A. Konsep Dasar Skizofrenia
1.
Pengertian
Skizofrenia
adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui)
dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang
luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik,
fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).
2.
Penyebab
a.
Keturunan
Telah dibuktikan
dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan
salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 %
dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).
b.
Endokrin
Teori ini
dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas,
waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak
dapat dibuktikan.
c.
Metabolisme
Teori ini
didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung
extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta
pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini
masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
d.
Susunan saraf pusat
Penyebab
Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek
otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh
perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
e.
Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia
tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat
ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi
Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit
badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia
merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul
disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari
kenyataan (otisme).
f.
Teori Sigmund Freud
Skizofrenia
terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik
ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan
Id yamg berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3)
kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi
psikoanalitik tidak mungkin.
g.
Eugen Bleuler
Penggunaan
istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang
terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir,
perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok
yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan
dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau
gangguan psikomotorik yang lain).
h.
Teori lain
Skizofrenia
sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macaam sebab antara
lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit
badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum
diketahui.
i.
Ringkasan
Sampai sekarang
belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan
mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau
faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress
psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa
terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.(
Maramis, 1998;218 ).
3.
Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan
gejala utama antara lain :
a.
Skizofrenia Simplek
Sering timbul
pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan
halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
b.
Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya
perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara
15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan
kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan
psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat,
waham dan halusinaasi banyak sekali.
c.
Skizofrenia Katatonia
Timbulnya
pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh
stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor
katatonik.
d.
Skizofrenia Paranoid
Gejala yang
menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan
halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses
berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
e.
Episode Skizofrenia akut
Gejala
Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi.
Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan
dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu
arti yang khusus baginya.
f.
Skizofrenia Residual
Keadaan
Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya
gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan
Skizofrenia.
g.
Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala
Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejal depresi
(skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk
menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
Konsep Dasar Skizofrenia Hebefrenik
Batasan : Salah satu tipe skizofrenia yang mempunyai
ciri ;
Inkoherensi yang jelas dan bentuk pikiran yang
kacau (disorganized).
Tidak terdapat wamam yang sistemik
Efek yang datar dan tak serasi / ketolol –
tololan.
Gejala Klinik
Gambaran utama
skizofrenia tipe hebefrenik berupa :
-
Inkoherensi yang jelas
-
Afek datar tak serasi atau
ketolol – tololan.
-
Sering disertai tertawa kecil
(gigling) atau senyum tak wajar.
-
Waham / halusinasi yang
terpecah – pecah isi temanya tidak terorganisasi sebagai suatu kesadaran, tidak
ada waham sistemik yang jelas gambaran penyerta yang sering di jumpai.
-
Menyertai pelangaran
(mennerism) berkelakar.
-
Kecenderungan untuk menarik
diri secara ekstrem dari hubungan sosial.
-
Berbagai perilaku tanpa tujuan.
Gambaran klinik
ini di mulai dalam usia muda (15-25 th) berlangsung pelan – pelan menahan tanpa
remisi yang berarti peterroasi kepribadian dan sosial terjadi paling hebat di
banding tipe yang lain.
Konsep Dasar Halusinasi
Pengertian
Halusinasi
adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal pikiran
dan rangsang eksternal (dunia luar) klien memberi persepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa ada obyek atau rangsangan yang nyata, misalnya : klien
menyatakan mendengar suara. Padahal tidak ada orang yang bicara.
Proses
terjadinya halusinasi
Fase pertama
Klien mengalami stress, cemas,
perasaan perpisahan, kesepian yang memuncak dan tidak dapat di selesaikan,
klien mulai melamun dan memikirkan hal – hal yang menyenangkan cara ini hanya
menolong sementara.
Fase kedua
Kecemasan meningkatkan, menurun dan berpikir
sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak
ingin orang lain tahu ia tetap dapat mengontrol.
Fase ketiga.
Bisikan, suara, isi halusinasi
semakin menonjol, menguasai dan mengotrol klien, Klien menjadi terbiasa dan
tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Fase keempat
Halusinasi berubah menjadi mengancam
memerintah dan memarahi klien, klien menjadi takut, tidak berdaya hilang
kontrol dan tidak berdaya, hilang dan tidak dapat berhubungan secara nyata
dengan orang lain di lingkungan
Tanda – tanda halusinasi
Menurut diri,
tersenyum sendiri duduk terpaku, bicara sendiri memandang satu arah, menyerang
tiba – tiba, arah gelisah.
Jenis halusinasi
a.
Halusinasi dengar
Dengar suatu
membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam tetapi tidak ada sumbernya
disekitarnya.
b.
Halusinasi terlihat
Melihat
pemandangan, orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada tetapi klien yakin
ada.
c.
Halusinasi penciuman
Menyatakan
mencium bau bunga kemenyan yang tidak dirasa orang lain dan ada sumber.
d.
Halusinasi kecap
Merasa mengecap
sesuatu rasa di mulut tetapi tidak ada.
e.
Halusinasi raba
Merasa ada
binatang merayap pada kulit tetapi tidak ada.
Pengkajian
Pengkajian
merupakan awal dan dasar utama dari proses keperawatan tahap pengkajian terdiri
atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien.
Data yang
dikupulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Pengelompokan data pada pengakajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping
dan kemampuan koping yang dimiliki klien (stuart dan Sunden, 1998). Cara
pengkajian lain berfokus pada 5 (lima)
dimensi : fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Isi pengkajian
meliputi :
1.
Identitas klien
2.
Keluhan utama/alasan masuk
3.
Faktor predisposisi
4.
Dimensi fisik / biologis
5.
Dimensi psikososial
6.
Status mental
7.
Kebutuhan persiapan pulang
8.
Mekanisme koping
9.
Masalah psikososial dan
lingkungan
10. Aspek medik
Data yang
didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung di sebut data obyektif,
sedangkan data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga melalui
wawancara perawatan disebut data subyektif.
Dari data yang dikumpulkan, perawatan
langsung merumuskan masalah keperawatan pada setiap kelompok data yang
terkumpul. Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat
digambarkan sebagai pohon masalah (Fasio, 1983 dan INJF, 1996). Agar penentuan
pohon masalah dapat di pahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan yang
terdapat pada pohon masalah : Penyebab (kausa), masalah utama (core problem)
dan effect (akibat). Masalah utama adalah prioritas masalah klien dari beberapa
masalah yang dimiliki oleh klien. Umumnya masalah utama berkaitan erat dengan
alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa
masalah klien yang menyebabkan masalah utama. Akibat adalah salah satu dari
beberapa masalah klien yang merupakan efek / akibat dari masalah utama. Pohon
masalah ini diharapkan dapat memudahkan perawat dalam menyusun diagnosa keperawatan
|
|
|||||||||||||
|
|||||||||||||
|
Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
Keperawatan
NO
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
|
1
2
3
4
|
Resiko mencederai diri sendiri dan atau orang lain/lingkungan
berhubungan dengan perubahan persepsi sensori/halusinasi
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir
(waham).
Difisit perawatan diri berhubungan dengan koping individu tidak
efektif
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
|
Tujuan Umum :
Klien tidak mencederi diri sendiri dan atau orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
Klien dapat hubungan saling percaya :
a.
Bina hubungan saling percaya
-
Salam terapeutik
-
Perkenalan diri
-
Jelaskan tujuan interaksi
-
Ciptakan lingkungan yang tenang
-
Buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan
(topik, waktu dan tempat berbicara).
b.
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
c.
Dengarkan ungkapan klien dengan empati.
Klien dapat mengenal halusinasinya
a.
Lakukan kontak sering dan singkat
rasional : untuk
mengurangi kontak klien dengan halusinasinya.
b.
Obeservasi tingkah laku klien terkait dengan
halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kesekitarnya
seolah – olah ada teman bicara.
c.
Bantu klien untuk mengenal halusinasinya;
-
Bila klien menjawab ada, lanjutkan; apa yang
dikatakan ?
-
Katakan bahwa perawat percaya klien mendengarnya.
-
Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti
klien.
-
Katakan bahwa perawatan akan membantu klien.
d.
Diskusikan dengan klien tentang ;
-
Situasi yang dapat menimbulkan / tidak menimbulkan
halusinasi.
-
Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi,
siang sore, malam atau bila sendiri atau bila jengkel / sedih).
e.
Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan
bila terjadi halusinasi (marah / takut / sedih / senang) dan berkesempatan
mengungkapkan perasaan.
Klien dapat mengontrol
halusinasinya
a.
Identifikasi bersama klien cara / tindakan yang
dilakukan bila terjadi halusinasi (tidur/marah/menyibukkan diri)
b.
Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, bila
bermanfaat beri pujian.
c.
Diskusi cara baru untuk memutus / mengontrol
timbulnya halusinasi :
-
Katakan “saya tidak mau dengan kamu” (pada
halusinasi).
-
Menemui orang lain (perawat / teman / anggota
keluarga untuk bercakap – cakap . mengatakan halusinaasinya.
-
Membuat jadwal kegiatan sehari – hari agar
halusinasi tidak sempat muncul.
-
Meminta orang lain (perawat / teman anggota
keluarga) menyapa bila tampak bicara sendiri.
d.
Bantu klien memilih dan melatih cara memutus /
mengontrol halusinasi secara bertahap.
e.
Berikan kesempatan untuk melakukan cara yang telah
dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian bila berhasil.
f.
Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas
kelompok (orientasi realisasi dan stimulasi persepsi).
Klien dapat dukungan keluarga dalam mengotrol halusinasinya :
a.
Anjurkan klien memberitahu keluarga bila mengalami
halusinasi.
b.
Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung /
pada saat kunjungan rumah)
-
Gejala halusinasinya yang dialami klien
-
Cara yang dapat dilakukan klien dan ke-luarga
untuk memutus halusinasi
-
Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di
rumah : Beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian
bersama
-
Berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu
mandapat bantuan; halusinasi tak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.
Klien dapat memanfaatkan
obat dengan baik :
a.
Diskusi dengan klien dan keluarga tentang dosis,
frekuensi dan manfaat obat.
b.
Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat
merasakan manfaatnya.
c.
Anjurkan klien bicara dengan dokter / perawat
tentang efek dan efek samping obat yang dirasakan.
d.
Diskusikan akibat berhenti obat tanpa kon-sultasi.
e.
Bantu klien menggunakan obat, dengan prinsip 5 (lima) benar (benar
dosis, benar cara, benar waktu)
Tujuan Umum :
Klien dapat melakukan komunikasi verbal
Tujuan Khusus :
1.
Klien dapat membina hubungan saling percaya
a.
Bina hubungan saling percaya dengan klien.
b.
Jangan membantah dan mendukung waham klien.
-
Katakan perawat menerima : saya menerima keyakinan
anda, disertai ekspresi menerima.
-
Katakan perawat tidak mendukung : sadar bagi saya
untuk mempercayainya disertai ekspresi ragu dan empati.
-
Tidak membicarakan isi waham klien.
c.
Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan
terlindung.
-
Gunakan keterbukaan dan kejujuran
-
Jangan tinggalkan klien sendirian
-
Klien diyakinkan berada di tempat aman, tidak
sendirian.
2.
Klien dapat mengindentifikasi kemampuan yang
dimilki
a.
Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien
yang realitas.
b.
Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki
pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.
c.
Tanyakan apa yang bisa dilakukan (aktiviotas
sehari – hari)
d.
Jika klien selalu bicara tentang wahamnya,
dengarkan sampai waham tidak ada.
3.
Klien dapat mengindentifikasi kebutuhan yang tidak
terpenuhi :
a.
Observasi kebutuhan klien sehari – hari.
b.
Diskusi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik
selama di rumah / di RS.
c.
Hubungan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan
timbulnya waham.
d.
Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan
klien (buat jadwal aktivitas klien).
4.
Klien dapat berhubungan dengan realitas :
a.
Berbicara dengan klien dalam kontek realita (diri
orang lain, tempat, waktu)
b.
Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok:
orientasi realitas
c.
Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang
dilakukan klien.
5.
Klien dapat dukungan keluarga :
a.
Gejala waham.
b.
Cara merawatnya.
c.
Lingkungan keluarga.
6.
Klien dapat menggunakan obat dengan benar
-
Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat,
dosis, frekuensi, efek samping obat, akibat penghentian.
-
Diskusikan perasaan klien setelah minum obat
-
Berikan obat dengan prinsip 5 tepat
Tujuan Umum :
Klien mampuan merawat diri sehingga penampilan diri menjadi adekuat
Tujuan Khusus :
klien dapat mengindentifikasi kebersihan diri
a.
Dorong klien mengungkakan perasaan tentang keadaan
dan kebersihan dirinya.
b.
Dengan ungkapan klien dengan penuh perhatian dan
empati.
c.
Beri pujian atas kemapuan klien mengungkapkan
perasaan tentang kebersihan dirinya.
d.
Diskusi dengn klien tentang arti kebersihan diri
e.
Diskusikan dengan klien tujuan kebersihan diri.
Klien mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan
dirinya.
a.
Kaji tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang
kebutuhan perawatan diri klien
b.
Diskusikan dengan keluarga
c.
Motivasi keluarga dalam berperan aktif memenuhi
kebutuhan perawatan diri klien.
d.
Beri pujian atas tindakan positif yang telah
dilakukan keluaga
Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap
Tujuan Khusus :
1.1.
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat
a.
Bina hubungan saling percaya
-
Salam terapeutik
-
Perkenalan diri
-
Jelaskan tujuan interaksi
-
Ciptakan lingkungan yang tenang
-
Bina kontrak yang jelas (topik, waktu, tempak).
b.
Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
tentang penyakit yang diderita
c.
Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
d.
Katakan pada klien bahwa ia adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab Serta mampu menolong dirinya sendiri.
1.1.
Klien dapat mengindetifikasi kemampuan dan aspek
positf yang memiliki
a.
Diskusikan kemampuan dan aspek yang di miliki
klien. Dapat dimulai dari bagian tubuh yang masih berfungsi dengan baik,
kemampuan lain yang dimiliki oleh klien, aspek positif (keluarga, lingkungan)
yang dimiliki klien. Bila klien tidak mampu mengindetifikasi maka dimulai
oleh perawat memberi pujian terhadap aspek positif klien.
b.
Setiap bertemu klien hindarkan memberi penilaian
negatif. Utamakan memberikan pujian yang realistis.
1.1. Klien dapat
menilai kemampuan yang dapat digunakan
a.
Diskusikan selama sakit
Misal : penampilan klien
dalam “self care”, latihan fisik dan ambulasi serta aspek asuhan terkait
dengan gangguan fisik yang dialami klien.
b.
Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaanya setelah plan sesuai dengan kondisi sakit klien.
1.1. Klien dapat
menetapkan / merencakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki :
a.
Rencanakan bersama klien aktivitas bersama klien
aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan : kegiatan
mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagian, kegiatan yang membutuhkan bantuan
total.
b.
Tingkatkan kegiatan sesuai degan tolerasi kondisi
klien
c.
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh
klien lakukan (kadang klien takut me laksanakannya).
1.1.
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi
sakit dan kemampuan.
a.
Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan
yang telah direncanakan
b.
Beri pujian atas keberhasilan klien
c.
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
1.1. Klien dapat
menfaatkan sistem pendukung yang ada
a.
Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang
cara merawat klien harga diri rendah
b.
Bantu keluarga memberi dukungan selama klien
dirawat
c.
Bantuan keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar