BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Stroke dapat didefinisikan sebagai defisit neurologi yang
yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari
Cerebrovaskular Disease ( CVD), yaitu gangguan neurology yang sering terjadi
pada orang dewasa (Huddak & Gallo, 1996). Penyakit ini merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat, setelah penyakit jantung
dan kanker. Penyakit CVD menyangkut semua proses patologi yang mengenai
pembuluh darah otak. Sebagian besar CVD terjadi karena trombosis, embolisme, atau
hemoragi. Mekanisme masing-masing etiologi ini berbeda, tetapi akibatnya sama,
yaitu iskhemia atau hipoksia pada area otak setempat. Iskemia dapat menyebabkan
nekrosis otak (infark).
B. TANDA DAN GEJALA
Pasien dengan penyakit vascular dapat menunjukkan TIA (Transient
Ischemic Attact). Ini merupakan defisit neurology yang dapat sembuh dalam
24 jam, durasi rata-rata adalah 10 menit, setelah itu gejala-gejala hilang.
Pasien juga dapat menunjukkan defisit neurologik iskemik reversible. Peristiwa
ini dapat terjadi pada TIA yang berlangsung lebih dari 24 jam, tetapi akhirnya
dapat sembuh sempurna. Gejala-gejala yang tampak dengan TIA sangat tergantung
pada pembuluh yang terkena. Jika
arteri karotis dan serebral yang terkena, pasien dapat mengalami kebutaan pada
satu matanya, hemiplegi, hemianestesia, gangguan bicara, dan kekacauan mental.
Jika yang terkena arteri vertebrobasilar, maka akan terjadi pening, diplopia,
semutan, kelainan penglihatan pada salah satu atau kedua bidang pandang, dan
disatria ( gangguan pada otot bicara ). Kemungkinan kecacatan yang berkaitan
dengan stroke :
Masalah-masalah emosional, komunikasi dan perilaku
Korban stroke
dapat memperlihatkan masalah-masalah emosional, komunikasi dan perilakunya
mungkin berbeda dari keadaan sebelum mengalami stroke. Emosinya dapat labil;
misalnya pasien mungkin menangis, namun pada saat berikutnya tertawa tanpa
sebab yang jelas atau kontrol. Toleransi terhadap stress mungkin menurun.
Stress kecil pada status pre stroke akan dirasakan sebagai masalah besar
setelah mengalami stroke. Keluarga mungkin tidak memahami perubahan perilaku
tersebut. korban stroke dapat menggunakan kata-kata kasar pada staff
keperawatan atau dengan anggota keluarga mereka. Peran perawat untuk membantu
keluarga untuk memahami perilaku tersebut. dan melakukan modifikasi perilaku
pasien seperti mengendalikan situasi di lingkungan, memberikan waktu istirahat
sepanjang siang hari untuk mencegah pasien dari kelelahan yang berlebihan,
memberi umpan balik positif untuk perilaku yang dapat diterima atau perilaku
yang positif, serta memberikan pengulangan ketika pasien sedang berusaha untuk
belajar kembali suatu ketrampilan. Korban stroke mungkin menunjukkan frustasi
yang berlebihan terhadap kekurangan yang dialaminya. Kemungkinan tidak ada
defisit yang menyebabkan lebih frustasi pada pasien dan mencoba untuk
menyampaikannya daripada kesulitan pasien untuk berkomunikasi. Dysphasia dapat
berupa dysphasia motorik atau dysphasia sensorik atau keduanya. Jika daerah
otak yang mengalami trauma pada atau dekat dengan area broca’s kiri,
maka memori pola motorik bicara akan terpengaruh. Hal ini menyebabkan timbulnya
aphasia motorik, dimana pasien memahami bahasa yang didengar tetapi tidak mampu
menggunakannya dengan baik. Dysphasia reseptif biasanya adalah akibat cedera
pada area wernicke’s kiri yang merupakan pusat kontrol untuk pengenalan
bahasa yang diucapkan. Akibatnya pasien tidak mampu untuk memahami bahasa yang diucapkan.
Adanya kedua dysphasia ekspresif dan dysphasia reseptif disebut sebagai
dysphasia global. Penting bagi perawat agar menyampaikan pada keluarga bahwa
pasien mengalami dysphasia bukan berarti pasien mengalami kerusakan
intelektual. Komunikasi pada beberapa keadaan harus diupayakan untuk dilakukan,
yaitu dengan cara menulis, menunjuk, chart alfabeth, atau menggunakan isarat
tubuh.
C. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya, stroke dapat dibedakan
menjadi dua macam,yaitu
1. Stroke
Iskhemik
Stroke yang terjadi sebagai akibat dari adanya sumbatan pada arteri
sehingga menyebabkan penurunan suplay oksigen pada jaringan otak ( iskhemik )
hingga menimbulkan nekrosis. 87 % kasus stroke disebabkan kerena adanya
sumbatan yang berupa thrombus atau embolus. Trombus adalah gumpalan/sumbatan
yang bers\asal dari pembuluh darah otak. Embolus adalah gumpalan/sumbatan yang
berasal dari tempat lain, misalnya jantung atau arteri besar lainnya. Faktor
lain yang berpengaruh adalah denyut jantung yang irreguler (atrial fibrillation)
yang merupakan tanda adanya sumbatan dijantung yang dapat keluar menuju otak.
Adanya penimbunan lemak pada pembuluh darah otak (aterosklerosis) akan
meningkatkan resiko terjadinya stroke iskhemik.
2. Stroke
Hemoragi
Stroke yang terjadi sebagai akibat pecahnya pembuluh darah yang rapuh
diotak. Dua tipe pembuluh darah otak yang dapat menyebabkan stroke hemoragi,
yaitu ;
aneurysms dan arteriovenous malformations (AVMs). Aneurysms
adalah pengembangan pembuluh darah otak yang semakin rapuh sehingga data pecah.
Arteriovenous malformations adalah
pembuluh darah yang mempunyai bentuk abnormal, sehingga mudah pecah dan
menimbulkan perdarahan otak.
87 % stroke diakibatkan oleh obstruksi vaskuler (trombi atau
emboli), mengakibatkan iskemia dan infark. Sekitar 17 % kasus stroke adalah
hemoragi yang diakibatkan oleh penyakit vascular hipertensif (yang menyebabkan
hemoragi intraserebral), ruptur anuerisme, atau malformasi arteriovenosa (AVM).
Stroke trombotik terjadi mendadak dan pada awalnya sempurna
atau berkembng selama beberapa waktu, tergantung pada berapa banyak darah yang
dapat melewati lumen vaskuler. Baik stroke embolik maupun hemoragik secara khas
terlihat mendadak dan berkembang dengan cepat selama beberapa menit atau jam.
Biasanya hanya memberikan sedikit tanda atau tidak sama sekali.
Stroke adalah penyakit gangguan peredaran darah keotak, baik
yang disebabkan oleh karena penyumbatan maupun perdarahan, keduanya sangat
membahayakan sel otak yang disuplay darah oleh arteri tersebut. Pada stroke
iskhemia, penyumbatan dapat mengakibatkan terputusnya aliran darah keotak
sehingga menghentikan suplay oksigen, glukosa, dan nutrisi lainnya kedalam sel
otak yang mengalami serangan. Bila terhentinya suplay darah ini terjadi selama
satu menit dapat mengarah pada gejala – gejala yang dapat pulih, seperti
kehilangan kesadaran., jika kekurangan oksigen berlanjut lebih dari beberapa
menit, dapat menyeabkan nekrosis mikroskopis neuron – neuron, area nekrotik
disebut infark..
Pada
perdarahan intracranial, darah berasal dari robeknya pembuluh darah yang
kemudian masuk kedalam sel otak dan mengisi ruangan sekelilingnya. Bila darah
yang terkumpul banyak, dapat menyebabkan meningkatnya tekanan intracranial,
Pada saat yang sama, perdarahan dapat juga menyebebkan terhentinya supplay
oksigen dan nutrisi kedaerah yang terkena. Fase akut dari stroke umumnya
dihitung sejak pasien dirawat sampai keadaan umum pasien stabil, yang biasanya
48 – 72 jam pertama sejak pasien masuk rumah sakit, tetapi kadang – kadang bisa
lebih dari 72 jam. Selama fase ini, kegiatan perawatan terutama ditujukan untuk
mempertahankan fungsi vital pasien dan mencegah terjadinya kerusakan sel otak
lebih lanjut. Selain kedua hal tersebut diatas, tindakan keperawatan juga bertujuan
untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa kecacatan fisik, mental dan sosial.
Stroke
karena embolus dapat merupakan akibat bekuan darah, plak ateromatosa fragmen,
lemak atau udara. Emboli pada otak kebanyakan berasal dari jantung, sekunder
dengan infark miokard atau fibrilasi atrium. Sindrom neurovaskuler yang lebih
sering terjadi pada stroke trombolitik dan embolitik adalah karena keterlibatan
arteria serebral madiana. Jika etiologi
stroke adalah hemoragi, maka faktor pencetusnya biasanya adalah hipertensi.
Abnormalitas vascular seperti AVM dan anuerisma serebral lebih rentan terhadap
ruptur dan menyebabkan hemoragi pada keadaan hipertensi.
Sindrom
neurovaskuler yang lebih sering terjadi pada stroke trombotik dan embolitik
adalah karena keterlibatan arteri serebral mediana. Arteri ini terutama mensuplai aspek lateral
hemisfer serebri. Infark pada bagian tersebut dapat menyebabkan defisit
kolateral motorik dan sensorik. Jika infark hemisfer adalah dominan, maka akan
terjadi masalah-masalah bicara dan timbul disfasia. Dengan stroke trombotik
atau embolik, maka besarnya bagian otak yang mengalami iskemia dan infark sulit
ditentukan. Ada peluang dimana stroke akan meluas setelah serangan pertama.
Dapat terjadi edema serebral massif dan peningkatan tekanan intra cranial (TIK)
pada titik herniasi dan kematian setelah trombotik terjadi pada area yang luas.
Prognosisnya tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya saat
serangan. Karena stroke trombotik sering disebabkan aterosklerosis, maka ada resiko
untuk terjadi stroke di masa mendatang pada pasien yang sudah pernah
mengalaminya. Dengan stroke embolik, pasien juga mempunyai kemungkinan untuk
mengalami stroke hemorhagi jika penyebabnya tidak ditangani. Jika luas jaringan
otak yang rusak akibat stroke hemorhagi tidak besar dan bukan pada tempat yang
vital, maka pasien dapat pulih dengan defisit minimal. Jika hemorhagi luas atau
terjadi pada daerah yang vital, pasien mungkin tidak dapat pulih.
Faktor
resiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah :
1.
Tekanan darah tinggi
2.
Diabetes Melitus
3.
Merokok
4.
Penyakit arteri carotis dan perifer
5.
Atrial Fibrilation
6.
Penyakit jantung ( gagal jantung, kelainan jantung
congenital, jantung koroner, kardiomegali, kardiomyopathy)
7.
Transient Ischemic Attack (TIA)
8.
Hiperkolesterolemia
9.
Sickle Cell Disease
10. Obesitas
dan kurang aktivitas
11. Penggunaan
alcohol
12. Penggunaan
obat – obatan terlarang
Faktor resiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah :
1.
Usia
Semakin bertambah usia, semakin
meningkatkan resiko stroke.
2.
Jenis kelamin
Laki – laki
mempunyai resiko lebih besar untuk menderita stroke dibandingkan wanita.
3.
Riwayat keluarga
4.
Pernah mengalami stroke
Ada 3 komplikasi utama pada hemorhagik subarakhnoid yang
mungkin disebabkan oleh stroke, kelainan pembuluh darah, atau aneurisme.
Kondisi-kondisi ini adalah vasospasme, hidrosefalus, dan disritmia. Selain itu
pasien dengan stroke yang mendapat terapi antikoagulasi beresiko untuk
mengalami perdarahan di tempat lain, kewaspadaan dan intervensi dini dibutuhkan
untuk mencegah komplikasi yang serius.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Scan tomography computer bermanfaat untuk membandingkan lesi
cerebrovaskuler dan lesi non vaskuler. Misalnya saja hemorhagi subdural, abses
otak, tumor, atau hemorhagi intraserebral dapat terlihat pada CT Scann. Daerah
infark mungkin belum terlihat dengan CT Scann dalam 48 jam. Angiography pernah
digunakan sebelum adanya CT Scann. Untuk membedakan lesi serebrovaskuler dengan
lesi non vaskuler. Penting untuk diketahui apakah terdapat hemorhagi, karena
informasi ini dapat membantu dokter memutuskan apakah dibutuhkan pemberian
antikoagulasi pada pasien atau tidak. Pencitraan resonan magnetic (MRI) juga
dapat membantu dalam membandingkan diagnosa stroke. Pemeriksaan EKG dapat
membantu menentukan apakah terddapat disritmia, yang dapat menyebabkan stroke.
Perubahan EKG lainnya yang dapat ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi
ST, dan kenaikan serta perpanjangan QT. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang
menjamin kepastian dalam menegakkan diagnosa stroke; bagaimanapun pemeriksaan
darah termasuk hematokrit dan hemoglobin yang bila mengalami peningkatan dapat
menunjukkan oklusi yang lebih parah; masa protrombin dan masa protrombin
parsial, yang memberikan dasar dimulainya terapi antikoagulasi; dan hitung sel
darah putih, yang dapat menandakan infeksi seperti endokarditis bacterial sub
akut. Pada keadaan tidak terjadinya peningkatan TIK, mungkin dilakukan pungsi
lumbal. Jika ternyata terdapat darah dalam cairan serebrospinal yang
dikeluarkan, biasanya diduga terjadi henorhagi subarakhnoid.
E. MANAJEMEN TERAPI
Dengan infark serebral terdapat kehilangan irreversible
sentral jaringan otak. Disekitar zona jaringan yang mati ini, mungkin ada
jaringan yang masih dapat diselamatkan. Tindakan awal harus difokuskan untuk
menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik. Tiga unsure yang paling penting
untuk area tersebut adalah oksigen, glukosa, dan aliran darah yang adekuat.
Kadar oksigen dapat dipantau melalui gas-gas darah arteri dan oksigen dapat
diberikan pada pasien jika ada indikasi. Hipoglikemia dapat dievaluasi dengan
serangkaian pemeriksaaan glukosa darah. Tekanan perfusi serebral merupakan
cerminan tekanan darah sistemik, TIK, masih berfungsinya autoregulasi pada otak
dan irama serta frekuensi jantung. Parameter yang paling mudah untuk dikontrol
secara eksternal adalah irama, frekuensi jantung, dan tekanan darah. Disritmia biasanya dapat diperbaiki.
Penyebab-penyebab takhikardi seperti demam, nyeri, dan dehidrasi yang dapat
ditangani. Jika TIK meningkat pada pasien stroke, maka hal tersebut biasanya
terjadi setelah hari pertama. Meskipun ini merupakan respon alamiah otak
terhadap beberapa lesi serebrovaskuler, namun hal ini merusak otak. Respon destruktif seperti edema, atau
atrial spasme, kadang dapat dicegah atau diatasi. Metoda yang lazim dalam
mengontrol PTIK mungkin dilakukan seperti hiperventilasi, retensi cairan,
meninggikan kepala, menghindari fleksi kepala, dan rotasi kepala yang
berlebihan yang dapat membahayakan aliran balik vena ke kepala. Sebagai
penatalaksanaan digunakan diuretic osmotic, seperti manitol, dan mungkin juga
deksametason, meskipun penggunaannya masih controversial.
1. Intervensi Pembedahan
Episode iskemik transience sering dipandang sebagai
peringatan bahaya stroke, karena oklusi pembuluh darah. Sebagian pasien dengan
penyakit aterosklerosis pembuluh dara ekstrakranial atau intrakranial
kemungkinan akan menjalani pembedahan. Pembedahan baypass cranial mencakup
pembentukan anastomosis arteri ekstrakranial yang memperdarahi kulit kepala ke
arteri intrakranial distal ke tempat yang tersumbat. Prosedur ini sering
dilakukan bila keterlibatan intrakranial adalah anastomosis, arteri temporalis
superior ke arteri serebral mediana (STA-MCA). Sehingga terbentuk kolateral ke
area otak yang diperdarahi oleh arteri serebral mediana. Banyak tindakan anastomosis
STA-MCA dilakukan dengan harapan dapat mencegah stroke di masa mendatang pada
orang-orang dengan iskemia serebral, vokal unilateral yang menunjukkan TIA.
2. Pencegahan Komplikasi
Perawat akan memegang peranan yang signifikan dalam
pencegahan komplikasi yang berhubungan dengan immobilitas, hemiparese, atau
defisit neurology yang disebabkan oleh stroke. Tindakan pencegahan adalah
penting, terutama pada infeksi saluran kemih, pneumonia aspirasi, nyeri karena
tekanan, kontraktur, tromboplebitis, dan abrasio kornea.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN STROKE
A. MASALAH YANG LAZIM MUNCUL PADA PASIEN
1. Bersihan jalan nafas tidak
efektif : ketidakmampuan
untuk membersihkan mucus/sekret atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas (NANDA, hal. 16)
Faktor yang
berhubungan :
¨
Produksi mucus
berlebihan
¨
Akumulasi secret
¨
Sekresi di bronchus
¨
Eksudat di alveoli
¨
Jalan nafas buatan
¨ Adanya benda asing di jalan
nafas
¨
Merokok atau riwayat
merokok
¨
Disfungsi otootot
saraf
Karakteristik :
¨
Dispnea
¨
Suara nafas
¨
Ortopnea
¨
Suara nafas tambahan
(rales, crackles, rhonchi, wheezes)
¨
Batuk
¨
Produksi sputum
¨
Sianosis
¨
Kesulitan bersuara
¨
Perubahan jumlah dan
ritme nafas
¨
Kelelahan
2.
Perfusi
jaringan tidak efektif : cerebral :
penurunan sulpai oksigen sebagai akibat dari kegagalan mensuplai jaringan
sampai (NANDA, hal 191)
Faktor yang berhubungan :
¨ Kerusakan transport oksigen
melalui alveolar dan atau membran kapiler
¨
Masalah pertukaran
¨ Penurunan aliran darah vena
atau arteri
Karakteristik
:
¨
Perubahan bicara
¨
Perubahan reaksi pupil
¨
Kelemahan ekstremitas
atau paralysis
¨
Gangguan status mental
¨
Kesulitan menelan
¨
Perubahan respon
motorik
¨
Perubahan perilaku
3.
Hipertermi : temperatur tubuh meningkat diatas rentang normal (NANDA,
hal 95; Domain 11; klas 6)
Faktor yang berhubungan :
¨
Proses penyakit atau
trauma
¨
Ketidakmampuan atau
penurunan kemampuan berkeringat
Karakteristik :
¨ Peningkatan suhu tubuh diatas
rentang normal
¨
Kejang
¨
Kulit kemerahan
¨
Peningkatan RR
¨
Takhikardi
¨
Teraba hangat
4.
Intoleransi
aktivitas : penurunan fungsi fisiologi
atau psikologi untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
(NANDA,hal.13;Domain 4;Klas 4)
Faktor yang berhubungan :
¨
Bed rest atau
immobilitas
¨
Kelemahan umum
¨
Ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
¨
Gaya/pola hidup yang
menetap
Karakteristik :
¨
Melaporkan kelemahan
secara verbal
¨
Nadi abnormal atau
perubahan tekanan darah saat beraktivitas
¨
Perubahan EKG yang
menunjukkan adanya aritmia atau iskemi
¨
Ketidaknyamanan saat
latihan atau dispnea
5.
Kerusakan
komunikasi verbal : penurunan, hambatan,
ketidakmampuan untuk menerima proses,mengirimkan dan menggunakan bahasa isarat
(NANDA, hal. 43)
Faktor yang berhubungan :
¨
Penurunan sirkulasi ke
otak
¨ Kerusakan system saraf sentral
(SSP)
¨
Kerusakan persepsi
Karakteristik :
¨
Menolak berbicara
¨
Disorientasi terhadap
orang, tempat, waktu
¨
Tidak mampu berbicara
banyak
¨
Tidak dapat bicara
¨
Kesulitan bicara
¨
Verbalisasi tidak
sempurna
¨
Kesulitan mengucapkan
kata atau kalimat (aphonia, dyslalia, dysarthria)
¨
Kesulitan
mengekspresikan fikiran secara verbal (aphasia, dysphasia, apraksia, dysleksia)
¨
Dyspnea
¨ Kurangnya kontak mata atau
kesulitan berkonsentrasi
¨
Gagap
¨
Penurunan penglihatan
sebagian atau total
¨
Ketidakmampuan atau
kesulitan mengekspresikan bahasa tubuh atau mimik
¨ Kesulitan mempertahankan pola komunikasi
6. Kerusakan mobilitas fisik : keterbatasan dalam kemandirian
atau pergerakan tubuh, keterbatasan satu atau lebih pergerakan ekstremitas
(NANDA, hal. 117)
Faktor yang
berhubungan :
¨
Kerusakan
neuromuscular/otot-otot saraf
¨ Intoleransi aktivitas atau
penurunan kekuatan dan daya tahan
Karakteristik
;
¨ Ketidakstabilan tubuh dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
¨
Pergerakan tidak
terkoordinasi
¨
Keterbatasan melakukan
ROM
¨
Kesulitan dalam
merubahan posisi
¨
Perubahan dalam cara
berjalan (penurunan kecepatan berjalan, kesulitan memulai berjalan, langkah
pendek, kaki diseret)
¨
Penurunan waktu dalam
bereaksi/berespon
¨ Nafas pendek yang disebabkan
karena pergerakan
¨
Pergerakan lambat
¨
Tremor yang disebabkan
oleh pergerakan/perpindahan
7.
Sindroma
defisit perawatan diri : mandi/hygiene, berpakaian, makan, toileting : kerusakan kemampuan dalam melakukan aktivitas mandi/hygiene,
berpakaian, makan, toileting secara mandiri (NANDA, hal. 151-154)
Faktor yang berhubungan :
¨ Kelemahan
¨ Kerusakan kognitif atau perceptual
¨ Kerusakan neuromuscular/otot-otot saraf
Karakteristik :
¨
Ketidakmampuan untuk
mandi
¨
Ketidakmampuan untuk
berpakaian
¨
Ketidakmampuan untuk
makan
¨ Ketidakmampuan untuk toileting
8. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh : kekurangan intake nutrisi untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme (NANDA, hal. 124)
Faktor yang berhubungan :
¨
Ketidakmampuan untuk
memasukkan makanan atau mengabsorbsi nutrisi
Karakteristik :
¨
Berat badan kurang dari 20% atau lebih dari ideal terhadap TB
¨
Kehilangan berat badan dengan intake makanan adekuat
¨
Melaporkan intake makanan tidak adekuat kurang dari RDA (Recommended
Daily Allowance)
¨
Kram abdomen
¨
Ketidakmampuan menelan
makanan
¨
Melaporkan perubahan
sensasi rasa
¨
Melaporkan kurangnya
makanan
¨
Merasa kenyang segera
setelah menelan makanan
¨
Tidak tertarik untuk
makan
¨
Kurang informasi,
misinformasi
¨
Konjungtiva dan
membran mukosa pucat
¨
Tonus otot buruk
¨
Menolak untuk makan
¨
Sakit rongga mulut,
inflamasi
¨ Kelemahan otot yang dibutuhkan
untuk menelan atau makan
¨
Kehilangan rambut yang
berlebihan
¨
Bising usus yang
berlebihan
D. RENCANA KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
Keperawatan / Masalah Kolaborasi
|
Rencana
Perawatan
|
|
Tujuan
Dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
||
1
|
Bersihan jalan nafas tidak
efektif
|
Tujuan :
•
Status Respiratori : Patensi Jalan Napas : adanya kepatenan jalan
napas trakeobronkial
•
status pernapasan
: Patensi Jalan Napas
Kriteria evaluasi :
•
Mendemonstrasikan bersihan jalan napas efektif yang dibuktikan dengan
•
Mendemonstrasikan perilaku mengontrol gejala-gejala secara konsisten
•
Mendemonstrasikan
perilaku perawatan penyakit secara konsisten
|
1.
Air way
Managemen / Managemen Jalan Napas
a.
Pertahankan posisi
kepala lebih tinggi
b.
Monitor AGD
c.
Monitor saturasi O2
d.
Monitor vital sign
dan GCS
e.
Kolaborasi
pemasangan O2 NRM 10 L/mnt
f. Auskultasi suara napas,
perhatikan hipoventilasi dan suara-suara tambahan
2.
Air Way
Suction / Suction Jalan Napas
a.
Hisap skret / lendir dengan prinsip bersih
b.
Observasi respon pasien pada saat dilakukan suction
3.
Cough
Enhanncement / Managemen Batuk Efektif
|
2
|
Perfusi jaringan tidak efektif : cerebral
|
Tujuan :
•
Perfusi Jaringan
: Perifer :rentang dimana aliran darah
melalui pembuluh darah kecil dari ekstremitas dan mempertahankan fungsi
jaringan.
•
Status neurologi
: rentang dimanan sistem saraf pusat dan
perifer menerima, memproses dan merspon stimulus internal dan eksternal.
•
Status Sirkulasi
: rentang dimana aliran darah tidak
terhambat, satu arah dan pada tekanan yang sesuai melalui pembuluh darah
besar dari sirkulasi pulmuner dan sitemik.
•
Kemampuan
Kognitif : kemempuan untuk menjalankan
proses mental secara komplek
Kriteria Evaluasi :
•
Mendemonstrasikan
status sirkulasi yang ditandai dengan :
-
Tekanan darah
sistole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
-
Tidak ada ortostatik
hipotensi
-
Tidak ada bruit
pembuluh darah besar
-
Tidak ada tanda-tanda PTIK ( tidak lebih dari 15 mmHg )
•
Mendemonstrasikan kemempuan kognitif yang ditandai dengan :
-
Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
-
Menunjukkan
perhatian, konsentrasi dan orientasi
-
Memproses informasi
-
Membuat keputusan
dnegan benar
•
Menunjukan fungsi
sensori motori cranial yang utuh
- Tingkat kesadaran mambaik
-
Tidak ada
gerakan-gerakan involunter
|
•
Management
Sensasi Perifer
-
Monitor adanya parastesi mati rasa dan tengling
-
Monitor sataus cairan
termasuk intake dan output
-
Monitor fungsi
bicara
-
Upayakan suhu dalam
batas normal
-
Monitor GCS secara
teratur
-
Catat perubahan
dalam penglihatan
•
Monitor Tekanan Intra Kranial (TIK )
-
Monitor TIK pasien dan neurologi, bandingkan dengan
keadaan normal
-
Monitor tekanan
perfusi serebral
-
Posisikan kepala
agak tinggi dan dalam posisi anatomis
-
Pertahankan keadaaan
tirah baring
-
Pantau tanda-tanda
vital
-
Kolaborasi pemberian
oksigen, obat antikoagulasi, obat antifibrolitik, antihipertensi,
vasodilatasi perifer, pelunak feses sesuai indikasi.
|
3
|
Hipertermi
|
Tujuan :
•
Body temperatur :
suhu tubuh pasien normal
Kriteria Hasil :
•
Suhu tubuh dalam
batas normal
•
Intake cairan dan
output seimbang
•
Peningkatan
kenyamanan pasien
|
•
Regulasi
temperatur :
-
Monitor suhu tubuh
tiap 4 jam atau lebih sering sesuai indikasi
-
Ambil
langkah-langkah yang dapat menurunkan demam tinggi seperti : gunakan pakaian
yang tipis, kompres hangat
-
Monitor datat irama
jantung, nadi, CVP, tekanan daran RR, tingkat respon tiap 4 jam
-
Pertahankan masukan
cairan
-
Observasi pasien dari kebingungan dan disorientasi,
konsulkan dokter adanya gejala tersebut
-
Libatkan keluarga
dalam program terapi
-
Kolaborasi
antipiretik
|
4
|
Intoleransi
aktivitas
|
Tujuan :
•
Konservatif
energi : tingkat pengelolaan energi
aktif untuk memulai dan memelihara aktivitas
•
Daya tahan :tingkat dimana energi memampukan pasien untuk beraktivitas
•
Toleransi aktivitas : tingkat dimana aktiivitas dapat
dilakukan pasien sesuai energi yang
dimiliki
Kriteria evaluasi :
•
Bertoleransi
terhadap sktivitas yang biasanya dapat didemonstrasikan dengan daya tahan,
konservasi energi,dan perawatan diri : aktivitas sehari-hari ( ADL )
•
Mendemonstrasikan
konservasi energi ditandai dengna :
-
Mneyadari
keterbatasan energi
-
Menyeimbangkan
aktivitas dan istirahat
-
Tingkat daya tahan
adekuat untuk aktivitas
|
9.
Terapi
Aktivitas : petunjuk rentang dan bantuan
dalam aktivitas fisik, kognitif, sosial, dan spiritual yang spesifik untuk
menentukan rentang frekuensi dan durasi aktivitas individu atau kelompok.
•
Kaji tanda dan gejala yang menunjukkan ketidaktoleransi terhadap
aktivitas dan memerlukan pelaporan terhadap perawat dan dokter
•
Tingkatkan pelaksanaan ROM pasif sesuai indikasi
•
Jelaskan pla
peningkatan terhadap aktivitas
•
Buat jadawal latihan
aktivitas secara bertahap untuk
pasien dan berikan periode istirahat
•
Berkan suport dan
libatkan keluarga dalam program terapi
•
Berikan reinforcemen
untuk pencapaian aktivitas sesuai program latihan
•
Kolaborasi ahli
fisioterapi
10.
Pengelolaan
energi : pengaturan penggunaan energi
untuk merawat dan mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi
•
Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan-pilihan aktivitas
•
Rencanakan aktivitas untuk periode dimana pasien mempunyai energi paliing banyak
•
Bantu dengan
aktivitas fisik teratur
•
( misalnya ambulasi, transfer, perubahan posisi,
perawatan personal ) sesuai kebutuhan
•
Batasi rangsangan lingkungan ( kebisisngan dan cahaya ) untuk
meningkatkan relaksasi
•
Bantu pasien untuk memonitor diri
dengan mengembangkan dan menggunakan dokumetasi tertulis tentang intake
kalori dan energi sesuai kebutuhan.
|
5
|
Kerusakan komunikasi verbal
|
Tujuan :
•
Komunikasi :
kemampuan ekspresi : kemampuan untuk
menerma dan mengekspresikan dan menginterprestasikan pesan verbal dan
nonverbal
•
Komunikasi :
kemampuan menerima : kemampuan untuk
menerma dan mengekspresikan dan menginterprestasikan pesan verbal dan
nonverbal
Kriteria evaluasi :
•
Mampu menerima dan menyampaikan pesan dengan metode alternatif tulisan,
isyarat
•
Mendemonstrasikan
peningkatan kemampuan untuk berkomunikasi secara bertahap
•
Mendemonstrasikan peningkatan kemampuan untuk memahami isi
komunikasiverbal dan nonverbal
•
Tidak terjadi frustasi yang berhubungan dengan kerusakan komunikasi
|
1.
Pengaturan
komunikasi
•
Identifikasi metode
yang dapat dipahami oleh pasien untuk
memenuhi kebutuhan dasar
•
Sediakan metode
komunikasi alternatif
-
berikan pensil dan kertas jika
pasien mampu
-
gunakan bahasa
isyarat
-
konsultasi dengan
speec terapy
•
Tulis metode yang
digunakan pasien untuk rencana
perawatan
•
Libatkan keluarga dan diskusikan masalah untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi pasien
•
Berikan suport sistem
untuk mengatsi ketidakmampuan
2.
Mendengar
aktif
•
Ajak pasien berbicara sesuai kemampuan
•
Rangsang timbal
balik dari pasien
•
Dengarkan pasien dengan penuh perhatian
•
Berikan reinforcemen
terhadap keberhasilan pencapaian tujuan
|
6
|
Kerusakan mobilitas fisik
|
A. Tujuan
•
Tingkat mobilitas : kemempuan untuk melkaukan gerakan yang bertujuan
•
Joint movement :Aktiv
: ROM yang dilakukan secara aktif
•
Ambulasi : berjalan : kemampuan untuk berjalan dari satu tempat ke tempat ynag lain
Kriteria
hasil :
•
Dapat
mempertahankan dan meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh
•
pasien mendemonstrasi perilaku ynag
memungkinkan melakukan aktivitas
|
1.
Perawatan bedrest : meningkatkan keamanan
dan kenyamanan serta mencegah komplikasi dari ketidakmampuan pasien untuk bangundari tempat tidur.
•
Pertahankan
tempat tidur bersi dan nyaman
•
Ubah
posisi pasien untuk mencegah
dekubitus
•
Berikan
fasilitas pada pasien untuk aktivitas
kesukaan pasien di tempat tidur (
membaca, nonton TV )
2. Positioning : mengubah tempat
pasien atau tubuh pasien untuk
mneingkatkan kemmapuan fungsi fisiologi dan psikologi
3.
Fall precaution : tindakan mencegah resiko
injuri atau jatuh
4.
Terapi latihan : ambulasi : membantu
meningkatkan kemampuan berjalan, mempertahankan dan mengembalikan fungsi
otonomik dan voluntari tubuh selama tindakandan memulihkan penyakit atau
injuri
•
Kaji kemmapuan fungsional untuk mengidentifikasi
kelemahan atau kekuatan
•
Beruikan jadwal program latihan utuk aktivitas secara
bertahap
•
Mulailah latihan dari gerakan pasif menuju gerakan
aktif pada semua ekstremitas
•
Sokong ekstremitas pada posisi fungsional
•
Evaluasi penggunaan alat bantu untuk pengaturan
posisi selama periode paralisisberikan suport untuk aktivitas bertahap dan
beri respon positif untuk setiap pencapaian aktivitas yang meningkat
•
Libatkan keluarga dalam program terapi
•
Konsultasikan dengna ahli fisioterapi secara aktif,
latihan resistif dan ambulasi
|
7
|
Sindroma defisit perawatan diri
|
Tujuan :
1.
Self care
assistance : Mandi/ hygine : membantu pasien memenuhi kebutuhan mandi / hygine
2.
Self care
assistance : berpakaian : membantu pasien memenuhi kebutuhan berpakaian
3. Self care assistance : makan membantu pasien memenuhi kebutuhan makan
4.
Self care
assistance : toileting membantu pasien memenuhi kebutuhan toileting
Kriteria evaluasi :
•
Kebutuhan ADL tepenuhi ( dengan bantuan )
•
pasien kooperatif dalam perawatan
diri sesuai kemampuan
•
Keadaan tubh bersih, tidak berbau dan
pasien mengekpresikan perasaan nyaman dalam tubuhnya.
B. |
1.
Self care :
ADL
2.
Self care :
mandi
3.
Self care :
berpakaian
4.
Self care :
makan
5.
Self care :
hygine
6.
Self care :
oral hygine
7.
Self care :
toileting
Intervensi :
1.
Kaji
kebutuhan pasien secara menyeluruh
2.
Ketahui tingkat
ketidakmampuan pasien untuk perawatan
diri
3.
Pahami bahasa
tubuh pasien yang menunjukkan
ketidaknyamanan
4.
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan perawatan
diri
5.
Pertahankan
dukungan sikap ynag tegas, berikan kesempatan pasien untuk melakukan aktivitas / berpartisipasi dalam kegiatan perawatan
diri sesuai kemampuan
6. Berikan umpan balik positif
terhadap upaya yang dilakukan dan pencapaian tujuan
7. Libatkan keluarga dalam
pemberian suport sistem
|
8
|
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
|
Tujuan :
•
Status nutrisi : tingkatan dimana nutrisi
tersedia untuk memnuhi kebutuhan metabolik
•
Status nutrisi : asupan makan dan cairan : jumlah
makana dan cairan yang diambil tubuh selama 24 jam
•
Status nutrisi : nilai nutrisi :
keadekuatan nutrisi yang diambil tubuh
Kriteia
evaluasi :
•
mendemonstrasikan status nutrisi : asupan
makanan, caiaran dan nutrisi yang ditandai dengan makanan oral, pemberian
melalui NGT, atau Total Parenteral Nutrition ( NTP ), asupan cairan oral atau
iv
•
mendemonstrasikan peningkatan fungsi
pengecapan dan menelan
•
tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti
C. |
1. Penegelolaan gangguan makan : pencegahan dan penanganan restriksi diit
yang parah dan aktivitas berlebihan atau makan dalam juumlah banyak dalaam
satu waktu dan berhenti makan makanan dan cairan
2.
Pengelolaan gangguan nutrisi : bantuan
atau pemberianasupan diit makanan dan cairan yang seimbang
a.
Dukung pasien
untuk perawatan gigi dan mulut
b. Berikan
pasien makan dan minuman ringan bernutrisi, TKTP yang siap dikonsumsi
c. Ajarkan
pasien bagaimana cara menyimpan makanan
d. Beri umpan balik untuk motivasi
kebutuhan nutrisi
e.
Libatkan keluarga dalam pemberian suport dan program
terapi
f.
Pertahankan nutrisi adekuat
3. Bantuan kenaikan berat badan : pemfasilitasan pencapaian berat badan
a.
Pertahankan pencatatan berat badan harian
b.
Libatkan
pasien dan keluarga dalam pertambahan dan pengurangan berat badan
|
BAB III
PENUTUP
Materi
SAK PASIEN stroke yang telah disusun dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman bagi perawat untuk
melaksanakan asuhan keperawatan terhadap PASIEN stroke dan sebagai salah satu
upaya menjaga kualitas pelayanan keperawatan di Unit Stroke RS. Dr. Sardjiro
Yogyakarta.
. Tercapainya
mutu atau pelayaan keperawatan secara efektif dan efisien dalam pelayanan
keperawatan dapat memberikan kontribusi yang maksimal dalam mewujudkan kualitas
pelayanan kesehatan secara menyeluruh yang dilaksanakan disarana kesehatan,
terutama di Rumah sakit dan khususnya di Unit Stroke RS. Dr. Sardjiro
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar