BAB I
PENDAHULUAN
Pelaksanaan suatu penelitian selalu berhadapan dengan
objek yang diteliti atau yang diselidiki. Objek tersebut dapat berupa manusia,
hewan, tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati lainnya, serta peristiwa dan gejala
yang terjadi di dalam masyarakat atau didalam alam. Dalam melakukan penelitian,
kadang-kadang peneliti melakukannya terhadap seluruh objek, tetapi sering juga
peneliti hanya mengambil sebagian saja dari seluruh objek tersebut. Meskipun
penelitian hanya mengambil sebagian dari objek yang diteliti, tetapi hasilnya
dapat mewakili atau mencakup seluruh objek yang diteliti.
Keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
tersebut adalah populasi penelitian atau universe. Sedangkan sebagian yang
diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan diangap mewakili seluruh
populasi ini disebut sampel penelitian. Dalam mengambil sampel penelitian ini
digunakan cara atau teknik-teknik tertentu, sehingga sampel tersebut sedapat
mungkin mewakili populasinya. Teknik ini disebut teknik sampel. Di dalam
penelitian survey teknik sampling ini sangat penting dan perlu diperhitungkan.
Sebab teknik pengambilan sampel yang tidak baik akan mempengaruhi validitas
hasil penelitian tersebut.
Statistik
berarti berupa kumpulan data berupa angka,bisa berarti keseluruhan metode
pengumpulan data. Selanjutnya statistik diartikan sebagai ilmu yakni ilmu
pengetahuan yang behubungan dengan cara-cara pengumpulan, pencatatan,
pengolahan, dan pengambilan keputusan yang beralasan berdasarkan penganalisaan
yang dilakukan. Berpikir menggunakan statistik berarti berpikir menggunakan
angka yang meliputi kegiatan pengumpulan data, penyusunan data, pengumumam
data, analisa dan intrepretasi data. Kegiatan tersebut memerlukan kegiatan
pencatatan data dan pembacaan data.
Pencatatan
data meliputi : 1) pengumpulan data (pengumpulan data secara keseluruhan
(metode sensus) dan pengumpulan data berdasarkan sample (metode sample) ; 2)
penyusunan data meliputi a. editing : cara untuk mendeteksi adanya kemungkinan
kesalahan, ketidak onsistenan dan ketidakteraturan atau ketidaktepatan dari
data yang telah kita kumpulkan; b. klasifikasi : kegiatan mengelompokkan data
sesuai dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh data; c. tabulasi : mengadakan
pengelompokan data sesuai dengan sifat-sifat data yang telah kita tentukan
dalam susunan kolom dan baris-baris, sehingga mudah ditarik kesimpulannya.
Pembacaan data meliputi :
1) pengumuman data agar data dapat mudah dibaca dan dilihat secara visual, maka
data dibuat dalam bentuk table, grafik dan diagram-diagram; 2) analisa data
untuk memperoleh gambaran keseluruhan data yang telah kita kumpulkan, seperti
rata-rata, variasi, korelasi maupun regresi; 3) intrepretasi data yaitu
kegiatan mengartikan data yang telah dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan
yang benar. Intepretasi data memerlukan keahlian yang tinggi, sikap hati-hati,
pertimbangan yang masak dan sikap obyektif.
BAB II
PEMBAHASAN
POPULASI DAN SAMPEL
Sehubungan
dengan wilayah sumber data yang dijadikan subjek penilitian ini, maka di kenal
3 jenis penelitian :
1.
Penelitian
populasi
2.
Penelitian
sampel
3.
Penelitian
kasus
POPULASI
Populasi
adalah keseluruhan subjek penelitian, apabila seseorang ingin meniliti semua
elemen yang ada di wilayah penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi
atau penelitiannya disebut juga studi populasi atau studi sensus.
contoh :
1.
Semua
orang yang terdaftar dalam angkatan laut pada hari tertentu
2.
Semua
televise dari tipe yang sama yang diproduksi oleh suatu pabrik dalam satu tahun
tertentu.
3.
Semua
mahasiswa ayng terdaftar mengambil suatu mata kuliah tertentu.
4.
Semua
jenis senjata yang diperbolehkan oleh Undang-undang
Penelitian
populasi dilakukan apabila peneliti ingin melihat semua liku-liku yang ada
dalam populasi
SAMPEL
Sampel adalah
sebagian atau wakil populasi yang di teliti, dinamakan penelitian sampel
apabila kita bermaksud untuk mengeneralisasi hasil penelitian sampel, dan jika
hanya meneliti sebagaian dari populasi.
Dalam
mengambil sample penelitian ini digunakan cara atau teknik-teknik tertentu,
sehingga sample tersebut sedapat mungkin mewakili populasinya. Teknik ini
biasanya disebut teknik sampling. Di dalam penelitian survey teknik sampling
ini sangat penting dan perlu diperhitungkan masak-masak, sebab teknik
pengambilan sample yang tidak baikakan mempengaruhi validitas hasil penelitian
tersebut.
A.
KEGUNAAN SAMPEL
Di dalam penelitian ilmiah, banyak masalah yang tidak dapat dipecahkan
tanpa memanfaatkan teknik sampling. Penelitian kesehatan / kedokteran meliputi
bidang yang sangat luas yang terdiri dari berbagai sub bidang. Apabila
dilakukan penelitian tidak dapat hanya dilakukan pada unit atau su bidang
tertentu saja. Agar dapat dilakukan penelitian terhadap semua sub bidang dengan
biaya yang murah, peneliti dapat melakukan sampling atau pengambilan sample
terhadap objek yang ditelitinya.
Kegunaan
sampling antara lain :
1. Menghemat biaya
Proses
pelaksanaan penelitian yang mencakup alat penelitian, pengumpulan data,
pengolahan data, dan sebagainya memerlukan biaya yang relative besar. Apabila
penelitian tersebut dilakukan terhadap seluruh objek yang diteliti sudah tentu
akan menghabiskan lebih banyak biaya. Dengan sampling , biaya tersebut dapat
ditekan atau dikurangi.
2. Mempercepat pelaksanaan
penelitian
Penelitian
yang dilakukan terhadap objek yang banyak ( seluruh populasi ) jelas akan
memakan waktu yang lama, dengan adanyan sampling maka penelitian yang dilakukan
akan lebih cepat selesai.
3. Menghemat tenaga
Penelitian
yang dilakukan terhadap sample akan lebih menghemat tenaga dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan terhadap seluruh populasi
4. Memperluas ruang lingkup
penelitian
Penelitian
yang dilakukan terhadap seluruh objek akan memakan waktu, tenaga, biaya, dan
fasilitas lain yang lebih besar. Jika dilakukan terhadap sample, maka dengan
waktu, tenaga dan biaya yang sama dapat dilakukan penelitian yang lebih luas
ruang lingkupnya.
5. Memperoleh hasil yang
lebih akurat
Penelitian
yang dilakukan terhadap populasi akan menyita sumber daya yang lebih besar,
termasuk usaha analisis. Hal ini akan berpengaruh terhadap keakuratan hasil
penelitian. Dengan menggunakan sample, maka dengan usaha yang sama akan
diperoleh hasil analisis yang lebih akurat.
B. FAKTOR-FAKTOR YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN
1. Membatasi populasi
Suatu populasi menunjukkan subjek yang menjadi objek atau sasaran
penelitian. Sasaran penelitian ini dapat dalam bentuk manusia maupun bukan
manusia seperti geografis, penyakit, penyebab penyakit, program-program
kesehatan, gejala penyakit dan sebagainya. Apabila tidak dilakukan pembatasan
terhadap populasi, maka kesimpulan yang ditarik dari hasil penelitian tidak
menggambarkan atau mewakili seluruh populasi. Tanpa pembatasan dengan jelas
anggota populasi, kita tidak memperoleh sample yang representative. Oleh sebab
itu dalam penelitian apapun populasi tersebut harus dibatasi, misalnya satu
wilayah kelurahan, kecamatan atau kabupaten, kelompok umur tertentu, penyakit
tertentud dsb. Perlu diingat bahwa nilai suatu hasil penelitian bukan ditentukan
oleh besar/kecilnya populasi melainkan ditentukan oleh bagaimana peneliti
menggunakan dasar pengambilan kesimpulan atau teknik sampling. Bila suatu
penelitian dilakukan terhadap sample yang representative terhadap populasi dan
diambil dengan teknik sampling yang tepat maka kesimpulan atau generalisasi
yang diperoleh dapat diharapkan representative. Karena itu pembatasan populasi
sangat penting untuk memperoleh sample yang representative.
2. Mendaftar seluruh unit
yang menjadi anggota populasi
Hal ini dilakukan untuk mengetahui unit-unit yang mana yang masuk
populasi dan mana yang tidak. Misalnya penelitian tentang status gizi anak
balita di kelurahan X, maka sebelum pengambilan sample terlebih dahulu
dilakukan pencatatan seluruh anak di bawah lima tahun yang berdomisili di
kelurahan X tersebut. Untuk melakukan ini dengan sendirinya peneliti terlebih
dahulu harus membuat batasan tentang anak balita tersebut atau batasan
populasinya.
3. Menentukan sample yang
akan dipilih
Dari daftar anggota populasi kemudian dipilih anggota-anggota populasi
yang akan dipilih sebagai sample.
4. Menentukan teknik sampling
Teknik sampling ini sangat penting karena apabila salah dalam menggunakan
teknik sampling maka hasilnya pun akan jauh dari kebenaran.
C. PROSEDUR PENGAMBILAN SAMPEL
Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam mengambil sample dari populasi
adalah sebagai berikut:
1.
Menentukan tujuan penelitian
Tujuan
penelitian adalah suatu langkah pokok bagi suatu penelitian, karena tujuan
penelitian tersebut merupakan arah untuk elemen yang lain dari penelitian.
Demikian pula dalam menentukan sample juga tergantung pada tujuan penelitian.
Oleh sebab itu langkah pertama dalam mengambil sample dari populasi adalah
menentukan tujuan penelitian.
2.
Menentukan populasi penelitian
Sebelum sample ditentukan harus ditentukan dengan jelas kriteria atau
batasan populasinya. Dengan demikian akan menjamin pengambilan sampel secara
tepat.
3.
Menentukan jenis data yang diperlukan
Jenis data
yang akan dikumpulkan dari suatu penelitian harus dirumuskan secara jelas.
Apabila jenis data yang akan dikumpulkan telah dirumuskan secara jelas, maka
dapat dengan mudah ditentukan dari mana data tersebut diperoleh atau ditentukan
sumber datanya.
4.
Menentukan teknik sampling
Teknik
sampling yang akan digunakan dalam pengambilan sample tergantung pada tujuan
penelitian dan sifat-sifat populasi.
5.
Menentukan besarnya sample
Meskipun besar
/ kecilnya sample belum menjamin representative atau tidaknya suatu sample,
tetapi penentuan besarnya sample merupaka langkah penting dalam pengambilan
sample. Secara statistic penentuan besarnya sample ini akan tergantung pada
jenis dan besarnya populasi.
6.
Menentukan unit sample yang diperlukan
Menentukan unit sampel yang diperlukan akan memudahkan dalam menentukan
unit mana yang akan dijadikan sampel.
7.
Memilih sample
Apabila
karakteristik populasi sudah ditentukan dengan jelas, maka kita dapat dengan
mudah memilih sample sesuai dengan karakteristik populasi tersebut. Dalam
memilih sample dari populasi ini berdasarkan pada teknik-teknik pengambilan
sample
D. TEKNIK SAMPLING
Secara garis besar hanya ada 2 jenis sample yaitu sample-sampel
probabilitas (probability sample) atau sering disebut random sample ( sampel
acak ) dan sample-sampel non-probabilitas ( non-probability sample ).
a.
Random Sampling
Yaitu
pengambilan sample secara random atau acak, dan sample yang diperoleh disebut
sample random. Teknik random sampling ini hanya boleh digunakan apabila setiap
unit atau anggota populasi itu bersifat homogen. Hal ini berarti setiap anggota
populasi itu mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sample.
Teknik random sample ini dapat dibedakan menjadi :
1.
Pengambilan sample secara
acak sederhana (Simple random sampling)
Hakikat dari
pengambilan sample secara acak sederhana adalah bahwa setiap anggota atau unit
dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sample.
Apabila besarnya sample yang diinginkan itu berbeda-beda maka besarnya
kesempatan dari setiap elemen untuk terpilih pun berbeda-beda. Teknik
pengambilan sample secara acak sederhana ini dibedakan menjadi dua cara yaitu
dengan mengundi anggota populasi ( lottery technique ) atau teknik undian dan
dengan menggunakan table bilangan atau angka acak (random number).
2.
Pengambilan samplesecara
acak sistematis (systematic sampling)
Teknik ini
merupakan modifikasi dari sample random sampling. Caranya adalah membagi jumlah
atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah sample yang diinginkan. Hasilnya
adalah interval sample. Sample diambil dengan membuat daftar elemen atau anggota
populasi secara acak antara 1 sampai dengan n. kemudian membagi dengan jumlah
sample yang diinginkan, misalnya hasil sebagai interval adalah X, maka yang
terkena sample adalah setiap kelipatan dari X tersebut. Contoh, jumlah populasi
200, sample yang diinginkan 50, maka intervalnya adalah 200 : 50 = 4. Maka
anggota populasi yang terkena sample adalah setiap elemen yang mempunyai
kelipatan 4 yakni 4, 8,12, 16 dan seterusnya
sampai mencapai 50 sample.
3.
Pengambilan sampel secara
acak stratifikasi (stratified sampling atau stratified random sampling)
Apabila suatu populasi terdiri dari unit yang mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda atau heterogen, maka teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah stratified sampling. Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi
karakteristik umum dari anggota populasi, kemudian menentukan strata atau
lapisan dari jenis karakteristik unit-unit tersebut. Penentuan strata ini dapat
didasarkan bermacam-macam, misalnya tingkatan sosial ekonomi pasien, tingkat
keparahan penyakit, umur penderita, dan lain sebagainya. Setelah ditentukan
stratanya barulah dari masing-masing strata ini diambil sampel yang mewakili
strata tersebut secara random atau acak.
Agar perimbangan sampel dari masing-masing strata itu memadai, maka dalam
teknik ini sering pula dilakukan perimbangan antara jumlah anggota populasi
berdasarkan masing-masing strata. Oleh sebab itu maka disebut pengambilan
sampel secara proportional stratified
sampling.
Pelaksanaan pengambilan sampel dengan stratified, mula-mula kita menetapkan
unit-unit anggota populasi dalam bentuk strata yang didasarkan pada
karakteristik umum dari anggota-anggota populasi yang berbeda-beda. Setiap unit
yang mempunyai karakteristik umum yang sama, dikelompokkan pada satu strata,
kemudian dari masing-masing strata diambil sampel yang mewakili.
Langkah-langkah yang ditempuh pengambilan sampel secara stratified adalah:
a)
Menentukan populasi penelitian.
b)
Mengidentifikasi segala karakteristik
dari unit-unit yang menjadi anggota populasi.
c)
Mengelompokkan unti anggota populasi
yang mempunyai karakteristik umum yang sama dalam suatu kelompok atau strata
misalnya berdasarkan tingkat pendidikan.
d)
Mengambil dari setiap strata sebagian
unit yang menjadi anggotanya untuk mewakili strata yang bersangkutan.
e)
Teknik pengambilan sampel dari
masing-masing strata dapat dilakukan dengan cara random atau non-random.
f)
Pengambilan sampel dari masing-masing
strata sebaiknya dilakukan berdasarkan perimbangan (proporsional).
4. Pengambilan sampel secara kelompok atau gugus
(cluster sampling)
Pada teknik ini sampel sampel bukan terdiri dari unit individu, tetapi
terdiri dari kelompok atau gugusan. Gugusan atau kelompok yang diambil sebagai
sampel ini terdiri dari unit geografis (desa, kecamatan, kabupaten, dan
sebagainya), unit organisasi, misalnya klinik, PKK, LKMD, dan sebagainya.
Penngambilan sampel secara gugus, peneliti tidak mendaftar semua anggota atau
unit yang ada di dalam populasi, melainkan cukup mendaftar banyaknya kelompok
atau gugus yang ada di dalam populasi itu. Kemudian mengambil sampel
berdasarkan gugus-gugus tersebut. Misalnya penelitian tentang kesinambungan
imunisasi anak balita di Kecamatan X yang terdiri dari 15 desa atau kelurahan,
dengan sampel sebesar 20%. Pengambilan sampel secara gugus adalah dengan mengambil
3 kelurahan dari 15 kelurahan yang ada di Kecamatan X tersebut secara random.
Kemudian semua anak balita yang berdomisili di tiga keluharan yang terkena
sampel tersebut itulah yang diteliti.
5. Pengambilan sampel secara gugus bertahap
(multistage sampling)
Pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan berdasarkan tingkat wilayah
secara bertahap. Hal ini memungkinkan untuk dilaksanakan bila populasi terdiri
dari bermacam-macam tingkat wilayah. Pelaksanaannya dengan membagi wilayah
populasi ke dalam sub-sub wilayah, dan tiap sub wilayah dibagi ke dalam
bagian-bagian yang lebih kecil, dan seterusnya. Kemudian menetapkan sebagian
dari wilayah populasi (sub wilayah) sebagai sampel. Dari sub wilayah yang
menjadi sampel ditetapkan pula bagian-bagian dari sub wilayah sebagai sampel,
dan dari bagian-bagian yang lebih kecil tersebut ditetapkan unit-unit yang
terkecil diambil sebagai sampel. Misalnya pelaksanaan suatu penelitian di suatu
wilayah kabupaten. Mula-mula diambil beberapa kecamatan sebagai sampel, dari kecamatan-kecamatan
yang terkena sampel ini diambil beberapa kelurahan sebagai sampel, selanjutnya
dari kelurahan-kelurahan sampel ini diambil beberapa RW sebagai sampel, dan
dari beberapa RW sampel diambil lagi beberapa RT sebagai sampel, dan akhirnya dari
RT-RT yang terkena sampel tersebut diambil beberapa atau seluruh unit sebagai
sampel. Oleh sebab itu, pengambilan sampel semacam ini sering disebut area sampling atau pengambilan sampel
menurut wilayah.
b. Non Random (Non Probability) Sampling
Pengambilan sampel bukan secara acak atau random
adalah pengambilan sampel yang tidak didasarkan atas kemungkinan yang dapat
diperhitungkan, tetapi semata-mata hanya berdasarkan kepada segi-segi
kepraktisan belaka. Metode ini mencakup beberapa teknik antara lain sebagai
berikut:
1)
Porposive Sampling
Pengambilan sampel secara porposive didasarkan pada
suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri
atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Pelaksanaan
pengmabilan sampel secara porposive ini antara lain sebagai berikut:
Mula-mula peneliti mengidentifikasi semua
karakteristik populasi, misalnya dengan mengadakan studi pendahuluan/dengan
mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan populasi.
Kemudian peneliti menetapkan berdasarkan
pertimbangannya, sebagian dari anggota populasi yang menjadi sampel penelitian,
sehingga teknik pengambilan sampel secara porposive ini didasarkan pada
pertimbangan pribadi peneliti sendiri. Teknik ini sangat cocok untuk mengadakan
studi kasus (case study), di mana
banyak aspek dari kasus tunggal yang representatif untuk diamati dan
dianalisis.
2)
Quota Sampling
Pengambilan sampel secara quota dilakukan dengan
cara menetapkan sejumlah anggota sampel secara quotum atau jatah. Teknik sampling ini dilakukan dengan cara:
Pertama-tama menetapkan berapa besar jumlah sampel yang diperlukan atau
menetapkan quotum (jatah).
Kemudian jumlah atau quotum itulah
yang dijadikan dasar untuk mengambil unti sampel yang diperlukan. Anggota
populasi mana pun yang akan diambil tidak menjadi soal, yang penting jumlah quotum yang sudah ditetapkan dapat
dipenuhi.
3)
Accidental Sampling
Pengambilan sampel secara aksidental (accidental) ini dilakukan dengan
mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia. Bedanya dengan
porposive sampling adalah, kalau sampel yang diambil secara porposive berarti
dengan sengaja mengambil atau memilih kasus atau responden. Sedangkan sampel
yang diambil secara aksidental berarti sampel diambil dari responden atau kasus
yang kebetulan ada.
E. PENENTUAN
BESARNYA SAMPEL (SAMPLE SIZE)
Menetapkan besarnya atau jumlah sampel suatu
penelitian tergantung kepada dua hal, yaitu: Pertama, adanya sumber-sumber yang
dapat digunakan untuk menentukan batas maksimal dari besarnya sampel. Kedua, kebutuhan
dari rencana analisis yang menentukan batas minimal dari besarnya sampel.
Misalnya keterbatasan jumlah pewawancara atau pengumpul data, dan keterbatasan
sumber-sumber daya pendukung yang lain menuntut hanya jumlah sampel yang kecil.
Di lain pihak, agar memungkinkan hasil yang dapat dipercaya dari analisis tabel
silang, serta memberikan ketepatan tertentu dari perkiraan proporsi yang
diinginkan dan melakukan uji kemaknaan perbedaan-perbedaan proporsi tersebut
diperlukan jumlah sampel yang cukup besar.
Untuk menghitung minimum besarnya sampel yang
dibutuhkan bagi ketepatan (accuracy)
dalam membuat perkiraan atau estimasi proporsi-proporsi, kita perlu menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang antara lain sebagai berikut:
a
Berapa angka perkiraan yang masuk akal
dari proporsi-proporsi yang akan diukur dalam penelitian itu. Misalnya kita
akan meneliti prevalensi penyakit jantung koroner, kita harus memperkirakan
berapa angka prevalensi yang akan kita peroleh di dalam populasi. Apabila kita
tidak bisa memperkirakan hal itu, yang paling aman kita perkirakan angka
tersebut adalah 0,50 (50%). Dengan angka ini akan diperoleh variace yang maksimal sehingga sampel
yang dipilih cukup mewakili.
b
Berapa tingkat kepercayaan yang
diinginkan dalam penelitian tersebut, atau berapa jauh penyimpangan estimasi
sampel dari proporsi sebenarnya dalam keseluruhan populasi. Apabila kita
menginginkan derajat ketepatan yang tinggi maka diambil angka 0,01, maka jumlah
sampel akan lebih besar daripada kita memilih derajat ketepatan 0,05.
c
Berapa derajat kepercayaan (confidence level) yang akan digunakan, agar estimasi sampel akurat.
Pada umunya digunakan 91% atau 95% derajat kemaknaan (confidence level).
d
Berapa jumlah populasi yang harus
diwakili oleh sampel tersebut?
Apabila besar populasi itu lebuh dari 10.000, maka ketepatan besarnya
sampel tidak begitu penting. Tetapi bila populasi lebih kecil dari 10.000,
ketepatan atau besarnya sampel perlu diperhitungkan.
Dari jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di
atas, kita dapat menghitung besarnya sampel untuk mengukur proporsi dengan
derajat akurasi pada tingkatan statistik yang bermakna (significance) dengan menggunakan formula yang sederhana seperti di
bawah ini:
Keterangan:
d = Penyimpangan
terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan, biasanya 0,05 atau
0,001.
Z = Standar
deviasi normal, biasanya ditentukan pada 1,95 atau 2,0 yang sesuai dengan
derajat kemaknaan 95%.
p = Proporsi
untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada populasi. Apabila tidak diketahui
proporsi atau sifat tertentu tersebut, maka p = 0,05.
q = 1,0
– p
N = Besarnya
populasi.
n = Besarnya
sampel.
Contoh penggunaan:
Penelitian tentang status gizi anak balita di Kelurahan X
dengan jumlah populasi 923.000, di mana kasus atau prevalensi gizi kurang pada
populasi tersebut tidak diketahui. Berapa jumlah sampel yang harus diambil
apabila menghendaki derajat kemaknaan 95% dan dengan estimasi penyimpangan
0,05?
Jadi jumlah sampel yang akurat lebih kurang 480 atau 500.
Untuk populasi kecil atau lebih kecil
dari 10.000, dapat menggunakan formula yang lebih sederhana lagi seperti
berikut:
Keterangan:
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan
Rumus-rumus penetuan
besarnya sampel, antara lain disebutkan :
1. Dengan rumus Jacob Cohen :
N = L /f2
+ u + I
Dengan keterangan:
N : ukuran
sampel
F2
: Effect size
U : banyaknya
ubahan yang terkait dalam penelitian
L : Fungsi
power dari u, di peroleh dari table, t.s. 1%.
Power (p) =
0.95 dan effect size (f2) = 0.1
Harga L table dengan t.s. 1% power 0.95 dan u = 5
adalah 19.76
Maka dengan
rumus tersebut didapat :
N = (19.76 /
0.1) +5+1 = 203.6 dibulatkan 204
2. Dengan rumus berdasarkan
proporsi, ada 2 rumus.
a.
Dikemukakan oleh Issac dan Michael :
c2 NP ( 1 - P )
S =
D2 ( N – 1 ) + c2 P (1 –P)
Dimana :
S : ukuran sampel
N : ukuran populasi
P : proporsi dalam populasi
D : ketelitian ( error )
c2 : harga table
chi-kuadrat untuk µ tertentu
b.
Dikemukakan oleh Paul Leedy :
Dimana
N = ukuran Sampel
Z = Standar score
untuk …….. yang dipilih
E = Proposi
tertentu
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menentukan sampel antara lain:
1.
Sampel yang lebih besar akan memberikan
hasil yang lebih akurat, tetapi memerlukan lebih banyak waktu, tenaga, biaya,
dan fasilitas-fasilitas lain.
2.
pengambilan sampel acak memberikan data
kuantitatif yang lebih representarif dan populasi yang besar daripada
pengambilan sampel yang non random. Tetapi sampel yang non random dapat
digunakan untuk memaksimalkan data kualitatif dari sampel yang relatif kecil.
3.
Besar/kecilnya sampel bukan satu-satunya
ukuran untuk menentukan representatif atau tidak representatifnya terhadap
populasi. Hal ini tergantung pula pada sifat-sifat populasi yang diwakilinya.
3. Penelitian Kasus
Penelitian kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif,
terinci, mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu.
Ditinjau dari wilayahnya maka penelitain kasus hanya meliputi subjek atau
daerah yang sangat sempit. Tetapi ditinjau dari sifat penelitian, penelitian
kasus lebih mendalam.
Contoh:
Disuatu kelas terdapat satu orang siswa yang sangat menonjol, lain dari
yang lain.jika diajar tidak pernah tenang, sifatnay keras, suka
membantah.sikapnya berang tetapi prestasinya luar biasa baik. Siswa seperti ini
pantas dijadikan kasus artinya dijadikan subjek dalam penelitian kasus.
Didalam penelitian tersebut diselidiki apa sebab mempunyai tingkah laku
demikian .apa latar belakangnya bagaimana sejarahnya dan seterusnya. Penelitian
yang dilakukan oleh peneliti terhadap satu sekolahnya misalnya penelitian
tentang pelaksanaan kegiatan uks didaerah tersebut.dapat juga dipandang sebagai
penelitian kasus.kesimpulan tersebut hanya berlaku bagi sekolah yang diteliti.
Unit analisis
Masih ada satu hal yang cukup penting dalam maslah populasi dan sampel
yakni maslah penelitian. Yang dimaksud dengan unit anlisis dalam penelitian
adalah satuan tertentu yang diperhitungkan dalam subjek penelitian. Masih
banyak peneliti khususnya peneliti pemula yang masih bingung membedakan antara
pengertian objek penelitain subjek penelitian dan sumber data.
Contoh dalam penelitian pendidikan peneliti ingin mengetahui mengajar
yang banyak digunakan oeh guru guru sma . berdasrkan atas contoh penelitian ini
maka yang dimaksud dengan objek penelitian atau variabel penelitian adalah
metode mengajar, yang dimaksud dengan subjek penelitian adalah guru,dan sebagai
sumber data peneliti adlah guru itu sendiri,serta kepala sekolah yang sekiranya
mengetahui tentang jenis metode mengajar yang digunakan oleh guru.
PENGUMPULAN DATA
Berdasarkan
sumbernya, data dibagi menjadi:
a. Data Primer: Data yang
diusahakan/didapat oleh peneliti
b. Data Sekunder: Data yang didapat
dari orang/instansi lain
Data Sekunder cenderung
siap “pakai”, artinya siap diolah dan dianalisis oleh peneliti.
Contoh Instansi penyedia data:
• Biro Pusat
Statistik (BPS)
• Bank
Indonesia
• Badan
Meteorologi dan Geofisika
• dll.
Pengumpulan data primer
membutuhkan perancangan alat dan metode pengumpulan data.
Metode pengumpulan data penelitian:
a. Observasi
b. Wawancara
c. Kuesioner (Daftar Pertanyaan)
d. Pengukuran Fisik
e. Percobaan Laboratorium
Semua metode mensyaratkan
pencatatan yang detail, lengkap, teliti dan jelas. Untuk mencapai kelengkapan,
ketelitian dan kejelasan data, pencatatan data harus dilengkapi dengan:
• Nama
pengumpul data
• Tanggal dan
waktu pengumpulan data
• Lokasi
pengumpulan data
•
Keterangan-keterangan tambahan data/istilah/responden
Data yang diungkap dalam penelitian
dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : fakta, pendapat, dan kemampuan.
Untuk mengukur ada atau tidaknya serta besarnya kemampuan objek yang diteliti,
digunakan tes. Untuk manusia, instrument yang berupa tes ini dapat digunakan
untuk mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi. Untuk mengukur
kemampuan dasar antara lain: tes intelegensi (IQ), tes minat, tes bakat khusus,
dan sebagainya.
Untuk
mengatasi kecondongan (bias) hasil yang diperoleh tes, maka disarankan:
1.
Memberikan kesempatan berlatih kepada tester (orang yang melaksanakan
tes)
2.
Menggunakan tes lebih dari satu orang, kemudian hasilnya
dibandingkan
3.
Melengkapi instrument tes dengan manual (pedoman pelaksanaan)
selengkap dan sejelas mungkin
4.
Menciptakan situasi tes sedemikian rupa sehingga membantu
tester (orang yang mengejakan tes) tidak mudah terganggu oleh lingkungan
5.
Memilih situasi tes sebaik-baiknya
6.
Perlu menciptakan kerjasama yang baik dan rasa saling percaya
antara tester dengan tester
7.
Menentukan waktu untuk mengerjakan tes secara tepat, baik
ketepatan pelaksanaan maupun lamanya
8.
Memperoleh izin dari atasan apabila ets tersebut dilakukan di
sekolah maupun di kantor
Penggunaan Kuesioner dan Angket
Angket adalah suatu cara pengumpulan data atau suatu penelitian
mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum
(orang banyak). Angket ini dilakukan dengan mengederkan suatu daftar pertanyaan
yang berupa formulir-formulir, diajukan secra tertulis pada sejumlah subjek
untuk mendapat tanggapan, informasi, jawaban, dan sebagai nya. Teknik ini lebih
cocok dipakai untuk memperoleh data yang cukup luas dari kelompok/masyarakat
yang berpopulasi besar, dan bertebaran tempatnya. Biasanya pengirimannya
dilakukan melalui pos kepada responden.
Oleh karena
angket ini selalu berbentuk formulir-formulir yang berisikan
pertanyaan-pertanyaan (question), maka target sering disebut “questionare”.
Tetapi tidak bearti kuisioner itu sama
dengan angket. Sebab kuisioner (daftar pertanyaan) itu tidak selalu responden
sendiri yang mengisi, dimana kuisioner ditanyakan secar lisan kepada responden melalui wawancara, dan yang
mengisi kuisioner itu adalah interviewer
yang berdasarkan jawaban lisan dari responden. Jadi ada kuisioner yang lansung
diisi oleh responden sendiri, yang disebut “angket”, dan ada kuisioner sebagai
pedomen (pegangan) wawancara. Mengingat bahwa responden sendiri
yang harus mengisi
kuisioner tersebut, maka angket tidak dapat dilakukan untuk responden yang buta
huruf.
Sebelum
kuesioner disusun, maka harus dilalui prosedur :
1.
Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan kuesioner
2.
Mengidentifikasi variable yang akan dijadikan sasaran
kuesioner
3.
Menjabarkan setiap variable menjadi sub variable yang lebih
spesifik dan tunggal
4.
Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, sekaligus untuk
menentukan teknik analisisnya
Penentuan
sample sebagai responden kuesioner perlu mendapat perhatian. Apabila salah
menentukan sample, informasi yang kita butuhkan barangkali tidak kita peroleh
secara maksimal.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perlu tidaknya angket diberi nama adalah :
1.
Tingkat kematangan responden
2.
Tignkat subjektivitas item yang menyebabkan responden enggan
memberikan jawaban
3.
Kemungkinan tentang banyaknya angket
4.
Prosedur (teknik) yang akan diambil pada waktu menganalisis
data
Untuk
memperoleh kuesioner dengan hasil mantap adalah dengan proses uji coba. Sample
yang diambil
untuk keperluan uji coba harus lah sample dari populasi dimana sample
penelitian akan diambil.
Beberapa tingkat angket
a)
Menurut
sifat utamanya
1)
Angket
umum, yang berusaha sejauh mungkin untuk memperoleh selengkap-lengkapnya
tentang kehidupan seseorang.
2)
Angket
khusus, hanya berusaha mendapatkan data-data mengenai sifat khusus dari pribadi
seseorang.
b)
Menurut
cara penyampaiannya
1)
Angket
langsung,
apabila disampaikan lansung kepada orang yang dimintai informasinya tentang
dirinya sendiri.
2)
Angket
tak langsung,
apabila pribadi yang disuruh mengisi angket adalah bukan respoden langsung. Ia akan menjawab dan
memberikan informasi tentang diri orang lain.
c)
Menurut
bentuk strukturnya
1)
Angket
berstruktur, angket ini disusun sedemikian rupa tegas, dedinitif, terbata, dan
konkret, sehingga responden dapat dengan mudah mengisi atau menjawabnya.
2)
Angket
tak berstruktur, angket ini dipakai jika peneliti menghendaki suatu uraian dari
informan atau responden tentang suatu masalah dengan suatu penulisan atau
penjelasan yang panjang lebar. Jadi pertanyaannya bersifat terbukab dan bebas.
d)
Berdasarkan bentuk pertanyaannya atau menurut jenis penyusun
item yang diajukan, angket dibedakan menjadi :
a.
Angket
berbentuk isian, dimana
responden diberi kebebasan mengisi dengan jawaban yang sesuai menurut responden
(open ended item)
b.
Angket
berbentuk pilihan, dimana jawabannya telah disediakan (closed ended item)
Persiapan dan penyusunan angket
Kriteria yang perlu diperhatikan dalam
persiapan dan penyusunan angket, antara lain sebagai berikut :
-
Pertanyaan
harus singkat dan jelas terutama jelas bagi calon penjawab.
-
Jumlah
pertanyaan hendaknya dibuat sedikit mungkin, supaya penjawab tidak terlalu
membuang waktu.
-
Pertnyaan
hendaknya cukup meransang minat penjawab.
-
Pertanyaan
dapat “memaksa” penjawab untuk memberikan jawaban yang mendalam, tetapi “to the
point“.
-
Pertanyaan
jangan sampai menimbulkan jawaban yang meragukan.
-
Pertanyaan
jangan bersifat interogatif, dan jangan sampai menimbulkan kemarahan penjawab.
-
Pertanyaan
jangan sampai menimbulkan kecurigaan pada penjawab.
Disamping hal-hal tersebut, pada lembaran pertama dari angket harus
dijelaskan tentang tujuan penelitian, serta petunjuk-petunjuk/penjelasn tentang
bagaimana cara menjawab atau mengisi formulir angket tersebut.
Kelebihan :
-
Dalam
waktu singkat (serentak) dapat diperoleh data yang banyak
-
Menghemat
tenaga, an mungkin biaya.
-
Responden
dapat memilih waktu senggang untuk mengisinya, sehingga tidak terlalu terganggu
bila dibandingkan dengan wawancara.
-
Secara
psikologi responden tidak merasa terpaksa, dan menjawab lebih terbuka, dan
sebagainya.
Kekurangan:
-
Jawaban
akan
banyak dibumbui dengan sikap dan harapan-harapan pribadi, sehingga lebih
bersifat subjektif
-
Dengan
adanya bentuk ( susunan) pertanyaan yang sama untuk responden yang sangat
heterogen, maka penafsiran pertanyaan akan berbeda-beda sesuai dengan latar
belakang social, pendidikan, dan sebagainya dari responden.
-
Tidak
apat dilakukan pada masyarakat yang buta huruf.
-
Apabila
responden tidak dapat memahami pertanyaan/tak dapat menjawab, akan terjadi
kemacetan, dan mungkin responden tidak akan menjawab seluruh angket.
-
Sangat
sulit
memutuskan pertanyaan-pertanyaan secar cepat dengan menggunakan bahasa yang jelas atau
bahasa yang sederhana.
Penggunaan Metode Interview
Wawancara adalah suatu metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau
pendirian secara lisan
dari seseorang sasaran penelitian (responden) atau bercakap-cakap dengan orang
tersebut (face to face).
Jadi, data
tersebut diperoleh langsung dari responden melelui suatu pertemuan atau
percakapan. Wawancara sebagai pembantu utama dari metode observasi.
Gejala-gejala sosial yang tidak dapat terlihat atau diperoleh melalui
observasi dapat digali melalui wawancara.
Wawancara
bukanlah sekedar angka lisan saja, sebab dengan wawancara peneliti
akan dapat :
a.
Memperoleh
kesan langsung dari responden’
b.
Menilai
kebenaran yang dikatakan oleh responden
c.
Membaca
air muka atau mimic dari responden
d.
Memberikan
penjelaan bila pertnyaan tidak dimengerti responden.
e.
Memancing
jawaban bila jawaban buntu.
Di dalam wawancara hendaknya antara pewawancara
(interviewer) dengan sasaran (interviewee) :
a.
Saling melihat, saling mendengar dan saling
mengerti
b.
Terjadi
percakapan biasa, tidak terlalu kaku( formal)
c.
Mengadakan
persetujuan/perencanaan pertemuan dengan tujuan tertentu
d.
Menyadari
adanya kepentingan yang berbeda anatar pencari informasi dengan pemberi
informasi
Tekhnik wawancara
Berhasil
atau tidaknya wawancara pada garis besarnya tergantung pada 3 hal yaitu hubungan baik anata interviewer dengan
interviewee, keterampilan social interviewer serta pedoman dan cara pencatatan.
a.
Hubungan
baik antara pewawancara dengan sasaran (interviewee)
Dalam suatu wawancaara
interviewee akan memberikan informasi-informasi atau menjawab-menjawab
pertanyaan dengan baik atau benar, apbila teercipta suasana yang bebas dan
tidak laku. Suasana seperti ini akan dapat terbentuk apabila ada hubungan yang
baik, saling percaya mempercayai antara pewawancara dengan yang diwawancarai.
Suasana semacam ini disebut “rapport”. Jadi tugas pertama dari pewawancara
adalah menciptakan rapport ini. Untuk
menciptakan keadan ini dapat dicapai dengan :
1.
Lebih
dahulu mengadakan pembicaraan pendahuluan atau “ war ming up” untuk perkenalan
dan sekaligus untuk menjelaskan tujuan wawancara.
2.
Menggunakan
bahasa yang sederhana, mudah dimengerti. Apabila mungkin menggunakan bahasa
sehari-hari deri responden, atau mungkin bahasa daerah
3.
Masalah
dengan permasalhan yang sesuai dengan minat atau keahlian responden, sehingga
mereka tertarik lebih dahulu.
4.
Menciptakan
suasana yang bebas dan santai, sehingga responden tak merasa tertekan/terpaksa.
5.
Hindarkan
kesan kesan yang terburu-buru, tidak sabar, dan sikap yang kurang menghargai
(sinis).
6.
Memberikan
sugesti kepada interviewee bahwa keterangan atau jawaban mereka sangat
berharga, tetapi dijaga pula jangan sampai mereka “over acting”
7.
“probing”
(menstimulasi percakapan) . apbila jawaban itu masih kurang lengkap, atau
mungkin macet (tidak memperoleh jawaban dari interviewee, ransanglah sehingga
jawaban muncul). Hal ini disebut “probing”. Probing ini juga diperlukan untuk
mengarahkan atau menyaring jawaban-jawaban yang relevan.
8.
Hendaknya
bersikap hati-hati, jangan sampai menyentuh titik-titik kritik (kritikal
points) dari interviewee, misalnya hal-hal yang sangat sensitif dan rahasia.
9.
Harus
memegang teguh “kode etik” interviewer yang antara lain tidak membicarakan
dengan pihak siapapun tentang rahasia dari interviewee.
b.
Keterampilan
sosial interviewer
Seorang pewancara disamping
mempunyai tugas untuk menciptakan “raport” dengan responden, ia juga harus
mempunyai penampilan diri yang baik. Dengan kata lain ia harus mempunyai
keterampilan soaial.
Ketarampilan social
tersebut antara lain meliputi :
1.
Bersikap
ramah, sopan, dan berpakain rapi.
2.
Menggunakan
bahasa yang sopan, ringkas dan mudah ditangkap.
3.
Besikap
luwes, supel, dan bijaksana.
4.
Menggunakan
lagu dan nada suara yang menarik, tidak terlalu keras, tetapi juga jangan
terlalu lembut.
5.
Bersikap
responsif, pada saat tertentu dapat ikut merasakan sesuatu yang terjadi pada
diri interviewee. Misalnya, bila interviewee sedang mneceritakn penderitaan
atau kegembiraannya, interviewwr dapat menghayati.
6.
Memberikan
sugesti yang halus, tetapi tidak sampai mempengarui jawaban responden.
7.
Menunjukan
sikap keterbukaan dan setia, sukarela, tidak menunjukan sikap tertutup dan
terpaksa.
8.
Apabila
intervieweer menggunakan alat-alat pencatat (kuisioner misalnya), gunakan lah secara
informal. Bila mungkin tidak sampai terlihat oleh interviewee.
9.
Waktu
bicara tataplah wajah interviewee, demikian pula waktu mendengarkan
jawaban-jawaban dari mereka.
10.
Waktu
wawancara lebih baik, menyebut nama responden (interviewee) dari pada denagn sebutan
bapak, ibu, anda atau saudara. Misalnya “Bapak anak Pak Kijo” (lebih baik, dari
pada: Berapa anak bapak?”)
c.
Pedoman
dan cara pencatatan wawancara
Secara
garis besarnya pencatatan data wawancara dapat dilakukan dengan 5 cara, yaitu
pencatatan lansung, pencatatan ingatan, pencatatan dengan field ratting, dan
pencatatan dengan field coding.
a) Pencatatan
langsung
Maksudnya pewawancara
dengan langsung
mencatat jawaba-jawaban dari interviewee, sehingga alat-alat dan pedoman
penelitian interviewer harus selalu siap di tangan. Memang hal ini ada
keuntungannya, bahwa interviewer belum lupa tentang jawaban-jawaban atau data
yang diperoleh. Tetapi kerigiannya, hubungan wawancara dengan responden menjadi
kaku dan tidak bebas, sehingga rapport terganggu.
b) Pencatatan
dari ingatan
Dalam jenis pencatatan
ini, pencatatan dilakukan setelah wawancara selesai seluruhnya. Jadi dalam
wawancara ini tidak memegang apa-apa, sehingga hubungan antara kedua nelah
pihak tidak terganggu, dan rapport mudah tercipta. Tetapi cara ini mempunyai
beberapa kelemahan antara lain:
-
Banyak
data/jawaban yang hilang karena kelupaan
-
Banyak
data yang terdesak oleh keterangan-keterangan lain yang oleh informan
diceritakan secara menonjol dan dramatis.
-
Data
yang dicatat dari ingatan, terutama dalam waktu yang agak lama akan meengandung
banyak kesalahan.
-
Sering
juga data yang dicatat dari ingatan kehilangan sarinya.
c) Pencatatan
dengan alat recording
Pencatatn dengan alat recording ini
sangat memudahkan pewawancara, karena daoat mencatat jawaban secara tepat dan detail.
Pada saat ini banyak alat-alat elektronik semacam ini yang berukuran mini, yang
mudah dibawa kemana-mana dan tanpa memerlukan persiapan yang bearti secara
tidak terlalu mencolok.
Tetapi kelemahan
pencatatan dengan alat ini ialah, memerlukan kerja dua kali. Sebab interviewer
harus menyalin atau menulis bagi dari alat ercoding tersebut. Disamping itu
pencatatan semacam ini sangat mahal harganya.
d) Pencatatan
dengan field rating ( dengan angka)
Sebelum menagdakan
pencatatan dengan sendirinya intervieweer mempersiapkan lebih dahulu formulis
isian atau kuisioner atau data yang akan
ddikumpulkan, dan sekaligus memperhitungkan jawaban yang digolongkan dalam
kategori, tiap-yiap kategori diberi nilai “ kata nilai” misalnya kita ingin
mengukur tanggapan dan penilaian terhadap Program Keluarga Berencana, maka
jawaban yang kita sediakan :
-
Sangat
setuju sekali atau dengan angka 5
-
Sanagt
setuju, dengan angka 4
-
Setuju,
dengan angka 3
-
Tidak
setuju, dengan angka 2
-
Sangat
tidak setuju, dengan angka 1
-
Tidak
ada tanggapan , dengan angaka 0
e) Pencatatan
data wawancara dega kode (field coding)
Seperti pada field
rating, jawaban responden tidak dinilai dengan angka “kata angka” melainkan
hanya dengan tanda atau kode saja. Biasanya kode tersebut berupa huruf atau
tanda-tanda lain yang mengkiaskan jawaban-jawaban, misalnya dengan huruf A, B,
C. D dan sebagainya. Atau dengan tanda positif (+) atau engan tanda negative
(-), untuk jawaban “ya” atau “tidak”
Kelebihan
Dan Kekurangan Metode Wawancara
Kelebihannya:
1)
Metode
ini tidak akan menemui kesulitan meskipun respondennya buta huruf sekalipun,
atau pada lapisan masyarakat yang mana pun, karena alat utamanya adalah bahasa
verbal. Dengan pengertian, bahwa intervieweet harus dapat menyesuaikan bahasa
dan cara dengan latar belakang responden.
2)
Karena
keluwesan dan fleksibilitasnya ini, maka metode wawancara dan di pakai secara
verifikasi data terhadap data yang diperoleh dengan cara observasi ataupun
angket.
3)
Kecuali
untuk menggali informasi, sekaligus dipakai untuk mengadakan observaasi
terhadap prilaku pribadi.
4)
Merupakan
suatu tekni efektif untuk menggali gejala-gejala psychis, terutama yang berada
dibawah sadar.
5)
Dari
pengalaman para peneliti. Metode ini sangat cocok untuk dipergunakan dalam
pengumpulan data-data social.
Kekurangan-kekurangannya:
1)
Kurang
efesien, karena memboroskan waktu, tenaga, pikiran, dan biaya.
2)
Diperlukan
adanya keahlian/penguasaan bahasa dan interviewer.
3)
Memberikan
kemungkinan interviewer dengan sengaja memutarbalikan jawaban. Bahkan
memberikan kemungkinan interviewer untuk memalsukan jawaban yang dicatata dalam
wawancara (tidak jujur)
4)
Apabila
interviewer dan interviewee mempunyai perbedaan yang sanagt mencolok, sulit
untuk mengadakan repport sehingga data yang diperoleh kurang akurat.
5)
Jalannya
interview sangat dipengaruhi oleh situasi dan ondisi sekitar, sehingga aka
menghambat dan mempengaruhi jawaban dan data uynag diperoleh.
Sebagai
pengembangan dari metode wawancara disarankan penggunaan metode sarasehan
(round table). Metode ini dilakukan dalam kelompok, dimana para responden
diminta duduk melingkar dan pewawancara yang bertindak sebagai fasilitator
merupakan dalah satu dari anggota lingkaran.
Dibandingkan
dengan wawancara biasa, metode sarasehan memiliki keuntungan-keuntungan:
- Menghemat waktu karena dalam waktu yang bersamaan peneliti dapat mengetahui pendapat atau fakta yang dialami oleh sekelompok orang
- Pengumpulan data dilaksanakan dalam suasana santai, penuh rasa persahabatan dan kekeluargaan sehingga data yang diperoleh akan lebih objektif
- Peneliti akan dapat mengkait-kaitkan beberapa pertanyaan dalam menjalin pertanyaan yang komprehensif
Penggunaan Metode Observasi
Pengamatan
adalah suatu hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk
menyadari adanya rangsangan. Mula-mula rangsangan dari luar mengenai indera,
dan terjadilah penginderaan, kemudian apabila rangsangan tersebut menarik
perhatian akan dilanjutkan dengan adanya pengamatan.
Contoh : sebuah mobil di
depan kita akan menyebabkan penginderaan pada kita.
Apabila mobil
itu menarik perhatian kita, maka akan terjadi proses pengamatan. Pada
penginderaan tidak disertai keaktifan jiwa, sedangkan pada pengamatan disertai
keaktifan jiwa.
Dalam
penelitian, pengamatan adalah suatu prosedur yang berencana, yang antara lain
meliputi melihat dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada
hubungannya dengan masalah yang diteliti. Jadi didalam melakukan observasi
bukan hanya “mengunjungi”.”melihat”, atau “menonton” saja, tetapi disertai
keaktifan jiwa atau perhatian khusus dan melakukan pencatatan-pencatatan. Ahli
lain mengatakan, bahwa observasi adalah studi yang disengaja dan sistematik
tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psychis dengan jalan “mengamati”dan
“mencatat”.
Observasi
dapat dibantu dengan cara :
1.
Mengklasifikasikan
gejala-gejala yang relevan
2.
Observasi
diarahkan pada gejala-gejala yang relevan
3.
Menggunakan
jumlah pengamatan yang lebih banyak
4.
Melakuakn
pencatatan dengan segera
5.
Didukung
pula oleh alat-alat mekanik/elektronik seperti alat pemotret, film, tape
recorder, dan lain-lain
Sasaran pengamatan
Apabila seorang peneliti terjun
ke tengah-tengah masyarakat akan dijumpai banyak sekali kenyataan/
gejala-gejala social yang dijadikan sasaran pengamatan. Tetapi tidak semua yang
dilihat dan diamati itu diperlukan di dalam penelitian. Oleh karena itu,
sasaran pengamatan peneliti akan menghadapi kesukaran dalam menentukan apa yang
harus diamati dan diperintahkan dengan seksama, dan apa yang diabaikan.
Pembatasan
tentang sasaran pengamatan ini, sebaiknya dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum
peneliti mulai mengadakan pengamatan. Untuk membantu pembatasan sarana
penelitan ini peneliti dapat mempelajari teori-teori ataupun
pengetahuan-pengetahuan. Dari sini akan diperoleh gambaran mengenai
kenyataan-kenyataan yang perlu diperhatikan dalm mempelajari masalah social
tertentu. Misalnya, kita akan mengamati status social ekonomi seseorang,
disamping kita dapat mengamati kekayaannya, kita juga dapat mengamati
gejala-gejala lain yang menunjukkan tinggi rendahnya status social orang
tersebut, yang semua ini dapat dipelajari dalam literature atau
pengalaman-penagalaman.
Disamping itu,
untuk menetukan batas sasaran pengamatan diperlukan rangka penulisan yang
merupakan teori atau konsep-konsep dan hipotesis, yang telah disusun di dalam
suatu rancangan penelitian. Kemudian konsep atau pun hipotesis tersebut
dijabarkan pada instrument yang lebih konkret.
Beberapa jenis pengamatan
a.
Pengamatan terlibat (
observasi partisipatif )
Pada jenis pengamatan ini,
pengamat (observer) benar-benar mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh sasaran pengamatan (observee). Dengan kata lain, penagamat ikut
aktif berpartisipasi pada aktivitas dalam kontak social yang tengah diselidiki.
Jenis teknik ini biasanya digunakan di dalam penelitian yang bersifat
eksploratif, yang mula-mula dipakai dalam penelitian di bidang antropologi.
Tetapi akhirnya diterapkan pula terhadap kesatuan-kesatuan social lainnya.
Yang perlu diperhatikan di dalam observasi partisipasi ini adalah jangan
sampai mereka atau (observee) tahu bahwa pengamat yang berada di tengah –
tengah mereka sedang memperhatikan gerak gerik mereka oleh karena itu pada
pencatatan yang dilakukan oleh pengamat jangan sampai terlihat oleh sasaran pengamatan.
Apabila observe tahu bahwa mereka sedang diperhatikan, maka akan terjadi
kemungkinan – kemungkinan sebagai berikut:
·
Tingkah
laku mereka akan dibuat – buat.
·
Kepercayaan
mereka terhadap pengamat akan hilang, yang akhirnya menutup diri dan selalu
berprasangka.
·
Dapat
mengganggu situasi dan relasi pribadi.
·
Akibat
dari semua ini akan diperoleh data yang bias.
Agar observasi partisipatif ini berhasil perlu diperhatikan hal – hal
sebagai berikut:
·
Dirumuskan
gejala apa yang harus diobservasi.
·
Diperhatikan
cara pencatatan yang baik, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan.
·
Memelihara
hubungan baik dengan observee.
·
Mengetahui
batas intensitas partisipasi.
·
Menjaga
agar situasi dan iklim psikologi tetap wajar.
·
Sebaiknya
pendekatan pengamatan dilakukan melalui tokoh – tokoh masyarakat setempat ( key
person ).
b.
Pengamatan sistematis
Ciri utama jenis pengamatan ini
adalah mempunyai kerangka atau struktur yang jelas, dimana didalamnya berisikan
factor yang diperlukan, dan sudah dikelompokkan ke dalam kategori-kategori.
Dengan demikian maka materi observasi mempunyai skope yang lebih sempit dan
terbatas, sehingga pengamatan lebih terarah. Pada umumnya observasi sistematika
ini didahului suatu observasi pendahuluan, yakni dengan observasi partisipasif
guna mencari penemuan dan perumusan masalah yang akan dijadikan sasaran observasi.
Apabila dalam suatu observasi
tidak diadakan sistematika secara kategoris atau tidak mempunyai kerangka
struktur, maka pengamatan ini digolongkan dalam observasi non-sistematis. Hal
ini yang perlu diperhatikan oleh pengamat dalam pengamatan yang berstruktur ini
adalah agar bermacam-macam peralatan yang dipergunakan untuk mengadakan
pencatatan jangan sampai mengganggu hubungan antara pengamat itu sendiri dengan
observe (yang diamati).
c.
Observasi
eksperimental
Dalam observasi ini observe
dicoba atau dimasukkan ke dalam suatu kondisi atau situasi tertentu. Kondisi
dan situasi ini diciptakan sedemikian rupa sehingga yang akan dicari/diamati
akan timbul. Pengamatan dilakukan dengan amat diteliti, karena pada umumnya gejala-gejala social itu sulit
untuk ditimbulkan lagi meskipun dalam situasi dan kondisi yang sama.
Dalam jenis observasi ini semua kondisi dan factor-faktornya dapat diatur
dan dikendalikan, maka observasi eksperimental ini juga disebut pengamatan
terkendali. Keuntungan dari pengamatan terkendali ini antara lain : orang tidak
perlu menunggu terlalu lama timbulnya suatu gejala atau tingkah laku yang
diperlukan. Sebab gejala/tingkah laku yng sulit timbul dalam keadaan normal,
dengan stimulus/kondisi yang sengaja diciptakan itu,gejala-gejala tersebut
dapat muncul. Misalnya gejala frustasi, ketekunan, agresi, reaksi dan
sebagainya.
Namun demikian pengamatan jenis ini mempunyai kelemahan-kelemahan karena
hasilnya sering”bias”. Hal ini disebabkan karena orang-orang yang menjadi
sasaran pengamatan seolah-olah dipaksa untuk meninggalkan lingkungan mereka
yang asli, dan memasuki suatu tempat dan ruangan yang asing bagi mereka,
sehingga apa yang dilakukan mereka ditempat/situasi yang asing ini berbeda
dengan tingkah laku mereka selama di dalam percobaan dibuat-buat.
Sedikit untuk mengurangi kelemahan ini kadang-kadang digunakan”one way
screen”, yaitu suatu alat yang memungkinkan pengamat melihat segala sesuatu
yang terjadi atau yang diperbuat oleh observe di belakang layar, sedangkan
orang yang diamati tidak melihat pengamat(observer). Hal ini akan lebih
menjamin observe dapat bebuat bebas dan wajar.
Sering juga observasi eksperimental ini disebut observasi terkontrol,
karena dengan sengaja proses/gejala-gejalanya diusahakan agar dapat
dikendalikan dan dikontrol. Pengamatan semacam ini banyak dilakukan dalam
laboratorium ilmiah, klinik khusus, ruang-ruang penelitian dan sebagainya yang
mengadakan penyelidikan terhadap gejala kealaman dan fenomena social yang
sederhana (tidak kompleks ).
Tetapi pada kenyataan gejala social itu sangat kompleks, dimana satu
gejala social itu berada ditengah matrix social yang luas dan riil, yang
kondisi dan situasinya sulit untuk dikontrol. Maka timbullah observasi tidak
terkontrol, karena kondisi dan situasinya tidak dikendalikan oleh pengamat
untuk kemudian dilakukan pengontrolan. Untuk memepelajari fenomena social ini
digunakanlah teknik observasi partisipatif seperti telah diuraikan.
Kelebihan dan kekurangan teknik pengamatan
Kelebihan:
1.
Merupakan
cara pengumpulan data yang murah, mudah dan langsung guna mengadakan penelitian
terhadap macam-macam gejala.
2.
Tidak
mengganggu, sekurang-kurangya tidak terlalu mengganggu pada sasaran pengamatan
(observee).
3.
Banyak
gejala-gejala psychis yang penting yang tidak atau sukar diperoleh dengan teknik
angket ataupun interview, tetapi dengan metode ini mudah diperoleh.
4.
Dimungkinkan
mengadakan pencatatan secara serempak kepada sasaran pengamatan yang lebih
banayak.
Kekurangan :
1.
Banyak
peristiwa peikhlis tertentu yang tidak dapat diamati, misalnya harapan,
keinginan, dan masalah-masalah yang sifatnya sangat pribadi, dan lain-lain.
2.
Sering
memerlukan waktu yang lama, sehingga membosankan, karena tingkah-laku/gejala
yang dikehendaki tidak muncul-muncul
3.
Apabila
sasaran pengamatan mengetahui bahwa mereka sedang diamati, mereka akan
disengaja menimbulkan kesan-kesan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Jadi sifatnya dibuat-buat.
4.
Sering
objektifitas dari observer tidak dapat dihindari.
Beberapa alat observasi:
Seperti telah
disinggung didepan bahwa pelaksanaan observasi agar dengan cermat memeperoleh
data, diperlukan beberapa alat bantu. Alat-alat tersebut antara lain :
1.
Check
list
Adalah
suatu daftar pengecek, berisi nama subjek dan beberapa gejala/identitas lainnya
dari sasaran pengamatan. Pengamat tinggal memberikan tanda check(x) pada daftar
tersebut yang menunjukkan adanya gejala/cirri dari sasarn pengamatan. Check
list ini dapat bersifat individual dan juga dapat bersifat kelompok. Kelemahan
check-list ini adalah hanya dapat menyajikan data yang dasar saja, hanya
mencatat ada atau tidaknya suatu gejala.
Contoh
check list:
Check list kelompok
Faktor2/Gejala
Nama
|
Disiplin
|
Kecerdasan
|
Ketekunan
|
Keterampilan
|
1.
Ali
2.
Badu
3.
Cholik
4.
Dadang
5.
Dst.
|
V
V
V
V
V
|
V
V
V
V
V
|
V
V
V
V
V
|
V
V
V
V
V
|
*kelemahan
check list ini adalah hanya dapat menyajikan data yang kasar, sebab hanya
mencatat ada atau tidaknya suatu gejala.
2. Skala
penilaian (Rating scale)
Skala ini
berupa daftar yang berisikan cirri-ciri tingkah laku, yang dicatat secar
bertingkat. Rating scale ini dapat merupakan satu alat pengumpulan data untuk
menerangkan, menggolongkan dan menilai seseorang atau suatu gejala. Skala
penilaian ini dapat berbentuk berbagai macam, anatara lain :
a.
Bentuk
kuantita yang menggunakan score atau rangking.
Contoh
: Penilaian terhadap gejala tertentu sebagai berikut :
Gejala
|
Skor 1
|
Skor 2
|
Skor 3
|
Skor 4
|
Skor 5
|
Kerja sama
Kerajinan
Partisipasi
Ketekunan
Dsb.
|
|
X
X
|
X
|
|
X
|
Pengamat
tinggal memberikan score dari gejala yang diamati denagn sendirinya menurut
“judgment” pengamat itu sendiri.
b.
Rating
scale dalam bentuk screening
Contoh
: Kerja sama
----------------------- dapat/mau bekerja sama dengan orang lain
----------------------- kadang-kadang mau bekerjasama, tetapi tidak
efektif
----------------------- mau bekerjasama, tetapi dengan orang-orang
tertentu saja
----------------------- bekerja sama secara baik dengan orang lain.
----------------------- bekerja sama baik sekali dengan setiap orang
Pengamat
memerikan tanda check di muka pertanyaan-pertnyaan yang telah tersusun
Penggunaan Metode Dokumentasi
Metode
dokumentasi, yaitu mncari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa
catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat,
lengger, agenda, dan sebagainya. Dibandingkan dengan metode lain, maka metode
ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya
masih tetap, belum berubah.
UJI STATISTIK ( UJI
HIPOTESIS )
Setelah
diketahui karakteristik masing-masing variable dapat diteruskan analisa yang
lebih lanjut. Apabila diinginkan analaisis hubungan anatra 2 variabel, maka
analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat. Untuk mengetahui hubungan 2
variabel tersebut biasanya digunakan prosedur pengujian statistik/uji
hipotesis.
Pengujian
hipotesis dapat berguna untuk membantu pengambilan keputusan tentang apakah
suatu hipotesis yang diajukan, cukup meyakinkan untuk ditolak atau tidak ditolak. Keyakinan ini didasarkan
pada besarnya peluang untuk memperoleh hubungan tersebut secara kebetulan (by chance).
Semakin kecil peluang tersebut, semakin besar keyakinan bahwa hubungan tersebut
memang ada.
Prinsip uji hipotesis
adalah melakukan perbandingan antara nilai sampel (data hasil penelitian)
dengan nilai hipotesis (nilai populasi) yang diajukan. Peluang untuk diterima
dan ditolaknya suatu hipotesis tergantung besar kecilnya perbedaan antara nilai
sampel dengan nilai hipotesis. Bila perbedaan tersebut cukup besar, maka
peluang untuk menolak hipotesis pun besar pula, sebaliknya bila perbedaan
tersebut kecil, maka peluang untuk menolak hipotesis menjadi kecil. Jadi, makin
besar perbedaan antara nilai sampel dengan nilai hipotesis, makin besar peluang
untuk menolak hipotesis.
HIPOTESIS
Hipotesis berasal dari
kata hupo dan thesis. Hupo artinya sementara/lemah kebenarannya dan thesis
artinya pernyataan/teori. Dengan demikian hipotesis berarti pernyataan
sementara yang perlu diuji kebenarannya. Untuk menguji kebenaran sebuah
hipotesis digunakan pengujian yang disebut pengujian hipotesis.Di dalam
pengujian hipotesis ditemui 2 jenis gipotesis, yaitu hipotesis nol (Ho) dan
hipotesis alternative (Ha)
a.
Hipotesis
Nol (Ho)
Hipotesis yang menyatakan tidak
ada perbedaan sesuatu kejadian antara kedua kelompok. Atau hipotesis yang
menyatakan tidak ada hubungan antara variable satu dengan variable yang lain.
Contoh
:
1.
Tidak
ada perbedaan berat badan bayi antara yang dilahirkan dari ibu yang merokok
dengan mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak merokok.
2.
Tidak
ada hubungan merokok dengan berat badan bayi.
b.
Hipotesis
alternative (Ha)
Hipotesis yang menyatakan ada perbedaan
satu kejadian antara kedua kelompok. Atau hipotesis yang menyatakan ada
hubungan variable satu dengan variable yang lain.
Contoh
:
1.
Ada
perbedaan berat badan bayi antara mereka yang melahirkan dari ibu yang
merokok dengan mereka yang dilahirkan dari
ibu yang tidak merokok.
2.
Ada
hubungan merokok dengan berat badan bayi
ARAH/BENTUK UJI HIPOTESIS
Bentuk hipotesis
alternative akan menentukan arah uji statistik apakah satu arah (one tail) atau
dua arah (two tail).
1.
One
tail (satu sisi) : bila hipotesis alternatifnya menyatakan adanya perbedaan dan
adanya pernyataan yang mengatakan hal yang satu lebih tinggi/rendah dari hal yang lain.
Contoh : berat badan
bayi dari ibu hamil yang merokok lebih kecil dibandingkan berat badan bayi dari
ibu hamil yang tidak merokok.
2.
Two
tail (sua sisi) merupakan hipotesis alternative yang hanya menyatakan perbedaan
tanpa melihat apakah hal yang satu lebih tinggi/rendah dari hal yang lain.
Contoh : berat badan
bayi dari ibu hamil yang merokok berbeda
dibandingkan berat badan bayi dari ibu yang tidak merokok. Atau dengan kata
lain : ada perbedaan berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari ibu
yang merokok dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok
PROSEDUR/LANGKAH UJI HIPOTESIS
A.
Menetapkan
Hipotesis
Menetapkan apakah hipotesis
menyatakan ada perbedaan atau tidak. Dari hipotesis alternative akan diketahui
apakah uji statistik menggunakan satu arah atau dua arah.
B.
Penentuan
uji statistik yang sesuai
Ada beragam uji statistik yang dapat digunakan. Setiap
uji statistik mempunyai persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Oleh karena
itu, harus digunakan uji statistik yang tepat sesuai dengan data yang diuji.
Jenis uji statistik sangat tergantung dari :
1.
Jenis
variable yang akan dianalisis
2.
Jenis
data apakah independen atau independen
3.
Jenis
distribusi data populasinya apakah mengikuti distribusi normal atau tidak
Sesuai gambaran, jenis uji statistic untuk
mengetahui perbedaan mean akan berbeda dengan uji statistic untuk mengetahui
perbedaan proporsi/persentase. Uji beda mean menggunakan uji T atau uji anova,
sedangkan uji untuk mengetahui perbedaan proporsi digunakan uji Chi-square.
C.
Menentukan
batas atau tingkat kemaknaan (level of significance)
Batas/tingkat
kemaknaan, sering juga disebut dengan nilai α.Penggunaan nilai alpha tergantung
tujuan penelitian yang dilakukan, untuk bidang kesehatan masyarakat biasanya
menggunakan nilai alpha 5%
D.
Penghitungan
uji statistic
Penghitungan uji
statistik adalah menghitung data sampel ke dalam uji hipotesis yang sesuai.
Misalnya kalau ingin menguji perbedaan mean antara dua kelompok, maka data
hasil pengukuran dimasukkan ke rumus uji T. Dari hasil perhitungan tersebut ,
kemudian dibandingkan dengan nilai populasi untuk mengetahui apakah ada
hipotesis ditolak atau gagal menolak hipotesis.
E.
Keputusan
uji statistik
Seperti telah
disebutkan bahwa hasil pengujian statistik akan menghasilkan dua kemungkinan keputusan yaitu menolak
Hipotesis nol dan Gagal menolak hipotesis nol. Keputusan uji statistik dapat
dicari dengan dua pendekatan: klasik dan pendekatan probablistik. Kedua
pendekatan secara jelas akan diuraikan sebagai berikut:
a.
Pendekatan
klasik
Untuk memutuskan apakah Ho ditolak atau gagal di
tolak dapat digunakan cara membandingkan nilai perhitungan uji statistic dengan
nilai pad table. Nilai table yang dilihat sesui dengan jenisdisribusi uji yang
kita lakukan. Misalnya, kalau kita lakukan uji Z maka nila table dilihat dari
table Z( table kurve normal). Besarnya nilai table sangat tergagtung dari nila
alfa yang kita gunakan dan juga tergantung dari apakah uji kita one tail ( satu
sisi/satu arah) atau two tail(dua sisi/dua arah)
b.
Pendekatan
probabilstik
Seiring dengan kemajuan perkembangan komputer maka
uji statistic dapat dengan mudah dan cepat dilakukan dengan program statistik
yang tersedia dipasaran seperti Epi info, SPSS, SAS dll. Setiap kita melakukan
uji statistik melalui program komputer maka akan ditampilkan atau dikeluarkan
nilai P (p value).Nilai P dapat kita gunakan untuk keputusan uji statistik
dengan cara membandingkan nilai P dengan nilai α (alpha). Ketentuan yang
berlaku sebagai berikut:
-
Bila
nilai p ≤ α, maka keputusan nya adalah Ho ditolak
-
Bila
nila p > α, maka keputusannya Ho gagal ditolak
Perlu
diketahui bahwa nilai p two tail adalah dua kali nilai p one tail berarti kalau
table yang digunakan adalah table one tail sedangkan uji statistik yang
dilakukan two tail maka niali p ditabel harus dikalikan 2. Dengan demikian dapt
disederhanakan dengan rumus : nilai P two tail = 2 x nilai p one tail
Pendekatan
probabilistic ini sekarang sudah mulai digunakan oleh para ahli statistik dalam
pengambilan keputusan uji statistic. Pada modul ini dalam memutuskan uji satistik juga menggunakan pendekatan ini.
Pengertian nilai P
Nilai p adalah nilai yang
menunjukkan besarnya peluang menolak Ho
dari data penelitian. Niali p dapat pula diartikan sebagai besar nilai peluang
hasil penelitian ( misalnya adanya perbedaan mean atau proporsi) terjadi karena
faktor kebetulan. Harapan kita nilai p
adalah sekecil mungkin, sebab bila nilai P-nya kecil, maka kita yakin bahwa
adanya perbedaan pada hasil menunjukkan pula adanya perbedaan pada hasil
penelitian menunjukkan pula adanya perbedaan di populasi. Dengan kata lain,
kalau nilai P-nya kecil maka perbedaan yang ada pada penelitian terjadi bukan
karena factor kebetulan (by chance)
Berbagai uji statistik yang dapat
digunakan untuk analisis bivariat :
Jenis variable:
VARIABEL I VARIABEL II JENIS2
UJI STATISTIK YANG DIGUNAKAN
KATAGORI KATAGORI CHI-SQUARE
KATAGORI NUMERIK UJI-T
ANOVA
NUMERIK NUMERIK KORELASI
REGRESI
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Populasi
adalah keseluruhan subjek penelitian, apabila seseorang ingin meniliti semua
elemen yang ada di wilayah penelitiannya merupakan penelitian populasi. Sampel
adalah sebagian atau wakil populasi yang di teliti, dinamakan penelitian sampel
apabila kita bermaksud untuk mengeneralisasi hasil penelitian sampel, dan jika
hanya meneliti sebagaian dari populasi.
Secara garis
besar hanya ada 2 jenis sample yaitu sample-sampel probabilitas ( probability
sample ) atau sering disebut random sample ( sampel acak ) dan sample-sampel
non-probabilitas ( non-probability sample ).
Metode pengumpulan data penelitian:
a. Observasi
b. Wawancara
c. Kuesioner (Daftar Pertanyaan)
d. Pengukuran Fisik
e. Percobaan Laboratorium
Statistik
berarti berupa kumpulan data berupa angka,bisa berarti keseluruhan metode
pengumpulan data. Statistik diartikan sebagai ilmu yakni ilmu pengetahuan
yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan, pencatatan, pengolahan, dan
pengambilan keputusan yang beralasan berdasarkan penganalisaan yang dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar