PRE PLANNING
KAJIAN
AWAL PENERAPAN TIMBANG TERIMA, PRE -POST CONFERENCE DAN SISTEM PENDOKUMENTASIAN
DI RUANGAN IRNA BEDAH PRIA
RSUP
DR M.DJAMIL PADANG
Disusun
oleh:
KELOMPOK
P
Anneliese
Satoko, S.Kep
Dewi Marlina
S.Kep
Freza Siska,
S.Kep
Frissy
Lestari S.Kep
Marlizayani
S.Kep
Nelvi Desmita
S.Kep
Rizki
Kurniadi S.Kep
Suci Asha Rahmadini, S.Kep
Winda
Susrianti S.Kep
Yose Anggri
Yolla S.Kep
PRAKTEK
PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2015
LOKAKARYA MINI I
PENERAPAN
TIMBANG TERIMA, PRE -POST CONFERENCE DAN SISTEM PENDOKUMENTASIAN DI
RUANGAN
IRNA BEDAH PRIA
RSUP DR. M.
DJAMIL PADANG
Manajemen keperawatan di Indonesia perlu mendapatkan
prioritas utama dalam pengembangan
keperawatan di masa depan. Hal ini berkaitan dengan tuntunan profesi dan
tuntunan global bahwa setiap perkembangan dan perubahan memerlukan pengelolaan
secara profesional.
Pelayanan keperawatan yang disebut profesional bukan
sekedar terampil dalam melakukan prosedur keperawatan, tetapi mencakup keterampilan interpersonal, keterampilan intelektual, dan keterampilan teknikal. Dalam keterampilan intelektual dan interpersonal,
komunikasi antara dua orang atau kelompok yang dianggap ada dalam lingkungan
keperawatan profesional misalnya antara perawat dengan sesama perawat, perawat
dengan pasien, perawat dengan dokter dan perawat dengan manajer (Roger, 2000
dalam Gaffar, 1997; 32).
Rumah Sakit sebagai suatu tempat pelayanan kesehatan
memiliki suatu sistem yang terdiri dari tim pelayanan kesehatan seperti dokter,
perawat, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lainnya, yang mempunyai satu tujuan
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.
RSUP Dr. M. Djamil Padang merupakan rumah sakit di daerah Kota Padang yang mengutamakan mutu
pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien khususnya di Ruang
irna bedah.
Sementara itu, perawat merupakan ujung tombak dalam pelayanan di rumah sakit,
dimana perawat dituntut untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang berkualitas
guna meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit dan memberi kepuasan pada
pasien yang dalam hal ini adalah sebagai konsumen (Adill et all, 2009).
Upaya
peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan, tidak terlepas
dari pelayanan keperawatan yang
berkesinambungan. Bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien
adalah melalui pemberian asuhan
keperawatan, pengobatan dan
rasa aman bagi
pasien, keluarga serta masyarakat (Tribowo,
2013). Pemberian asuhan
keperawatan merupakan kebutuhan
dasar yang diperlukan oleh
setiap pasien rawat
inap oleh perawat.
Salah satunya adalah prosedur timbang
terima pasien yang
merupakan kegiatan sehari-hari
dan harus dilakukan oleh perawat. Pelaksanaan timbang terima pasien
merupakan tindakan keperawatan yang secara langsung akan berdampak pada
perawatan pasien, selain itu
timbang terima pasien
dibangun sebagai sarana
untuk menyampaikan tanggung jawab
serta penyerahan legalitas
yang berkaitan dengan pelayanan
keperawatan pada pasien (Wallis, 2010).
Catatan keperawatan adalah dokumentasi keperawatan, tanpa
memperhatikan tipe atau lokasi dalam catatan. Apapun jenis sistem
pendokumentasian yang digunakan, pendokumentasian harus mengomunikasikan status
pasien, pemberian perawatan spesifik, dan respon pasien terhadap perawatan
(Marrelli, 2008).
Menurut Webster’s New World Dictionary dalam Marelli
(2008) mendefiniskan dokumentasi sebagai penyediaan bukti pencatatan dan
pengumpulan, ringkasan, dan pengkodean informasi yang tercetak atau tertulis
untuk referensi di masa mendatang. Definisi sederhana ini menyesuaikan berbagai
peran bahwa dokumentasi atau proses pendokumentasian dan pendemonstrasian
pemberian perawatan pasien penting dalam perawatan kesehatan.
Berdasarkan survey lapangan pada tanggal 28-29
April 2015 didapatkan bahwa sistem overan, pre dan post konference, serta pendokumentasian asuhan keperawatan di
rungan irna bedah pria RSUP DR. M. Djamil padang belum berjalan
optimal, dimana terlihat sebagian
perawat saat overan pada pergantian shift tidak memperkenalkan
nama sehingga sebagian sbesar
pasien tidak mengetahui nama perawat yang bertugas pada saat itu.
Dari data yang didapatkan sebagian besar perawat belum optimal melakukan
penerapan komunikasi terapeutik, serta sebagian besar perawat kurang melakukan
kewaspadaan universal Selain
itu, perawat belum optimal dalam melakukan identifikasi pasien sebelum
melakukan tindakan keperawatan.
Berdasarkan
fenomena yang ada di ruangan tersebut, kelompok merasa perlu mengadakan
pertemuan dalam bentuk lokakarya mini dengan mengundang kepala ruangan irna bedah pria RSUP DR. M. Djamil beserta staf, pembimbing klinik dan pembimbing akademik.
Pemecahan masalah tersebut, menurut kelompok perlu diadakan
pertemuan dalam bentuk lokakarya mini dengan mengundang Kepala Bidang
Keperawatan, Kepala Ruang dan Perawat irna
bedah pria RSUP DR. M. Djamil
beserta staf, pembimbing klinik dan pembimbing akademik.
B.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Mempresentasikan
hasil kajian data awal mahasiswa praktek profesi manajemen keperawatan
Universitas Andalas kepada KABID, KASI, KARU, PP dan PA di Ruang Bedah Pria Irna bedah RSUP DR. M. Djamil.
2. Tujuan Khusus
Setelah mempresentasikan hasil kajian awal
diharapkan kepada KABID, KASI, KARU, PP dan PA untuk :
a. Memperoleh
gambaran masalah tentang pelayanan
kesehatan di Ruang irna Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil Padang.
b. Memperoleh kesepakatan bersama terkait permasalahan yang
menjadi prioritas di Ruang Bedah Pria RSUP
DR. M. Djamil Padang.
c. Memperoleh kesepakatan dari semua jajaran keperawatan dan
mengimplementasikan hasil temuan di Ruang Irna Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil Padang.
C. Sasaran
KABID, KASI, KARU, PP dan PA Bedah Pria RSUP DR.
M. Djamil Padang.
D. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya
jawab
4. Demonstrasi
E. Media dan alat
Penyajian dengan
LCD dan Laptop
F. Waktu dan Tempat
Hari/
Tanggal : Selasa/ 5
April 2015
Waktu : 10.00 – 11.50 WIB
Tempat : Ruang Pertemuan Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil Padang
G. Setting
Tempat
KETERANGAN:
= AUDIENS = MODERATOR
= MAHASISWA = PENYAJI
H. Pengorganisasian
Penanggung
jawab : Dewi
Marlina, S. Kep
Anggota : Anneliese
Satoko, S. Kep
Freza Siska,
S. Kep
Frissy Lestari,
S. Kep
Marlizayani, S.Kep
Nelvi Desmita, S. Kep
Rizki Kurniadi, S.kep
Suci Asha Rahmadini, S. Kep
Winda Susrianti, S.Kep
Yose Anggri Yolla,S.Kep
I. Susunan Acara
No
|
Jam
|
Kegiatan
Moderator& Penyaji
|
Kegiatan
Peserta
|
1
|
10.00
|
Pembukaan
a. Mengucapkan
salam
b. Memperkenalkan
diri dan pembimbing klinik serta
akademik
c. Menjelaskan
tujuan dan kontrak
|
Menjawab salam
Memperhatikan
Menyepakati kontrak
|
2
|
10.10 – 11.50
|
Presentasi Kajian Awal
a.
Mempresentasikan
hasil kajian awal.
b.
Mendiskusikan
kajian yang telah di presentasikan.
c.
Membuat
kesepakatan bersama dalam penetapan POA.
|
Mendengarkan dan
memperhatikan
Berpartisipasi
Mendengarkan dan
memperhatikan
|
3
|
11.50
|
PENUTUP
a. Menyimpulkan
hasil diskusi
b. Menanyakan
kembali tentang, timbang terima, Pre –post
conference dan pendokumentasian
c. Mengucapkan
salam
|
Mendengarkan
Berpartisipasi
Menjawab salam
|
J. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi stuktur
a.
80%
audiens menghadiri lokakarya mini
b. Tempat
dan media alat sesuai dengan rencana
2. Evaluasi proses
a.
Peran
dan tugas mahasiswa sesuai dengan perencanaan
b.
Waktu
yang direncanakan sesuai dengan pelaksanaan
c.
70%
audiens aktif dalam desiminasi ilmu manajemen
keperawatan
d.
85%
audiens tidak meninggalkan ruangan
selama lokakarya mini berlangsung.
3.
Evaluasi Hasil
a.
Adanya kesepakatan
tentang prioritas masalah.
b.
Adanya kesepakatan
pelaksanaan POA.
c.
Adanya kesepakatan
tentang petunjuk pelaksaan POA.
MATERI LOKAKARYA MINI
TIMBANG
TERIMA (HANDOVER)
Timbang
terima pasien (Handover) adalah salah satu bentuk komunikasi perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien. Timbang terima pasien
dirancang sebagai salah satu metode untuk memberikan informasi yang relevan
pada tim perawat setiap pergantian shift, sebagai petunjuk praktik memberikan
informasi mengenai kondisi terkini pasien, tujuan pengobatan, rencana perawatan
serta menentukan prioritas pelayanan (Rushton, 2010).
1. Pengertian
Timbang Terima
Informasi
pasien yang diberikan pada saat timbang terima menjadi fokus komunikasi yang
harus dilakukan oleh perawat. Potter dan Perry (2005) timbang terima adalah
proses transfer atau perpindahan informasi penting untuk asuhan keperawatan
pasien secara holistik dan aman yang bertujuan agar pelayanan yang diberikan
oleh setiap perawat saling berkesinambungan. Menurut Cahyono (2008) timbang
terima adalah serah terima tanggung jawab dan pemberian informasi atas keadaan
pasien antar petugas atau transisi dalam perawatan pasien. Proses alih tugas
dan tanggung jawab yang terjadi dalam proses timbang terima dilakukan melalui
komunikasi verbal dan nonverbal.
Timbang terima pasien
adalah praktek komunikasi yang dilakukan oleh perawat, dan tenaga kesehatan
lainnya yang mengkomunikasikan tentang asuhan keperawatan, kondisi dan
perkembangan pasien pada pergantian shift (Tracy Levitt-Jones & Sharon
Bourgeois, 2010). Berdasarkan pengertian timbang terima pasien menurut para
ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa timbang terima merupakan mekanisme
komunikasi dalam transfer informasi kewenangan dan tanggung jawab perawat yang
dilakukan setiap pertukaran shift yang berkaitan dengan keadaan pasien,
yang disampaikan oleh perawat shift sebelumnya ke perawat shift berikutnya
sebagai rangkaian aktivitas keperawatan untuk memastikan keberlanjutan dan
keamanan pasien selama dalam perawatan.
2. Tujuan
Timbang Terima Pasien
Tujuan dari
timbang terima pasien adalah memberikan informasi tentang pasien untuk
kesinambungan perawatan serta memberikan kesempatan pada seluruh perawat dan
pasien untuk belajar (Davies & Priestly, 2006). Menurut Cahyono (2008)
tujuan timbang terima pasien adalah memberikan informasi yang akurat mengenai
keperawatan, pengobatan, pelayanan, kondisi terkini pasien, perubahan yang
sedang terjadi dan perubahan yang dapat diantisipasi. Informasi harus dijamin
akurat agar tidak terjadi kesalahan dalam proses pemberian pelayanan bagi
pasien.
3. Manfaat
Timbang Terima Pasien
Proses
timbang terima bermanfaat untuk mengurangi terjadinya kesalahpahaman dalam
berkomunikasi, penghematan biaya perawatan, meningkatkan kepuasan perawat dan
pasien serta memberikan kesempatan bagi perawat baru dan siswa perawat untuk
belajar (Dean, 2009). Kesalahpahaman berkomunikasi dalam timbang terima pasien
dapat menimbulkan efek samping terputusnya pelayanan keperawatan, terjadinya
duplikasi layanan sehingga mengakibatkan ketidakpuasan pasien (Davies, 2009).
Kesalahpahaman bukan hanya terjadi pada perawat tapi juga bisa pada tenaga
kesehatan lainnya.
4. Hambatan
dalam Timbang Terima Pasien
Timbang terima tidak terjadi secara kebetulan,
tetapi memerlukan suatu aturan yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakkan,
yaitu pihak rumah sakit. Menurut Chaboyer et al, (2010) ada beberapa
hambatan dalam timbang terima pasien yaitu kurangnya pemahaman tentang timbang
terima pasien dan tidak adanya SOP (Standar Operating Procedure) yang
telah ditetapkan oleh rumah sakit. Menurut Scovell (2010) faktor-faktor
penghambat dalam pelaksanaan timbang terima pasien adalah: perawat tidak hadir
saat timbang terima pasien dan perawat tidak peduli dengan timbang terima
pasien.
5. Jenis Timbang Terima
Beberapa bentuk timbang terima pasien (Chaboyer, et
al, 2008;Wallis, 2010) antara lain:
a.
Timbang Terima Pasien secara Lisan
Timbang terima secara lisan
dilakukan diruang konferensi atau ruang perawat jaga. Timbang terima pasien
secara lisan harus dihadiri oleh anggota staf dari kedua kelompok. Perawat yang
akan menyerahkan, menyiapkan status pasien dan melaporkan kepada perawat yang
akan bertugas saat itu, kemudian dilaporkan tentang masalah keperawatan yang
belum teratasi, serta tindakan yang sudah dan belum dilaksanakan, selanjutnya
perawat yang akan bertugas pada saat itu wajib mengklarifikasi laporan yang
telah disampaikan. Kelemahan timbang terima pasien secara lisan adalah
kemungkinan adanya data yang hilang sehingga akan memberikan informasi yang
tidak akurat.
b. Timbang
Terima pasien Dengan Perekaman
Timbang terima pasien dengan audiotape
diberikan oleh perawat yang telah menyelesaikan perawatan pada pasien dan
ditinggal untuk perawat pada giliran tugas berikutnya untuk ditinjau ulang.
Jenis pelaporan dengan audiotape cendrung berisi informasi yang lebih
objektif serta dapat meningkatkan efisiensi dengan memungkinkan staf untuk
melaporkan ketika ada waktu, tetapi pada pelaporan ini tidak memungkinkan staf
untuk mengajukan pertanyaan dan meminta klarifikasi.
c. Timbang
Terima Di Samping Tempat Tidur pasien (Bed Side Handover).
Timbang terima pasien yang
dilakukan di samping tempat tidur pasien dapat diberikan langsung kepada orang
yang dimaksud atau dilakukan selama timbang terima. Perawat mengunjungi setiap
pasien dan pasien diberitahu tentang perkembangan kondisi saat ini.
Pelaksanaan timbang terima
diharapkan pasien dan keluarga pasien mempunyai kesempatan untuk ikut serta
dalam segala diskusi mengenai perawatan pasien yang dimaksud. Cara ini lebih
efektif dari pada menghabiskan waktu untuk membaca dan dapat meningkatkan keselamatan
pasien serta memungkinkan kepuasan pasien dan perawat. Menurut penelitian yang
dilakukan di 6 bangsal rumah sakit di Australia Barat tahun 2007-2008,
dilaporkan bahwa lebih dari 500 timbang terima dilakukan disamping tempat
tidur, pengakuan dari perawat bahwa timbang terima disamping tempat tidur dapat
memfasilitasi pertukaran informasi lebih akurat, perawat bermitra dengan pasien
dan waktu yang dibutuhkan untuk timbang terima pasien rata-rata 1,5 menit
(Chaboyer et al, 2008).
6. Pelaksanaan
Timbang Terima
Pelaksanaan timbang terima pasien
melalui beberapa tahapan (Chaboyer, et al, 2010; Nursalam, 2011) sebagai
berikut:
a.
Tahap Persiapan
Persiapan yang diakukan oleh
perawat yang akan melimpahkan tanggung jawab, meliputi informasi yang akan
disampaikan oleh perawat jaga sebelumnya. Persiapan yang dilakukan oleh perawat
dalam memulai timbang terima adalah membaca dokumentasi pasien, kegiatan ini
dilakukan untuk menghindari kesalahan informasi yang akan diberikan.
b.
Pertukaran shift jaga
Perawat yang akan pulang dan
perawat shift berikutnya melakukan pertukaran informasi, fokus pada tahap ini
adalah waktu terjadinya timbang terima itu sendiri yang berupa pertukaran
informasi yang memungkinkan adanya komunikasi dua arah antara perawat shift
sebelumnya kepada perawat shift selanjutnya. Pertukaran shift jaga dapat
dilakukan di ruang perawat nurse station maupun disamping pasien (bedside
handover).
c. Pengecekan
ulang informasi
Pengecekan ulang informasi
dilakukan oleh perawat yang datang tentang tanggung jawab dan tugas yang
dilimpahkan, merupakan aktivitas dari perawat yang menerima operan untuk
melakukan pengecekan data informasi pada medical record atau pada pasien
langsung. Pengecekan ulang (check back) merupakan suatu langkah yang
tepat dalam memeriksa informasi terkait pemeriksaan dan pengobatan dokter serta
perawatan pasien dengan tujuan kelengkapan (completeness) dan kejelasan
(clarity) (Calalang & Javier, 2010 dikutip dalam Dewi, 2011).
7. Pedoman
Timbang Terima Pasien
Pedoman timbang terima pasien
menurut Iedema dan Merrick (2008), yaitu:
a. Komunikasi
timbang terima pasien harus jelas, singkat dan akurat.
b.
Verifikasi hasil timbang terima pasien yang
telah didokumentasikan sesegera mungkin
c.
Timbang terima pasien
menggunakan bahasa yang dimengerti kedua pihak
d.
Kesempatan untuk saling
tanya jawab berkaitan dengan kondisi pasien
e.
Menyediakan waktu yang
cukup untuk timbang terima pasien dan dilakukan diruangan yang memadai
f.
Pada saat timbang
terima pasien diharapkan tidak ada pihak lain yang mengganggu
g.
Dipimpin oleh kepala
ruang atau ketua tim
h.
Semua laporan disimpan
masing-masing tim.
CONFERENCE (PRE-POST CONFERENCE)
1. Defenisi
Pre conference adalah komunikasi katim dan
perawat pelaksana setelah selesai operan untuk rencana kegiatan pada shift
tersebut yang dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab tim. Jika yang
dinas pada tim tersebut hanya satu orang, maka pre conference ditiadakan. Isi
pre conference adalah rencana tiap perawat (rencana harian), dan tambahan
rencana dari katim dan PJ tim(Modul MPKP, 2006).
Pre-konferens merupakan tahapan sebelum
melakukan konferens yang akan dilakukan oleh para instruktur klinis dimana akan
dijelaskan apa yang akan dilakukan oleh setiap mahasiswa sebelum melakukan
tindakan keperawatan. Sedangkan dalam Pre-konferens para instruktur klinis
harus suda menyiapkan apa yang akan dibahas dalam konferens sehingga tidak
banyak waktu yang terbuang. Fase pre-konferens, esensinya adalah aktivitas
kelompok kecil, yang didalamnya terkandung unsur fasilitasi dari instruktur
klinis. Kelompok kecil siswa tersebut dalam melaksanakan program pendidikan
keperawatan harus benar-benar memperhatikan hal yang akan dibahas pada fase
pre-konferens. Pada saat instruktur klinis merencanakan fase pre-konferens
dengan kelompok kecil siswa tentang suatu topik.
Post conference adalah komunikasi katim dan
perawat pelaksana tentang hasil kegiatan sepanjang shift dan sebelum operan
kepada shift berikut. Isi post conference adalah hasil askep tiap perawatan dan
hal penting untuk operan (tindak lanjut). Post conference dipimpin oleh katim
atau Pj tim (Modul MPKP, 2006). Pos konferens adalah
fase dimana dari hasil pembahasan di buat evaluasi. Setiap mahasiswa harus
mampu melakukan evaluasi dari setiap konferens yang sudah dilaksanakan sehingga
mahasiswa tahu apa yang harus dilakukan berikutnya. Pembahasan yang sudah
dibuat akan menjadi acuan untuk bisa berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah
yang timbul dari setiap tindakan selama berpraktek.
Pos konferens merupakan kesempatan dari
mahasiswa untuk bertanya dan menyelesaikan masalah saat berdiskusi. Setiap
mahasiswa mempunyai masalah selama berpraktek dan inbstruktur klinis memberikan
arahan setelah berdiskusi bersama untuk mencari penyelesaian dari setiap
masalah tersebut. Para instruktur klinis memberikan pembahasan yang bisa
mahasiswa diskusikan bersama masalah dan membuat evaluasi dari setiap diskusi.
Tujuan pre dan post konfrence
Secara umum tujuan konferensi adalah untuk
menganalisa masalah-masalah secara kritis dan menjabarkan alternatif
penyelesaian masalah, mendapatkan gambaran berbagai situasi lapangan yang dapat
menjadi masukan untuk menyusun rencana antisipasi sehingga dapat meningkatkan
kesiapan diri dalam pemberian asuhan keperawatan dan merupakan cara yang
efektif untuk menghasilkan perubahan non kognitif (McKeachie, 1962).
Juga membantu koordinasi dalam rencana
pemberian asuhan keperawatan sehingga tidak terjadi pengulangan asuhan,
kebingungan dan frustasi bagi pemberi asuhan (T.M. Marelli, et.al, 1997).
Tujuan pre konfre adalah:
1. Membantu untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien, merencanakan
asuhan dan merencanakan evaluasi hasil
2. Mempersiapkan hal-hal yang akan ditemui di lapangan
3. Memberikan kesempatan untuk berdiskusi tentang keadaan pasien
4. bagi mahasiswa yaitu menyiapkan mahasiswa untuk pembelajaran pada
setting klinik,
5. menyiapkan mahasiswa untuk aktivitas penugasan klinik.
6. menyiapkan mahasiswa untuk pengalaman praktek klinik.
Tujuan post
conference adalah: Untuk memberikan kesempatan mendiskusikanpenyelesaian
masalah dan membandingkan masalah yang dijumpai.
Syarat pre dan post
konfre Syarat Pre dan Post Conference yaitu:
1.
Pre conference dilaksanakan
sebelum pemberian asuhan keperawatan dan post conference dilakukan sesudah
pemberian asuhan keperawatan.
2.
Waktu efektif yang diperlukan
10 atau 15 menit.
3.
Topik yang dibicarakan harus
dibatasi, umumnya tentang keadaan pasien, perencanaan tindakan rencana dan
data-data yang perlu ditambahka
4.
Yang terlibat dalam conference
adalah kepala ruangan, ketua tim dan anggota tim.
Pedoman pelaksanaan conference
1.
Sebelum dimulai, tujuan
conference harus dijelaskan
2.
Diskusi harus mencerminkan
proses dan dinamika kelompok
3.
Pemimpin mempunyai peran untuk
menjaga fokus diskusi tanpa mendominasi dan memberi umpan balik
4.
Pemimpin harus merencanakan
topik yang penting secara periodic
5.
Ciptakan suasana diskusi yang
mendukung peran serta, keinginan mengambil tanggung jawab dan menerima
pendekatan serta pendapat yang berbeda
6.
Raung diskusi diatur sehingga
dapat tatap muka pada saat diskusi
7.
Frekuensi pre-konferens yaitu
apakah dilakukan setiap hari sebelum praktek klinik atau pada awal mahasiswa
akan melaksanakan praktek klinik saja
8.
Tingkat pengetahuan dan
keterampilan mahasiswa menentukan seberapa sering di perlukan fase
pre-konferens.
9.
Waktu yang diperlukan untuk
setiap mahasiswa seharusnya sama atau mungkin dapat diperpanjang. Cara lebih
efektif dengan penggunaan waktu sekitar 20 menit sampai satu jam untuk diskusi.
10. Waktu apakah dilakukan setiap hari, jam tujuh misalnya sebelum
praktek klinik.
11. Lokasi terdapat keuntungan apabila pre-konferens dilakukan pada
lokasi yang berdekatan dengan tempat praktek. Salah satu keuntungannya adalah
mengurangi jumlah waktu yang diperlukan untuk pergi ke lahan praktek. Perlu di
ingat bahwa keadaan fisik yang nyaman atau baik dari sisi mahasiswa adalah
kondisis yang baik bagi proses belajar mengajar termasuk untuk praktek klinik..
12. Bila memungkinkan, libatkan staf ruangan tempat praktek untuk
menjelaskan dan negosiasi program dalam hubungannya dengan
penggunaan fasilitas yang ada.
13. Pada saat menyimpulkan conference, ringkasan diberikan oleh pemimpin
dan kesesuaiannya dengan situasi lapangan.
Tuntutan yang harus
dipenuhi dalam pelaksanaan pre dan post konferens
adalah sebagai berikut :
adalah sebagai berikut :
a.
Tujuan yang telah di buat dalam
konferens seharusnya di konfirmasikan terlebih dahulu..
b.
Diskusikan yang di lakukan
seharusnya merefleksikan prinsip-prinsip kelompok yang dinamis.
c.
Instruktur klinis memiliki
peran dalam kelangsungan diskusi dengan berpegang kepada fokus yang di
bicarakan, tanpa mendomisilinya dan memberikan umpan balik yang di perlukan
secara tepat.
d.
Instruktur klinis harus
memberikan penekanan-penekanan pada poin-poin penting selama diskusi
berlansung.
e.
Atmosfer diskusi seharusnya
mendukung bagi partisipasi kelompok, mengandung keinginan anggota diskusi untuk
memberikan responsnya dan menerima pendapat atau pandangan yang berbeda untuk
selanjutnya mencari persamaannya.
f.
Besar kelompok seharusnya di
batasi 10-12 orang untuk memelihara pertukaran ide-ide pemikiran yang ade kuat
di antara mereka.
g.
Usahakan antara anggota
kelompok dapat bertatapan langsung ( face to face).
h.
Pada kesimpulan akhir dari
konferens, ringkasan dan kesimpulan seharusnya berikan oleh instruktur klinis
atau siswa dengan mengacu pada tujuan pembelajaran dan sifat applicability pada
situasi dan kondisi yang lain.
Kegiatan ketua tim pada fase pre dan
post konfre
1. Fase pre konfre
1. Fase pre konfre
a.
Ketua tim atau Pj tim
membuka acara
b.
Ketua tim atau
pj tim menanjakan rencana harian masing – masing perawat pelaksana
c.
Ketua tim atau Pj tim
memberikan masukan dan tindakan lanjut terkait dengan asuhan yang diberikan
saat itu.
d.
Ketua tim atau Pj tim
memberikan reinforcement.
e.
Ketua tim atau Pj tim menutup
acara.
2.
Fase post konfre
a.
Ketua tim atau Pj tim membuka
acara.
b.
Ketua tim atau Pj tim
menanyakan kendala dalam asuhan yang telah diberikan.
c.
Ketua tim atau Pj tim yang
menanyakan tindakan lanjut asuhan klien yang harus dioperkan kepada perawat
shift berikutnya.
d.
Ketua tim atau Pj menutup
acara.
G. Hal-hal
yang disampaikan oleh perawat pelaksana meliputi
1. Data utama klien
2. Keluhan klien
3. TTV dan kesadaran
4. Hasil pemeriksaan laboraturium atau diagnostic terbaru.
5. Masalah keperawatan
6. Rencana keperawatan hari ini.
7. Perubahan keadaan terapi medis.
8. Rencana medis.
1. Data utama klien
2. Keluhan klien
3. TTV dan kesadaran
4. Hasil pemeriksaan laboraturium atau diagnostic terbaru.
5. Masalah keperawatan
6. Rencana keperawatan hari ini.
7. Perubahan keadaan terapi medis.
8. Rencana medis.
H. Hal-hal yang di sampaikan oleh ketua tim
1.
Ketua tim mendikusikan dan
mengarahkan perawat asosiet tentang masalah yang
terkait dengan perawatan klien yang meliputi :
a.
Klien yang terkait dengan
pelayanan seperti : keterlambatan, kesalahan pemberian makan, kebisikan
pengunjung lain, kehadiran dokter yang dikonsulkan.
b.
Ketepatan pemberian infuse.
c.
Ketepatan pemantauan asupan dan pengeluaran
cairan.
d.
Ketepatan pemberian obat /
injeksi.
e.
Ketepatan pelaksanaan tindakan
lain.
f. Ketepatan dokumentasi.
g.
Mengiatkan kembali standar
prosedur yang ditetapkan.
2.
Mengiatkan kembali tentang kedisiplinan, ketelitian, kejujuran dan
kemajuan masing –masing perawatan asosiet.
3.
Membantu perawatan asosiet
menyelesaikan masalaah yang tidak dapat diselesaikan.
ASUHAN KEPERAWATAN SEBAGAI KINERJA PERAWAT
a.
Konsep Asuhan
keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan bentuk
pelayanan professional yang diberikan kepada pasien sebagai faktor penentu mutu
pelayanan di rumah sakit. Nurahman (2007) menyatakan asuhan keperawatan
merupakan proses terapeutik yang terdiri dari pengkajian, perencanaan,
implementasi dan evaluasi. Bararah (2013) menjelaskan asuhan
keperawatan adalah suatu proses mengidentifikasi pemecahan masalah secara
ilmiah dengan pendekatan proses keperawatan.
Asuhan keperawatan menurut Potter dan Perry
(2005) menggunakan lima tahapan yang dikenal dengan proses keperawatan. Lima
tahapan tersebut adalah :
(1)
Tahap pengkajian
Pada tahap ini, perawat mengumpulkan informasi atau data dari respon
pasien yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan klien. Yura
dan Wals dalam (Alimul, 2004) ruang lingkup respon pasien tersebut antara lain
kegiatan sehari-hari, emosional, sosio-ekonomi, kultural dan spiritual.
Selanjutnya data di validasi dan dianalisa sesuai keadaan pasien.
(2)
Tahap diagnosis keperawatan
Menurut NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) dalam
(Waluyo, 2006) diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respon
pasien, keluarga terhadap masalah kesehatan yang aktual dan resiko. Perumusan
diagnosa harus jelas dan singkat dari respon pasien terhadap situasi yang
dihadapinya, spesifik dan akurat serta memberi arahan pada asuhan keperawatan
dan dapat dilaksanakan oleh perawat.
Ada tiga tipe diagnosis keperawatan yaitu
(a)
diagnosis keperawatan aktual
Diagnosa ini menampilkan keadaan klinis yang telah divalidasi dengan
empat komponen yaitu label, definisi, batasan karakteristik dan faktor yang
berhubungan.
(b)
diagnosis keperawatan resiko
tinggi
yakni keputusan klinis bahwa pasien atau keluarga rentan untuk
mengalami masalah bila tidak diantisipasi oleh tenaga keperawatan,
(c)
diagnosis keperawatan sejahtera
adalah ketentuan klinis dari tingkat kesehatan khusus ke tingkat kesehatan yang
lebih baik.
Komponen
rumusan diagnosis keperawatan terdiri dari tiga komponen utama yaitu masalah,
etiologi dan gejala.
(1)
Tahap perencanaan
Perencanaan keperawatan berisi: pernyataan tujuan, kriteria evaluasi
dan rencana tindakan. Langkah- langkah dalam perencanaan meliputi : penetapan
prioritas, penetapan tujuan dan kriteria hasil, menentukan intervensi yang
tepat dan mengembangkan asuhan keperawatan. Penetapan prioritas dapat
diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan yakni prioritas tertinggi, prioritas
menengah dan prioritas terbawah.
(2)
Tahap implementasi
Implementasi keperawatan merupakan rangkaian kegiatan untuk membantu
pasien dari masalah yang dihadapi yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Beberapa pedoman dalam implementasi ini adalah (a) berdasarkan
respon pasien, (b) berdasarkan ilmu pengetahuan, standar pelayanan, hukum dan
kode etik, (c) menggunakan sumber yang tersedia, (d) sesuai intervensi, (e) sesuai
tanggung jawab dan tanggung gugat perawat (f) menekankan pada pencegahan dan
peningkatan status kesehatan (g) holistik (h) kerja sama dan (i) melakukan
dokumentasi.
(3)
Tahap evaluasi
Tahap evaluasi merupakan perbandingan secara sistematik dan
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Kegiatan dalam evaluasi antara lain : mengkaji ulang tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan, mengumpulkan data sesuai dengan hasi yang diharapkan,
mengukur pencapaian tujuan dan melakukan revisi atau modifikasi rencana
keperawatan bila diperlukan.
Ada tiga jenis evaluasi keperawatan yaitu : (a) evaluasi struktur
yang berfokus pada keadaan sekeliling pelayanan keperawatan (b) evaluasi proses
yang berfokus pada penampilan kerja perawat dan (c). Adapun pencapaian tujuan
dalam evaluasi meliputi : (a) masalah teratasi; jika pasien menunjukan
perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil (b) masalah sebagain
teratasi; perubahan pasien hanya sebagain dari kriteria hasil dan (c) masalah
tidak teratasi; jika perubahan pasien tidak sesuai dengan kriteria hasil.
Pencapaian tujuan ini menggunakan SOAP ( Subjective, Objective, Analisis,
Plan).
b.
Penerapan asuhan
keperawatan sebagai kinerja perawat
Penerapan asuhan keperawatan merupakan kinerja perawat berdasarkan
Standar asuhan Keperawatan (SAK) yang telah dijabarkan oleh Depkes RI dalam
Triwibowo (2013) yaitu: (1) Standar I : Pengkajian keperawatan.
Standar I yaitu pengkajian keperawatan yang meliputi pengumpulan
data (format yang baku, sistematis, aktual, valid, komprehensif) yang meliputi
: (a) pengumpulan data dengan anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik dan
penunjang, (b) sumber data adalah pasien keluarga, tim kesehatan dan catatan
lain, (c) perumusan masalah.
(2)
Standar II : Diagnosis keperawatan
Standar II merupakan diagnosa keperawatan yang dihubungkan dengan
penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan pasien yang meliputi : (a)
analisa, interpretasi data, identifikasi masalah, perumusan diagnosis
keperawatan, (b) diagnosis keperawatan yang terdiri dari P (problem/masalah), E
(etiologi/penyebab) dan S (Sign/gejala), (c) bekerjasam dengan pasien dan tim
kesehatan untuk merumuskan diagnosis, (d) kaji ulang dan revisi diagnose
berdasarkan data terbaru.
(3)
Standar III : Perencanaan
keperawatan
Rencana keperawatan yang disusun perawat bertujuan untuk mengatasi
masalah pasien dengan kegiatan : (a) penetapan prioritas, tujuan dan rencana
tindakan, (b) bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan, (c)
bersifat individual sesuai kondisi pasien, (d) dokumentasi rencana keperawatan.
(4)
Standar IV : Implementasi
keperawatan
Pelaksanaan rencana keperawatan yang telah disusun meliputi kegiatan
: (a) bekerjasama dengan pasien dalam tindakan keperawatan, (b) kolaborasi
dengan tim kesehatan lain, (c) tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
pasien, (d)mengkaji ulang tindakan keperawatan berdasarkan respon pasien.
(5)
Standar V : Evaluasi
keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan
dalam mencapai tujuan, merevisi data dasar dan perencanaan dengan kegiatan :
(a) menyusun perencanaan evauasi hasil secara komprehensif, tepat waktu dan
terus-menerus, (b) respon pasien dan data dasar untuk evaluasi perkembangan
pasien, (c) validasi data baru, (d) bekerjasama dengan pasien dan keluarga
untuk modifikasi rencana tindakan, (e) dokumentasi hasil evaluasi dan
modifikasi perencanaan.
(6)
Standar VI : Catatan
keperawatan
Catatan keperawatan merupakan dokumentasi proses keperawatan yakni
sesuatu yang ditulis atau dicetak sebagai catatan bukti bagi orang yang
berwenang dan merupakan bagian dari praktik professional (Deswani, 2011).
Fungsi dari dokumentasi adalah :
a.
Penunjang pelaksanaan mutu
asuhan keperawatan.
b.
Sebagai bukti akuntabilitas tentang apa yang
telah dilakukan oleh seorang perawat kepada pasien.
c.
Bukti secara professional,
legal dan dapat dipertanggungjawabkan.
Proses dokumentasi asuhan keperawatan tidak hanya menulis data pada
format yang tersedia tapi juga menitikberatkan pada proses dan hasil
pencatatannya (Potter dan Perry, 2005).
Beberapa
pedoman dalam membuat sebuah dokumen yang legal adalah :
a.
Mengetahui tentang konteks
malpraktik
b.
Memberi informasi yang akurat
mengenai informasi pasien dan asuhan keperawatan.
c.
Mencerminkan keakuratan
penggunaan proses keperawatan.
d.
Waspada terhadap situasi
tertentu (pasien kritis).
e.
Selalu mencerminkan apa yang
telah terjadi dan yang telah dilakukan.
f.
Mencerminkan kolaborasi antar
perawat dengan tenaga kesehatan lain.
g.
Mencerminkan gejala dan respon
pasien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar