ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SINDROMA NEFROTIK APLIKASI NANDA, NOC, NIC

A.    Pengertian

Sindroma nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinarius yang masif. (Wong, 2003)

Sindroma nefrotik ditandai dengan proteinura, hipoproteinemia, edema dan hiperlipidemia.

Pada sindroma ini kadang-kadang disertai hipertensi dan hematuria serta penuturan faal ginjal. Sindroma ini bukan merupakan suatu penyakit tersendiri melainkan merupakan suatu refleksi dari hasil rangsangan ginjal oleh berbagai macam sebab.

Klasifikasi klinis sindroma nefrotik sebagai berikut :

1.          Sindroma nefrotik primer (timbul akibat kelainan primer pada glomerulus)

a.       Sindroma nefrotik kongenital

-          Tipe Finlandia

-          Tipe sklerosis mesangial infantil

b.      Sindroma nefrotik di dapat (akuisita)
-          Sindroma nefratik kelainan minimal
-          Glomerulonefritis membranoproliferatif
-          Glomerulosklerosis segmental fokal
-          Glomerulonefritis proliferatif
-          Glomerulosklerosis fokal dan global
-          Glomerulonefropati membranosa
-          Glomerulonefropati kronile
-          Non Klasifikasi

2.          Sindroma Nefrotik Sekunder (sebagai bagian dari suatu penyakit sistemik yang telah dikenal atau akibat dari sebab yang jelas

a.       Penyakit keturunan

-          DM

-          Amiloidosis


b.      Penyakit Infeksi

-          Hepatitis virus B

-          Malaria

-          Skistosoma

-          Lepra

-          Sipilis

c.       Toksin / alergen

-          Logam berat

-          Gigitan serangga (insect bite)

-          Bisa ular

d.      Penyakit sistematik dan penyakit immunemediated

-          LES

-          Sindroma vaskulitis

-          HSS

e.       Keganasan
-          Tumor paru
-          Penyakit hidrogin
-          Tumor gastrointestinal
Sindroma mefrotik dapat menyerang segala usia, tetapi dari 74% anak dengan sindroma nefrotik kelainan minimal, onset penyakit dimulai antara umur 2-7 tahun dengan perbandingan laki-laki : perempuan 2 : 1 setelah dewasa perbandingan menjadi 1 : 1

B.     Etilogi

Kebanyakan (90%) anak yang menderita nefrosis mempunyai beberapa bentuk sindroma nefrotik idiopotik. Penyakit lesi minimal ditemukan pada sekitar 85%, ploriferasi mesangium pada 5%, dan sklerosis setempat 10%. Pada 10 anak sisanya menderita nefrosis, sidrom  nefrotik sebagian besar di perantarai oleh beberapa bentuk glomerulonefritis, dan yang tersering adalah membranosa dan membrano plorifelatif.

 

C.    Patofisiologis

Kelainan patogenetik yang mendasari nefrosis adalah proteinuria, akibat  dari kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus. Mekanisme dari kenaikan permeabilitas ini belum diketahui tetapi mungkin terkait, setidak-tidaknya sebagian, dengan hilangnya muatan negatif glikoprotein dalam dinding kapiler. Pada status nefrosis, protein yang hilang biasanya melebihi 2g/24 jam dan terutama terdiri dari albumin hipoproteinemianya pada dasarnya adalah hipoalbuminemia. Umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun di bawah 2,5 g/dl (25 g/L)

Mekanisme pembentukan edema pada netrosis tidak dimengerti sepenuhnya. Kemungkinannya adalah bahwa edema didahului oleh timbulnya hipoalbuminemia, akibat kehilangan protein urin hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Penurunan volume intravaskuler menurunkan tekanan fungsi ginkal mengaktifkan sistem renin angiotensin-aldosteron, yang merangsang reapsorbsi natrium di tubulus distal. Penurunan volume intravaskuler juga merangsang perlepasan hormon intidiuretik yang mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik plasma berkurang, natrium dan air yang telah direabsorbsi masuk ke ruang instertisial, memperberat edema.

Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat. Sekurang-kurangnya ada dua faktor yang memberikan sebagian penjelasan (1) hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein; dan (2) katabolisme lemak menurun, karena penurunan kada liporotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein lipase keluar melalui urin sebelum jelas.











Manifestasi Klinis

-          Oedem
Dimulai dari kelopak mata sampai dengan anasarka
-          Penderita mengeluh nafsu makan berkurang dan rasa mual terutama bila sudah terjadi acites
-          Selama terjadi oedem, jumlah urine menurun dan berwarna keruh karena mengandung protein.
-          Proteinuria
-          Hipoalbuminemia
-          Hiperkolesterolemia.

D.    Penatalaksanaan

a.       Medis

-          Diuretika
Diberikan pada keadaan oedem anasarka dengan preparat
·         Hidrokortiasid 2 mg / Kg BB / Hari 2 kali sehari
·         Furosemid 1 – 2 mg / Kg  BB / Kali, 1-2 kali sehari
-          Prednison (Steroid)
·         Dosis inisial 2 mg / kg Bb / hari dibagi dalam 3 dosis
·         Selama 4 minggu. Dosis awal diberikan lebih besar daripada dosis jam berikutnya
·         Bila terjadi perbaikan dalam waktu 4 minggu atau kurang (remisi), pengobatan di lanjutkan dengan dosis intermiten 2/3 dosis inisial dalam 3 dosis  selama 3 hari berturut-turut per minggu selama 4 minggu
·         Bila remisi bertahan, dilakukan pengurangan dosis 0,5 mg/kg BB/ hari setiap 2 minggu selama 2-4 bulan dan bila baik, pengobatan dapat dihentikan
-          Sitostatika
Digunakan bila terjadi resistensi terhadap prednison
-          Pemberian albumin sintetik parenteral bila terjadi hipoalbuminemia berat.
b.      Dietetis
-          Diet TPRG, protein 3-4 gram/ Kg BB / hari, bila sudah membaik dapat dikurangi menjadi 1-2 gram/Kg BB/ hri
-          Pembatasan cairan selama ada oedem
c.       Keperawatan
-          Tirah taring selama oedem
-          Kurangi aktivitas fisik
-          Hindarkan stres psikologis

E.     Komplikasi

-          Infeksi (peritonitis spontan, sepsis, pneumonia, selulitis, ISK)

Akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama kambuh, meliputi penurunan kadar imunoglobulin, cairan edema yang berperan sebaai media biakan, defisiensi protein penurunan aktivitas bakterisit, terapi imunosupresif, penurunan perfusi limpa karena hipovelemia, kehilangan faktor komplemen (Faktor properdin B) dalam urin yang mengopsonisasi bakteri tertentu
-          Trombosis arteri dan vena (karena kenaikan  kadar  faktor koagulasi tertentu dan inhibitor fibrinolisis plasma, penurunan kadar inti-trombin III plasma, dan kenaikan agregasi trombosit)
-          Definisi faktor kagulasi IX, XI, dan XII
-          Penuruan kadar vitamin D Serum
-          Gagal ginjal kronis

F.     Pemeriksaan Penunjang

1.      Analisa urine : Adanya protein, silinder, sel darah merah

2.      Analisa darah : Protein serum (total albumin, globulin, kolestrol)

 

G.    Asuhan Keperawatan Sindroma Neprotik

1.      Pengkajian
a.       Identitas
b.      Riwayat Kesehatan
1.      Keluhan pertama : Penambahan BB edema, wajah sebab, sesak nafas acites, pembekakan labial/skrotal, anoreksia, diare, mudah lelah, letargi
2.      Riwayat kesehatan sekarang
3.      Riwayat kesehatan yang lalu
4.      Riwayat keluarga
5.      Riwayat tumbuh kembang
c.       Pemeriksaan Persistem
1.      Keadaan umum : Kesadaran, vital, sign, status gizi (BB, TB)
2.      Sistem 
-      Pernafasan   : Kesulitan pernafasan (Efusi Pleura)
-      Kardiovaskuler        : Tekanan darah normal / menurun
-      Gastrointestinal       : diare, (Edema mukosa usus)
-      Integumen   : Pucat kulit ekstrem, edema
-      Persyarafan             : peka rangsang
-      Perkemihan             : Penurunan volume, warna urine gelap, berbau buah.

d.      Pola Fungsi Kesehatan
1.      Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2.      Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah
3.      Pola eliminasi : diare
4.      Pola aktivitas dan latihan mudah lelah
5.      Pola tidur istirahat  : Susah tidur
6.      Pola kognitif dan perseptual : mengetahui tentang penyakitnya
7.      Pola toleransi dan koping stres : penolakan, cemas, sedih
8.      Pola nilai keyakinan
9.      Pola hubungan dan peran
10.  Pola seksual dan reproduksi
11.  Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri

H.    Diagnosa Keperawatan yang bisa muncul

1.      Kelebihan volume cairan (interatisiil), berhubungan dengan mekanisme  pengaturan melemah

2.      Resiko kerusakan integritas kulit b.d edema, penurunan pertahanan tubuh
3.      Resiko infeksi b.d pertahanan tubuh yang menurun /imunosupresi.
4.      Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan persepsi ketidak mampuan
5.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kehilangan nafsu makan

DIAGNOSA KEPERAWATAN


No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
1.
-           
Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah

Batasan Karakteristik :
-      Peningkatan berat badan cepat
-      Intake lebih banyak dari output
-      Edema s.d anasarka
-      Oliguria
-      Penurunan Hb dan HMT
-      Perubahan pola res-pirasi, dispnea, nafas pendek, ortopnea, su-ara abnormal : rales atau crakles, efusi pleura


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam kelebihan cairan klien berkurang, dengan kriteria

Electrolyte & Acid / base balance (0600)
-      Nadi dbn
-      Respirasi dbn
-      Serum Ca, Mg, Cl, dbn
-      Albumin, Ceatinin dbn

Balance cairan (0601)
-      Nadi perifer teraba kuat
-      Tidak terjadi orthostatic hipotension
-      Intake-output / 24 jam seim-bang
-      Tidak ada acites, edema anasarka <
-      Tidak ada suara nafas tambahan
-      Berat badan stabil
-      Membran mukosa lembab
-      Nilai HMT dan elektrolit serum dbn

 
Elektrolite  Management (2000)
1.      Monitor intake output
2.      Monitor fungsi renal
3.      Monitor nilai Ca, Mg, Cl
4.      Kolaborasi medikasi sesuai program
5.      Monitor gejala mual, muntah, hematuria sebagai akibat gangguan ginjal



Fluid Management (4120)
1.      Monitor intake-output
2.      Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, kuatnya nadi)
3.      Monitor vital sign
4.      Monitor indikasi kelebihan cairan (cracles, edema, distensi vena jugularis, acites)
5.      Kelola pemberian th/cairan
6.      Monitor status nutrisi
7.      Kelola pemberian diuretik
2.
Resiko kerusakan inte-gritas kulit b.d edema
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan criteria :

Dialisis Acces Integrity (1105)
-          Temperatur badan dalam batas normal
-          Tidak tampak kemerahan pada kulit
-          Tak ada bagian tubuh yang terluka dan berdarah
-          Pulse perifer dalam batas normal
-          Temperatur kulit perifer
-          Tak ada edema perifer

Risk Control (1902)
-          Faktor  resiko termonitor (dari klien maupun ling-kungan)
-          Menggunakan cara yang efektif untuk mengontrol resiko kerusakan jaringan
-          Modifikasi lifestyle untuk mengurangi resiko
-          Keluarga terlibat dalam mengontrol resiko
-          Monitor perubahan status kesehatan
-          Klien dan keluarga terlibat dalam screning untuk menetapkan masalah kesehatan
Curculatory Precuation (4070)
1.      Kaji semua sirkulasi perifer
2.      Tidak memasang IV cath pada affected extremity (ektremitas yang tertekan)
3.      Kembalikan sirkulasi darah pada daerah yang tertekan
4.      Pertahankan hidrasi yang adequat untuk menghindari kerusakan viscositas darah
5.      Hindari perlukaan pada daerah tertekan
6.      Rawat kuku klien
7.      Instruksikan klien dan keluarga untuk menghindari perlukaan pada daerah tertekan
8.      Monitor daerah pada ekstermitas dari panas, merah, nyeri  dan sweling
3.
Gangguan citra tubuh b.d. perubahan penam-pilan persepsi ketidak mampuan

Batasan karakteristik : 
-          Perilaku menghindar
-          Pengungkapan mengenai perubahan penampilan dan fungsi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam klien tidak mengalami gangguan citra tubuh, dengan criteria :

Body Image (1200)
-          Gambaran diri baik
-          Keseimbangan antara ke-adaan tubuh dan idealisme, serta perilaku
-          Bisa menerima perubahan fungsi tubuh
-          Menerima perubahan status kesehatan
-          Mau menggunakan alter-native / fasilitas lain untuk mendukung fungsi.

Psychosocial Adjustment : Life change (1305)
-          Merumuskan tujuan realistis
-          Kenyamanan diri terpelihara
-          Menunjukka produktifitas dan optimisme
-          Menunjukkan perasaan mampu sesuai kondisi
-          Bisa mengidentifikasi dan menggunakan coping yang efektif
Body Image enhancement (5220)
1.      Deteksi adanya perubahan body image
2.      Gunakan prosedur antisipasi untuk mencegah perubahan body image
3.      Bantu klien untuk men-diskusikan perubahan yang terjadi karena penyakitnya
4.      Bantu klien untuk mendis-kripsikan perubahan bentuk dan fungsi tubuh sesuai umur
5.      Latih anak / klien utuk menggunakan fungsi tubuh sesuai kondisi
6.      Identifikasi coping strategi dari orang tua  dalam me-respon perubahan kondisi anak.



4.
Resiko infeksi b.d per-tahanan tubuh menurun /  imunosopresi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam klien tidak mengalami infeksi, dengan criteria :

Dialisis Acces Integrity (1105)
-          Risk control (1902)
-          Immue status (0702)
-          Infeksi recurrent tidak terjadi
-          Tak ada tumor
-          Gastrointestinal dalam batas normal
-          Pernafasan dalam batas normal
-          Genitourinary dalam batas normal
-          TempSuhu tubuh dalam rentang normal
-          Integritas jar kulit baik
-          Integritas mukosa
-          Cronic fatique tidak terjadi
-          Tak ada reaksi ektrem pada daerah skin test
-          WBC dalam batas normal
-          Tissue integrity skin dan mucous
-          Elastisitas dalam batas normal
-          Hidrasi baik
-          Pigmentasi dalam batas normal
-          Textur dalam batas normal
-          Pertumbuhan rambut dan jaringan kulit baik
-          Tak tampak lesi pada jaringan
Monitor elektrolite (2020)
1.      Monitor elektrolit serum
2.      Monitor serum albumin dan total protein, sesuai indikasi
3.      Monitor hal-hal yang dapat mempengaruhi asam basa
4.      Identifikasi penyebab ketidak seimbangan elektrolit
5.      Catat dan laporkan bila terdapat ketidak seimbangan  elektrolit
6.      Catat perubahan sensasi perifer (tremor)
7.      Monitor mual, munt, diare
8.      Monitor keadequatan per-nafasan
9.      Monitor kehilangan cairan yang bisa menyebabkan kehilangan elektrolit
10.  Monitor cramp perut, bradi cardi hipotension, depresi pernafasan bahkan coma

Pencegahan Infeksi (6550)
o   Monitor simtom local maupun sistemik, adanya infeksi
o   Monitor luka yang bisa menyebabkan infeksi
o   Monitor WBC
o   Gunakan teknik aseptik
o   Lakukan perawatan khusus yang sesuai untuk daerah edema
o   Inpeksi daerah mukosa membran apakah terdapat kemerahan panas
o   Monitor perubahan energi
o   Berikan antibiotik sesuai indikasi
o   Libatkan klien dan keluarga untuk mencegah infeksi
5.
PK: Syok hipovolemia b.d kebocoran plasma, perdarahan , dehidrasi


Setelah dilakukan tindakan / penanganan   selama … X 24 jam   diharapkan klien tidak mengalami syok, dengan criteria :

Kriteria hasil :
-          Amplitudo nadi perifer  meningkat
-          Pengisian kapiler singkat (< 2 detik)
-          Tekanan darah dalam rentang normal
-          CVP > atau = 5 cm H2O
-          Frekuensi jantung teratur
-          Berorientasi terhadap waktu, tempat, dan orang
-          Keluaran urin > atau = 30 ml/jam
-          Akral hangat
-          Nadi teraba
-          Membran mukosa lembab
-          Turgor kulit normal
-          Berat badan stabil dan dalam batas normal
-          Kelopak mata tidak cekung
-          Tidak demam
-          Tidak ada rasa haus yang sangat
-          Tidak ada napas pen-dek /kusmaul


1.      Kaji dan catat status perfusi perifer. Laporkan temuan bermakna : ekstremitas dingin dan pucat, penurunan amplitude nadi, pengisian kapiler lambat.
2.      Pantau tekanan darah pada interval sering ; waspadai pada pembacaan lebih dari 20 mmHg di bawah rentang normal klien atau indicator lain dari hipotensi : pusing, perubahan mental, keluaran urin menurun.
3.      Bila hipotensi terjadi, tempatkan klien pada posisi telentang untuk meningkatkan aliran balik vena. Ingat bahwa tekanan darah > atau = 80/60 mmHg untuk perfusi koroner dan arteri ginjal yang adekuat.
4.      Pantau CVp (bila jalur dipasang) untuk menentukan keadekuatan aliran balik vena dan volume darah; 5-10  cm H2O biasanya dianggap rentang yang adekuat. Nilai mendekati 0 menunjukkan hipovolemia, khususnya bila terkait dengan keluaran urin menurun, vasokonstriksi, dan peningkatan frekuensi jantung yang ditemukan pada hipovolemia.
5.      Observasi terhadap indicator perfusi serebral menurun : gelisah, konfusi, penurunan tingkat kesadaran. Bila indicator positif terjadi, lindungi klien dari cidera dengan meninggikan pengaman tempat tidur dan menempatkan tempat tidur pada posisi paling rendah. Reorientasikan klien sesuai indikasi.
6.      Pantau terhadap indicator perfusi arteri koroner menurun : nyeri dada, frekuensi jantung tidak teratur.
7.      Pantau hasil laboratorium terhadap BUN (>20 mg/dl) dan kreatinin (>1,5 mg/dl) meninggi ; laporkan peningkatan.
8.      Pantau nilai elektrolit terhadap bukti ketidak seimbangan , terutama Natrium (>147 mEq/L) dan Kalium (>5 mEq/L). Waspadai tanda hiperkalemia : kelemahan otot, hiporefleksia, frekuensi jantung tidak teratur. Juga pantau tanda hipernatremia, retensi cairan dan edema.
9.      Berikan cairan sesuai program untuk meningkatkan volume vaskuler. Jenis dan jumlah cairan tergantung pada jenis syok dan situasi klinis klien : RL, Asering
10.  Siapkan untuk pemindahan klien ke ICU/PICU
(Keperawatan Medical Bedah : Swearingen : 1996)

Tidak ada komentar: