BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi
kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang
dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak
lingkungan. Seseorang yang mengalami masalah ini harus diberikan rencana dan
tindakan yang sesuai sehingga pola ekspresi kemarahannya dapat diubah menjadi
bentuk yang bisa diterima yaitu perilaku yang sesuai, yaitu ekspresi kemarahan
langsung kepada sumber kemarahan dengan tetap menghargai orang yang menjadi
sumber kemarahan tersebut.
Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan
paksa ke Rumah sakit Jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi
disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku Kekerasan seperti memukul anggota
keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan
utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan oleh keluarga
belum memadai, keluarga seharusnya mendapat pendidikan kesehatan tentang cara
merawat klien (manajemen perilaku kekerasan)
B.
Tujuan
Tujuan Umum
Agar mahasiswa mengetahui dan dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan
pada pasien Perilaku Kekerasan
Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa mengetahui konsep dasar Perilaku Kekerasan
2. Agar mahasiswa mengetahui pengkajian keperawatan Perilaku
Kekerasan
3. Agar mahasiswa mengetahui diagnosa keperawatan Perilaku Kekerasan
4. Agar mahasiswa mengetahui intervensi Perilaku Kekerasan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Perilaku kekerasan atau agresif
merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik
maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan defenisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik
(Keltner et al, 1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus.
Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang
biasanya disebut dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993)
Kemarahan adalah perasaan jengkel
yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman
(Keliat, 1996)
Ekspresi marah yang segera karena
sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara
kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan. Oleh karena itu marah sering diekspresikan
secara tidak langsung.
Sedangkan menurut Depkes RI,
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi
I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu
dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura
tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan
melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang
sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan
sesorang dan fungsi positif marah.
Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
2.Penyebab
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala
sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi,
hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
·
Frustasi, sesorang yang
mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya
menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang
lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
·
Hilangnya harga diri ; pada
dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika
kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa
rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan
sebagainya.Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai
keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui
statusnya.
3.
Rentang respons marah
Respons kemarahan dapat berfluktuasi
dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan
sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal 6).
·
Assertif adalah mengungkapkan
marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan
harga diri orang lain.
·
Frustasi adalah respons yang
timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat dialami
sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat
menimbulkan kemarahan.
·
Pasif adalah respons dimana
individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
·
Agresif merupakan perilaku yang
menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya
tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus
bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang
sama dari orang lain
·
Mengamuk adalah rasa marah dan
bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini
individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
4. Tanda dan Gejala
·
Muka merah
·
Pandangan tajam
·
Otot tegang
·
Nada suara tinggi
·
Berdebat dan sering pula tampak
klien memaksakan kehendak
·
Memukul jika tidak senang
5.
Akibat dari Perilaku kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat
menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
6. Proses Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian
kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat
menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan
terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Berikut ini digambarkan proses
kemarahan :(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996)
- Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.
- Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.
7. Gejala marah
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai
bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam
seribu bahasa.Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien
dalam keadaan marah diantaranya adalah ;
- Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
- Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
- Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.
8. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
·
Menyerang atau menghindar
(fight of flight)
·
Pada keadaan ini respon
fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi
epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah,
pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran
urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta
ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku
dan disertai reflek yang cepat.
·
Menyatakan secara asertif
(assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam
mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif.
Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena
individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara
fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.
·
Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik
perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
·
Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan
9. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen,
1998 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul
karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah
untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83)
- Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
- Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
- Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
- Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
- Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
B. Konsep dasar asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian,
perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang
masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan professional
tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis
yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang
dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah.
Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut :
(Keliat, dkk, 1996)
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari
proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi
data, analisa data, dan perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa
keperawatan.
Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
.Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf
otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat,
tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama
dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti
rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak
berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan
melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi
dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai
suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya
dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien
seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain
sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan
individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki
dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak
berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat
perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi,
intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai
berikut :
Aspek fisik
terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek
dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah
meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek
intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial
: menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan
menjadi 2 macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah
data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan
melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif
yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan
langsung oleh perawat.
Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat
menentukan permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon
masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari
hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Perilaku
kekerasan
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2. Diagnosa keperawatan
“Diagnosa keperawatan adalah penilaian
klinis tentang respons aktual dan potensial dari individu, keluarga, atau
masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan”. (Carpenito, 1995).
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
·
Risiko mencederai diri sendiri,
orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
·
Perilaku kekerasan berhubungan
dengan harga diri rendah.
3. Rencana tindakan
keperawatan/intervensi
Perencanaan tindakan keperawatan adalah merupakan suatu
pedoman bagi perawat dalam melakukan intervensi yang tepat.
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3.Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
4.Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
5.Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6.Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
7.Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
8.Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
9.Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3.Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
4.Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
5.Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6.Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
7.Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
8.Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
9.Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
1.
Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.
Beri kesempatan pada klien
untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
3.
Bantu untuk mengungkapkan
penyebab perasaan jengkel / kesal
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
4.
Anjurkan klien mengungkapkan
dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
5.
Observasi tanda perilaku
kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
6.
Anjurkan klien untuk
mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
7.
Bantu klien bermain peran
sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
8. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
8. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
8.
Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku
kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
9.
Bersama klien menyimpulkan
akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
10.
Tanyakan pada klien “apakah ia
ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
11.
Berikan pujian jika klien
mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
12.
Diskusikan dengan klien cara
lain yang sehat.
a.Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau
olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b.Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
c.Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
c.Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
d.Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada
Tuhan agar diberi kesabaran.
Rasional
: dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
13.
Bantu klien memilih cara yang
paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
14.
Bantu klien mengidentifikasi
manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
15.
Bantu klien untuk
menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
16.
Beri reinforcement positif atas keberhasilan
klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
17.
Anjurkan klien untuk
menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
18.
Identifikasi kemampuan keluarga
dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien
selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
19.
Jelaskan peran serta keluarga
dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku klien.
20.
Jelaskan cara-cara merawat
klien.
Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
21.
Bantu keluarga mengenal
penyebab marah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara bersama.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara bersama.
22.
Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara merawat klien.
Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.
Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.
23.
Bantu keluarga mengungkapkan
perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
24.
Jelaskan pada klien dan
keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ, haloperidol,
Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya.
25.
Diskusikan manfaat minum obat
dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain :
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
3.Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4.Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
5.Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
6.Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain :
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
3.Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4.Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
5.Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
6.Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan keperawatan :
- Bina hubungan saling percaya
dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya. - Diskusikan kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien. - Setiap bertemu klien dihindarkan
dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya. - Utamakan memberi pujian yang
realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien. - Diskusikan dengan klien kemampuan
yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan. - Diskusikan kemampuan yang dapat
dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan. - Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan. - Minta klien untuk memilih satu
kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki. - Bantu klien melakukannya jika
perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan. - Beri pujian atas keberhasilan
klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik. - Diskusikan jadwal kegiatan harian
atas kegiatan yang telah dilatih.
Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur. - Beri kesempatan pada klien untuk
mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif. - Beri pujian atas keberhasilan
klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien. - Diskusikan kemungkinan pelaksanaan
dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan. - Beri pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien secara bersama. - Bantu keluarga memberikan dukungan
selama klien dirawat.
Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien meningkatkan harga diri rendah. - Bantu keluarga menyiapkan
lingkungan di rumah.
Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat klien.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Ekspresi marah yang segera karena
sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara
kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan. Oleh karena itu marah sering diekspresikan
secara tidak langsung.
Sedangkan menurut Depkes RI,
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi
I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu
dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura
tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan
melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang
sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan
sesorang dan fungsi positif marah.
Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
B.Saran
1.Semoga makalah ini dapat menjadi acuan dalam membuat asuhan
keperawatan
2.Semoga makalah ini dapat menjadi bahan pembelajaran dibangku kuliah
3.Semoga makalah ini dapat menjadi pengetahuan bagi kalangan kesehatan
dan umum
DAFTAR
PUSTAKA
Dadang Hawari, 2001, Pendekatan
Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral
Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori
dan Tindakan, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat
Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta.
Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat
Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran EGC ; Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan
Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan
Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998,
Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan
Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.
WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-perilaku-kekerasan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar