BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom
nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria masif,
hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Angka
kejadian SN di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia
di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000
anak per tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik merupakan
penyebab kunjungan sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi, dan
merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun
1995-2000.
Semua
penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan kebocoran
protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan menyebabkan terjadinya
sindrom ini. Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu kongenital,
glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik
seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemik. Sindrom
nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6
bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai
prognosis buruk. Pada tulisan ini hanya akan dibicarakan SN idiopatik.
B.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
umum dari penulisan makalah ini di harapkan mahasiswa mampu membuat asuhan
keperawatan penyakit sindrom nefrotik pada anak
Tujuan
dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu:
1.
Mengetahui pengertian sindrom nefrotik
2.
Mengetahui etiologi sindrom nefrotik
3.
Mengetahui patofisologi sindrom nefrotik
4.
Mengetahui manifestasi klinis sindrom nefrotik
5.
Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak yang
sindrom nefrotik
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
A.
Konsep Dasar
A.
Pengertian
Sindrom nefrotik,
adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan
suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria
masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat
badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari
2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula
hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.
B.
Gambaran
Klinis
Sebagai sebuah sindroma (kumpulan gejala), tanda / gejala
penyakit sindroma nefrotik meliputi :
- Proteinuria
- Hipoalbuminemia
- Hiperkolesterolemia/hiperlipidemi
- Oedema
Beberapa gejala yang mungkin muncul antara lain hematuria,
azotemia dan hipertensi ringan. Proteinuria (85-95%) terjadi sejumlah 10 –15
gram/hari (dalam pemeriksaan Esbach) . Selama terjadi oedema biasanya BJ Urine
meningkat. Mungkin juga terjadi penurunan faktor IX, Laju endap darah meningkat
dan rendahnya kadar kalsium serta hiperglikemia.
- Etiologi
Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini
sering dianggap sebagi suatu bentuk penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi
antigen-antibodi. Umumnya dibagi menjadi 4 kelompok :
1. Sindroma nefrotik bawaan
2. Sindroma nefrotik sekunder
3. Sindroma nefrotik idiopati
4. Glumerulosklerosis fokal segmental
- Patofisiologi
Penyakit nefrotik sindoma biasanya menyerang pada anak-anak
pra sekolah. Hingga saat sebab pasti penyakit tidak ditemukan, tetapi
berdasarkan klinis dan onset gejala yang muncul dapat terbagi menjadi sindroma
nefrotik bawaan yang biasanya jarang terjadi; Bentuk idiopati yang tidak jelas
penyebabnya maupun sekunder dari penyakit lainnya yang dapat ditentukan faktor
predisposisinya; seperti pada penyakit malaria kuartana, Lupus Eritematous
Diseminata, Purpura Anafilaktoid, Grumeluronefritis (akut/kronis) atau sebagai
reaksi terhadap hipersensitifitas (terhadap obat)
Nefrotik sindroma idiopatik yang sering juga disebut Minimal Change Nefrotic Syndrome (MCNS) merupakan bentuk penyakit yang paling umum (90%).
Nefrotik sindroma idiopatik yang sering juga disebut Minimal Change Nefrotic Syndrome (MCNS) merupakan bentuk penyakit yang paling umum (90%).
Patogenesis penyakit ini tidak diketahui, tetapi adanya
perubahan pada membran glumerolus menyebabkan peningkatan permeabilitas, yang
memungkinkan protein (terutama albumin) keluar melalui urine (albuminuria).
Perpindahan protein keluar sistem vaskular menyebabkan cairan plasma pindh ke
ruang interstitisel, yang menghasilkan oedema dan hipovolemia. Penurunan volume
vaskuler menstimulasi sistem renin angiotensin, yang memungkinkan sekresi
aldosteron dan hormon antidiuretik (ADH). Aldosteron merangsang peninkatan
reabsorbsi tubulus distal terhadap Natrium dan Air, yang menyebabkan
bertambahnya oedema. Hiperlipidemia dapat terjadi karena lipoprotein memiliki
molekul yang lebih berat dibandingkan albumin sehingga tidak akan hilang dalam
urine.
- Evaluasi Diagnostik
Urinalisis menunjukkan haemturia mikroskopik, sedimen urine,
dan abnormalitas lain. Jarum biopsi ginjal mungkin dilakukan untuk pemriksaan
histology terhadap jaringan renal untuk memperkuat diagnosis.
Terdapat proteinuri terutama albumin (85 – 95%) sebanyak 10
–15 gr/hari. Ini dapat ditemukan dengan pemeriksaan Essbach. Selama edema
banyak, diuresis berkurang, berat jenis urine meninggi. Sedimen dapat normal
atau berupa toraks hialin, dan granula lipoid, terdapat pula sel darah putih.
Dalam urine ditemukan double refractile bodies. Pada fase nonnefritis tes
fungsi ginjal seperti : glomerular fitration rate, renal plasma flowtetap
normal atau meninggi . Sedangkan maximal konsentrating ability dan
acidification kencing normal . Kemudian timbul perubahan pada fungsi ginjal
pada fase nefrotik akibat perubahan yang progresif pada glomerulus.
Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia, kadar globulin
normal atau meninggi sehingga terdapat rasio Albumin-globulin yang terbalik,
hiperkolesterolemia, fibrinogen meninggi. Sedangkan kadar ureum normal. Anak
dapat menderita defisiensi Fe karena banyak transferin ke luar melalui urine.
Laju endap darah tinggi, kadar kalsium darah sering rendah dalam keadaan lanjut
kadang-kadang glukosuria tanpa hiperglikemia.
- Penatalaksanaan
- Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
- Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat
- Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi,
- hindarkan menggosok kulit.
- Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
- Kemoterapi:
- Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi
- Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
- Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
- Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
- Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
- Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
- Prognosis
Prognosis umumnya baik,
kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertama
kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom
nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik
bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+
80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal
dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan
sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.
- Komplikasi
Penyulit
(komplikasi) Sindrom Nefrotik tergantung dari beberapa faktor :
- Kelainan
histopatologis
- Lamanya
sakit
- Usia
pasien
a)
Malnutrisi, akibat hipolabuminemia berat.
b)
Infeksi sekunder, disebabkan gangguan mekanisme pertahanan humoral, penurunan
gamma globulin serum.
c)
Gangguan koagulasi, berhubungan dengan kenaikan beberapa faktor pembekuan
yang menyebabkan keadaan hiperkoagulasi.
d)
Akselerasi aterosklerosis, akibat dari hipelipidemia yang lama.
e)
Kolap hipovolemia, akibat proteinuria yang berat.
f)
Efek samping obat-obatan : diuretik, antibiotik, kortikosteroid,
antihipertensi, sitostatika yang sering digunakan pada pasien sindrom nefrotik.
g)
Gagal ginjal.
B.
ASUHAN
KEPERAWATAN
- Pengkajian
a. Lakukan
pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
b.Kaji riwayat kesehatan, khususnya
yang berhubungan dengan adanya peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi
ginjal.
c. Observasi
adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat badan, edema, bengkak
pada wajah ( khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat bangun pagi ,
berkurang di siang hari ), pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas (
efusi pleura ), pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada urin (
peningkatan volum, urin berbusa ).
d.
Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin
untuk protein, dan sel darah merah, analisa darah untuk serum protein ( total
albumin/globulin ratio, kolesterol ) jumlah darah, serum sodium
2.
Diagnosa
Keperawatan
- Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L, 2004 : 550)
- Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
- Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif (Carpenito, 1999:204).
- Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
- Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
- Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
- Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi
- Intervensi
Perencanaan KeperawatanKelebihan volume cairan b. d.
penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L, 2004 : 550)
Tujuan: tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat
mempertahankan keseimbangan intake dan output.
KH: menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi
peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.
• Intervensi:
• Pantau, ukur dan catat intake dan output caira
• Observasi perubahan edema
• Batasi intake garam
• Ukur lingkar perut
• timbang berat badan setiap hari
Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes,
2000: 177) kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program dan monitor efeknya
Tujuan: Pola nafas adekuat
KH: frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal
• Intervensi:
–
auskultasi bidang paru
–
pantau adanya gangguan bunyi nafas
–
berikan posisi semi fowler
–
observasi tanda-tanda vital
–
kolaborasi pemberian obat diuretic
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.
(Carpenito,1999: 204)
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat,
mempertahankan berat badan
Intervensi:
• tanyakan makanan kesukaan pasien
• anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan
• pantau adanya mual dan muntah
• bantu pasien untuk makan
• berikan makanan sedikit tapi sering
• berikan informasi pada keluarga tentang diet klien
Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif. (Carpenito,
1999:204).
Tujuan: tidak terjadi infeksi
KH: tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas
normal, leukosit dalam batas normal.
Intervensi:
• cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
• pantau adanya tanda-tanda infeksi
• lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasive
• anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien
• kolaborasi pemberian antibiotic
Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
Tujuan: pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi
KH: menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan, mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas
Tujuan: pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi
KH: menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan, mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas
• Intervensi:
• pantau tingkat kemampuan pasien dalan beraktivitas
• rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap
• anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
• berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien
Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
Tujuan: tidak terjadi kerusakan integritas kulit
KH: integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit
Intervensi:
• inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi
Intervensi:
• inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi
• berikan bedak/ talk untuk melindungi kulit
• ubah posisi tidur setiap 4 jam
• gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.
Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
Tujuan: tidak terjadi gangguan boby image
KH: menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan perubahan konsep diri
tanpa harga diri negative
Intervensi:
• gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya
• gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya
• dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi
• berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak
• berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak
» Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
Tujuan: tidak terjadi diare
KH: pola fungsi usus normal, mengeluarkan feses lunak
Intervensi:
• observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses
• observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses
• identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada pasien
• berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serap
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindroma
Nefrotic (SN) adalah gambaran klinis dengan ciri khusus proteinuri masif lebih
dari 3,5 gram per 1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari (dalam praktek, cukup
> 3,0-3,5 gr per 24 jam) disertai hipoalbuminemi kurang dari 3,0 gram per
ml. Pada SN didapatkan pula lipiduria, kenaikan serum lipid lipoprotein,
globulin, kolesterol total dan trigliserida, serta adanya sembab sebagai akibat
dari proteinuri masif dan hipoproteinemi. Beberapa ahli penyakit ginjal
menambahkan kriteria lain :
1.Lipiduria
yang terlihat sebagai oval fat bodies atau maltase cross bodies.
2.Kenaikan
serum lipid, lipoprotein, globulin, kolesterol total dan trigliserida
3.Sembab.
B. Saran- Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama mahasiswa keperawatan
- Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.
- semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi dan forum terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
- Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.
- Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
- Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC.
- Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
- Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
- Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
- Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process (Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr. Peter Anugrah. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar