BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
DHF (Dengue
Haemorraghic Fever) pada masyarakat awam sering disebut sebagai demam berdarah.
Menurut para
ahli, demam berdarah dengue disebut sebagai penyakit (terutama sering dijumpai
pada anak) yang disebabkan oleh virus Dengue dengan gejala utama demam,nyeri
otot, dan sendi diikuti dengan gejala pendarahan spontan seperti ; bintik merah
pada kulit,mimisan, bahkan pada keadaan yang parah disertai muntah atau BAB
berdarah.
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic
Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili
Flaviviridae,dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat
serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi
yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD
menyebar di negara-negara Tropis dan Subtropis.
Disetiap
negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda. Di Indonesia
Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan sekarang
menyebar keseluruh propinsi di Indonesia. Timbulnya penyakit DBD ditenggarai
adanya korelasi antara strain dan genetik, tetapi akhir-akhir ini ada tendensi
agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda. Hal ini kemungkinan adanya faktor
geografik, selain faktor genetik dari hospesnya. Selain itu berdasarkan macam
manifestasi klinik yang timbul dan tatalaksana DBD secara konvensional sudah
berubah. Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada
banyak negara tropis dan sub tropis.
B.
Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan Umum
Mahasiswa
dapat memahami asuhan keperawatan anak pada klien DHF ( Dengue Haemorraghic Fever ).
2.
Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan :
1.
Definisi
penyakit DHF pada anak.
2.
Etiologi
penyakit DHF pada anak.
3.
Manifestasi
klinik penyakit DHF
pada anak.
4.
Patofisiologi
penyakit DHF pada anak.
5.
Komplikasi
penyakit DHF pada anak.
6.
Klasifikasi
penyakit DHF pada anak.
7.
Pemeriksaan
Penunjang DHF pada anak.
8.
Penatalaksanaan
penyakit DHF pada anak.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
KONSEP DASAR
1.
Definisi
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk
kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie
Efendy,1995).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang
terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan
nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang
tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk
aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau
tanpa ruam.
2.
Etiologi
Sekurang-kurangnya ada empat tipe antigenik virus
dengue yang berbeda. Lagipula, tiga virus yang dibawa arthopoda (arbo) lain
menyebabkan penykit demam serupa atau identik ruam. Dengue 1 dan 2 ditemukan di
Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4
ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk
batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan
natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70oC. Keempat serotif tersebut telah di
temukan pula di Indonesia
dengan serotif ke 3 sebagai serotif yang paling banyak.
3.
Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah
kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen.
Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya
untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor
meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma
melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit
dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor
penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran
gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya
hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara
akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya
plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma
klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia
jaringan, acidosis metabolic dan kematian.
4.
Manifestasi Klinis
a.
Demam tinggi selama 5 – 7 hari
b.
Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
c.
Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie,
echymosis, hematoma.
d.
Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
e.
Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
f.
Sakit kepala.
g.
Pembengkakan sekitar mata.
h.
Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
i.
Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan
dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik,
nadi cepat dan lemah).
5.
Komplikasi
Adapun
komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a.
Perdarahan
luas.
b.
Shock atau
renjatan.
c.
Effuse
pleura
d.
Penurunan
kesadaran.
6.
Klasifikasi
a.
Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan
spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b.
Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan
manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan
perdarahan dari lain tempat.
c.
Derajat III
:
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan
ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan
lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
d.
Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III
ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi
tak terukur dan nadi tak teraba.
7.
Pemeriksaan
penunjang
a.
Darah
1)
Trombosit
menurun.
2)
HB meningkat
lebih 20 %.
3)
HT meningkat
lebih 20 %.
4)
Leukosit
menurun pada hari ke 2 dan ke 3.
5)
Protein
darah rendah.
6)
Ureum PH
bisa meningkat.
7)
NA dan CL
rendah.
b.
Serology :
HI (hemaglutination inhibition test).
1)
Rontgen thorax
: Efusi pleura.
2)
Uji test
tourniket (+)
8.
Penatalaksanaan
a.
Tirah baring
b.
Pemberian
makanan lunak .
c.
Pemberian
cairan melalui infus.
Pemberian cairan intra vena
(biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang
paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter,
korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.
d.
Pemberian obat-obatan:
antibiotic, antipiretik,
e.
Anti
konvulsi jika terjadi kejang
f.
Monitor
tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).
g.
Monitor
adanya tanda-tanda renjatan
h.
Monitor
tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
i.
Periksa HB,HT,
dan Trombosit setiap hari.
B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas/istirahat
Malaise.
b.
Sirkulasi
Tekanan darah di bawah normal,
denyut perifer melemah, takikardi, susah teraba
Kulit hangat, kering, pucat,
kemerahan/ bintik merah, perdarahan bawah kulit
c.
Eliminasi
Diare atau konstipasi
d.
Makanan/
cairan
Anoreksia, mual, muntah
Penurunan berat badan,
punurunan haluaran urine, oligouria, anuria.
e.
Neurosensori
Sakit kepala, pusing, pingsan
Ketakutan, kacau mental,
disorientasi, delirium.
f.
Nyeri/
Ketidaknyamanan
Kejang abdominal, lokalisasi
area sakit
g.
Pernapasan
Takipneu dengan penurunan
kedalaman pernapasan, suhu meningkat, menggigil
h.
Penyuluhan/
pembelajaran
Masalah kesehatan, penggunaan
obat-obatan atau tindakan
1.
Diagnosa keperawatan.
a.
Peningkatan
suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit/ viremia.
b.
Nyeri
berhubungan dengan proses patologi penyakit.
c.
Kekurangan
volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma, evaforasi, intake tidak adekuat
d.
Risiko
tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
e.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
f.
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
g.
Kurang
pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF berhubungan
dengan kurangnya informasi.
2.
Intervensi
dan Rasional
a.
Peningkatan
suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit/ viremia.
Intervensi:
1)
Observasi
tanda – tanda vital klien : suhu, nadi, tensi, pernapasan, tiap 4 jam atau
lebih sering
R/ Tanda
–tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2)
Beri
penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
R/ Penjelasan
tentang kondisi yang dialami klien dapat membantu klien/keluarga mengurangi
kecemasan yang timbul.
3)
Menjelaskan
pentingnya tirah baring bagi pasien dan akibatnya jika hal tersebut tidak
dilakukan.
R/ Penjelasan
yang diberikan akan memotivasi klien untuk kooperatif.
4)
Menganjurkan
pasien untuk banyak minum ± 2,5 ltr/24 jam dan jelaskan manfaatnya bagi pasien.
R/ Peningkatan
suhu tubuh akan menyebabkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan yang banyak.
5)
Berikan
kompres hangat pada kepala dan axilla
R/ Pemberian kompres akan membantu
menurunkan suhu tubuh.
6)
Kolaborasi:
Pemberian antipiretik
R/ Digunakan untuk mengurangi demam dengan
aksi sentralnya pada hipotalamus.
b.
Nyeri
berhubungan dengan proses patologi penyakit.
Intervensi:
1)
Kaji tingkat
nyeri yang dialami klien.
R/ Untuk mengetahui berapa berat nyeri
yang dialami klien.
2)
Kaji
faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri (budaya,
pendidikan,dll)
R/ Reaksi klien terhadap nyeri dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, dengan mengetahui faktor tersebut maka
perawat dapat melakukan intervensi sesuai masalah klien.
3)
Berikan
posisi nyaman, dan citakan lingkungan yang tenang.
R/ Untuk mengurangi rasa nyeri
4)
Berikan
suasana gembira bagi klien, lakukan teknik distraksi, atau teknik relaksasi.
R/ Dengan teknik distraksi atau relaksasi,
klien sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
5)
Beri
kesempatanklien untuk berkomunikasi dengan orang terdekat.
R/ Berhubungan dengan orang terdekat dapat
membuat klien teralih perhatiannya dari nyeri yang dialami.
6)
Kolaborasi:
Berikan obat-obat analgetik
R/ Obat
analgetik dapat mengurangi atau menekan nyeri klien.
c.
Kekurangan
volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma, evaforasi, intake tidak adekuat.
Intervensi:
1)
Kaji
keadaan umum klien 9pucat, lemah, taki kardi), serta tanda –tanda vital.
R/ Menetapkan data dasar, untuk mengetahui
dengan cepat penyimpangan dari keadaan normalnya.
2)
Observasi
adanya tanda – tanda syok
R/ Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk
menangani syok yang dialami klien.
3)
Anjurkan
klien untuk banyak minum.
R/ Asupan cairan sangat diperluakan untuk
menambah volume cairan tubuh.
4)
Kaji
tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah, diare, kehausan, turgor
jelek).
R/ Untuk mengetahui penyebab defisit
volume cairan.
5)
Kaji masukan
dan haluaran cairan.
R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
6)
Kolaborasi
: Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi.
R/ Pemberian cairan intra vena sangat
penting bagi klien yang mengalami defisit volume cairan dengan keadaan umum
yang buruk untuk rehidrasi.
d.
Risiko
tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
Intervensi:
1)
Monitor
tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda-tanda klinis.
R/ Penurunan
jumlah trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada
tahap tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
2)
Beri
penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada klien.
R/ Agar klien/keluarga mengetahui hal hal yang
mungkin terjadi padaklien dan dapat membantu mengantisipasi terjadinya
perdarahan.
3)
Anjurkan
klien untuk banyak istirahat.
R/ Aktivitas
klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
4)
Beri
penjelasan pada klien/keluarga untuk segera melaporkan tanda-tanda perdarahan
(hematemesis,melena, epistaksis).
R/ Keterlibatan keluarga akan sangat
membantu klien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
5)
Antisipasi
terjadinya perdarahan ( sikat gigi lunak, tindakan incvasif dengan hati-hati).
R/ Klien dengan trombositopenia rentan
terhadap cedera/perdarahan.
e.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Intervensi:
1)
Kaji keluhan
mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami klien
R/ Untuk menetapkan cara mengatasinya.
2)
Kaji
cara/pola menghidangkan makanan klien
R/ Cara menghidangkan makanan dapat
mempengaruhi nafsu makan klien.
3)
Berikan
makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan dihidangkan saat masih hangat.
R/ Membantu mengurangi kelelahan klien dan
meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
4)
Berikan
makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
R/ Untuk menghindari mual dan muntah serta rasa
jenuh karena makanan dalam porsi banyak.
5)
Jelaskan
manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit.
R/ UntukMeningkatkan pengetahan klien tentang
nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
6)
Catat jumlah
porsi yang dihabiskan klien.
R/ Mengetahui
pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.
f.
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
Intervensi:
1)
Mengkaji
keluhan klien
R/ Untuk
mengidentifikasi masalah-masalah klien.
2)
Kaji hal-hal
yang mampu/tidak mampu dilakukan oleh klien sehubungan degan kelemahan
fisiknya.
R/ Untuk mengetahui tingkat ketergantungan
klien dalam memenuhi kebutuhannya.
3)
Bantu
klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai dengan tingkat keterbatasan klien
seperti mandi, makan, eliminasi.
R/ Pemberian bantuan sangat diperlukan
oleh klien pada saat kondisinya lemah tanpa membuat klien mengalami
ketergantungan pada perawat.
4)
Bantu
klien untuk mandiri sesuai dengan perkembangan kemajuan fisiknya.
R/ Dengan melatih kemandirian klien, maka
klien tidak mengalami ketergantungan.
5)
Letakkan
barang-barang di tempat yang mudah dijangkau oleh klien.
R/ Akan membantu klien memenuhi kebutuhan
sendiri tanpa bantuan orang lain.
g.
Kurang
pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Intervensi:
1)
Kaji tingkat
pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF.
R/ Sebagai data fdasar pemberian informasi
selanjutnya.
2)
Kaji latar
belakang pendidikan klien/ keluarga.
R/ Untuk memberikan penjelasan sesuai
dengan tingkat pendidikan klien/ keluarga sehingga dapat dipahami.
3)
Jelaskan
tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan pada klien dengan
bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
R/ Agar informasi dapat diterima dengan
mudah dan tepat sehinggfa tidak terjadi kesalahpahaman.
4)
Jelaskan
semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya pada klien.
R/ Dengan mengetahui prosedur/tindakan
yang akan dilakukan dan manfaatnya, klien akan kooperatif dan kecemasannya
menurun.
5)
Berikan
kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-hal yangingin diketahui
sehubungan dengan penyakit yang diderita klien.
R/ Mengurangi kecemasan dan memotivasi
klien untuk kooperatif.
6)
Gunakan
leaflet atau gambar-gambar dalam memberikan penjelasan.
R/ Untuk membantu mengingat penjelasan
yang telah diberikan karena dapat dilihat/ dibaca berulang kali.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Banyak cara
untuk menurunkan insiden terjadinya DHF. Karena vektor dari DHF adalah nyamuk
Aedes a, maka ada beberapa hal yang sebaiknya dilaksanakan untuk memutuskan
rantai penyakit:
1.
Tanpa
insektisida:
a.
menguras
bak mandi,tempayan,drum,dll minimal seminggu sekali.
b.
menutup
penampungan air rapat- rapat.
c.
membersihkan
pekarangan dari kaleng bekas,botol bekas yang memungkinkan nyamuk bersarang.
2.
dengan
insektisida:
a.
malathion
untuk membunuh nyamuk dewasa: biasanya dengan fogging/pengasapan.
b.
abate
untuk membunuh jentik nyamuk denan cara ditabur pada bejana- bejana tempat
penampungan air bersih dengan dosis 1 gram Abate SG 1% per 10 liter air.
B.
Saran
Penulis berharap semoga penyusunan makalah tentang
Askep pada anak/bayi dengan DHF ini dapat memberikan ilmu dan pengetahuan dalam
bidang pendidikan dan praktik keperawatan. Dan juga dengan makalah ini dapat
menjadi acuan untuk tindakan proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer,
arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media
Aesculapius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar