1. Pengertian
Tuberkulosis
adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis.
2. Etiologi
Jenis kuman berbentuk batang, ukuran panjang 1-4/um
dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman
tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia , fisik. Sifat lain dari
kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah yang banyak oksigin, dalam hal ini
lebih menyenangi daerah yang tinggi kandunagn oksiginnya yaitu. daerah apikal
paru, daerah ini yang menjadi prediksi pada penyakit Tuberkulosis
3. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui
droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase
aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei.
Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal
di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil
tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan
sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis
pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang
waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping
daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di
samping penularan melalui
saluran pernapasan (paling
sering), M. tuberculosis juga
dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada
kulit (lebih jarang).
4. Patofisiologi
Basil tuberkel yang mencapai
permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu
sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga
hidung dan dan tidak menyebabkan penyakit (Dannenberg, 1981 dikutip dari Price,
1995). Setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya di bagian bawah lobus atas
atau di bagian atas lobus bawah) basil tuberkulosis ini membangkitkan reaksi
peradangan. Lekosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit
bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama
maka lekosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa
menimbulkan kerusakan jaringan paru atau proses dapat berjalan terus dan
bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar
melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid
yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20
hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi
lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks Gohn yang
mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan
menjalani pemeriksaan radiogram rutin.
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan
cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan trakeobronkial.
Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat
terbawa ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit
dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini
dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah
(limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran
darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi
pada berbagai organ lain (ekstrapulmoner). Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi bila
fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam
sistem vaskuler dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ-organ tubuh.
5. Gambaran Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala
respiratorik, meliputi:
1.1 Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
1.2 Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa
garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah
sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat
ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
1.3 Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena
ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan
lain-lain.
1.4 Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala
sistemik, meliputi:
2.1 Demam
Merupakan gejala
yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam
influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa
bebas serangan makin pendek.
2.2 Gejala
sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah
keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga
timbul menyerupai gejala pneumonia.
6. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai
dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
1.
TB
Paru BTA Positif dengan kriteria:
- Dengan atau tanpa gejala klinik
- BTA positif: mikroskopik positif
2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong
radiologik positif 1 kali.
- Gambaran radiologik sesuai
dengan TB paru.
2.
TB
Paru BTA Negatif dengan kriteria:
- Gejala klinik dan gambaran
radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
- BTA negatif, biakan negatif
tetapi radiologik positif.
3.
Bekas
TB Paru dengan kriteria:
- Bakteriologik
(mikroskopik dan biakan) negatif
-
Gejala
klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
-
Radiologik
menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak
berubah.
-
Ada
riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
7. Terapi
Tujuan pengobatan pada penderita TB
Paru selain untuk mengobati juga mnecegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi
terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi
menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis
obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi
dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:
Obat Anti TB
Esensial
|
Aksi
|
Potensi
|
Rekomendasi
Dosis (mg/kg BB)
|
||
Per Hari
|
Per Minggu
|
||||
3 x
|
2 x
|
||||
Isoniazid (H)
Rifampisin (R)
Pirasinamid
(Z)
Streptomisin
(S)
Etambutol (E)
|
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal Bakterisidal Bakteriostatik
|
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
|
5
10
25
15
15
|
10
10
35
15
30
|
15
10
50
15
45
|
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus
terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil
pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di
samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal
sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang
terdiri dari lima
komponen yaitu:
1. Adanya
komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2.
Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara
mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana
tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4.
Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek
yang cukup.
5. Pencatatan
dan pelaporan yang baku.
8. Komplikasi Pneumothorax pada Tuberkulosis Paru
Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara
dalam rongga pleura. Normalnya pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru
leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara masuk dalam rongga pleura
melalui 3 jalan, yakni:
1. Udara atmosfir masuk ke dalam rongga pleura melalui
penetrasi di dinding dada misalnya pada trauma (pneumothorax traumatik).
2. Pembentukan gas oleh mikroorganisme dalam dinding
pleura pada penyakit ifeksi paru (pneumothorax spontan)
3. Pneumothorax artifisial yang sengaja dilakukan melalui
tidakan pembedahan pada trauma.
Penumothorax pada TB paru merupakan
pneumothorax spontan yang timbul akibat nekrosis jaringan yang menjalar sampai
pinggir jaringan parut parenkim paru, membentuk bulla yang selanjutnya robek ke
dalam pleura.
Gejala Klinis Pneumothorax:
Keluhan dan gejala penumothorax tergantung pada besarnya lesi dan ada
tidaknya komplikasi penyakit paru. Gejala bervariasi dari asimtomatik yang
hanya dapat dideteksi melalui foto thorax sampai timbulnya gejala utama berupa
rasa nyeri tiba-tiba dan bersifat unilateral. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
perkusi yang hipersonor, fremitus melemah sampai menghilang, suara napas
melemah sampai menghilang pada sisi yang sakit.
Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumothorax trakea dan
mediastinum dapat terdorong ke sisi kontralateral. Diafragma tertekan ke bawah,
pada sisi yang sakit gerakan pernapasan terbatas. Fungsi respirasi menurun
sehingga dapat terjadi hipoksemia arterial dan curah jantung menurun.
Di samping berdasarkan gambaran klinis di atas, diagnosis dapat lebih
meyakinkan melalui foto thorax dengan tampaknya bayangan udara dari pneumothorax
yang berbentuk cembung dan memisahkan pleura parietalis dengan pleura
viseralis.
9. Tes Diagnostik
Tes diagnostik yang dilakukan diuraikan
pada tabel berikut:
Jenis
Pemeriksaan
|
Interpretasi
Hasil
|
Sputum:
-Kultur
-Ziehl-Neelsen
Tes Kulit (PPD, Mantoux, Vollmer)
Foto thorax
Histologi atau kultur jaringan (termasuk
bilasan lambung, urine, cairan serebrospinal, biopsi kulit)
Biopsi jarum pada jaringan paru
Darah:
-LED
-Limfosit
-Elektrolit
-Analisa Gas Darah
Tes faal
paru
|
Mycobacterium
tuberculosis positif pada tahap aktif, penting untuk menetapkan diagnosa
pasti dan melakukan uji kepekaan terhadap obat.
BTA positif
Reaksi
positif (area indurasi 10 mm atau lebih) menunjukkan infeksi masa lalu dan
adanya antibodi tetapi tidak berarti untuk menunjukkan keaktivan penyakit.
Dapat
menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru, simpanan kalsium lesi sembuh
primer, efusi cairan, akumulasi udara, area cavitas, area fibrosa dan
penyimpangan struktur mediastinal.
Hasil
positif dapat menunjukkan serangan ekstrapulmonal
Positif
untuk gralunoma TB, adanya giant cell menunjukkan nekrosis.
Indikator stabilitas biologik penderita,
respon terhadap pengobatan dan predeksi tingkat penyembuhan. Sering meningkat
pada proses aktif.
Menggambarakan status imunitas penderita
(normal atau supresi)
Hiponatremia dapat terjadi akibat
retensi cairan pada TB paru kronis luas.
Hasil bervariasi tergantung lokasi dan
beratnya kerusakan paru
Penurunana kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total,
penurunan saturasi oksigen sebagai akibat dari infiltrasi parenkim/fibrosis,
kehilangan jaringan paru dan penyaki pleural
|
PENATALAKSANAAN :
·
Penyuluhan
·
Pencegahan
·
Pemberian obat-obatan :
1.
OAT (obat anti tuberkulosa) :
2.
Bronchodilatator
3.
Expektoran
4.
OBH
5.
Vitamin
·
Fisioterapi dan rehabilitasi
·
Konsultasi secara teratur
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a. Pola aktifitas
dan istirahat :
Fatique, Aktivitas berat timbul sesak (nafas pendek), Sulit tidur, Berkeringat
pada malam hari
b. Pola Nutrisi :
Anorexia, Mual, tidak enak diperut, BB menurun
c. Respirasi :
Batuk produktif (pada tahap
lanjut), sesak nafas, Nyeri dada.
d. Riwayat Keluarga :
Biasanya keluarga penderita ada
yang mempunyai kesulitan yang sama (penyakit yang sama)
e. Riwayat lingkungan :
Lingkungan kurang sehat (polusi,
limbah), pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggauta keluarga
yang banyak.
f. Aspek Psikososial :
·
Merasa dikucilkan
·
Tidak
dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
·
Biasanya
pada keluarga yang kurang mampu.
·
Masalah
berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan
biaya yang bayak.
·
Masalah
tentang masa depan/pekerjaan pasien.
·
Tidak bersemangat, putus harapan.
g. Riwayat Penyakit sebelumnya :
·
Pernah
sakit batuk yang lama dan tidak sembuh sembuh.
·
Pernah
berobat, tetapi tidak sembuh.
·
Pernah
berobat tetapi tidak teratur (drop out).
Pengobatan:
1. Nama obat : INH
Dosis : 1 x 400 mg
Farmakokinetik:
·
Diabsorbsi
: dari saluran pencernaan, makanan mengurangi kecepatan dan tingkat absorbsi
·
Puncak
: 1 - 2 jam
·
Distribusi
: Keseluruh jaringan tubuh dan
cairan termasuk CNS, melewati plasenta
·
Metabolisme
: Tidak diaktifkan oleh acetylation
di dalam hati
·
Eliminasi
: waktu paruh 1 - 4 jam, 75 - 96% diekresikan dalam urin dalam 24 jam,
diekskresikan dalam air susu
Efek samping : biasanya dihubungkan dengan dosis
CNS :
parestesias, perifeal neuropaty, nyeri kepala, kelemahan, tinitus,
pusing, vertigo, ataxia, somnolen, insomnia, amnesia,euphoria, toxis psikosis,
perubahan tingkah laku, depresi, kerusakan memori, hyperpireksia, halusinasi,
konvulsi, otot kejang, mimpi yang berlebihan , menstruasi
Mata :
Penglihatan kabur, terganggunya penglihatan, optik neuritis, atropi
GI : Mual ,
muntah , epigastrium distress, mulut kering, konstipasi
Hematologi : Agranulositosis, hemolitik atau
anemia aplastik, trombositopenia, eosinophilia, methemoglobinemia
Hepatotoksisitas: panas dingin, kulit yang melepuh
(mosbiliform, macula papular, purpura, urticaria) limpadenitis, vaskulitis
Metabolik
endokrin : Penurunan absorbsi vitamin B12, defisiensi pridoksin
(vitamin B6), pellagra, gynecomastia, hyperglikemia, glikosuria,
hyperkalemia, hipophosphathemia, hipokalsemia, acetonia, asidosis metabolik,
proteinemia
Lain-lain :
dyspnea, retensi urine, demam yangdisebabkan obat-obat, rematik, lupus
erythromatosus syndrome, iritasi di tempat
bekas injeksi.
Implikasi
perawatan :
Pengelolaan :
·
Obat oral INH lebih baik diberikan sebelum makan
1 - 2 jam sebelum makanan diabsorbsi, jika terjadi iritasi GI, obat
boleh diberikan bersama makanan
·
Isoniazid dalam
bentuk larutan disimpan dalam bentuk kristal dan disimpan dalam
temperatur yang rendah. Jika hal ini terjadi obat disimpan ditempat yang hangat atau dalam temperatur ruangan.
·
Nyeri
lokal sementara setelah injeksi
IM, massage daerah injeksi dengan cara memutar daerah injeksi
·
Obat
disimpan harus ditutup rapat, temperatur 15 - 30 C kecuali diberikan secara sebaliknya
Pengkajian /efek
obat :
·
Tes adanya kelemahan yang tepat, sebelum
pemberian therapy untuk mendeteksi
kemungkinan bakteri yang resisten
·
Efek therapetik biasanya menjadi jelas dalam 2 -
3 minggu pertama pemberian therapi. Lebih dari 90% pasien yang diberikan
therapi mempunyai sputum yang berkurang setelah 6 bulan
·
Pemeriksaan mata
·
Monitor
Tekanan darah selama pemberian obat
·
Pasien
seharusnya secara hati-hati dengan
interview dan diperiksa dalam interval bulanan
untuk mendeteksi dini dari tanda dan gejala hepatotoksisitas
·
Therapi
INH yang kontinyu setelah onset dari disfungsi hepatik meningkatkan resiko
kerusakan hati yang lebih berat
·
Isoniazid
hepatitis (kadang-kadang fatal) biasanya
berkembang selama 3 - 6 bulan pertama, tetapi mungkin terjadi setiap waktu
selama pemberian therapi, hal ini lebih banyak frekwensinya pada pasien dengan
umur 35 tahun atau lebih atau terutama yang meminum alkohol setiap hari
·
Cek
berat badan 2 kali seminggu, di bawah kondisi standart
·
Pasien
DM seharusnya diabsorbsi untuk hilangnya kontrol diabetes antara glikosuria
yang nyata dan tes benedik positif; yang palsu segera dilaporkan
·
Neuritis peripheral lebih banyak menimbulkan
afek toksik seringkali didahului oleh
parestesikaki dan tangan. Pasien yang bebas kerentanan meliputi (termasuk)
alkoholik atau pasien denga penyakit liver, malnutrisi, diabetik, inaktivator
lambat, wanita hamil dan kekuatan.
Pendidikan
kesehatan kepada keluarga dan pasien
·
Memeperingatkan
pasien terhadap makanan yang
mengandung tyramine (keju, ikan) yang menjadi penyebab dari palpitasi,
peningktan tekanan darah.
·
Instruksi
pasien untuk melapor kepada medis bila ada tanda dan
gejala dari perkembangan hepatotoksik
·
Memperingatkan
pasien terhadap makanan yang mengandung histamin (ikan tuna) yang bisa menjadi
penyebab dari palpitasi memperbesar
respon obat (nyeri kepala, hipotensi,palpitasi,berkeringat, diare)
·
Umumnya
therapi INH diberikan 6 bulan - 2 tahun
untuk pengobatan TBC yang aktif, bila digunakan untuk terapi preventif, INH
diberikan 12 bulan.
2. Nama obat : Ethambutol hydrochloride
Dosis: Dewasa 15 mg/kgBB
(oral), untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg kg/BB/hari atau 60 hari,
kemudian diturunkan sampai 15 mg/kgBB/hr
Anak: : 6 - 12 tahun: 10 - 15
mg/kgBB/hari
Farmakokinetik:
·
Absorbsi : 70% - 80% diabsorbsi di saluran pencernaan
·
Puncak 2 - 4 jam
·
Distribusi: diodistribusi ke seluruh jaringan
tubuh, konsentrasi tertinggi dalam eritrosit, ginjal, paru-paru, saliva,
melalui plasenta, didistribusi kedalam air susu.
·
Metabolisme: dimetabolisme dalam hati
Eliminasi : waktu paruh 3 - 4 jam, 50% diekresikan dalam urin selama 24
jam, 20 - 22 % dikeluarkan dalam feses
Efek samping :
·
CNS : Nyeri kepala , pening/pusing, kebingungan,
halusinasi, parestesia, neuritis peripheral, nyeri tulang sendi, kelemahan pada
ekstremitas bagian bawah
·
Mata : Toksisitas bola mata : neuritis
retrabulbar optik, kemungkinan neuritis anterior optik dengan penurunan dalam
ketajaman penglihatan, menyempitnya luas lapang pandang, kebutaan pada warna
merah-hijau, skotoma pada bagian pusat dan periferal, mata nyeri, fotophobia,
perdarahan dan edema retina.
·
Saluran
pencernaan : anoreksia, mual, muntah, nyeri
abdomen
·
Hypersensitifitas : pruritis , dermatitis, anafilaktis
·
Hyperuresemia, demam , malaise, leukopenia
(jarang), sputum yang mengandung darah, gangguan sementara dalam fungsi liver
(kemungkinan hepatotoksisitas), nefrotoksisitas, gout artritis akut,
abnormalitas EKG, pengeluaran keringat
Implikasi
Perawatan
·
Ethambutol mungkin diberikan setelah makan jika iritasi saluran pencernaan
terjadi. Absorpsi tidak begitu dipengaruhi oleh makanan dalam perut.
·
Lindungi ethambutol dari cahaya, kelembaman dan
panas. Letakan dalam kemasan
yang tertutup rapat-rapat pada suhu 15 -
30 C kecuali kalau diberikan langsung .
Pengkajian dan
efek obat
·
Kultur dan tes kerentanan seharusnya seharusnya
ditentukan sebelum dimulainya tindakan/dan pengulangan secara periodik pada
terapi secara keseluruhan .
·
Toksisitas okuli secara umum kelihatan dalam 1 -
7 bulan setelah dimulainya tyerapi. Gejala biasanya tidak tampak selama beberapa
minggu sampai beberapa bulan setelah obat tidak dilanjutkan
·
Uji opthalmoskopik meliputi tes luas lapang
pandang , tes untuk ketajaman penglihatan menggunakan kertas mata, dan tes
untuk penggolongan diskriminasi warna seharusnya ditentukan lebih dulu untuk
memulai therapi dan dalam interval bulanan selama therapi. Mata seharusnya
dites secara terpisah sama baiknya secara bersama-sama
·
Monitor
rasio input dan output pada pasien dengan kerusakan ginjal . Laporkan adanya
oliguria atau perubahan yang penting pada
ratio atau dalam laporan laboratorium tentang fungsi ginjal. Akumulasi sistemik
dengan toksisitas dapat dihasilkan dari
ekresi obat-obat yang lambat
·
Tes
fungsi ginjal dan hepatik, hitung sel darah dan determinan serum asam urat
seharusnya ditentukan dalam interval yang teratur pada terapi secara
menyeluruh.
a. Pendidikan pasien dan keluarga
·
Secara umum, therapi dapat berlanjut selama 1-2
terapi lebih lama, meskipun teraturnya pengobatan yang lebih pendek bisa
digunakan dengan baik
·
Jika
pasien hamil, selama pengobatan sarankan untuk melaporkan pada dokter dengan
segera . Obat seharusnya tersendiri.
·
Sarankan pasien untuk melaporkan dengan tepat pada dokter tentang kejadian
mengaburnya pandangan , perubahan persepsi warna, mengecilnya luas lapang
pandang , beberapa gejala penglihatan lainnya. Pasien seharusnya secara
periodik ditanyakan tentang matanya
·
Jika dideteksi secara dini, defek visual secara
umum tidak kelihatan lebih dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada
beberapa instansi (jarang), pemulihan mungkin lambat. Selama setahun atau lebih
atau defek mungkin irreversibel.
3. Nama obat :
Rifampisin
·
Dosis :
1 x 450 mg
Farmakokinetik:
·
Absorbsi:
Dengan mudah diabsorbsi di
saluran pencernaan
·
Puncak: 2 - 4 jam
·
Distribusi : didistribusikan kemana-mana
meliputi CSF, melalui plasenta, didistribusikan ke dalam air susu
·
Metabolisme:
Dimetabolisme dalam liver untuk metabolisme aktif dan inaktif siklus
enterohepatik
Eliminasi
: Waktu paruh 3 jam. Sampai 30 % diekresikan dalam urin 60% - 65% dalam feses
Efek samping :
·
CNS: fatigue, drowsiness, nyeri kepala, ataxia,
kebingungan, pusing, ketidak mampuan berkonsentrasi, mati rasa secara umum,
nyeri pada ekstremitas, kelemahan otot,
gangguan penglihatan , konjungtivitis, hilangnya pendengaran frekuensi rendah, secara
sementara.
·
GI :
heart burn, distress epigastrium, mual, muntah, anoreksia, flaturens, kram,
diare, kolitis pseudomembran
Hematologi :
Trombositopenia, leukopeni sementara, anemia, meliputi (termasuk) anemia
hemolitik
Hypersensitivitas : panas, pruritis, urtikaria,
erupsi kulit, rasa sakit pada mulut dan lidah, eosinophilia, hemolisis
Ginjal :
hemoglobinuria, hematuria, Akut Renal Failure
Lain-lain: hemoptisis, light-chain proteinuria, sindrom
“flulike”, gangguan menstruasi, sindroma hepatorenal (dengan terapi
intermitten). Peningkatan sementara
pada tes fungsi hati (bilirubin, BSP, alkaline fosfatase,ALT,AST), pankreatitis
Overdosis: Gejala GI, meningkatnya lethargi,
pembesaran liver dan pengerasan,
jaundice, berkeringat, saliva, air mata, feces
Implikasi
Perawatan
·
Kapsul
bisa dibuka diisi dan diminum/diteguk dengan air atau dicampur dengan makanan
·
Suspensi
oral dapat disiapkan dari kapsul untuk digunakan pada pasien pediatri
·
Berikan
1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan. Puncak dari tingkat serum diperlambat dan mungkin agak rendah ketika
diberikan dengan makanan
·
Pengawetan
seharusnya dijaga dalam kapsul yang dikemas dalam botol , dapat menjadi tidak
stabil dalam keadaan lembab
Pengkajian dan
efek obat
·
Tes
serologi dan kerentanan seharusnya ditentukan paling utama selama dan dalam keadaan / waktu kultur positif
·
Disarankan
tes fungsi hepatik secara periodik . Pasien dengan penyakit hepar harus
dimonitor secara tertutup (closely)
·
Jika
pasien juga mendapat anti koagulan ,
waktu protrombin seharusnya ditentukan secara harian atau seringkali untuk
membuat dan menjaga aktifitas antikoagulan
Pendidikan
kepada pasien dan keluarga
·
Informasikan kepada pasien bahwa obat bisa
memberi warna pada urin merah -oranye, feces, sputum, keringat dan air mata. Terutama yang menggunakan kontak lensa
atau kaca berwarna lainnya yang permanen
·
Pasien
dengan kontrasepsi oral, seharusnya mempertimbangkan alternatif metode-metode
kontrasepsi. Hal-hal yang sama menggunakan Rimfapisin dan kontrasepsi oral menurunkan keefektifan dari kontrasepsi dan untuk
gangguan menstruasi (spotting,
perdarahan)
·
Perhatikan
pasien agar menjaga obat dari jangkauan anak-anak
4. Nama
obat : Pyrazinamide
Dosis
: 2 x 500 mg
Farmakokinetik :
·
Absorbsi
: Langsung diabsorpsi dari saluran pencernaan
·
Puncak : 2 jam
·
Distribusi : Melewati barier darah otak
·
Metabolisme : di metabolisme di hati
·
Eliminasi
: waktu paruh 9 - 10 jam, diekresikan secara perlahan-lahan di dalam urin
Efek samping :
Astralgia, aktif gout, kesulitan dalam kencing,
nyeri kepala, fotosensitif, urtikaria, skin rash (jarang), anemia hemolitik,
splenomegali, limphadenopathy, hemoptisis, peptik ulser, uric asid dalam serum,
hepatotoksik, tes fungsi ginjal yang abnormal, penurunan plasma protrombin.
Implikasi
perawatan
·
Obat seharusnya tidak dilanjutkan jika ada
reaksi hepar (jaundice,pruritis, sklera ikterik, yellow skin) atau hyperursemia
dan akut gout
·
Tempatkan
dalam tempat tertutup (suhu 15 - 13 C)
Efek obat
·
Pasien
harus diobservasi dan mendapat petunjuk dari supervisi medis
·
Pasien
harus diperiksa secara teratur , dan kemungkinan adanya tanda toksik:
pembesaran hepar, jaundice, kerusakan integritas vaskuler (echymosis, ptekie,
perdarahan abnormal)
·
Reaksi hepar lebih sering terjadi pada pasien
yang diberikan dosis tinggi
·
Tes
fungsi liver (AST, ALT, serum bilirubin) harus diperiksa 2-4 minggu selama
terapi
Pendidikan kesehatan kepada pasien dalam keluarga
·
Laporkan adanya kesulitan dalam pengosongan
·
Pasien seharusnya berkeinginan untuk intake cairan
2000 ml/hari jika memungkinkan
·
Pasien
dengan diabetes melitus seharusnya terbuka untuk memonitor dan meminta saran
terhadap kemungkinan kehilangan kontrol glikemia
5. Nama obat : Aldactone
Dosis : 2 x 100 mg
Farmakokinetik :
·
Absorbsi : 73% disaluran pencernaan, onset :
perlahan-lahan.
·
Puncak
: 2-3 hari , max. efeknya 2 minggu.
·
Durasi : 2-3 hari atau lebih.
·
Distribusi : melalui placenta, didistribusikan
melalui air susu.
·
Metabolisme
: di hati dan di ginjal.
·
Eliminasi
: Waktu paruh : 1,3 - 2,4 Jam parent
kompound, 18 - 32 jam dimetabolisme, 40 - 57% di ekskresikan didalam urin , 35 - 40% di dalam empedu.
Efek
samping :
·
Letargi, Fatique(penurunan BB yang cepat), nyeri
kepala dan ataksia.
·
Endokrin :
genekomastik, ketidakmampuan
untuk mempertahankan ereksi ,
efek endogenik (ketidakteraturan mens, hersutisme, suara dalam) , berubahnya
para tyroid, menurunnya glukosetoleransi .
·
GI : Kram abdominal, nausea, muntah, anoreksia,
diare.
·
Kulit : Makulopapular, erythematosus rash,
urtikaria.
·
Lain-lain: Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
(hiperkalemia, hiponatremia), peningkatan BUN, asidosis, agranulasitosis, SLE,
hipertensi(post sympatectomi) , hiperurecemia, Gout.
Implikasi
perawatan :
Pengelolaan :
·
Berikan
dengan makanan untuk mempertinggi absorbsi makanan.
·
Haluskan
tablet sebelum diberikan dengan cairan yang dipilih oleh pasien.
·
Obat
disimpan dalam tempat tertutup, dalam kemasan tahan cahaya, dalam bentuk
suspensi lebih tahan dalam waktu I bulan dibawah refrigeration.
Pengkajian
dan efek otot :
·
Cek tekanan darah sebelum diberikan terapi.
·
Serum
elektrolit harus dimonitor, terutama selama permulaan terapi dan siapkan bila
ada tanda-tanda ketidak seimbangan elektrolit.
·
Monitor
intake dan output setiap hari dan cek adanya edema, laporkan kekurangan respon
diuretik atau perkembangan odem.
·
Laporkan
bila ada efek perubahan mental, letargi,
stupor pada pasien dengan penyakit hati.
·
Reaksi
yang merugikan, terjadi reversibel yang umum dengan tidak dilanjutkan obat.
Ginekomastik yang dihubungkan dengan dosis dan durasi terapi. Ini semua
dilakukan walaupun obat telah dihentikan.
Pendidikan pasien dan keluarga :
·
Informasikan pada pasien dan keluarga efek obat deuretik yang maksimal mungkin
tidak terjadi sampai 3 hari pemberian terapi. Dan deuretik kontinue untuk 2-3
hari setelah obat dihentikan.
·
Intruksikan
pasien untuk melaporkan tanda dari hiponatremi, yang lebih sering terjadi pada
pasien dengan serosis berat.
·
Umumnya
pasien harus menghindarkan intake yang belebihan dari makanan yang tinggi
potasium dan garam.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL :
1.
Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
2.
Pola Nafas tidak efektif
3.
Gangguan Pertukaran gas
4.
Kurang Pengetahuan
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Daftar Pustaka
Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (1995). Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya.
Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya.
B.AC,Syaifudin, Anatomi dan
fisiologi untuk perawat. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Blac,MJ Jacob. (1993). l.uckman & Sorensen’s Medical surgical
Nursing A Phsycopsicologyc Approach. W.B. Saunders Company. Philapidelpia.
Carpenito, Lynda Juall. (1995).
Diagnosa keperawatan Aplikasi pada
Praktek Klinik. Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Carpenito, Lynda
Juall. (1999). Rencana
Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi. 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Diana C. Baughman. ( 2000
), Patofisiologi,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Engram Barbara. (1999).
Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Ganong F. William. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Gibson, John, MD. (1995). Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hudak & Gallo, ( 1997 ). Keperawatan kritis : suatu pendekatan holistic,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Keliat, Budi Anna. (1991). Proses
Keperawatan. Arcan. Jakarta.
Laboratorium Ilmu Penyakit
Paru FK UNAIR. (1994). Dasar – Dasar
Diagnostik Fisik Paru. Surabaya.
Lismidar H,dkk. (1990).
Proses keperawatan. AUP
Mansjoer, Arif., et all.
(1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius
Jakarta.
Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk
Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.Jakarta.
Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Soetomo. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya.
Soeparman, Sarwono Waspadji. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Soedarsono. (2000). Guidelines
of Pulmonology. Surabaya.
Susan Martin Tucker.
(1998). Standar Perawatan Klien.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Sylvia Anderson Price, Lorraine
McCarty Wilson. (1995).
Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Yunus Faisal. (1992).
Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi FKUI. Jakarta.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSIS PARU
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan criteria Hasil
|
Intervensi
|
1
|
Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi
dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.
Batasan
Karakteristik :
-
Dispneu, Penurunan suara nafas
-
Orthopneu
-
Cyanosis
-
Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
-
Kesulitan berbicara
-
Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
-
Mata melebar
-
Produksi sputum
-
Gelisah
-
Perubahan frekuensi dan irama nafas
Faktor-faktor
yang berhubungan:
-
Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok
pasif-POK, infeksi
-
Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia
dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma.
-
Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi
tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya
eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
|
NOC :
v Respiratory status : Ventilation
v Respiratory status : Airway patency
v Aspiration Control
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
v Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang
dapat menghambat jalan nafas
|
NIC :
Airway suction
§ Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
§
Auskultasi suara
nafas sebelum dan sesudah suctioning.
§ Informasikan pada klien dan keluarga tentang
suctioning
§
Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
§
Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi
suksion nasotrakeal
§
Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
§
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah
kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
§ Monitor status oksigen pasien
§
Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
§
Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
·
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
·
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
·
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas buatan
·
Pasang mayo bila perlu
·
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
·
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
·
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
·
Lakukan suction pada mayo
·
Berikan bronkodilator bila perlu
·
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
·
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
·
Monitor respirasi dan status O2
|
2
|
Pola Nafas tidak efektif
Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak
adekuat
Batasan karakteristik :
-
Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
-
Penurunan pertukaran udara per menit
-
Menggunakan otot pernafasan tambahan
-
Nasal flaring
-
Dyspnea
-
Orthopnea
-
Perubahan penyimpangan dada
-
Nafas pendek
-
Assumption of 3-point position
-
Pernafasan pursed-lip
-
Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
-
Peningkatan diameter anterior-posterior
-
Pernafasan rata-rata/minimal
§ Bayi : < 25
atau > 60
§ Usia 1-4 : <
20 atau > 30
§ Usia 5-14 : <
14 atau > 25
§ Usia > 14 :
< 11 atau > 24
-
Kedalaman pernafasan
§ Dewasa volume
tidalnya 500 ml saat istirahat
§ Bayi volume
tidalnya 6-8 ml/Kg
-
Timing rasio
-
Penurunan kapasitas vital
Faktor yang berhubungan :
-
Hiperventilasi
-
Deformitas tulang
-
Kelainan bentuk dinding dada
-
Penurunan energi/kelelahan
-
Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal
-
Obesitas
-
Posisi tubuh
-
Kelelahan otot pernafasan
-
Hipoventilasi sindrom
-
Nyeri
-
Kecemasan
-
Disfungsi Neuromuskuler
-
Kerusakan persepsi/kognitif
-
Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang
-
Imaturitas Neurologis
|
NOC
:
v Respiratory status : Ventilation
v Respiratory status : Airway patency
v Vital sign Status
Kriteria
Hasil :
v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
v Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
|
NIC
:
Airway Management
·
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
·
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
·
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas buatan
·
Pasang mayo bila perlu
·
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
·
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
·
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
·
Lakukan suction pada mayo
·
Berikan bronkodilator bila perlu
·
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
·
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
·
Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
v
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
v Pertahankan jalan nafas yang paten
v Atur peralatan oksigenasi
v Monitor aliran oksigen
v Pertahankan posisi pasien
v Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
v
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
§
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
§ Catat adanya fluktuasi tekanan darah
§ Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
§
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
§
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
§ Monitor kualitas dari nadi
§ Monitor frekuensi dan irama pernapasan
§ Monitor suara paru
§ Monitor pola pernapasan abnormal
§
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
§ Monitor sianosis perifer
§
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
§
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
|
3
|
Gangguan Pertukaran gas
Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau
pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli
Batasan karakteristik :
è Gangguan
penglihatan
è Penurunan CO2
è Takikardi
è Hiperkapnia
è Keletihan
è somnolen
è Iritabilitas
è Hypoxia
è kebingungan
è Dyspnoe
è nasal faring
è AGD Normal
è sianosis
è warna kulit
abnormal (pucat, kehitaman)
è Hipoksemia
è hiperkarbia
è sakit kepala
ketika bangun
èfrekuensi dan
kedalaman nafas abnormal
Faktor faktor yang berhubungan :
è
ketidakseimbangan perfusi ventilasi
è perubahan
membran kapiler-alveolar
|
NOC
:
v Respiratory Status : Gas exchange
v Respiratory Status : ventilation
v Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
v Memelihara kebersihan
paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
v Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v Tanda tanda vital dalam
rentang normal
|
NIC
:
Airway Management
·
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
·
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
·
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas buatan
·
Pasang mayo bila perlu
·
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
·
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
·
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
·
Lakukan suction pada mayo
·
Berika bronkodilator bial perlu
·
Barikan pelembab udara
·
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
·
Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
·
Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
·
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
·
Monitor suara nafas, seperti dengkur
·
Monitor pola
nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
·
Catat lokasi
trakea
·
Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
·
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara tambahan
·
Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
·
auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui
hasilnya
|
4
|
Kurang Pengetahuan
Definisi :
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan
topic spesifik.
Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya masalah,
ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai.
Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif, interpretasi
terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi,
tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
|
NOC :
v Kowlwdge : disease process
v Kowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
v Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang
penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
v Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
v Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
|
NIC :
Teaching : disease Process
1.
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
pasien tentang proses penyakit yang spesifik
2.
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
penyakit, dengan cara yang tepat
4.
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5.
Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang
tepat
6.
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7.
Hindari harapan yang kosong
8.
Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
9.
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan
pilihan terapi atau penanganan
11.
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12.
Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
13.
Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan
pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
|
5
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme
tubuh.
Batasan karakteristik :
- Berat badan 20 %
atau lebih di bawah ideal
- Dilaporkan
adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance)
- Membran mukosa
dan konjungtiva pucat
- Kelemahan otot
yang digunakan untuk menelan/mengunyah
- Luka, inflamasi
pada rongga mulut
- Mudah merasa
kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
- Dilaporkan atau
fakta adanya kekurangan makanan
- Dilaporkan
adanya perubahan sensasi rasa
-
Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
-
Miskonsepsi
-
Kehilangan BB dengan makanan cukup
-
Keengganan untuk makan
-
Kram pada abdomen
-
Tonus otot jelek
-
Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
-
Kurang berminat terhadap makanan
-
Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
-
Diare dan atau steatorrhea
-
Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
- Suara usus
hiperaktif
- Kurangnya
informasi, misinformasi
Faktor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi
zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
|
NOC :
v Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
v Adanya peningkatan berat
badan sesuai dengan tujuan
v Berat badan ideal sesuai
dengan tinggi badan
v Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
v Tidak ada tanda tanda malnutrisi
v Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti
|
NIC :
Nutrition Management
§ Kaji adanya alergi makanan
§ Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
§
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
§
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin
C
§ Berikan substansi gula
§
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
§
Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
§
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
harian.
§
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
§ Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
§
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
§ BB pasien dalam batas normal
§ Monitor adanya penurunan berat badan
§
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
§
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
§ Monitor lingkungan selama makan
§
Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak selama jam makan
§
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
§ Monitor turgor kulit
§
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
§ Monitor mual dan muntah
§
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
§ Monitor makanan kesukaan
§ Monitor pertumbuhan dan perkembangan
§
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
§ Monitor kalori dan intake nuntrisi
§
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah
dan cavitas oral.
§
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar