BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu “hypo”
yang berarti “di bawah” dan “spadon“ yang berarti keratan yang panjang.
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra
terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan
kelainan kelamin bawaan sejak lahir.
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada
3 diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan
lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang
uretra terdapat di tengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada
skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali
berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang
menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.
B. Tujuan Penulisan
1.
Memudahkan perawat dalam memahami Hipspodia pada bayi
2.
Untuk mengetahui seluk beluk Hipspodia pada bayi
3.
Untuk mengetahui dasar teoritis dari Hipspodia pada
bayi
4.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan Hipspodia pada bayi
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
A.
Konsep Dasar
1.
Pengertian
Menurut refrensi
lain definisi hipospadia, yaitu:
1. Hipospadia
adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak
di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal
(ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
2. Hipospadia
adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis pada
kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra
tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans
penis. (A.H Markum, 1991 : 257).
3. Hipospadia
adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah
dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).
4. Hipospadia
adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada bagian
belakang batang penis atau bahkan pada perineum ( daerah antara kemaluan dan
anus ). (Davis Hull, 1994 ).
5. Hipospadia
adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan dan
mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengelolaannya harus dilakukan oleh mereka
yang betul-betul ahli supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.
2. Etiologi
Penyebabnya
sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab
pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap
paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan
ketidakseimbangan hormone
Hormone yang
dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin
(pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam
tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri
telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja
tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan
dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena
gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen
yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut
tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor
lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
3. Patofisiologi
Fusi dari garis
tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka
pada sisi ventral dari penis. Ada
berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit
pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di
perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang
menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai
chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari
penis.
4. Manifestasi Klinis
1. Glans penis
bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang
menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Preputium
(kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
3. Adanya
chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga
ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4. Kulit penis
bagian bawah sangat tipis.
5. Tunika
dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6. Dapat timbul
tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7. Chordee dapat
timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8. Sering
disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9. Kadang
disertai kelainan kongenital pada ginjal.
5. Klasifikasi
Tipe hipospadia
berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe
sederhana/ Tipe anterior
Terletak di
anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus
terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat
asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat
dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/
Tipe Middle
Middle yang
terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe
Posterior
Posterior yang
terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan
penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra
terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan
diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan
untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal
seperti USG mengingat hipospadi sering disertai kelainan pada ginjal.
7. Tindakan Pembedahan
Tujuan
pembedahan :
1. Membuat
normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta
2. Perbaikan
untuk kosmetik pada penis.
Ada banyak variasi teknik,
yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton dan Devine.
1. Teknik
tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
a. Tahap pertama
eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel pada
glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi
meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan
preputium bagian dorsal dan kulit penis
b. Tahap kedua
dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah lunak. Dibuat
insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu
dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup
dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan
dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan
harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
2. Teknik Horton
dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan penis
yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang
letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian
punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.Mengingat
pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya
tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi.
8. Komplikasi
Komplikasi dari
hypospadia yaitu :
1. Infertility
2. Resiko hernia
inguinalis
3. Gangguan
psikososial
9.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan.
Tujuan prosedur pembedahan pada hipospadia adalah:5,8
1.
Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee
2.
Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung
penis (Uretroplasti)
3.
Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia
eksterna (kosmetik)
Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Pada
hipospadia glanular uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa
recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal
(misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI [meatal advance and
glanuloplasty], termasuk preputium plasty).
10.Prognosis
Dengan perbaikan pada prosedur anastesi, alat jahitan, balutan, dan
antibiotik yang ada sekarang, operasi hipospadia telah menjadi operasi yang
cukup sukses dilakukan. Hasil yang fungsional dari koreksi hipospadia secara
keseluruhan sukses diperoleh, insidens fistula atau stenosis berkurang, dan
lama perawatan rumah sakit serta prognosis juga lebih baik untuk perbaikan
hipospadia.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1. Fisik
a. Pemeriksaan genetalia
b. Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran
pada ginjal.
c. Kaji fungsi perkemihan
d. Adanya lekukan pada ujung penis
e. Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
f. Terbukanya uretra pada ventral
g. Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan,
dysuria, drinage.
2. Mental
a. Sikap pasien sewaktu diperiksa
b. Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
c. Tingkat kecemasan
d. Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien
2. Diagnosa Keperawatan
1.Kurangnya pengetahuan orang tua
berhubungan dengan diagnosa, prosedur pembedahan dan perawatan setelah operasi.
2.
Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter.
3.
Nyeri berhubungan dengan pembedahan
4.
Kecemasan orang tua berhubungan dengan prosedur
pembedahan
5.
Risiko injuri berhubungan dengan pemasangan kateter
atau pengangkatan kateter.
3. Intervensi
1. Diagnosa 1
dan 4
Tujuan :
memberikan pengajaran dan penjelasan pada orang tua sebelum operasi tentang
prosedur pembedahan, perawatan setelah operasi, pengukuran tanda-tanda vital,
dan pemasangan kateter.
a. Kaji tingkat
pemahaman orang tua.
b. Gunakan
gambar-gambar atau boneka untuk menjelaskan prosedur, pemasangan kateter
menetap, mempertahankan kateter, dan perawatan kateter, pengosongan kantong
urin, keamanan kateter, monitor urine, warna dan kejernihan, dan perdarahan.
c. Jelaskan
tentang pengobatan yang diberikan, efek samping dan dosis serta waktu
pemberian.
d. Ajarkan untuk
ekspresi perasaan dan perhatian tentang kelainan pada penis.
e. Ajarkan orang
tua untuk berpartisipasi dalam perawatan sebelum dan sesudah operasi (pre dan post)
2. Diagnosa 2
Tujuan :
mencegah infeksi
a. Pemberian air
minum yang adekuat
b. Monitor
intake dan output (pemasukan dan pengeluaran)
c. Kaji gaya gravitasi urine atau
berat jenis urine
d. Monitor
tanda-tanda vital
e. Kaji urine,
drainage, purulen, bau, warna
f. Gunakan
teknik aseptik untuk perawatan kateter
g. Pemberian
antibiotik sesuai program
3. Diagnosa 3
Tujuan :
meningkatkan rasa nyaman
a. Pemberian
analgetik sesuai program
b. Perhtikan
setiap saat yaitu posisi kateter tetap atau tidak
c. Monitor
adanya “kink-kink” (tekukan pada kateter) atau kemacetan
d. Pengaturan
posisi tidur anak sesuai kebutuhannya
4. Diagnosa 5
Tujuan :
mencegah injuri
a. Pastikan
kateter pada anak terbalut dengan benar dan tidak lepas
b. Gunakan
“restrain” atau pengaman yang tepat pada saat anak tidur atau gelisah.
c. Hindari
alat-alat tenun atau yang lainnya yang dapat mengkontaminasi kateter dan penis.
Perencanaan
pemulangan
Ajarkan tentang
perawatan kateter dan pencegahan infeksi dengan disimulasikan.
Jelaskan tanda dan
gejala infeksi saluran kemih dan lapor segera ke dokter atau perawat.
Jelaskan
pemberian obat antibiotik dan tekankan untuk kontrol ulang (follow up).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipospadia merupakan kelainan
kongenital pada genitalia eksterna yang relatif sering terjadi, kira-kira pada
3 diantara 1000 kelahiran anak laki-laki. Hipospadia dapat terjadi sebagai
kelainan yang terbatas pada genitalia externa saja atau sebagai bagian dari
kelainan yang lebih kompleks seperti intersex. Berbagai teknik dan modifikasi
untuk rekonstruksi terhadap hipospadia telah banyak dilakukan. Karena dalam dan
banyaknya pengetahuan mengenai hipospadia, Dr. John W Duckett Jr.,
mendefinisikan hipospadiology sebagai suatu ilmu yang meliputi seni dan pengetahuan
mengenai koreksi pembedahan terhadap hipospadia
B. Saran- Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama mahasiswa keperawatan
- Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.
- semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi dan forum terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Marion
dkk. (2000). Nursing outcomes classification (NOC). Mosby
Suriadi SKp, dkk. (2001). Asuhan keperawatan pada
anak. Jakarta :
Fajar Interpratama
Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 2, Jakarta
: Media Aesculapius.
McCloskey, Joanne C. (1996). Nursing interventions
classification (NIC). Mosby
Price, Sylvia Anderson. (1995). Pathofisiologi. Jakarta: EGC
Purnomo, B Basuki. (2000). Dasar – dasar urologi. Jakarta : Infomedika
Santosa, Budi. (2005-2006). NANDA. Prima Medika
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta
:EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar