ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APENDIKSITIS
A.
Pengertian
Apendiksitis adalah peradangan dari
apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering
(Mansjoer,2000).
Apendiksitis adalah radang apendiks,
suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior
dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen
oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakan penyakit prototip
yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu
bervariasi (Sabiston, 1995).
Apendiksitis akut adalah penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
B.
Etiologi
Menurut
Syamsyuhidayat, 2004 :
- Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
- Tumor apendiks.
- Cacing ascaris.
- Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
- Hiperplasia jaringan limfe.
Menurut
Mansjoer , 2000 :
- Hiperflasia folikel limfoid.
- Fekalit.
- Benda asing.
- Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
- Neoplasma.
Menurut
Markum, 1996 :
- Fekolit
- Parasit
- Hiperplasia limfoid
- Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya
- Tumor karsinoid
C.
Patofisiologi
Menurut
Mansjoer, 2000 :
Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya
penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda
asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan
akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai
kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan
menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. invasi
kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa,
lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah
peritonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi mukus terus
berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi
vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di
area kanan bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu
akan terjadi infark diding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini
disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah,
akan menyebabkan apendisitis perforasi.
Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum
dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu
massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
C.
Tahapan Peradangan Apendisitis
- Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforasi)
- Apendisitis akuta perforate ( termasuk apendisitis gangrenosa, karena dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi)
D.
Manifestasi Klinik
Menurut
Betz, Cecily, 2000 :
- Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
- Anoreksia
- Mual
- Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
- Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
- Nyeri lepas.
- Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
- Konstipasi.
- Diare.
- Disuria.
- Iritabilitas.
- Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.
Manifestasi
klinis menurut Mansjoer, 2000 :
Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri
di daerah umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam
2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan
diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise,
dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi
kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya
penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri
abdomen bawah akan semakin progresif, dan denghan pemeriksaan seksama akan
dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran
kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme
biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan
semakin meyakinkan diagnosa klinis. Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang
khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan
bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di
sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual
hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan
daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan,
nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya
bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil,
nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu
terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang
bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
E.
Komplikasi
Menurut
Hartman, dikutip dari Nelson, 1994 :
1. Perforasi.
2. Peritonitis.
3. Infeksi
luka.
4. Abses
intra abdomen.
5. Obstruksi
intestinum.
Menurut Mansjoer, 2000 :
Apendiksitis adalah penyakit yang jarang
mereda dengan spontan, tetapi peyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai
kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi
jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa
tersebut. Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot
dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang
terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila
perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak
klien pertam akali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi
spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan
tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium,
pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang,
pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik
yang sesuai dengan kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia, dan penanganan
syok septik secara intensif, bila ada.
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba
massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau
vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin,
gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan
segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada
abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis
yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu
dibuatkan drainase.
Tromboflebitis supuratif dari sistem
portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus
dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus
setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian
antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang terjadi ialah abses
subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga
dapat terjadi akibat perlengketan.
F.
Pemeriksaan
Pemeriksaan
menurut Betz(2002), Catzel(1995), Hartman(1994), antara lain :
Anamnesa
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah
- Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
- Muntah oleh karena nyeri viseral.
- Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
- Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
Pemeriksaan
Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak
dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi
peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya
sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada
fecolit (sumbatan). pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam
diafragma.
Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan
umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari 13000/mm3 umumnya pada
apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak menyingkirkan
apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan urin :
sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal
bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan
laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan
perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin)
nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis
infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
G.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
- Sebelum operasi
a. Pemasangan
sonde lambung untuk dekompresi
b. Pemasangan
kateter untuk control produksi urin.
c. Rehidrasi
d. Antibiotic
dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
e. Obat-obatan
penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh
– pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
f. Bila
demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
- Operasi
a. Apendiktomi.
b. Apendiks
dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis dan antibiotika.
c. Abses
apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses
mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi
dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
- Pasca operasi
a. Observasi
TTV.
b. Angkat
sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat
dicegah.
c. Baringkan
pasien dalam posisi semi fowler.
d. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.
e. Bila
tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai
fungsi usus kembali normal.
f. Berikan
minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan
harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
g. Satu
hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama
2×30 menit.
h. Pada
hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
i. Hari
ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
- Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai dengan :
a. Keadaan
umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
b. Pemeriksaan
lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda
peritonitis
c. Laboratorium
masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.
- Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan :
a. Umumnya
klien berusia 5 tahun atau lebih.
b. Keadaan
umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi.
c. Pemeriksaan
lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa
dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
d. Laboratorium
hitung lekosit dan hitung jenis normal.
- Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.
\
Asuhan
Keperawatan Apendiksitis
A.
Pengkajian
Pengkajian
menurut Smeltzer (2003) dan Betz
(2002), antara lain :
- Wawancara Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
a. Keluhan
utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut
kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam
kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau
timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien
mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat
kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien
sekarang ditanyakan kepada orang tua.
c. Diet,kebiasaan
makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan
eliminasi.
- Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan
fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
b. Sirkulasi
: Takikardia.
c. Respirasi
: Takipnoe, pernapasan dangkal.
d. Aktivitas/istirahat
: Malaise.
e. Eliminasi
: Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
f. Distensi
abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising
usus.
g. Nyeri/kenyamanan,
nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk,
atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
h. Demam
lebih dari 380C.
i. Data
psikologis klien nampak gelisah.
j. Ada
perubahan denyut nadi dan pernapasan.
k. Pada
pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada
daerah prolitotomi.
l. Berat
badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
- Pemeriksaan Penunjang
a. Tanda-tanda
peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat “ileal
atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
b. Laju
endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
c. Urine
rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
d. Peningkatan
leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
e. Pada
enema barium apendiks tidak terisi.
f. Ultrasound:
fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
B.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusan diagnosa
keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain :
- Pre Operasi
Nyeri
akut berhubungan dengan proses penyakit.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
- Intra Operasi
Resiko
Cedera
Hipotermia
b.d proses pemajanan tubuh terhadap suhu ruangan
Resiko
Infeksi b.d prosedur invasif
- Post Operasi
Nyeri
berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
Resiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
C. Intervensi
Keperawatan
Intervensi menurut Mc.Closkey
(1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan
menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain :
Pre
Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan
proses penyakit.
Tujuan
:Nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria
Hasil :
- Nyeri berkurang
- Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
- Kegelisahan atau keteganganotot
- Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
- Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Intervensi
a. Lakukan
pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor
presipitasinya.
b. Observasi
ketidaknyamanan non verbal.
c. Gunakan
pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan
perawatan yang tidak terburu-buru.
d. Kendalikan
factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
e. Anjurkan
pasien untuk istirahat.
f. Libatkan
keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
g. Kolaborasi
medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien
adekuat.
Kriteria
Hasil :
a. Mempertahankan
berat badan.
b. Toleransi
terhadap diet yang dianjurkan.
c. Menunjukan
tingkat keadekuatan tingkat energi.
d. Turgor
kulit baik.
Intervensi
- Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
- Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
- Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
- Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
- pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.
Intra
Operasi
Dx I : Resiko
tinggi cedera berhubungan dengan kesadaran pasien yang belum optimal
Rencana
Keperawatan
Tujuan :
Resiko cedera menurun (perilaku
keamanan : pencegahan jatuh)
Kriteria Hasil: dalam waktu 15 menit,
klien dapat:
- Mencegah terjadinya cedera
- Kesadaran optimal
- Mengembangkan strategi pengendalian resiko cedera.
Intervensi
- Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan, misal : defisit motorik/sensorik, perubahan status fisik, tingkat kesadaran klien
- Identifikasi faktor lngkungan yang memungkinkan resiko jatuh (posisi pasien senyaman mungkin)
- Pantau tingkat kesadaran pasien
- Pantau pergerakan abnormal dari pasien
- Pasang pengaman tangan dan fiksasi ekstremitas
- Jadikan operator dan asisten operator sebagai pengaman samping klien
Dx II Hipotermia b.d proses
pemajanan tubuh terhadap suhu ruangan
Tujuan : Kontrol temperatur
Kriteria Hasil :
a.
Temperatur ruangan
nyaman
b.
Tidak terjadi
Hipotermia
Intervensi :
a.
Atur suhu ruangan
senyaman mungkin
b.
Tutupi tubuh klien
diluar area operasi dengan kain steril
c.
Ganti selimut yang
basah dengan yang kering setelah operasi
d.
Pantau TTV terutama
suhu tubuh
e.
Pantau pasien
menggigil.
Dx III Resiko
Infeksi b.d prosedur invasive
Tujuan : Tidak terjadi Infeksi
Kriteria Hasil :
- klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi
- jumlah leukosit dalam batas normal
Intervensi :
a.
gunakan alat pelindung
diri selama tindakan
b.
Periksa dan atur
suhu ruangan 20 – 24OC
c.
Pastikan pasien
memakai pakaian operasi
d.
Gunakan alat-alat
steril untuk tindakan aseptik
e.
Desinfeksi area
operasi
f.
Gunakan gaun dan
sarung tangan steril
Post
Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang
- Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
- Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
- Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Intervensi
a. Lakukan
pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.
b. Observasi
ketidaknyamanan non verbal
c. Gunakan
pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan
perawatan yang tidak terburu-buru.
d. Kendalikan
factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan.
e. Anjurkan
pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.
f. Libatkan
keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
g. Kolaborasi
medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Resiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan dapat
mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Kriteria Hasil :
a.
Mempertahankan urine
output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal.
b.
Tekanan darah, nadi,
suhu tubuh dalam batas normal.
c.
Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
d.
Tidak ada rasa haus
yang berlebihan.
Intervensi
- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
- Monitor vital sign dan status hidrasi.
- Monitor status nutrisi
- Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
- Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
- Atur kemungkinan transfusi darah.
DAFTAR
PUSTAKA
Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku
Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC
Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta
Pediatri. Jakarta: EGC.
Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome
Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing
Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah.
Jakarta : EGC.
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar