BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan Berwawasan Kesehatan diarahkan untuk
mencapai tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945, yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia;
memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut
menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
Arah Pembangunan Berwawasan Kesehatan juga sudah
tercantum secara ringkas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Untuk dapat memberikan kejelasan yang lebih spesifik dari arah pembangunan
kesehatan tersebut, maka dipandang perlu ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Bidang Kesehatan.
B. Tujuan
Tujuan Umum :
Pembaca dapat mengetahui Pembangunan Berwawasan
Kesehatan secara umum dan menyeluruh
Tujuan Khusus :
- Mahasiswa dapat mengetahui tujuan pembangunan berwawasan kesehatan
- Mahasiswa dapat mengetahui sasaran Pembangunan Berwawasan Kesehatan
- mahasiswa dapat mengetahui upaya pokok pembangunan berwawasan kesehatan
- Mahasiswa dapat mengetahui strategi pembangunan kesehatan
BAB II
PEMBANGUNAN
BERWAWASAN KESEHATAN
A.Tujuan Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Tujuan pembangunan berwawasan kesehatan adalah
meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui
terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh
penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan
merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh
wilayah Republik Indonesia.
B. Sasaran Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Sasaran
pembangunan berwawasan kesehatan yang akan dicapai pada tahap ini diusulkan
dalam dua skenario. Dua skenario tersebut adalah skenario 2 dan skenario 4 dari
empat skenario yang dikemukakan dalam telaahan staf pada lampiran-1.
Indikator
|
Satuan
|
Keadaan
Tahun 2005
|
Sasaran
(skenario 2)
|
Sasaran
(scenario 4)
|
Umur Harapan
Hidup (UHH)
|
Tahun
|
69,0
|
73,7
|
73,7
|
Angka Kematian
Bayi (AKB)
|
Per 1000 kelahiran
hidup
|
32,3
|
15,5
|
15,5
|
Angka Kematian
Ibu (AKI) *
|
Per 100.000
kelahiran hidup
|
262
|
102
|
40
|
Prevalensi Gizi
Kurang pada Balita
|
Persen
|
26
|
9,5
|
9,5
|
C.Upaya Pokok Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan diutamakan bagi
penduduk rentan, yakni ibu, bayi, anak, usia lanjut dan keluarga miskin yang
dilaksanakan melalui pening-katan: Upaya Kesehatan; Pembiayaan Kesehatan; Sumber Daya Manusia Kesehatan; Obat dan
Perbekalan Kesehatan, Pemberdayaan
Masyarakat, dan Manajemen Kesehatan.
Upaya pokok
tersebut dilakukan dengan memperhatikan dinamika kependudukan, epidemiologi
penyakit, perubah-an ekologi dan lingkungan, kemajuan IPTEK, globalisasi dan
demokratisasi dengan semangat kemitraan, dan kerjasama lintas sektor.
Pembangunan
kesehatan diprioritaskan pada pemberda-yaan dan kemandirian masyarakat, serta
upaya kesehatan, khususnya upaya promotif dan preventif, yang ditunjang oleh
pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan.
Dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan tersebut diberikan perhatian khusus
kepada pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin, daerah tertinggal, daerah
bencana, daerah perbatasan, daerah terpencil termasuk pulau-pulau kecil, dengan
memperhatikan kesetaraan gender.
Untuk
mencapai sasaran pembangunan kesehatan pada tahun 2025, utamanya dalam upaya
penurunan AKI dan AKB, daya dorong (driving forces) strategis berikut ini harus
diupayakan secara konsisten (terutama bila skenario 4 yang ditetapkan):
- Adanya dukungan politis secara nasional dalam upaya penurunan AKI dan AKB.
- Semua desa memiliki tenaga bidan yang berkualitas (competence), yang ditunjang dengan dukungan operasional yang memadai.
- Semua Puskesmas telah memiliki tenaga dokter, tenaga paramedis dan non medis sesuai standar, dengan dukungan sarana dan biaya operasional yang memadai (institutional competence).
- Terselenggaranya sistem pembiayaan kesehatan yang berdasarkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
- Pemberdayaan masyarakat dalam upaya kesehatan ibu dan anak dapat lebih ditingkatkan.
- Semua desa telah memiliki Pondok Bersalin Desa atau Poliklinik Desa yang dilengkapi dengan sarana dan biaya operasional yang memadai.
- Semua Posyandu telah direvitalisasi dan aktif melak-sanakan kegiatan minimun sebulan sekali.
- Semua Puskesmas mampu melaksanakan Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Dasar (PONED).
- Semua rumah sakit di kabupaten/kota mampu melak-sanakan Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Kompre-hensif (PONEK).
D.
Strategi
Pembangunan Kesehatan
Untuk mencapai tujuan dan upaya pokok pembangunan
kesehatan, maka strategi pembangunan kesehatan yang akan ditempuh sampai tahun
2025 adalah:
- Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
Pembangunan
kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat yang
sangat fundamental. Pembangunan kesehatan juga sekaligus sebagai investasi
pembangunan nasional. Dengan demikian pembangunan kesehatan merupakan bagian
dari pembangunan nasional. Dalam kaitan ini pemba-ngunan nasional perlu
berwawasan kesehatan. Diharapkan setiap
program pembangunan nasional yang terkait dengan pembangunan kesehatan, dapat
memberikan kontribusi yang positif terhadap terca-painya nilai-nilai dasar
pembangunan kesehatan.
Untuk terselenggaranya
pembangunan berwawasan kesehatan, perlu dilaksanakan kegiatan advokasi,
sosi-alisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan, sehingga semua penyelenggara
pembangunan nasional (stake-holders) memahami dan mampu melaksanakan
pemba-ngunan nasional berwawasan kesehatan. Selain itu perlu pula dilakukan
penjabaran lebih lanjut dari pembangunan nasional berwawasan kesehatan,
sehingga benar-benar dapat dilaksanakan dan diukur tingkat pencapaian dan
dampak yang dihasilkan.
- Pemberdayaan Masyarakat dan Daerah
Masyarakat
makin penting untuk berperan dalam
pem-bangunan kesehatan. Masalah kesehatan perlu diatasi oleh masyarakat sendiri
dan pemerintah. Selain itu, banyak permasalahan kesehatan yang wewenang dan
tanggung jawabnya berada di luar sektor kesehatan. Untuk itu perlu adanya
kemitraan antar berbagai stakeholders pembangunan kesehatan terkait.
Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya adalah melibatkan masyarakat untuk
aktif dalam pengabdian masyarakat (to serve), aktif dalam pelaksanaan advokasi
kesehatan (to advocate), dan aktif dalam mengkritisi pelaksanaan upaya
kesehatan (to watch).
Untuk
keberhasilan pembangunan kesehatan, penye-lenggaraan berbagai upaya kesehatan
harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik daerah. Oleh karenanya dalam
pembangunan kesehatan diperlukan adanya pendelegasian wewenang yang lebih besar
kepada daerah. Kesiapan daerah dalam menerima dan menjalankan kewenangannya
dalam pembangunan kesehatan, sangat dipengaruhi oleh tingkat kapasitas daerah
yang meliputi perangkat organisasi serta sumber daya manusianya. Untuk itu
harus dilakukan penetapan yang jelas tentang peran pemerintah pusat dan
pemerintah daerah di bidang kesehatan, upaya kesehatan yang wajib dilaksanakan
oleh daerah, dan pengembangan serta pemberdayaan SDM daerah.
- Pengembangan Upaya dan Pembiayaan Kesehatan
Pengembangan upaya kesehatan, yang mencakup upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan diselenggarakan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat (client oriented), dan dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, merata, terjangkau, berjenjang,
profesional, dan bermutu. Penyelenggaraan upaya ke-sehatan diutamakan pada
upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan, tanpa mengabaikan upaya pengobatan
dan pemulihan kesehatan. Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan dengan
prinsip kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan swasta.
Menghadapi
lingkungan strategis pembangunan keseha-tan, perlu dilakukan re-orientasi upaya
kesehatan, yaitu yang berorientasi terutama pada desentralisasi, globalisasi, perubahan
epidemiologi, dan menghadapi keadaan bencana.
Pengembangan
upaya kesehatan perlu menggunakan teknologi kesehatan/kedokteran dan
informatika yang semakin maju, antara lain: pembuatan berbagai vaksin, pemetaan
dan test dari gen, terapi gen, tindakan dengan intervensi bedah yang minimal,
transplantasi jaringan, otomatisasi administrasi kesehatan/kedok-teran, upaya
klinis dan rekam medis dengan dukungan komputerisasi, serta telekomunikasi
jarak jauh (tele-health).
Dalam 20
tahun mendatang, pelayanan RS terus di-kembangkan dan kegiatan-kegiatannya
harus bertumpu kepada fungsi sosial yang dikaitkan dengan sistem jaminan
kesehatan sosial nasional.
Puskesmas
harus mampu melaksanakan fungsinya sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan
kesehatan strata pertama.
Pembiayaan
kesehatan yang berasal dari berbagai sumber, baik dari pemerintah, masyarakat,
dan swasta harus mencukupi bagi penyelenggaraan upaya kesehatan, dan dikelola
secara berhasil-guna dan berdaya-guna. Jaminan kesehatan untuk menjamin
terpelihara dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan, diselenggarakan secara nasional dengan prinsip asuransi sosial dan
prinsip ekuitas.
Peran
swasta dalam upaya kesehatan perlu terus dikembangkan secara strategis dalam
konteks pembangunan kesehatan secara keseluruhan. Interaksi upaya publik dan
sektor swasta penting untuk ditingkatkan secara bertahap.
- Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
ter-jangkau oleh seluruh lapisan masyarakat tidak akan terwujud apabila tidak
didukung oleh sumber daya manusia kesehatan yang mencukupi jumlahnya, dan profesional, yaitu sumber daya manusia
kesehatan yang mengikuti perkembangan IPTEK, menerapkan nilai-nilai moral dan
etika profesi yang tinggi. Semua
tenaga kesehatan dituntut untuk selalu menjunjung tinggi sumpah dan kode etik
profesi.
Dalam
pelaksanaan strategi ini dilakukan perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan, penentuan
standar kom-petensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan atau upaya peningkatan
kualitas tenaga lainnya yang berdasarkan kompetensi, registrasi, akreditasi,
dan legislasi tenaga kesehatan. Di samping itu, perlu pula dilakukan upaya
untuk pemenuhan hak-hak tenaga kesehatan termasuk pengembangan karirnya. Upaya
pengadaan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pemba-ngunan
kesehatan serta dinamika pasar di era globalisasi.
- Penanggulangan Keadaan Darurat Kesehatan
Keadaan
darurat kesehatan dapat terjadi karena ben-cana, baik bencana alam maupun
bencana karena ulah manusia, termasuk konflik sosial. Keadaan darurat kesehatan
akan mengakibatkan dampak yang luas, tidak saja pada kehidupan masyarakat di
daerah bencana, namun juga pada kehidupan bangsa dan negara. Oleh karenanya
penanggulangan keadaan darurat kesehatan yang mencakup upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perorangan, dilakukan secara komprehensif,
mitigasi serta didukung kerjasama lintas sektor dan peran aktif masyarakat.
E
Pembangunan
Kesehatan Daerah
Untuk
mengoptimalkan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan kerjasama
lintas sektor yang mantap. Demikian pula optimaliasi pembangunan berwawasan
kesehatan yang mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, menuntut
adanya penggalangan kemitraan lintas sector dan segenap potensi bangsa.
Kebijakan dan pelaksanaan pembangunan sektor lain perlu memperhatikan dampak
dan mendukung keberhasilan pembangunan kesehatan. Untuk itu upaya sosialisasi
masalah dan upaya pembangunan kesehatan sektor lain perlu dilakukan secara
intensif dan berkesinambungan. Kerjasama lintas sektor harus dilakukan sejak
perencanaan dan pengangggaran, pelaksanaan dan pengendalian, sampai pada
pengawasan dan penilaiannya (Dep.Kes R.I, 2003).
Sebagai
bentuk keterlibatan masyarakat dan instansi lintas sektor dalam pembangunan
kesehatan, perlu dibentuknya lembaga seperti "forum kesehatan
kabupaten/kota" atau yang sekarang dikenal dengan nama ' District Health
Comitte' (DHC) di tingkat Kabupaten dan Joint Health Council (JHC) di tingkat
provinsi. Keanggotaan JHC dan DHC bisa terdiri dari tokoh masyarakat, LSM,
kalangan swasta, DPRD, dan instansi pemerintah (Dinas Kesehatan, instansi
lintas sektor). DHC dan JHC dapat melakukan pertemuan secara berkala, turut
terlibat dalam menyusun rencana strategis kesehatan daerah dan memantau
akuntabilitas pelaksanaan pembangunan kesehatan daerah menurut Ascobat Gani,
yang dikutip oleh Departemen Kesehatan R.I ,
F. Peran
Masyarakat dalam kesehatan
1. Peran Serta Msyarakat sebagai suatu Kebijakan
Penganut
paham ini berpendapat bahwa peran serta masyarakat merupakan suatu
kebijaksanaan yang tepat dan baik untuk dilaksanakan. Paham ini dilandasi oleh
suatu pemahaman bahwa masyarakat yang potensial dikorbankan atau terkorbankan
oleh suatu proyek pembangunan memiliki hak untuk dikonsultasikan (right to be
consulted).
2. Peran Serta Masyarakat sebagai Strategi
Penganut
paham ini mendalilkan bahwa peran serta masyarakat merupakan strategi untuk
mendapatkan dukungan masyarakt (ppublic support). Pendapat ini didasarkan
kepada suatu paham bahwa bila masyarakat merasa memiliki akses terhadap
pengambilan keputusan dan kepedulian masyarakat kepada pada tiap tingkatan
pengambilan keputusan didokumentasikan dengan baik, maka keputusan tersebut
akan memiliki kredibilitas.
3. Peran Serta Masyarakat sebagai Alat Komunikasi
Peran serta
masyarakat didayagunakan sebagai alat untuk mendapatkan masukan berupa
informasi dalam proses pengambilan keputusan. Persepsi ini dilandasi oleh suatu
pemikiran bahwa pemerintah dirancang untuk melayani masyarakat, sehingga
pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut adalah masukan yang bernilai
guna mewujudkan keputusan yang responsif.
4. Peran Serta Masyarakat sebagai Alat Penyelesaian Sengketa
Dalam
konteks ini peran serta masyarakat didayagunakan sebagai suatu cara untuk
mengurangi atau meredakan konflik melalui usaha pencapaian konsensus dari
pendapat-pendapat yang ada. Asumsi yang melandasi persepsi ini adalah bertukar
pikiran dan pandangan dapat menigkatkan pengertian dan toleransi serta
mengurangi rasa ketidakpercayaan (misstrust) dan kerancuan (biasess).
5. Peran Sera Masyarakat sebagai Terapi
Menurut
persepsi ini, peran serta masyarakat dilakukan sebagai upaya untuk
"mengobati" masalah-masalah psikologis masyarakat seperti halnya
perasaan ketidak berdayaan (sense of powerlessness), tidak percaya diri dan
perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting dalam masyarakat.
Dari sudut
teori politik, terdapat dua paham teori : teori Participatory Democracy, yang
menggugat paham teori Elite Democracy (Gibson, 1981). Paham Elite Democracy
melihat hakekat manusia sebagai mahluk yang mementingkan diri sendiri, pemburu
kepuasan diri pribadi dan menjadi tidak rasional terutama jika mereka dalam kelompok.
Oleh karena itu, dalam hal terjadi konflik kepentingan antara kelompok-kelompok
dalam masyarakat, maka pembuatan keputusan sepenuhnya merupakan kewenangan dari
kelompok elite yang menjalankan pemerintahan. Kalaupun peran serta masyarakat
itu ada, pelaksanaannya hanya terjadi pada saat pemilihan mereka-mereka yang
duduk dalam pemerintahan.
Paham
Participatory Democracy sebaliknya berpendapat bahwa manusia pada hakekatnya
mampu menyelaraskan lepentingan pribadi dengan kepentingan sosial. Penyelarasan
kedua macam kepentingan tersebut dapat terwujud jika proses pengambilan
keputusan menyediakan kesempatan seluas-luasnya kepada mereka untuk
mengungkapkan kepentingan dan pandangan mereka. Proses pengambilan keputusan,
yang menyediakan kelompok kepentingan untuk berperan serta didalamnya, dapat
mengantarkan kelompok-kelompok yang berbeda kepentingan mereka satu sama lain.
Dengan demikian, perbedaan kepentingan dapat dijembatani.
G. Hambatan
dalam pembangunan kesehatan
Masalah
lain yang diperhatikan adalah masalah kemiskinan di Indonesia. Bila kita
memperhatikan data terakhir dari BPS, berarti masih terdapat sekitar
76.800.000 penduduk miskin di Indonesia. Seperti diketahui kualitas pertumbuhan
pembangunan suatu bangsa dapat dilihat juga dari Indeks Kemiskinan Manusia
(IKM). Menurut UNDP nilai IKM Indonesia dewasa ini adalah 17,9 yang menduduki
peringkat ke-33 dari 99 negara yang dinilai.
Dengan
demikian masalah pembangunan di Indonesia masih sangat kompleks. IPM
Indonesia masih rendah dan IKM Indonesia juga masih tinggi. Derajat kesehatan
masyarakat sangat mempengaruhi IPM maupun IKM. Meskipun pembangunan kesehatan
yang telah kita laksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, telah berhasil
meningkatkan status kesehatan masyarakat dengan cukup bermakna, namun kita
masih menghadapi berbagai masalah dalam pembangunan kesehatan. Masalah pokok yang dihadapi dewasa ini dan
ke depan adalah :
Status
kesehatan masyarakat masih rendah, terutama pada masyarakat lapisan bawah atau
masyarakat miskin. Dari data yang ada dapat dikemukakan bahwa kematian bayi
pada kelompok masyarakat termiskin adalah sekitar 3,5 kali lipat lebih tinggi
dari kematian bayi pada kelompok masyarakat terkaya. Belum lagi disparitas
status kesehatan antar wilayah, yaitu antar antar perdesaan dan perkotaan,
antar daerah maju dengan daerah tertinggal/terpencil.
Angka
kesakitan dan kematian karena penyakit infeksi atau menular masih tinggi. Di
lain pihak angka kesakitan penyakit degeneratif mulai meningkat. Di samping itu
kita juga menghadapi berbagai masalah kesehatan akibat bencana. Oleh karenanya
kita menghadapi beban ganda atau double burden, bahkan “multiple burden” dalam
pembangunan kesehatan.
Sementara
itu perilaku masyarakat belum sepenuhnya mendukung upaya pembangunan kesehatan
dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Masalah
pokok lainnya dalam pembangunan kesehatan adalah pemerataan, keterjangkauan
atau akses pelayanan kesehatan yang bermutu/berkualitas masih rendah. Masalah
akses pelayanan kesehatan oleh masyarakat, dapat disebabkan karena geografi,
ekonomi, dan ketidak-tahuan masyarakat.
Berkaitan
dengan masalah akses dan mutu pelayanan kesehatan, masalah kurangnya tenaga
kesehatan dan penyebarannya yang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan juga
merupakan masalah yang pelik. Pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, daerah
terpencil, dan daerah perbatasan masih kurang dapat dilayani oleh tenaga
kesehatan yang memadai, baik jumlah maupun mutunya.
Kurangnya
tenaga kesehatan, apalagi yang berkualitas seperti yang diharapkan, sangat
berkaitan dengan permasalahan yang lebih hulu lagi, yaitu masalah pendidikan
tenaga kesehatan. Dari laporan yang paling mutakhir yang saya terima,
pendidikan tenaga dokter termasuk dokter spesialis menghadapi masalah yang
sangat serius, yaitu kurangnya tenaga pendidik. Masalah serius ini hanya dapat
diatasi dengan kerjasama lintas sektor yang sinergis.
Masalah
terakhir yang dikemukakan, mungkin pula dapat kita kategorikan sebagai
tantangan. Masalah tersebut berkaitan dengan kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah. Pembagian urusan antara berbagai jenjang pemerintahan belum
dapat ditetapkan secara tegas. Meskipun UU Nomor 22 tahun 1999 telah
diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, namun
pelaksanaannya belum dapat dirasakan, termasuk dalam penyelenggaraan pembangunan
kesehatan di daerah
H. Upaya
Pembangunan Kesehatan
- Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai lanjut usia.
- Meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan dan sarana prasarana dalam bidang medis, termasuk ketersediaan obat yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
- Mengembangkan sistem jaminan sosial tenaga kerja bagi seluruh tenaga kerja bagi seluruh tenaga kerja untuk mendapatkan perlindungan, keamanan, dan keselamatan kerja yang memadai, yang pengelolaannya melibatkan pemerintah, perusahaan dan pekerja.
- Membangun ketahanan sosial yang mampu memberi bantuan penyelamatan dan pemberdayaann terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial dan korban bencana serta mencegah timbulnya gizi buruk dan turunnya kualitas generasi muda.
- Membangun apresiasi terhadap penduduk lanjut usia dan veteran untuk menjaga harkat martabatnya serta memanfaatkan pengalamannya.
- Meningkatkan kepedulian terhadap penyandang cacat, fakir miskin dan anak-anak terlantar, serta kelompok rentan sosial melalui penyediaan lapangan kerja yang seluas-luasnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
- Meningkatkan kualitas penduduk melalui pengendalian kelahiran, memperkecil angka kematian, peningkatan kualitas program keluarga berencana.
- Memberantas secara sistematis perdagangan dan penyalahgunaan narkotik dan obat-obatan terlarang dengan memberikan sanksi yang seberat-beratnya kepada produsen, pengedar dan pemakai.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembangunan Berwawasan Kesehatan arah pem-bangunan
kesehatan merupakan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat termasuk swasta
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia ke depan.
Pembangunan berwawasan kesehatan ini diharapkan dapat
menjadi acuan dalam penyu-sunan rencana pembangunan kesehatan jangka
menengah (5 tahunan), Rencana Strategis
Departemen Kesehatan, dan Rencana Kerja Departemen Kesehatan. Pembangunan
berwawasan kesehatan bersama-sama dengan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka
Menengah juga diharapkan menjadi acuan dan pedoman dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) di bidang kesehatan dan Rencana
Strategis Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
B.
Saran
- Semoga makalah sederhana ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi pembaca
- makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama perawat dalam membuat asuhan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar