkan status nutrisi pasien saat overan.
Diagram 20 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Assesment
(Eliminasi) di Ruang Kronis
IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil
Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebesar 67% tidak menyebutkan eliminasi pasien saat overan.
Diagram 21 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Assesment
(Hasil investigasi yang abnormal) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP
Dr. M Djamil Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebesar 67% Katim tidak ada
menyebutkan hasil investigasi yang abnormal pasien saat overan.
Diagram 22 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Assesment
(Informasi klinik lain yang mendukung) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP
Dr. M Djamil Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebesar 67% tidak menyebutkan informasi klinik lain yang mendukung pasien saat
overan.
Diagram 23 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Recommendation
(Rekomendasi NCP yang perlu dilanjutkan termasuk discharge planning) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M
Djamil Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebesar 100% Katim ada menyebutkan rekomendasi NCP pasien saat overan.
Diagram 24 Distribusi Frekuensi Observasi Terhadap
Katim Tentang Overan SBAR Berdasarkan Recommendation
(Edukasi pasien atau keluarga) di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M
Djamil Padang
Dari
diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi terhadap Katim tentang
Overan SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Sebesar 67% Katim ada menyebutkan edukasi pasien atau keluarga saat overan.
Diagram
25 Distribusi Frekuensi Sikap
Perawat Tentang Pelaksanaan Overan Dalam Komunikasi SBAR di Ruang Kronis IRNA Kebidanan
Anak RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari diagram diatas diketahui bahwa sebagian
kecil (33
%) perawat kurang
setuju tentang pelaksanaan
overan dalam komunikasi sbar di ruang kronis irna kebidanan
anak rsup dr. m djamil padang.
C. Belum optimalnya pemberian obat
dengan prinsip 12 benar
Diagram
26 Distribusi Frekuensi Hasil
Observasi tindakan mencuci tangan
sebelum menyiapkan obat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang
Dari
diagram diatas hasil observasi terhadap tindakan mencuci tangan sebelum
menyiapkan obat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang didapatkan data sebanyak 50 % tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan
obat.
Diagram
27 Distribusi Frekuensi Hasil Observasi tindakan mengenali pasien melalui gelang
identitas sebelum pemberian obat di
Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP
Dr. M. Djamil Padang
Dari
diagram diatas hasil observasi terhadap tindakan mencuci tangan sebelum
menyiapkan obat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang didapatkan data sebanyak 75% tidak mengenali pasien melalui gelang
identitas sebelum pemberian obat.
Diagram
28 Distribusi Frekuensi Hasil Observasi menjelaskan prosedur pemberian obat di Ruang
Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
Dari
diagram diatas hasil observasi terhadap tindakan mencuci tangan sebelum
menyiapkan obat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan
Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang didapatkan data sebanyak 71,4 % tidak mencuci
tangan sebelum menyiapkan obat.
Diagram
29 Distribusi Frekuensi Hasil Observasi
memberikan informasi (Penkes) tentang obat yang diberikan di Ruang
Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
Dari
diagram diatas hasil observasi terhadap tindakan mencuci tangan sebelum
menyiapkan obat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang didapatkan data sebanyak 75% yang tidak memberikan informasi (penkes)
tentang obat yang diberikan.
Diagram
30 Distribusi Frekuensi Hasil Observasi mendampingi pasien sampai obat bekerja
di Ruang
Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
Dari
diagram diatas hasil observasi terhadap tindakan mencuci tangan sebelum
menyiapkan obat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang didapatkan data sebanyak 83% tidak
mendampingi pasien sampai obat bekerja.
Diagram
31 Distribusi Frekuensi Hasil Observasi tindakan melakukan teknik aspektik di
Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP
Dr. M. Djamil Padang
Dari
diagram diatas hasil observasi terhadap tindakan mencuci tangan sebelum
menyiapkan obat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang didapatkan data sebanyak 63% melakukan
tindakan aseptik .
Diagram
32 Distribusi Frekuensi Hasil Observasi tindakan tidak menggunakan kembali jarum
suntik yang sama di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang
Dari
diagram diatas hasil observasi terhadap tindakan mencuci tangan sebelum
menyiapkan obat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan
Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang didapatkan data sebanyak 63% yang menggunakan
jarum suntik yang sama.
Diagram
33 Distribusi Frekuensi Hasil Observasi tindakan meminta nama dan tanda tangan
pasien/keluarga (pada lembar daftar obat) di
Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP
Dr. M. Djamil Padang
Dari
diagram diatas hasil observasi terhadap tindakan mencuci tangan sebelum
menyiapkan obat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang didapatkan data sebanyak 100% tidak
meminta nama dan tanda tangan pasien/keluarga (pada lembar daftar obat).
Diagram
34 Distribusi Frekuensi Hasil
Observasi tindakan menulis tanggal,
waktu dan inisial perawat di label di
Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP
Dr. M. Djamil Padang
Dari
diagram diatas hasil observasi terhadap tindakan mencuci tangan sebelum
menyiapkan obat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
didapatkan data sebanyak 100% tidak menulis tanggal, waktu dan inisial perawat
di label.
Diagram 35
Distribusi Frekuensi Hasil
Observasi tindakan mencatat: obat yang
diberikan, dosis, waktu, rute, waktu dan tanggal pemberian dan nama dan tanda
tangan perawat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang
Dari
diagram diatas hasil observasi terhadap tindakan mencuci tangan sebelum
menyiapkan obat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang didapatkan data sebanyak 75% tidak
mencatat obat yang diberikan, dosis, waktu, rute, waktu dan tanggal pemberian
dan nama dan tanda tangan perawat
Diagram
36 Distribusi Frekuensi Hasil Observasi tindakan mencatat kefektifan dan reksi
pemberian obat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang
Dari
diagram diatas hasil observasi terhadap tindakan mencuci tangan sebelum
menyiapkan obat di Ruang Kronis IRNA Anak Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang
didapatkan data sebanyak 88 % tidak mencatat keefektifan obat.
Sikap
Diagram
37 Distribusi Frekuensi Hasil kuesioner tentang 12 benar prinsip
pemberian obat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang
Dari
diagram diatas hasil observasi terhadap tindakan mencuci tangan sebelum
menyiapkan obat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang didapatkan data sebanyak 67% tidak
mengetahui tentang 12 benar prinsip pemberian obat
Diagram
38 Distribusi Frekuensi Hasil
Observasi tindakan mencuci tangan
sebelum menyiapkan obat di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang
Dari
diagram diatas hasil observasi terhadap tindakan mencuci tangan sebelum
menyiapkan obat di Ruang Kronis IRNA Anak Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang
didapatkan data sebanyak 100% mengetahui tentang pendokumentasian pemberian
obat
D. Pengurangan resiko infeksi
Observasi
pelaksanaan cuci tangan dengan teknik 6 langkah
Diagram 39
Distribusi Frekuensi Observasi Perawat Cuci Tangan dengan Langkah 1 untukPengurangan Resiko Infeksi di
ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi perawat cuci tangan
dengan langkah ke 1 untuk pengurangan resiko sebagian sebesar (89%), sedangkan yang tidak sebagian kecil (11%)diruangan Kronis IRNA Kebidanan
Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang
Diagram 40
Distribusi Frekuensi Observasi Perawat Cuci Tangan dengan Langkah 2 untukPengurangan Resiko Infeksi di
ruangan Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang
Dari diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi perawat cuci tangan
dengan langkah ke 2 untuk pengurangan resiko infeksi lebih dari separoh(67%), sedangkan yang tidak sebagian kecil(33%)di ruangan Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Diagram
41 Distribusi Frekuensi Observasi
Perawat Cuci Tangan dengan Langkah 3 untuk Pengurangan Resiko Infeksi di
ruangan Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Dari diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi perawat cuci tangan
dengan langkah ke 3 untuk pengurangan resiko infeksi sebagian besar 78%, sedangkan yang tidak sebesar 22% di ruangan Kronis IRNA
AnakKebidananRSUP Dr. M. Djamil Padang
Diagram
42 Distribusi Frekuensi Observasi
Perawat Cuci Tangan dengan Langkah 4 untukPengurangan Resiko Infeksi di ruangan
Kronis IRNA Anak Kebidanan RSUP Dr. M Djamil Padang.
Dari diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi perawat cuci tangan
dengan langkah ke 4 untuk pengurangan resiko infeksi sebagian kecil(44%), sedangkan yang tidak lebih dari separoh (56%)di
ruanganKronis IRNA AnakKebidananRSUP Dr. M. Djamil Padang.
Diagram
43 Distribusi Frekuensi Observasi
Cuci Tangan Perawat Langkah 5 untukPengurangan Resiko Infeksi di ruangan Kronis
IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Dari diagram di atasdiketahuinilaifrekuensi observasi perawat cuci tangan dengan langkah ke 5 untuk
pengurangan resiko infeksiadalah sebagiankecil(33%), sedangkan yang tidak lebihdariseparoh
(67%)di ruanganKronis IRNA Anak KebidananRSUP Dr. M. Djamil Padang
Diagram
44 Distribusi Frekuensi Observasi
Cuci Tangan Perawat Langkah 6 untukPengurangan Resiko Infeksi di ruangan Kronis
IRNA Anak Kebidanan RSUP Dr. M Djamil Padang.
Dari diagram di atas diketahui nilai frekuensi observasi perawat cuci tangan
dengan langkah ke 6 untuk pengurangan resiko infeksi sebagian kecil 33%, sedangkan yang tidak lebih dari separoh (67%) di ruanganKronis IRNA AnakKebidananRSUP Dr. M. Djamil Padang
Sikap perawat dalam 5 moment cuci tangan
Diagram
45 Sikap Perawat Tentangpelaksanaan 5
momencucitangan di ruangan Kronis
IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Dari diagram di
atas diketahui seluruh perawat (100%) mempunyai sikap positif terhadap pelaksanaan 5 momen
cuci
tangan
diruangan Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
E.
Assesment Pasien Resiko Jatuh
Diagram
46 Distribusi Frekuensi Observasi Resiko
Jatuh Berdasarkan Assesment Pasien
Baru di Ruang Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
Dari
diagram di atas diketahui observasi
resiko jatuh berdasarkan Assesment Pasien Baru adalah lebih dari
separoh (53%)
di Ruang Anak-Kebidanan RSUP
Dr. M Djamil Padang tidak
ada dilakukan.
Diagram
47 Distribusi Frekuensi Tingkat Resiko Jatuh Pasien di Ruang Kebidanan Anak RSUP
Dr. M Djamil Padang.
Dari diagram di atas diketahui lebih dari
separoh pasien (52%)
memiliki tingkat resiko tinggi jatuh di Ruang Kebidanan Anak RSUP Dr. M Djamil Padang.
C.
Rumusan
Masalah
No.
|
Masalah
|
Data
|
1
|
Belum optimalnya penerapan
identifikasi pasien sesuai SPO di ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
|
Dari hasil observasi, didapatkan data :
4.
Kurang
optimalnya pengarahan dan pengawasan yang dilakukan oleh kepala ruangan dalam
penerapan identifikasi pasien sesuai SPO
|
2.
|
Belum optimalnya pelaksanaan
komunikasi dalam overan berdasarkan teknik komunikasi SBAR di ruang Kronis
IRNA Kebidanan Anak
|
§ Dari 3 kali
observasi pada saat overan, didapatkan
data :
Ø Situation,
sebanyak
§
100% Katim tidak menyebutkan umur pasien saat overan
§
100% tidak menyebutkan tanggal masuk pasien saat overan
§
100% tidak ada menyebutkan hari rawatan pasien
Ø Background, sebanyak:
§ 67% tidak ada menyebutkan pemasangan alat intensif
dan obat atau infuse
Ø Assesment, sebanyak:
§ 100% tidak ada menyebutkan tanda vital pasien
§ 67% tidak ada menyebutkan skala nyeri (diagnose
nyeri)
§ 67% tidak ada menyebutkan tingkat kesadaran pasien
§ 100% tidak ada menyebutkan resiko jatuh
§ 67% tidak ada melaporkan status nutrisi
§ 67% tidak ada menyebutkan eliminasi pasien
§ 67% tidak ada menyebutkan hasil investigsi yang abnormal
§ 67% tidak
menyebutkan informasi klinik lain yang mendukung
Angket
:
§ (33 %) perawat
kurang setuju tentang pelaksanaan overan dalam komunikasi sbar di Ruang
Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M
Djamil Padang.
|
3
|
Belum optimalnya penerapan pemberian
obat dengan prinsip 12 benar di ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
|
§ Observasi
1.
Sarana dan prasarana belum memadai seperti
tersedianya bak 1 instrumen injeksi di
ruang kronis anak
2.
6 dari 9 perawat (67%) belum mengetahui tentang
prinsip 12 benar pemberian obat
3.
Sebagian besar (75%) perawat belum mengisi
dokumentasi pemberian obat
4.
Kurangnya koordinasi antar tenaga kesehatan
(perawat, dokter dan farmasi) di ruangan dalam pemberian obat
|
4
|
Belum optimalnya pencegahan dalam
mengurangi resiko infeksi dengan cuci tangan 6 langkah pada pasien di ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
|
§ Observasi
1.
Lebih dari separoh (56%) perawat tidak cuci tangan dengan langkah ke 4
untuk pengurangan resiko infeksi
di
ruangan Kronis IRNA
Anak KebidananRSUP Dr. M. Djamil Padang
2.
Lebih dari separoh (67%) perawat tidak cuci tangan
dengan langkah ke 5 di ruanganKronis IRNA Anak KebidananRSUP Dr. M. Djamil Padang
3.
Lebih
dari separoh (67%) perawat tidak
cuci tangan dengan langkah ke 6 di ruangan Kronis IRNA Anak Kebidanan RSUP
Dr. M. Djamil Padang
|
5
|
Belum
optimalnya petugas dalam Assesment
dan pengurangan resiko pasien jatuh di ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
|
§ Observasi
1.
Lebih dari separoh (53%) pasien yang dilakukan penilaian dengan asessment resiko jatuh dalam waktu 4 jam dari pasien masuk RS.di
ruangan Kronis IRNA Anak KebidananRSUP Dr. M. Djamil Padang
2.
Lebih dari separoh (52%) pasien memiliki resiko
tinggi jatuh di ruangan Kronis IRNA Anak Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang.
3.
Blanko Assesment
risiko pasien jatuh tidak diisi karena beban kerja perawat tidak sesuai
dengan jumlah perawat yang dinas.
4.
Beban kerja perawat tidak sesuai dengan jumlah
perawat yang dinas sehingga perawat lebih banyak berfokus pada rekomendasi
medis seperti fokus pada orderan dokter.
5.
Belum adanya poster tentang pasien safety di
ruangan.
|
D. Prioritas Masalah (SWOT)
a.
Belum optimalnya
penerapan identifikasi pasien sesuai SPO diruang kronik IRNA Kebidanan Anak
S
(Kekuatan)
|
W
(Kelemahan)
|
1.
Telah di launching program 6 sasaran patient safety di ruangan yang telah
disosialisasikan oleh direktur RSUP Dr.M. Djamil Padang.
2.
Seluruh (100%) perawat sudah mengetahui
tentang warna gelang identifikasi
pasien
3.
Seluruh(100%) perawat sudah mengetahui
tindakan/prosedur yang memerlukan identifikasi pasien
|
1.
Perawat
pelaksana kurang maksimal
dalam
melakukan identifikasi pasien sesuai SPO
2.
Hanya
44%
perawat yang melakukan identifikasi pasien sesuai SPO
3.
Sarana
dan prasarana belum memadai seperti hanya ada 2 warna gelang yang tersedia diruangan
kronis anak dan
belum tersedianya
poster-poster untuk mengingatkan untuk melakukan identifikasi pasien.
5.
Kurang
optimalnya pengarahan dan pengawasan yang dilakukan oleh kepala ruangan dalam
penerapan identifikasi pasien sesuai SPO
|
O
(Peluang)
|
T
(Ancaman)
|
1.
Adanya mahasiswa FKEP yang sedang praktek profesi
peminatan
keperawatan anak
2.
Adanya kerjasama yang baik antara mahasiswa FKEP dengan
perawat ruangan.
3.
Adanya motivasi dari kepala ruangan kepada perawat
untuk meningkatkan pengetahuan dan penerapan identifikasi pasien
|
1. Adanya tuntutan yang
lebih tinggi dari masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang profesional.
2. Adanya UU
perlindungan Konsumen (UU No 8 tahun 1999) yang menyebabkan konsumen lebih
kritis dan berani dalam mengkritisi pelayanan keperawatan
|
2.
Belum optimalnya pelaksanaan komunikasi
dalam overan berdasarkan teknik komunikasi SBAR di ruang Kronis IRNA Kebidanan
Anak
S (Kekuatan)
|
W
(Kelemahan)
|
1. Telah dilanching program 6 sasaran patieny
safety oleh direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang
2.
Tersedianya log
book isi 100 untuk laporan shift
dinas yang terletak di nurse station dan laporan shift dinas diisi oleh katim
pershift dapat di baca oleh semua petugas.
3.
Tersedianya druglist
yang berisi terapi dan vital sign yang berada di setiap bed klien
4. Adanya arahan
oleh kepala ruangan dalam menerapkan komunikasi yang efektif pada katim dan
perawat pelaksana.
5.
Adanya sikap perawat yang setuju tentang pelaksanaan komunikasi SBAR
dalam overan sebanyak 67 %
|
1.
Perawat belum optimal dalam mengaplikasikan
pelaksanaan overan dengan metode SBAR
2.
Kurangnya fungsi controlling yang dilakukan oleh kepala ruangan dalam
penerapan komunikasi SBAR pada
bawahannya.
3.
Tidak tersedianya format baku pengisian buku
laporan dengan menggunakan metode SBAR
4.
Sebanyak 33 % perawat kurang setuju tentang pelaksanaan komunikasi SBAR dalam
overan
|
O
(Peluang)
|
T
(Ancaman)
|
1.
Rumah sakit M.Djamil merupakan
rumah sakit rujukan wilayah Sumatra bagian tengah
2.
Salah satu misi rumah sakit yaitu
menyelenggarakan pelayanan kesehatan prima, berdaya saing, namun masih
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
3.
Adanya mahasiswa praktek profesi
di ruang kronis IRNA Kebidanan Anak
4.
Adanya akreditasi rumah sakit
tipe A dan JCI 2014
5.
Adanya motivasi dari kepala ruangan
kepada perawat untuk meningkatkan komunikasi yang efektif
6.
Tersedianya SPO teknik komunikasi
berdasarkan SBAR
|
1.
Meningkatkan kemungkinan kesalahan dalam
penerimaan informasi
2.
Meningkatkan kemungkinan kesalahan dalam pemberian
intervensi kepada klien
|
3.
Belum optimalnya petugas dalam pemberian
obat dengan prinsip 12 benar di ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
S (Kekuatan)
|
W
(Kelemahan)
|
1.
Adanya arahan
dilakukan oleh kepala ruangan kepada katim dan perawat pelaksana.
|
1.
Sarana dan prasarana belum memadai seperti
tersedianya bak 1 instrumen injeksi di
ruang kronis anak
2.
6 dari 9 perawat (67%) belum mengetahui tentang
prinsip 12 benar pemberian obat
3.
Sebagian besar (75%) perawat belum mengisi
dokumentasi pemberian obat
4.
Kurangnya koordinasi antar tenaga kesehatan
(perawat, dokter dan farmasi) di ruangan dalam pemberian obat
|
O
(Peluang)
|
T
(Ancaman)
|
1.
Adanya
mahasiswa FKEP yang sedang praktek profesi peminatan keperawatan anak
2.
Adanya
kerjasama yang baik antara mahasiswa FKEP dengan perawat ruangan
3.
Adanya
motivasi dari kepala ruangan kepada perawat untuk meningkatkan pemberian obat
dengan prinsip 6 benar
|
1. Pelayanan keperawatan yang diberikan tidak optimal.
2. Tuntutan dari masyarakat akan
pelayanan yang maksimal.
3. Adanya UU perlindungan Konsumen
(UU No 8 th 1999) yang menyebabkan konsumen lebih kritis dan berani dalam
mengkritisi pelayanan keperawatan.
|
4.
Belum optimalnya pencegahan dalam mengurangi
resiko infeksi dengan
cuci tangan 6 langkah pada pasien di ruang
Kronis IRNA Kebidanan Anak
S (Kekuatan)
|
W
(Kelemahan)
|
1.
Perawat diruang Kronis IRNA Kebidanan Anak memilki
pengetahuan tentang tindakan pengurangan infeksi
2.
Semua perawat (100%) memiliki sikap yang positif
terhadap pelaksanaan pengurangan infeksi dan kewaspadaan universal
3.
Tersedianya washtafle
4.
Tersedianya sabun cuci tangan di washtafle
5.
Tersedianya SPO cuci tangan
6.
Tersedianya poster 6 langkah cuci tangan
7.
Arahan dari Karu untuk menerapkan 6 langkah cuci
tangan
|
1.
Sebagian besar (99,88%) perawat belum optimal
dalam menerapkan 6 langkah cuci tangan
2.
Belum terpakainya sarana dan prasarana yang
optimal
3.
Kurangnya jumlah wastafel yang tersedia di ruangan
4.
Hanya satu tersedia handrub di ruang kronis
|
O
(Peluang)
|
T
(Ancaman)
|
1.
Adanya pemahaman pada setiap perawat akan
pentingnya pengurangan risiko infeksi dan penggunaan kewaspadaan universal
2.
Adanya ketersediaan fasilitas dari rumah sakit
untuk penerapan kewaspadaan universal
3.
Adanya mahasiswa FKEP yang sedang praktek profesi
peminatan keperawatan anak.
4.
Adanya kerjasama yang baik antara mahasiswa FKEP
dengan perawat ruangan.
5.
Adanya motivasi dari kepala ruangan kepada perawat
untuk meningkatkan pengendalian infeksi dan kewaspadaan universal
6.
Tersedianya Poster 6 Langkah Cuci Tangan
|
1.
Adanya penularan penyakit dari pasien ke petugas
atau sesame pasien
2.
Kejadian infeksi nosocomial semakin meningkat
3.
Mutu pelayanan semakin menurun
4.
Semakin lamanya jumlah hari rawatan pasien di
rumah sakit
|
5.
Belum optimalnya petugas dalam Assesment dan pengurangan resiko pasien
jatuh di ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
S (Kekuatan)
|
W
(Kelemahan)
|
1.
Perawat diruang kronis telah terpapar dengan
sosialisasi yang terus dilakukan oleh kepala ruangan pada katim dan perawat
pelaksana.
2.
Adanya blangko Assesment
resiko pasien jatuh (skala humty dumpty) yang telah tersedia.
3.
Adanya arahan oleh kepala ruangan dalam menerapkan
komunikasi yang efektif pada katim dan perawat pelaksana.
|
1.
Blanko Assesment
risiko pasien jatuh tidak diisi karena beban kerja perawat tidak sesuai
dengan jumlah perawat yang dinas.
2.
Beban kerja perawat tidak sesuai dengan jumlah
perawat yang dinas sehingga perawat lebih banyak berfokus pada rekomendasi
medis seperti fokus pada orderan dokter.
3.
Lebih dari separoh pasien (52%) yang beresiko
tinggi jatuh.
4.
Lebih dari separoh (53%) pasien tidak ada dilakukan
penilaian dengan asessment resiko jatuh dalam waktu 4 jam dari pasien masuk RS di
ruangan Kronis IRNA Anak KebidananRSUP Dr. M. Djamil Padang
5.
Belum adanya poster tentang pasien safety di
ruangan.
|
O
(Peluang)
|
T
(Ancaman)
|
1.
Adanya mahasiswa FKEP yang sedang praktek profesi
peminatan keperawatan anak.
2.
Adanya kerjasama yang baik antara mahasiswa FKEP
dengan perawat ruangan.
3.
Adanya motivasi dari kepala ruangan kepada perawat
untuk melakukan Assesment resiko
pasien jatuh.
4.
Tersedianya blangko Assesment resiko pasien jatuh (skala humty dumpty) yang telah
tersedia.
|
1.
Adanya tuntutan yang lebih tinggi dari masyarakat
terhadap pelayanan keperawatan yang profesional.
2.
Adanya pasien yang berisiko tinggi jatuh.
3.
Adanya UU perlindungan Konsumen (UU No 8 tahun
1999) yang menyebabkan konsumen lebih kritis dan berani dalam mengkritisi
pelayanan keperawatan
|
C.
Prioritas
Masalah
Penentuan urutan masalah yang menjadi prioritas dilakukan
penghitungan dengan pembobotan pada setiap masalah yang ditemukan. Proses
memprioritaskan masalah akan dilakukan dengan pembobotan yang memperhatikan
aspek sebagai berikut :
- Magnitude (M) : kecenderungan dan seringnya kejadian masalah
- Severity (S) : besarnya kerugian yang ditimbulkan
- Manageable (Mn) : bisa dipecahkan
- Nursing consern (Nc) : melibatkan perhatian dan pertimbangan perawat
- Affordability (Af) : ketersediaan sumber daya
Aspek-aspek di atas dapat diukur dengan cara yaitu :
1.
Magnitude/prevalensi masalah yaitu apabila masalah
tersebut lebih banyak ditemukan (prevalensinya tinggi)
2.
Severity/akibat yang ditimbulkan yaitu apabila akibat
yang ditimbulkan suatu masalah lebih serius
3.
Manageable/bisa dipecahkan yaitu apabila masalah yang ada
diyakini dapat terpecahkan (menemukan jalan keluar)
4.
Nursing consern/keterlibatan perawat yaitu jika masalah
tersebut akan selalu melibatkan dan memerlukan pertimbangan perawat
5.
Affordability/ketersediaan sumber daya yaitu adanya
sumber daya yang mencakup dana, sarana dan tenaga yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu masalah
Dengan rentang nilai 1 – 5 yaitu 5 = sangat penting, 4 =
penting, 3 = cukup penting, 2 = kurang penting, 1 = sangat kurang penting.
Dimana yang menjadi prioritas adalah masalah dengan jumlah nilai/skor paling
besar. Skor akhir dirumuskan dengan cara : M x S x Mn x Nc x Af (Rita, 2014)
Tabel 1
Prioritas
Masalah Manajemen Keperawatan Di Ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang Tahun 2014
No
|
Masalah
|
M
|
S
|
Mn
|
Nc
|
Af
|
Skor
|
Prioritas
|
1
|
Belum optimalnya penerapan identifikasi pasien
sesuai SPO di ruang kronis IRNA Kebidanan Anak
|
3
|
4
|
3
|
5
|
4
|
720
|
II
|
2
|
Belum optimalnya
pelaksanaan komunikasi dalam overan berdasarkan teknik komunikasi SBAR di
ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
|
4
|
3
|
3
|
4
|
4
|
576
|
III
|
3
|
Belum optimalnya
penerapan pemberian obat dengan prinsip 12
benar di ruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
|
4
|
5
|
4
|
4
|
3
|
960
|
I
|
4
|
Belum optimalnya
penerapan
pengurangan risiko infeksi diruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
|
3
|
4
|
3
|
2
|
4
|
288
|
V
|
5
|
Belum optimalnya penerapan petugas
dalam Assesment dan
pengurangan
resiko pasien jatuh diruang
Kronis IRNA Kebidanan Anak
|
3
|
4
|
3
|
3
|
4
|
432
|
IV
|
Daftar
Prioritas Masalah
1.
Belum
optimalnya penerapan pemberian obat dengan prinsip 12 benar di ruang Kronis
IRNA Kebidanan Anak
2.
Belum
optimalnya penerapan identifikasi pasien sesuai SPO di ruang kronis IRNA
Kebidanan Anak
3.
Belum optimalnya pelaksanaan komunikasi
dalam overan berdasarkan teknik komunikasi SBAR di ruang Kronis IRNA Kebidanan
Anak
4.
Belum
optimalnya penerapan petugas dalam Assesment
dan pengurangan resiko pasien jatuh diruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
5.
Belum optimalnya penerapan pengurangan
risiko infeksi diruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
F.
Alternatif
Pemecahan Masalah (FISH BONE / RCA)
1.
Belum
optimalnya penerapan pemberian obat dengan prinsip 12 benar di ruang Kronis
IRNA Kebidanan Anak
2.
|
|
|
||||||
|
|
|||||
6.
|
|
|||||||||||
3.
Belum
optimalnya penerapan petugas dalam Assesment
dan pengurangan resiko pasien jatuh diruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
|
|
|
|
|
|
|||||||||
|
|||||||||
G.
POA (Planning Of
Action)
No
|
Masalah
Kesehatan
|
Rencana Kegiatan
|
Tujuan
|
Sasaran
|
Waktu
|
Tempat
|
Penanggung
Jawab
|
1..
|
Belum
optimalnya penerapan pemberian obat dengan prinsip 12 benar di ruang
Kronis IRNA Kebidanan Anak
|
a.
Pembuatan form dokumentasi
pemberian obat
b.
Pemberian materi tentang pemberian
obat dengan prinsip 12 benar
c.
Poster-poster untuk
mengingatkan perawat agar dapat mengoptimalkan prinsip pemberian obat dengan
prinsip 12 benar
d.
Roleplay tentang pemberian
obat dengan prinsip 12 benar
|
a.
Tersedia format dokumentasi
pemberian obat
b.
Terbentuknya poster pemberian
obat dengan prinsip 6 benar untuk mengingatkan perawat dalam menerapkan
pemberian obat dengan prinsip 12 benar
|
perawat
|
disesuaikan
|
Ruang Kronis IRNA Kebidanan
Anak
|
Mahasiswa F Kep: Rahmiati DS
Perawat Ruangan:
|
2.
|
Belum
optimalnya penerapan identifikasi pasien sesuai SPO di ruang kronis
IRNA Kebidanan Anak
|
a.
Roleplay tentang identifikasi pasien
a.
Pembuatan poster cara pelaksanaan identifikasi
pasien
b.
Pemberian nomor bed
pasien dengan di cat
|
Perawat mampu mengaplikasikan
identifikasi pasien dengan benar
|
perawat
|
disesuaikan
|
Ruang Kronis IRNA Kebidanan
Anak
|
Mahasiswa F kep : Maila Andra
Santi
|
3.
|
Belum optimalnya pelaksanaan
komunikasi dalam overan berdasarkan teknik komunikasi SBAR di ruang Kronis
IRNA Kebidanan Anak
|
a.
Pengadaan
pre dan post confrence
b. Pelaksanaan role
play tentang overan dengan komunikasi yang efektif
c. Pembuatan form dokumentasi dengan metode SBAR
d. Mengevaluasi pelaksanaan timbang terima, pre-post conference yang benar
|
Meningkatkan keefektifan pelaksanaan komunikasi dalam
overan berdasarkan teknik komunikasi SBAR
|
Perawat
|
Disesuaikan
|
Ruang Kronis IRNA Kebidanan
Anak
|
Mahasiswa F kep: Sri Mardhiah
Putri
|
4.
|
Belum
optimalnya penerapan petugas dalam Assesment
dan pengurangan resiko pasien jatuh diruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
|
a. Membuat label tingkat resiko jatuh
b. Pembuatan Poster tentang pentingnya Assesment risiko pasien jatuh
|
Mempermudah
petugas di ruangan dalam mengidentifikasi tingkat resiko jatuh pasien dan
menghindari terjadinya kejadian pasien jatuh
|
Perawat
|
Disesuaikan
|
Ruang Kronis IRNA Kebidanan
Anak
|
Mahasiswa F Kep : Reftika
Edelwis
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Belum optimalnya penerapan pengurangan
risiko infeksi diruang Kronis IRNA Kebidanan Anak
|
a. Role
play tentang cara pengurangan infeksi (6 cuci tangan yang benar) dan
menerapkan 5 moment cuci tangan
b. Membatasi jumlah pengunjung untuk mengururangi
risiko infeksi
c. Pendidikan kesehatan
tentang cuci tangan 6 langkah pada
keluarga pasien
|
Meningkatkan keefektifan petugas dalam mengurangi resiko
infeksi dan penggunaan kewaspadaan universal
|
Perawat
|
Disesuaikan
|
Ruang Kronis IRNA Kebidanan
Anak
|
Mahasiswa F Kep : Wiwike
Yanti Elfisa
|
DAFTAR PUSTAKA
Andry, M. M. (2011). Keselamatan Pasien
Versi Standar Internasional IPSG (International Patient
Safety Goal). Yogyakarta
American Association for the
Advancement of Science et al. (1999). Proceedings ofrEnhancing Patient
Safety and Reducing Errors ini Health Care. Illinois: National Patient
Safety Foundation.
Alimul,
A. A. (2006). Kebutuhan dasar manusia
aplikasi konsep dan keperawatan. Jakarta: salemba Medika
Arwani
dan Heru Supriyanto. (2010). Manajemen
bangsal keperawatan. Jakarta: EGC
Gillies,
DA. (1994). Manajemen keperawatan suatu
pendekatan. Edisi 2. Terjemahan illinois:WB Saunders Company
Nursalam.
(2011). Konsep dan penerapan metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Rita,
Nova. (2013). Laporan residensi
kepemimpinan dan menejemen keperawatan di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam. Padang:
Universitas Andalas
KUESIONER
EVALUASI
APLIKASI KESELAMATAN PASIEN DI RUANG KRONIS
IRNA KEBIDANAN ANAK RSUP
DR. M. DJAMIL PADANG
No.
Kode :
|
I.
Identitas
Responden
Nama Inisial :...................................................................................
Umur :...................................................................................
Pendidikan :...................................................................................
Jenis Kelamin :...................................................................................
Jabatan/Unit :...................................................................................
Lama Bekerja :...................................................................................
II. Identifikasi Pasien
1.
Sebutkan tindakan /prosedur yang
membutuhkan Identifikasi pasien ‑..............................................................................
2.
Sebutkan macam-macam gelang
pasien..............................................
LEMBAR OBSERVASI IDENTIFIKASI PASIEN
No.
|
Kategori
|
Ya
|
Tidak
|
Ket
|
1.
|
a.
Meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkap dan nama ibu
kandungnya.
b.
Periksa dan bandingkan data pada gelang pengenal dengan
rekam medis. Jika data yang diperoleh sama, lakukan prosedur/ berikan obat.
c.
Jika terdapat ≥ 2 pasien di ruangan rawat inap dangan nama
yang sama, periksa ulang identitas dengan melihat alamat rumahnya.
|
|
|
|
LEMBAR OBSERVASI
A.
Sikap
Petunjuk pengisian:
Beri tanda check list (√) pada pernyataan menurut
pilihan anda.
No
|
Pernyataan
|
YA
|
TIDAK
|
KET
|
1
|
Prinsip enam benar pemberian obat penting diterapkan
untuk menghindari kesalahan pemberian obat
|
|
|
|
2
|
Mengecek identitas pasien
(gelang identitas atau papan nama pasien) akan menambah beban kerja perawat
|
|
|
|
3
|
Patient
safety (keselamatan pasien), terutama medication
safety (keamanan pengobatan) perlu disosialisasikan
|
|
|
|
4
|
Pengkajian cukup
dilakukan saat pasien baru masuk rawat inap saja
|
|
|
|
5
|
Pendokumentasian
dilakukan segera setelah obat diberikan
|
|
|
|
6
|
Sebelum memberikan obat,
label obat dicek sebanyak 3 kali
|
|
|
|
7
|
Obat baru diletakkan di
belakang atau di bawah tempat penyimpanan obat
|
|
|
|
8
|
Bila obat dalam bentuk
cairan, tetap diberikan walaupun terjadi perubahan warna
|
|
|
|
9
|
Untuk obat oral, pasien
perlu ditunggui sampai obat benar-benar diminum
|
|
|
|
10
|
Mengecek tanggal
kadaluarsa bukanlah tugas perawat
|
|
|
|
11
|
Pendidikan kesehatan
tentang pengobatan diberikan pada pasien bila pasien bertanya saja
|
|
|
|
12
|
Jarum suntik bekas perlu
dibuang ke tempat khusus
|
|
|
|
13
|
Pasien memiliki hak untuk
mengajukan penolakan terhadap pengobatan yang diterima
|
|
|
|
14
|
Jika ada keraguan, dosis
obat harus dihitung ulang dan diperiksa oleh perawat lain
|
|
|
|
15
|
Evaluasi pemberian obat
cukup dipantau saat perawat ganti shift
(overan) saja
|
|
|
|
B.
Tindakan
Petunjuk pengisian:
Beri tanda check
list (√) pada tindakan yang Anda lakukan. Apakah Anda melakukan prosedur di
bawah ini?
Keterangan :
Ya
(Dilakukan)
Tidak
(Tidak dilakukan)
Kegiatan
|
Ya
|
Tidak
|
Persiapan
(11)
1.
Mencuci tangan sebelum menyiapkan obat.
2.
Mengecek profil pasien (usia, kehamilan,
kebiasaan merokok/minuman beralkohol, penyakit hati atau ginjal, psikososial)
dan status alergi.
3.
Mengecek permintaan obat melalui pemberi
order (catatan dokter) dan/atau daftar obat.
4.
Mengetahui alasan kenapa pasien mendapatkan
obat.
5.
Mengecek label obat sebanyak 3x:
-
Melihat kemasan obat.
-
Membaca permintaan obat dan membandingkan
dengan kemasan sebelum dituang.
-
Mengembalikan kemasan setelah obat dituang
ke lemari obat.
6.
Mengecek tanggal obat diorder dan tanggal
akhir pemberian (seperti: antibiotik).
7.
Mengecek tanggal kadaluarsa obat.
8.
Mengecek ulang perhitungan dosis obat oleh
perawat lain (jika dibutuhkan sesuai kebijakan).
9.
Memeriksa dosis obat yang perlu diwaspadai
(potensi bahaya/toxic) oleh perawat
lain/petugas farmasi.
10. Menuang tablet atau
kapsul ke dalam kom obat. Untuk 1dosis tunggal, kemasan dibuka di samping
tempat tidur pasien setelah memeriksa identitas pasien.
11. Mencairkan/mengencerkan/menggerus
obat yang dapat mengiritasi mukosa lambung (seperti: potassium, aspirin) atau
berikan bersama makanan.
|
|
|
Pemberian Obat (19)
1. Memberikan obat yang
hanya Anda siapkan. Jangan memberikan obat yang disiapkan oleh petugas lain.
2. Mengenali pasien melalui
gelang identitas atau foto identitas atau papan nama pasien.
3. Menjelaskan prosedur
pemberian obat.
4. Memberikan informasi (pendidikan
kesehatan) tentang obat yang diberikan.
5. Mengkaji ketepatan posisi
pasien, tergantung rute/cara pemberian obat.
6. Menilai kemampuan menelan
pasien atau cek kepatenan slang NGT dan mengirigasi slang dengan air sebelum
dan setelah pemberian obat.
7. Mendampingi pasien sampai
obat bekerja, contohnya: obat oral (Tetap bersama pasien sampai obat oral
telah diminum. Bila ada indikasi penundaan, kembali ke ruangan pasien di
waktu yang tepat, jangan pernah meninggalkan obat di meja pasien atau menitipkan
pada pasien/keluarga pasien).
8. Melakukan teknik aseptik,
terutama rute parenteral.
9. Memberikan cairan intra
muskuler tidak lebih dari 2,5 atau 3ml di satu tempat. Pemberian subkutan
pada bayi (infan) tidak lebih dari 1ml.
10. Tidak menggunakan kembali
jarum (suntik) yang sama.
11. Ketika memberikan obat
untuk sekelompok pasien, memberikan obat terakhir kepada pasien yang
membutuhkan bantuan khusus.
12. Meminta nama dan tanda
tangan pasien/keluarga (pada lembar daftar obat).
13. Jarum dan spuit dibuang
ke tempat khusus.
14. Pembuangan obat adalah
tergantung kebijakan institusi dan hukum setempat. Contohnya, pembuangan obat
ke washtafel atau kamar mandi,
tidak di tempat sampah.
15. Ketepatan penyimpanan
(beberapa perlu tempat pendingin/suhu tertentu).
16. Menulis tanggal dan waktu
dibuka dan inisial Anda di label.
17. Menyimpan narkotik di
laci atau lemari yang terkunci. Lemari obat harus selalu dikunci ketika tidak
digunakan.
18. Mengunci untuk laci atau
lemari obat narkotik harus disimpan oleh perawat dan tidak dibiarkan di laci
atau lemari saja.
19. Menghindari kontaminasi
terhadap kulit dan terhirup partikel yang menyebabkan alergi bagi yang
sensitif.
|
|
|
Pelaporan (7)
1. Melaporkan langsung
kesalahan obat ke pemberi resep dan/atau manajer keperawatan.
2. Melengkapi laporan
kejadian.
3. Mencatat: obat yang
diberikan, dosis, waktu, rute, waktu dan tanggal pemberian dan nama dan tanda
tangan Anda.
4. Mencatat segera obat setelah
diberikan, terutama dosis sekali pemberian.
5. Mencatat keefektifan dan
reaksi pemberian obat.
6. Melaporkan ke petugas dan
catat obat yang ditolak dengan alasan penolakan (lampirkan form penolakan).
|
|
|
Diadopsi dari Kee,
Hayes & McCuistion (2009) dengan perubahan seperlunya disesuaikan dengan
prinsip sepuluh benar pemberian obat.
LEMBAR OBSERVASI CUCI TANGAN
No.
|
Kategori
|
Ya
|
Tidak
|
Ket
|
1.
|
Mencuci
tangan dengan langkah 6 benar
a.
Ratakan
sabun/handscrub dengan kedua telapak tangan dengan memutar berlawanan arah jarum
jam
b.
Telapak
tangan di atas punggung tangan kiri, gosok punggung tangan dan sela-sela jari
kiri, gerakan maju mundur dan selanjutnya
c.
Kedua
telapak tangan saling berhadapan dan jari-jari saling menyilang, gosok kedua
telapak tangan dan sela-sela jari dari bagian pangkal jari ke arah luar
(ujung)
d.
Kedua
tangan saling menggenggam, jari-jari saling mengunci, punggung jari tangan
satu pada telapak tangan lainnya saling menggosok
e.
Telapak
tangan kanan menggenggam ibu jari kiri, gosok secara memutar ibu jari kiri
dan sela ibu jari dan telunjuk mnggunakan ibu jari dan telapak tangan kanan,
lakukan sebaliknya
f.
Gosokkan
secara memutar ujung jari tangan kanan diatas telapak tangan kiri, posisi jari dalam keadaan rapat, lakukan
sebaliknya
|
|
|
|
LEMBAR OBSERVASI OVERAN SBAR
No
|
Pelaksanaan
|
Observasi
1
|
Observasi
2
|
Observasi
3
|
|||
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
||
1.
|
Teknik komunikasi
SBAR
a. Situasion
·
Nama
·
Umur
·
Tgl masuk
·
Hari rawatan
·
Diagnosa medis
·
Masalah keperawatan
b.
Background
·
Keluhan utama
·
Intervensi yang telah dilakukan
·
Respon pasien
·
Pemasangan alat intensif dan obat/ infus
c. Asssesment
·
Hasil pengkajian pasien terkini
·
Tanda vital
·
Pain score
·
Tingkat kesadaran
·
Resiko jatuh
·
Status nutrisi
·
Eliminasi
·
Hasil investigasi yang abnormal
·
Informasi klinik lain yang mendukung
d. Recommendation
·
Rekomendasi NCP yang perlu dilanjutkan
termasuk discharge planning
·
Edukasi pasien atau keluarga
|
|
|
|
|||
LEMBAR OBSERVASI ASSESSMEN PASIEN
BARU
No
|
Nama
Pasien
|
Jam
Masuk
|
Jam
Assesment Awal
|
Ada
|
Tidak
ada
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
LEMBAR OBSERVASI ASSESSMENT PASIEN RESIKO JATUH
No
|
Nama
pasien
|
Kategori
resiko jatuh
|
Asessment
Harian
|
|||||||
Asssesment
2 x
|
Saat
transfer
|
Perubahan
kondisi
|
Kejadian
jatuh
|
|||||||
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
SIKAP
No
|
Pernyataan
|
Sangat
Setuju
|
Setuju
|
Kurang
Setuju
|
Tidak
Setuju
|
1
|
Saya
mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien
|
|
|
|
|
2
|
Sebelum
melakukan prosedur aseptic saya mencuci tangan
|
|
|
|
|
3
|
Mencuci tangan Setelah kontak dengan pasien
merupakan hal yang penting
|
|
|
|
|
4
|
Setelah kontak dengan lingkungan pasien sangat penting mencuci
tangan.
|
|
|
|
|
5
|
Saya
mencuci tangan Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar