Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan
yang dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa
data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut,
rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa
lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar
cairan dari lambung secar tiba-tiba). (Mansjoer A, 2000, Hal. 488). Dispepsia
merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain,
perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut
terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa
keluhan lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26)
2. Dampak Dispepsia Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3. Diagnosa Keperawatan
Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim
timbul pada klien dengan dispepsia.
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa
lambung.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa
tidak enak setelah makan, anoreksia.
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan adanya mual, muntah
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status
kesehatannya
4. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan
tujuan.
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa
lambung.
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri,
dengan kriteria klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri
INTERVENSI
RASIONAL
1. Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 – 10)
2. Berikan istirahat dengan posisi semifowler
3. Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat
meningkatkan kerja asam lambung
4. Anjurkan klien untuk tetap mengatur waktu makannya
5. Observasi TTV tiap 24 jam
6. Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi
7. Kolaborasi dengan pemberian obat analgesik
1. Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan
penyembuhan
2. Dengan posisi semi-fowler dapat menghilangkan tegangan
abdomen yang bertambah dengan posisi telentang
3. dapat menghilangkan nyeri akut/hebat dan menurunkan
aktivitas peristaltik
4. mencegah terjadinya perih pada ulu hati/epigastrium
5. sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi
berikutnya
6. Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol
7. Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama dengan
intervensi terapi lain
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa
tidak enak setelah makan, anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai
rentang yang diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman kebutuhan
nutrisi
INTERVENSI
RASIONAL
1. Pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara
adekuat
2. Timbang BB klien
3. Berikan makanan sedikit tapi sering
4. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang
berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus,
riwayat mual/rnuntah atau diare.
5. Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai.
6. Monitor intake dan output secara periodik.
7. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika
ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang
Air Besar (BAB).
1. Untuk mengidentifikasi indikasi/perkembangan dari hasil
yang diharapkan
2. Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat
3. meminimalkan anoreksia, dan mengurangi iritasi gaster
4. Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan
intervensi yang tepat Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan
penyembuhan
5. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik,
meningkatkan intake diet klien.
6. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan
7. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi
pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan adanya mual, muntah
Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku
yang perlu untuk memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria
mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan cairan, dibuktikan stabil,
membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Awasi tekanan darah dan nadi, pengisian kapiler, status
membran mukosa, turgor kulit
2. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran
urine dengan akurat
3. Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan
penggunaan laksatif/diuretik
4. Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan
keseimbangan cairan optimal misalnya : jadwal masukan cairan
5. Berikan/awasi hiperalimentasi IV
1. Indikator keadekuatan volume sirkulasi perifer dan
hidrasi seluler
2. Klien tidak mengkomsumsi cairan sama sekali
mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori yang
berdampak pada keseimbangan elektrolit
3. Membantu klien menerima perasaan bahwa akibat muntah
dan atau penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut
4. Melibatkan klien dalam rencana untuk memperbaiki
keseimbangan untuk berhasil
5. Tindakan daruat untuk memperbaiki ketidak seimbangan
cairan elektroli
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status
kesehatannya
Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan
mengungkapkan penurunan kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang
penyakitnya.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan
2. Berikan dorongan dan berikan waktu untuk mengungkapkan
pikiran dan dengarkan semua keluhannya
3. Jelaskan semua prosedur dan pengobatan
4. Berikan dorongan spiritual
1. Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan
oleh klien sehingga memudahkan dlam tindakan selanjutnya
2. Klien merasa ada yang memperhatikan sehingga klien
merasa aman dalam segala hal tundakan yang diberikan
3. Klien memahami dan mengerti tentang prosedur sehingga
mau bekejasama dalam perawatannya.
4. Bahwa segala tindakan yang diberikan untuk proses
penyembuhan penyakitnya, masih ada yang berkuasa menyembuhkannya yaitu Tuhan
Yang Maha Esa.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian
terhadap tujuan apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil
perlu dikaji, direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan
pendek tergantung respon dalam keefektifan intervensi
Tuberkulosis
adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis.
2. Etiologi
Tuberkulosis paru
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis
tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm
dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup
pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam
lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif
kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru
merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium
tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection)
sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar
getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya
dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan
mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum
tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis
yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut
tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh
karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan
spesifik terhadap basil tersebut.
3. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong
airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke
udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk
dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam
ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di
bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam
ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu
keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi
droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang
terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan
melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke
dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih
jarang).
4. Insiden
Penyakit tuberkulosis
adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa
telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penaggulangan secara
terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed
treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan
kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan
pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis
tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil
disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 1995,
diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan
kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian
karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat
dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang,
75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah
menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus
kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun
yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa
penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan
nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun
menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara
kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita
baru tuberkulosis dengan BTA positif.
5. Anatomi dan Fisiologi
Saluran penghantar
udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus,
dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam. rongga
hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai
vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang
sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan
selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam. rongga hidung.
Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka
‘letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
Laringx (tenggorok)
terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna
vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan
masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan
yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
Trachea atau batang
tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai
kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak-
lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan
fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu
juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk
dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima,
mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama.
Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus
kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi
darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah
arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih
langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di
belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus
kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi
lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang
ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus
tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat
bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya
adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat
pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang
terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus
alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis
merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki
tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai
dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi
oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura
terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas
tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi
dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan
elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus
alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru
mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk
tempat permukaan/pertukaran gas.
Proses fisiologi
pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan C02
dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar
paru-paru. karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan
alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang
terdiri dan beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler
paru-paru (respirasi eksternal) dan antara darah sistemik dan sel.-sel jaringan
(2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan
distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02
dengan darah respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari
respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan
C02 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh
paru-paru (4) Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup
proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang
dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan
parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara
efektif antara. alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata
dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan
perkataan lain ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada
orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan
perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru.
Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki
fungsi sebagai berikut: (1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu
mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas
carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer. (2) menyaring bahan beracun dari
sirkulasi (3) reservoir darah (4) fungsi utamanya adalah pertukaran gas-ga
5. Patofisiologi
Port de’ entri kuman
microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan
luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara
(air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang
mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga
gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang
besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas
lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun
tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit
diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan
timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga
berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel.
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi
ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
6. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering
dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak
kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah
dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2
golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi: a. Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan
yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan. b. Batuk darah Darah yang dikeluarkan dalam dahak
bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar
kecilnya pembuluh darah yang pecah. c. Sesak napas Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim
paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorax, anemia dan lain-lain. d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena. 2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek. b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan
serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga
timbul menyerupai gejala pneumonia. Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif 2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif 3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi 6. Test Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology
standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik,
tomogram dan lain-lain. Karakteristik radiology yang menunjang
diagnostik antara lain : a. Bayangan lesi radiology yang terletak
di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier
Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari
dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis).
Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang
sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak.
Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap
pengobatan.
Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn
pemberantasan TBC paru di Indonesia. 8. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik
dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan
salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut: a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong
biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru. b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif. c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
a. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang
tidak berubah.
d. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung). 9. Penanganan Medik
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah
kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat
utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan
Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan
Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH. Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan
kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit,
hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB
yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang
direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
Adanya komitmen
politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
Diagnosis TB melalui
pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang
lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di
unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
Pengobatan TB dengan
paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan
Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum
obat setiap hari.
Kesinambungan
ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
Pencatatan dan
pelaporan yang baku.
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan
dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut : 1. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas
pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap,
lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C)
hilang timbul. b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub
kutan. c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi
basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris
(effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural),
deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri
bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis. e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada
harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung. 2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur. 3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir. 4. Riwayat Sosial Ekonomi:
a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah
penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas,
menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan
dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang
banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan
putus harapan. 5. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup.
Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan
diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,
pencegahan, pengobatan dan perawatannya. 6. Pemeriksaan Diagnostik:
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi
48-72 jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini
tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada
kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB
paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun. 3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru
adalah sebagai berikut:
1.Bersihan jalan napas
tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan,
upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
2.Gangguan pertukaran
gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis,
Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.
3.Resiko tinggi infeksi
dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi
silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang
menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan
tentang infeksi kuman.
4.Perubahan kebutuhan
nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang
sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
5.Kurang pengetahuan
tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang
menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak
lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif
4. Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan
yang telah dirumuskan sebagai berikut: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi
dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi
dan melakukan tindakan tepat. Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan
penggunaan otot aksesori. Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi
akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori
digunakan dan kerja pernapasan meningkat. b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau
batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis. Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat
kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut. c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan
batuk efektif dan latihan napas dalam. Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction
bila perlu. Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien
tidak mampu mengeluarkan sekret. e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari
kecuali kontraindikasi. Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi. Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa. g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator,
kortikosteroid sesuai indikasi. Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen
trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas. h. Bantu inkubasi darurat bila perlu. Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema
laring atau perdarahan paru akut. 2. Gangguan pertukaran gas Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea.
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan. Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya
respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam
paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi,
nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala
respirasi distress. b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat
tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan
jaringan. c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan
napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau
kerusakan parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan
napas. d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu
aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi. e. Monitor GDA.
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02
menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi. f. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi
dan penurunan permukaan alveolar paru. 3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran
infeksi Tujuan: Mengidentifikasi
intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.
Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang.
aman. Intervensi a. Review patologi penyakit fase
aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya
atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin,
meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan
untuk mencegah komplikasi. b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena
infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran infeksi. c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang
dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi. d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi. e. Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi. f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi
untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi,
operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid,
adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah
gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk. g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang
dijalani.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan
kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut
sampai 3 bulan. h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer
dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan
Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama. i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide,
para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten. j. Monitor sputum BTA
Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien
terhadap terapi. 4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan Tujuan: Menunjukkan berat badan
meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda
malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat. Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas
mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau
diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang
tepat. b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak
disukai.
Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet
pasien. c. Monitor intake dan output secara periodik.
Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan. d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan
tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah
untuk meningkatkan intake nutrisi. e. Anjurkan bedrest.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan
metabolik. f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah
tindakan pernapasan.
Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan
yang dapat merangsang muntah. g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan
makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster. h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi
diet.
Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat
unruk kebutuhan metabolik dan diet. i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan
1-2 jam sebelum/setelah makan.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat. j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein
serum, dan albumin).
Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi. k. Berikan antipiretik tepat.
Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori. 5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan. Tujuan: Menyatakan pemahaman proses
penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan
pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan
ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan
evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat. Intervensi
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan,
tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang
dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik.
Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien. b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan
pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas,
kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang
membutuhkan evaluasi secepatnya. c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori
Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan
membantu mengencerkan dahak. d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk
tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien. e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis,
frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi
penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah
putus obat. f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut
kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan
darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani
terapi. g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika
sedang terapi INH.
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan
menjalani terapi etambutol.
Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna
hijau. i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan
kecemasan. Jangan menyangkal.
Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme
koping. j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang
berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam,
pertambangan, pengecatan.
Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi
paru/bronkus. k. Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan
pernapasan/ bronchitis. l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan
resiko kambuh lagi.
Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh
kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak,
fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro,
Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan
kuman.
5. Evaluasi a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi
malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan
perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Basford, Lynn,
2006, Teori dan Praktik Keperawatan, EGC, Jakarta.
Tumor ganas
primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau
metastase dari tumor jaringan lainnya.
Hepatoma
(Karsinoma Hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati.
Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan.
Etiologi
1. Virus Hepatitis B dan Virus Hepatitis C
2. Bahan-bahan Hepatokarsinogenik :
Aflatoksin
Alkohol
Penggunaan steroid Anabolic
Penggunaan androgen yang berlebihan
Bahan kontrasepsi / oral
Penimbunan zat besi yang berlebihan dalam hati
(Hemochromatosis)
Patofisiologi
1. yang disebabkan oleh alkoholik dan
postnekrotik.
2. Pedoman diagnostik yang paling penting
adalah terjadinya kerusakan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Pada penderita
sirosis hati yang disertai pembesaran hati mendadak.
3. Tumor hati yang paling sering adalah
metastase tumor ganas dari tempat lain. Matastase ke hati dapat terdeteksi pada
lebih dari 50 % kematian akibat kanker. Hal ini benar, khususnya untuk keganasan
pada saluran pencernaan, tetapi banyak tumor lain juga memperlihatkan
kecenderungan untuk bermestatase ke hati, misalnya kanker payudara, paru-paru,
uterus, dan pankreas.
4. Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor
biasanya tidak diketahui sampai penyebaran tumor yang luas, sehingga tidak
dapat dilakukan reseksi lokal lagi.
Manifestasi
Klinis
Biasanya gejala
awal hepatoma adalah nyeri perut, penurunan berat badan dan terdapatnya suatu
masssa yang besar, yang dapat dirasakan/diraba di perut kanan bagian atas.
Penderita yang
sebelumnya menderita sirosis menahun, akan tampak sangat sakit. Pada umumnya
terdapat demam. Kadang gejala awalnya berupa nyeri perut akut dan syok, yang
disebabkan olehpecahnya tumor atau perdarahan pada tumor
Penatalaksanaan
Pengobatan
tergantung dari saat diagnosa ditegakkan.
1. Fase dini : Dimana pembedahan adalah
pilihan utama yaitu reseksi segmen atau lobus hati
2. Pemberian kemoterapi secara infus
3. Penyinaran .
Asuhan
Keperawatan
Pengkajian
(Gejala Klinik)
Fase dini :
Asimtomatik.
Fase lanjut
:Tidak dikenal simtom yang patognomonik.
Keluhan berupa
nyeri abdomen, kelemahan dan penurunan berat badan, anoreksia, rasa penuh
setelah makan terkadang disertai muntah dan mual. Bila ada metastasis ke tulang
penderita mengeluh nyeri tulang. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan
Secara umum
pengkajian Keperawatan pada klien dengan kasus kanker hati, meliputi:
1. Gangguan metabolisme
2. Perdarahan
3. Asites
4. Edema
5. Hipoproteinemia
6. Jaundice/icterus
7. Komplikasi endokrin
8. Aktivitas terganggu akibat pengobatan
Diagnosa
Keperawatan
Tidak seimbangan
nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, gangguan absorbsi, metabolisme
vitamin di hati.
Intervensi :
1. Pantau masukan makanan setiap hari, beri
pasein buku harian tentang makanan sesuai indikasi
2. Dorong pasien utk makan deit tinggi
kalori kaya protein dg masukan cairan adekuat. Dorong penggunaan suplemen dan
makanan sering / lebih sedikit yg dibagi bagi selama sehari.
3. Berikan antiemetik pada jadwal reguler
sebelum / selama dan setelah pemberian agent antineoplastik yang sesuai
Nyeri
berhubungan dengan tegangnya dinding perut ( asites )
Intervensi :
1. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi ,
frekwensi, durasi dan intensitas ( 0-10 ) dan tindakan penghilang rasa nyeri
misalkan berikan posisi yang duduk tengkurap dengan dialas bantal pada daerah
antara perut dan dada.
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar
misalnya reposisi, gosok punggung.
3. kaji tingkat nyeri / kontrol nilai
4. Intoleransi aktivitas b.d ketidak
seimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan
Intoleransi
aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan
Intervensi :
1. dorong pasein untuk melakukan apa saja
bila mungkin, misalnya mandi, bangun dari kursi/ tempat tidur, berjalan.
Tingkatkan aktivitas sesuai kemampuan.
2. pantau respon fisiologi terhadap
aktivitas misalnya; perubahan pada TD/ frekuensi jantung / pernapasan.
3. beri oksigen sesuai indikasi
Resiko
terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus, edema dan
asites
Intervensi :
1. Kaji kulit terhadap efek samping terapi
kanker. Perhatikan kerusakan atau perlambatan penyembuhan .
2. Mandikan dengan air hangat dan sabun
3. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk
dan menepuk kulit yang kering dari pada menggaruk.
4. Balikkan / ubah posisi dengan sering
5. Anjurkan pasein untuk menghindari krim
kulit apapun ,salep dan bedak kecuali seijin dokter.