Asuhan Keperawatan Anak Dengan Labioskisis dan Labio-palato-gnatoskisis


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Labioskisis dan Labio-palato-gnatoskisis merupakan kelainan diduga terjadi akibat infeksi kronis yang diderita ibu pada kehamilan Trimester I. Bayi akan mengalami gangguan pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran pernafasan akibat aspirasi.


B. Maksud Dan Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan penulisan Laporan Pendahuluan ini adalah :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak yang diberikan oleh dosen
2. Menambah dan memperluas pengetahuan tentang Labio palato skisis bagi aapenulis.
3. Memberikan informasi kepada pembaca tentang Labio palato skisis bagi aaapembaca.

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan laporan ini, penulis menggunakan berbagai sumber dengan metode Pustaka. Dengan metode ini, penulis dapat melengkapi laporan sesuai dengan bahan-bahan yang penulis ambil dari buku-buku referensi sebagai bahan pendukung dan pelengkap materi.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Pengertian

a.       Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167)
b.      Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003)
c.       Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003)

Beberapa jenis bibir sumbing :
a.       Unilateral Incomplete. Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
b.      Unilateral complete. Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke hidung.
c.       Bilateral complete Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
d.      Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)

  2.  Etiologi
a.       Faktor herediter
b.      Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui
c.       Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan prosessus medialis menyatu
d.      Dapat dikaitkan abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen (agen/faktor yang menimbulkan cacat pada embrio).
e.       Beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin).
f.        Mutasi genetic atau teratogen.

  3. Patofisiolgi
a.       Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio pada trimester I.
b.      Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
c.       Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
d.      penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.

4. Manifestasi Klinis
  1. Deformitas pada bibir
  2. Kesukaran dalam menghisap/makan
  3. Kelainan susunan archumdentis.
  4. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
  5. Gangguan komunikasi verbal
  6. Regurgitasi makanan.
  7. Pada Labio skisis
  8. Distorsi pada hidung
  9. Tampak sebagian atau keduanya
  10. Adanya celah pada bibir
  11. Pada Palato skisis
a.      Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive.
b.      Ada rongga pada hidung.
c.      Distorsi hidung
d.     Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari
e.      Kesukaran dalam menghisap/makan.

5. Pemeriksaan Diagnostik
a.       Pemeriksaan prabedahrutin (misalnya hitung darah lengkap)
b.      Foto Rontgen
c.       Pemeriksaan fisik
d.      MRI untuk evaluasi abnormal

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
a.            Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara bertahap.
   Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis.
b.            Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas.Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-masing penderita.Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.

Penatalaksanaan Keperawatan
a.            Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi.
b.            Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka
c.             Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya.
d.            Diskusikan tentang pembedahan
e.             Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang positif terhadap bayi.
f.             Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.
g.            Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan pengobatan bayi.
h.            Teknik pemberian makan
i.              Penyebab devitasi
j.              Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate.
k.            Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot yang cocok.Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap.
l.              tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding mulut.
m.          Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah.
n.            Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan
o.            Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.
p.            Akhiri pemberian susu dengan air.
q.            Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas
r.             Pantau status pernafasan
s.             Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan
t.              Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi
u.            Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate
v.            Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau sendok.
w.          Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.
x.            Lanjutkan dengan diet lunak
y.            Sendawakan bayi selama pemberian makanan.
z.             Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak.
aa.        Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
bb.       Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis)
cc.         Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan.
dd.       Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan untuk mencegah terjadinya aspirasi.
ee.         Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik.
ff.          Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.
gg.        Perhatikan pendarahan, cdema, drainage.
hh.       Monitor keutuhan jaringan kulit
ii.             Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril, misal alat tensi

7.  Komplikasi
a.                  Gangguan bicara dan pendengaran
b.                 Terjadinya otitis media
c.                  Asirasi
d.                 Distress pernafasan
e.                  Risiko infeksi saluran nafas
f.                   Pertumbuhan dan perkembangan terhambat


B. Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiotalatos kisis dari keluarga, berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.

2. Pemeriksaan Fisik
a.       Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing.
b.      Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi
c.       Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d.      Kaji tanda-tanda infeksi
e.       Palpasi dengan menggunakan jari
f.       Kaji tingkat nyeri pada bayi

3. Pengkajian Keluarga
a.      Observasi infeksi bayi dan keluarga
b.      Kaji harga diri / mekanisme kuping dari anak/orangtua
c.      Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan
d.     Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan
e.      Kaji tingkat pengetahuan keluarga

2. Diagnosa Keperawatan
a.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau tidak efektif dalam meneteki ASI b/d ketidakmampuan menelan/kesukaran dalam makan sekunder dari kecacatan dan pembedahan.
b.                  Risiko aspirasi b/d ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palato skisis
c.                   Risiko infeksi b/d kecacatan (sebelum operasi) dan atau insisi pembedahan
d.                  Kurang pengetahuan keluarga b/d teknik pemberian makan, dan perawatan dirumah.
e.                   Nyeri b/d insisi pembedahan

3. Intervensi
a.       Nutrisi yang adekuat dapat dipertahankan yang ditandai adanya peningkatan berat badan dan adaptasi dengan metode makan yang sesuai
b.      Anak akan bebas dari aspirasi
c.       Anak tidak menunjukan tanda-tanda infeksi sebelum dan sesudah operasi, luka tampak bersih, kering dan tidak edema.
d.      Orang tua dapat memahami dan dapat mendemonstrasikan dengan metode pemberian makan pada anak, pengobatan setelah pembedahan dan, harapan perawat sebelum dan sesudah operasi.
e.       Rasa nyaman anak dapat dipertahankan yang ditandai dengan anak tidak menangis, tidsk lsbil dan tidak gelisah

4. Implementasi
Mempertahankan nutrisi adekuat.
a.       Kaji kemampuan menelan dan mengisap
b.      Gunakan dot botol yang lunak yang besar, atau dot khusus dengan lubang yang sesuai untuk pemberian minum
c.       Tempatkan dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah mendorong makan/minuman kedalam
d.      Berikan posisi tegak lurus atau semi duduk selama makan
e.       Tepuk punggung bayi setiap 15ml 30ml minuman yang diminum, tetapi jangan diangkat dot selama bayi menghisap
f.       Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan
g.      Jelaskan pada orang tua tentang prosedur operasi, puasa 6 jam dan pemberian infus lainnya
h.      Prosedur perawatan setelah operasi, ranngsangan untuk menelan ata menghisap, dapat menggunakan jari-jari dengan cuci tangan yang bersih atau dot sekitar mulut 7-10 hari, bila sudah toleran berikan minuman pada bayi, dan minuman atau makanan lunak untuk anak sesuai dengan diitnya.

Mencegah aspirasi dan obstruksi jalan napas
a.                                          Kaji status pernafasan selama pemberian makan
b.                                          Gunakan dot agak besar, rangsang hisap dengan sentuhan dot pada bibir
c.                                          Perhatikan posisi bayi saat memberi makan, tegak atau setengah duduk
d.                                         Beri makan secara perlahan
e.                                          Lakukan penepukan punggung setelah pemberian minum

 
Mencegah infeksi
a.       Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan kepala agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat berakibat pnemoni
b.                                          Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainage, bau dan demam.
c.       Lakukan perawatan luka dengan hati-hat dengan menggunakan teknik steril
d.      Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat yang tidak steril, misalnya alat tenun dan lainnya.
e.                                          Perhatikan perdarahan, edema, dan drainage
f.                                           Hindari gosok gigi pada anak kira-kira 1-2 minggu

Mempersiapkan orang tua untuk menerima keadaan bayi/anak dan perawatan dirumah
a.                                          Jelaskan prosedur operasi sebelum dan sesudah operasi
b.      Ajarkan pada ornag tua dalam perawatan anak ; cara pemberian makan/minum dengan alat, mencegah infeksi, dan mencegah aspirasi, posisi pada saat pemberian makan/minum, lakukanpenepukan punggung, bersihkan mulut setelah makan

Meningkatkan rasa nyaman
a.       Kaji pola istirahat bayi dan kegelisahan
b.      Tenangkan bayi
c.       Bila klien anak, berikan aktivitas bermain yang sesuai dengan usia dan kondisinya
d.      Berikan analgetik sesuai program

 BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu.Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi berguna membagi struktur-struktur yang terkena menjadi :

  1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum dibelahan foramen incisivum
  2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap foramen.Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.
    Kadang-kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

B. Saran
  1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama mahasiswa keperawatan
  2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

1.                        Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.
2.            Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
3.                        Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.
4.                        Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
5.                        Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
6.            Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC.

Tidak ada komentar: