BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang
berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif, yang menyebabkan
gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang
jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999).
Kecemasan (ansietas) adalah respon psikologik terhadap
stres yang mengandung komponen fisiologik dan psikologik. Reaksi fisiologis
terhadap ansietas merupakan reaksi yang pertama timbul pada sistem saraf
otonom, meliputi peningkatan frekuensi nadi dan respirasi, pergeseran tekanan
darah dan suhu, relaksasi otot polos pada kandung kemih dan usus, kulit dingin
dan lembab.
Tingkatan ansietas dibagi menjadi empat yaitu : ansietas ringan,
ansietas sedang, ansietas berat dan panic. Jika panic berlangsung lama dan
terus menerus dapat
menimbulkan kelelahan yang sangat dan bahkan kematian. Ansietas dapat
disebabkan oleh berbagai factor antara lain : konflik emosional, perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal, keluarga dan biologis.
Mekanisme
koping yang dapat dilakukan untuk mengatasi ansietas antara lain : reaksi yang
berorientasi pada tugas, dan mekanisme
pertahanan ego. Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan harus memiliki
kemampuan dalam mengatasi ansietas agar tidak menjadi terus menerus yang dapat
berdampak pada psikologis maupun fisiologis.
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Menjelaskan mengenai konsep ansietas.
1.2.2
Tujuan Khusus
·
Menjelaskan definisi ansietas
·
Menjelaskan tanda-tanda ansietas
·
Menjelaskan tingkatan ansietas
·
Menjelaskan factor predisposisi ansietas
·
Menjelaskan factor yang memperberat ansietas
·
Menjelaskan perbedaan pada tingkat usia
·
Menjelaskan mekanisme koping menghadapi ansietas
·
Menjelaskan penatalaksanaan ansietas
·
Menjelaskan asuhan keperawatan dengan ansietas
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definisi Ansietas
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak
didukung oleh situasi (Videbeck, 2008).
Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan
dihayati disertai berbagai gejala sumatif, yang menyebabkan gangguan bermakna
dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien
(Mansjoer, 1999).
Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak
pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.
Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional
terhadap penilaian tersebut.(Stuart, 1998).
Kecemasan
berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut yaitu adanya obyek dan dapat
diidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu. Kecemasan adalah respon
emosi tanpa obyek yang spesifik dialami, di komunikasi secara interpersonal.
Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran yang akan terjadi dengan penyebab
yang tidak jelas dan di hubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak
berdaya (Kaplan dan sadock, 1997).
2.2 Tanda-tanda Ansietas (Kecemasan)
Keluhan-keluhan yang sering
dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara lain
sebagai berikut :
1.Cemas, khawatir, firasat
buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut
pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur,
mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan
daya ingat.
6.Keluhan-keluhan somatik,
misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus),
berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit
kepala dan sebagainya.
2.3 Tingkatan Ansietas
1. Ansietas ringan
berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan
seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas dapat
memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
Menurut Videbeck (2008), respons dari
ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
b. Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
a. Respons fisik
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
b. Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
2. Ansietas sedang
memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif
namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari
ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a. Respon fisik :
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
- Gembira
3. Ansietas berat sangat
mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung memusatkan pada
sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain.
Semua perilaku ditujukan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
Menurut Videbeck (2008), respons dari
ansietas berat adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
c. Respons emosional
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
a. Respons fisik
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
c. Respons emosional
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
4. Tingkat panic dari
ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Rincian terpecah
dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami
panic tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik
melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panic, terjadi peningkatan
aktiviitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,
persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat
ansietas in tidak sejalan dengan kehidupan, dan, jika berlangsung terus dalam
waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.
- Menurut Videbeck (2008), respons dari
panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga
b. Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c. Respon emosional
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah
2.4 Faktor Predisposisi
1. Dalam
pandangan psikoanalitik ansietas
adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian-id dan
superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive seseorang,
sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
norma-norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi tuntutan dari
dua elemen yang bertentangan, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa
ada bahaya.
2. Menurut
pandangan interpersonal ansietas
timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan
harga diri rendah mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.
3. Menurut
pandangan perilaku ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
4.
Kajian
keluarga
menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam
suatu keluarga.
5.
Kajian
biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor
khusus untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas.
Penghambat asam aminobutirik-gamma neroregulator (GABA) juga mungkin memainkan
peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas, sebagaimana
halnya dengan endorphin. Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan umum
seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas (Stuart, 1998).
Respon
fisiologis terhadap ansietas
Sistem
Tubuh
|
Respons
|
Kardiovaskuler
Pernapasan
Neuromuskular
Gastrointestinal
Traktur urinarius
Kulit
|
Palpitasi
Jantung berdebar
Tekanan darah meninggi
Rasa mau pingsan*
Pingsan*
Tekanan darah menurun*
Denyut nadi menurun
Napas cepat
Napas pendek
Tekanan pada dada
Napas dangkal
Pembengkakan pada tenggorok
Sensasi tercekik
Terengah-engah
Refleks meningkat
Reaksi kejutan
Mata berkedip-kedip
Insomnia
Tremor
Rigiditas
Gelisah
Wajah tegang
Kelemahan umum
Kaki goyah
Gerakan yang janggal
Kehilangan nafsu makan
Menolak makan
Rasa tidak nyaman pada abdomen*
Mual*
Rasa terbakar pada jantung*
Diare*
Tidak dapat menahan kencing*
Sering berkemih
Wajah kemerahan
Berkeringat setempat (telapak tangan)
Gatal
Rasa panas dan dingin pada kulit
Wajah pucat
Berkeringat seluruh tubuh
|
*Respons
parasimpatis
Respons perilaku,kognitif, dan afektif
terhadap ansietas
Sistem
|
Respons
|
Perilaku
Kognitif
Afektif
|
Gelisah
Ketegangan
fisik
Tremor
Gugup
Bicara
cepat
Kurang
koordinasi
Cenderung
mendapat cedera
Menarik
diri dari hubungan interpersonal
Menghalangi
Melarikan
diri dari masalah
Menghindar
Hiperventilasi
Perhatian
terganggu
Konsentrasi
buruk
Pelupa
Salah
dalam memberikan penilaian
Preokupasi
Hambatan
berpikir
Bidang
persepsi menurun
Kreativitas
menurun
Produktivitas
menurun
Bingung
Sangat
waspada
Kesadaran
diri meningkat
Kehilangan
objektivitas
Takut
kehilangan control
Takut
pada gambaran visual
Takut
cedera atau kematian
Mudah
terganggu
Tidak
sabar
Gelisah
Tegang
Nervus
Ketakutan
Alarm
Teror
Gugup
Gelisah
|
2.5 Faktor – faktor yang
memperberat ansietas
2.5.1. Ancaman terhadap
integritas fisik.
Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2.5.2. Ancaman terhadap harga
diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
2.6 Perbedaan pada tingkat usia
a. Bayi/anak
- Berhubungan dengan perpisahan
- Berhubungan dengan lingkungan atau orang asing
- Berhubungan dengan perubahan hubungan sebaya
- Berhubungan dengan perpisahan
- Berhubungan dengan lingkungan atau orang asing
- Berhubungan dengan perubahan hubungan sebaya
b. Remaja
- Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri :
1. Perkembangan seksual
2. Perubahan hubungan dengan teman sebaya
- Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri :
1. Perkembangan seksual
2. Perubahan hubungan dengan teman sebaya
c. Dewasa
Berhubungan dengan konsep diri :
- Kehamilan
- Menjadi orang tua
- Perubahan karir
- Efek penuaan
Berhubungan dengan konsep diri :
- Kehamilan
- Menjadi orang tua
- Perubahan karir
- Efek penuaan
d. Lansia
Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri :
- Kehilangan sensori
- Kehilangan motorik
- Masalah finansial
- Perubahan pensiun
Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri :
- Kehilangan sensori
- Kehilangan motorik
- Masalah finansial
- Perubahan pensiun
2.7
Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi
kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku
patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba
menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola
koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah
menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga,
mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain
(Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi
kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati
(2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada
tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu
mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif
ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a. Perilaku menyerang digunakan
untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk
mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan
aspek kebutuhan personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap
kemajuan kesehatan klien.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
2.8.
Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008)
penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu
metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik),
psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti
pada uraian berikut :
1.Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara
:
a. Makan makan yang bergizi dan
seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan
pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan
fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf
pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat
anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam,
lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik)
sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang
bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat
diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung
dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk
dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah
mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk
memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara
rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk
menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan
mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga
mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk
memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi
faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan
seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam
menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
2.9.
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ansietas
1.
Pengkajian
Pengkajian ditujukan pada fungsi
fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau mekanisme koping sebagai
pertahanan terhadap kecemasan. Menurut Stuart dan Sundeen (1995), data fokus
yang perlu dikaji pada klien yang mengalami ansietas adalah sebagai berikut :
a. Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan secara
langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku yang secara tidak langunsg
melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan
ansietas.
b. Faktor predisposisi
c. Faktor presipitasi
d. Sumber koping
e. Mekanisme koping
2. Diagnosa Keperawatan
Ansietas termasuk diagnosa
keperawatan dalam klasifikasi The North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA) (Nurjannah, 2004), faktor yang berhubungan :
a. Terpapar racun
a. Terpapar racun
b. Konflik yang tidak disadari tentang nilai-nilai utama
atau tujuan hidup.
c. Berhubungan dengan keturunan atau hereditas.
d. Kebutuhan tidak terpenuhi
e. Transmisi interpersonal
f. Krisis situasional atau maturasional
g. Ancaman kematian
h. Ancaman terhadap konsep diri
i. Stress
j. Substance abuse
k. Perubahan dalam : status peran, status kesehatan, pola
interaksi.
l. Fungsi peran
m. Lingkungan status ekonomi
Sedangkan menurut Suliswati (2005),
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan ansietas adalah :
a. Panik berhubungan dengan
penolakan keluarga karena bingung dan gagal mengambil keputusan.
b. Kecemasan berat berhubung dengan konflik perkawinan.
b. Kecemasan berat berhubung dengan konflik perkawinan.
c. Kecemasan sedang berhubungan dengan tekanan finansial.
d. Ketidakefektifan koping individu berhubung dengan
kematian saudara.
3. Intervensi
Untuk menetukan intervensi
keperawatan, maka terlebih dahulu disusun NOC (Nursing Outcome Classification)
dan NIC (Nursing Intervensi Classification), adapun NOC dan NIC untuk ansietas,
adalah sebagai berikut:
NOC (Nursing Outcome Classification)
Nursing Outcome Classification (NOC)
pada ansietas terdiri dari ansietas kontrol dan mekanisme koping, yaitu sebagai
berikut :
Ansietas kontrol, dengan ketentuan
(1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten), dengan indikator
:
a. Monitor intensitas kecemasan
b. Menyikirkan tanda kecemasan
c. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan
d. Merencanakan strategi koping
e. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
f. Melaporkan penurunan durasi dan episode cemas
g. Melaporkan tidak adanya manifestasi fisik dan kecemasan
h. Tidak adaa manifestasi perilaku kecemasan
Koping, dengan ketentuan (1-5; tidak
pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten), dengan indikator :
a. Menunjukkan fleksibilitas peran
b. Keluarga menunjukkan fleksibilitas peran para anggotanya
c. Melibatkan angoota keluarga dalam membuat keputusan
d. Mengekspresikan perasaan dan kebebasan emosional
e. Menunjukkan strategi penurunan stress
NIC (Nursing Intervensi Classification)
Nursing Intervensi Classification
(NIC) pada klien yang mengalami ansietas, terdiri dari penurunan kecemasan dan
peningkatan koping, seperti pada uraian berikut :
Penurunan kecemasan
Penurunan kecemasan
a. Tenangkan klien
b. Berusaha memahami keadaan klien
c. Berikan informasi tentang diagnosa prognosis dan tindakan
d. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi
fisik pada tingkat kecemasan.
e. Gunakan pendekatan dan sentuhan
f. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan penurunan rasa
takut
g. Sediakan aktifitas untuk menurunkan ketegangan
h. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang
menciptakan cemas
i. Dukung penggunaan mekanisme defensive dengan cara yang tepat
j. Tentukan kemampuan klien untuk mengambil keputusan
k. Intruksikan kemampuan klien untuk menggunakan teknik
relaksasi
l. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara
yang tepat
Peningkatan koping
a. Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit
b. Hargai dan diskusikan alternative respon terhadap situasi
c. Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan jaminan
d. Sediakan informasi actual tentang diagnosa, penanganan
dan prognosis
e. Sediakan pilihan yang realistis tentang aspek perawatan
saat ini
f. Dukung penggunaan mekanisme defensive yang tepat
g. Dukung keterlibatan keluarga dengan cara yang tepat
h. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi startegi postif untuk mengatasi keterbatasan dan mengelola
gaya hidup atau perubahan peran.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ansietas
adalah respons emosi tanpa objek, berupa perasaan takut dan
kekhawatiran yang tidak jelas dan berlebihan dan disertai berbagai gejala
sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau penderitaan
yang jelas bagi pasien.
Penyebab
ansietas:
1. Peristiwa traumatik
2. Konflik emosional
3. Konsep diri terganggu
4. Frustasi
5. Gangguan fisik
Tanda – tanda ansietas
1.
Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
Faktor – faktor yang memperberat ansietas
1. Ancaman terhadap integritas fisik.
Ketegangan yang mengancam integritas fisik
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
3.2. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali
kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik
lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Diagnosa Keperawatan NANDA NIC-NOC (terjemahan)
Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer, A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Jakarta : Penerbit Aesculapius.
Nurjannah, I., 2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen, Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Yogyakarta : Penerbit MocoMedia
Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, Jakarta : EGC.
Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.
Videbeck, S.J., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC
Anonim, Diagnosa Keperawatan NANDA NIC-NOC (terjemahan)
Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer, A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Jakarta : Penerbit Aesculapius.
Nurjannah, I., 2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen, Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Yogyakarta : Penerbit MocoMedia
Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, Jakarta : EGC.
Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.
Videbeck, S.J., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar