TEORI ETIK KEPERAWATAN : UTILITARIANISME



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
Sistem pelayanan kesehatan merupakan suatu struktur multidisipliner yang bertujuan mencapai derajat kesehatan yang optimal. Keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dengan cara memberikan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga dan masyarakat.
Sebagai profesi yang bergerak dalam pelayanan kesehatan, perawat sering dihadapkan pada berbagai pengambilan keputusan etik, oleh karena itu perawat harus dapat memahami cara pengambilan keputusan yang baik. Pengambilan keputusan etik dalam keperawatan memerlukan keahlian dalam beberapa komponen, yang antara lain adalah hubungan manusia yang baik, etika, dan situasi kontekstual (Rustiyanto, 2009).
Salah satu aturan yang mengatur hubungan antara perawat dan pasien adalah etika. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga profesi keperawatan, yang mendasari prinsip-prinsip dan tercermin dalam standar praktik profesi (Doheny, Cook, Stoper, 1982). Etika merupakan terminologidengan berbagai makna, etika berhubungan dengna bagaimana seseorang harus bertindak dan bagaimana mereka melakukan hubungan dengan orang lain (Potter dan Perry, 1997).
Salah satu bagian dari teori etika yaitu teori utilitarianisme. Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris utility yang berarti bermanfaat (Bertens, 2000). Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat, atau dengan istilah yang sangat terkenal “the greatest happiness of the greatest numbers”(Bertens, 2000).
Dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien seringkali kita dihadapkan pada berbagai masalah etis, khususnya yang berkaitan dengan etika utilitarianisme. Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelusuran, telaah serta melakukan analisa terkait penerapan teori utilitarianisme di dalam praktek pemberian asuhan.
1.2    TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.    Menelaah dan menganalisa teori etik utilitarianisme.
2.    Menelaah dan menganalisa contoh kasus dalam pelayanan kesehatan berdasarkan teori etik utilitarianisme.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN UTILITARIANISME
Utilitarianisme berasal dari dua suku kata yakni utilitarianism dan isme. Jadi utilitarianisme secara harfiah berasal dari bahasa Inggris utilitarisnism dari kata dasar utility yang di adopsi dari bahasa Latin utilis yang berarti kegunaan / manfaat dan isme artinya paham / aliran. Utilitarianisme dapat diartikan sebagai suatu paham mengenai kegunaan (Savitri, 2012).
Jeremy Bentham dalam bukunya Introduction to the Principles of Moral and Legislation mengartikan utilitarianisme sebagai perilaku yang sesuai moral dan tidak akan merugikan orang lain untuk meningkatkan kebahagiaan dimana utilitarianisme sebagai paham yang memaksimalkan kesenangan dan menghindari penderitaan (Bentham, 1781). Menurutnya manusia mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit agar mencapai kebahagiaan yang bisa diraih sebagai akibat (konsekuensi) tindakan dan hukum adalah instrumen yang berperan dalam menggapai tujuan kemanfaatan tersebut. Menurut Bentham bahwa hukum harus mampu memberikan kemanfaatan (utilitas) bagi setiap individu.
Sedangkan menurut Hayry (1994) utilitarianisme berasal dari beberapa bentuk, pada umumnya menitikberatkan pada konsekuensi, menempatkan konsep baik dan buruk sebelum ide benar dan salah, mengadvokasi kejujuran dari setiap kebaikan dan konsentrasi pada maksimisasi faktor kuantitatif daripada menganalisa perbedaan kualitatif. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tindakan atau tidak bertindak, merupakan pilihan dan kebijakan memiliki konsekuensi bagi diri kita sendiri dan orang yang terlibat. Standar utilitarian menolak mengutuk tindakan yang digambarkan sebagai hal yang keji atau melanggar hak tetapi konsekuensi tindakan tersebut tidak menghasilkan hal yang merugikan. Ketika mau mengetahui status moral suatu tindakan maka harus mempelajari konsekuensi.
Hayry (1994) mengenalkan sebuah aliran utilitarianisme dalam dunia kesehatan yang dinamakan bioutilitarianisme. Hal ini dikarenakan adanya kasus spesifik dalam dunia kesehatan yang sulit dijelaskan oleh teori utilitarian secara umum. Menurutnya dunia kesehatan tidak hanya berfokus pada soal menghasilkan kebaikan dan juga kebahagiaan tetapi juga mempromosikan bentuk kulitas hidup.
Pemikiran Hayry sejalan dengan Shidarta (2007) yang menyatakan bahwa utilitarianisme sebagai teori etika yang melihat kebenaran dan kesalahan suatu tindakan berdasarkan faktaatau hasil dari sebuah tindakan dan bahwa utilitarian adalah etik dengan frasa kebaikan terbesar untukjumlah terbesar.
Utilitarianisme sering juga disebut consequentialism (konsekuensialisme) adalah teori etik yang menilai tindakan berdasarkan konsekuensi dari tindakan tersebut dimana hasil daripada tindakan lebih penting daripada tindakan itu sendiri (Mason.W.E. et all., 2008). Menurut Purba (2009) utilitarianisme merupakan suatu doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan /konsekuensi yang dapat terjadi. Utilitarianisme juga diartikan oleh Enggleston (2014) sebagai dasar teori moral tentang memaksimalkan seluruh kebaikan. Utilitarianisme mengklaim mampu memberikan aturan untuk menentukan apakah suatu tindakan itu benar / salah (Simon,2000).
Berdasarkan dari pengertian utilitarianisme yang telah dijabarkan oleh beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa utilitarianisme adalah suatu paham moral yang menilai bahwa tindakan yang dilakukan dinilai baik apabila bisa memberikan kebahagiaan dan mengandung asas kegunaan. Utilitarianisme adalah paham konsekuensi artinya tindakan yang tepat dipahami sepenuhnya berdasarkan konsekuensi yang dihasilkan dimana konsekuensi tersebut dapat dikumulatifkan sehingga tindakan dengan kebaikan terbesar adalah kebaikan yang memberikan manfaat dengan jumlah terbesar.

2.2  SIAPA, DIMANA DAN KAPAN UTILITARIANISME MULAI BERKEMBANG
Utilitarianisme dikenal luas pada abad ke-18.Tokoh pengemuka utilitarianisme adalah Jeremy Bentham (1748-1832) dan John Stuart Mill (1806-1873), kedua filsuf tersebut berasal dari Inggris. Namun sekalipun utilitarianisme sering dikaitkan dengan filsuf Skotlandia bernama David Hume. Akan tetapi Utilitarianisme dalam bentuk paling klasik diwakili oleh pemikiran Bentham.

2.2.1        Perkembangan utilitarinisme serta filsufnya, sebagai berikut (Shidarta, 2007):
2.2.1.1 Masa Yunani Kuno sampai abad Pertengahan
Landasan pemikiran yang merintis dan mengilhami utilitarianisme dari hedonisme, epikurisme, dan empirisme yang bersama dengan rasionalisme mendorong kelahiran positivisme. Hedonisme berasal dari kata Yunani, yaitu hedone (kesenangan atau kenikmatan). Filsuf hedonism terpenting adalah Aristippus (435-366 SM), salah seorang pengikut Sokrates (470-399 SM). Filsafatnya mengajarkan agar setiap orang mengejar kepentingan dirinya sendiri (egoistis). Aristippus menekankan bahwa ajaran moral Sokrates antara lain bertujuan untuk menggapai kebahagiaan. Untuk sampai ke taraf ini, Aristippus tidak segan-segan menganjurkan agar manusia memuaskan nafsu ragawi semaksimal mungkin. Salah seorang tokoh hedonisme adalah Epikuros (314-270 SM) yang mengajarkan bukan kenikmatan duniawi.
Epikurisme atau epikurianisme mementingkan kebahagiaan rohani, yaitu jiwa yang tenteram (ataraxia). Untuk mencapai kebahagiaan rohani manusia harus hidup tenang, jauh dari godaan duniawi. Hal yang menyamakan utilitarianisme dengan epikurisme adalah pemahaman tentang arti penting prinsip manfaat.
Aliran hedonism dan epikurisme tidak mendapatkan tempat setelah Helenisme dan tatkala masuk abad pertengahan. Kekuatan pengaruh agama yang mengajarkan tidak perlu penonjolan diri sendiri demi alasan-alasan yang dianggap tidak bermoral. Setelah abad pertengahan berakhir, tatkala empirisme menguasai pemikiran zaman modern dan   utilitarianisme mulai berkembang.
2.2.1.2  Perkembangan pada masa empirisme dimana munculnya filsafat Barat, yakni:
a.       John Locke (1632-1704) menyatakan bahwa setiap manusia memiliki tujuan rasional untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan masing-masing sehingga kesempatan untuk mengejar kebahagiaan dan kesenangan ini tidak berbenturan, masyarakat mengikatkan diri dalam kontrak sosial
b.      Bentham (1748-1832) menyatakan utilisme individual dimana tiap individual memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan penderitaan guna mencapai kebahagiaan.
c.       Mill (1806-1873) menyatakan utilisme sosial dimana memaksimalkan kesenangan sosial dan meminimalkan penderitaan social guna mencapai kebahagiaan.
d.      Sidgwick (1838-1900) menyatakan utilisme negatif dimana memaksimalkan pengejaran terhadap hal-hal yang bernilai instrinsik guna mencapai kebahagiaan.
e.       Singer (1946-….) menyatakan utilisme evolusioner dimana memaksimalkan kemanfaatan lebih tinggi kepada spesies manusia sehingga memungkinkan rekayasa genetika dan euthanasia bagi manusia cacat yang tidak berguna dan menjadi beban bagi orang lain.

2.3 BAGAIMANA UTILITARIANISME
Karakteristik utilitarianisme menurut John (Scott, 2017)
a.         Konsekuensi positif atau negatif adalah gambaran yang paling penting untuk menilai kualitas moral suatu situasi (konsekuensalisme).
b.        Efek pada pengalaman individu,minat dan kesejahteran individu adalah jenis konsekuensi yang diperhitungkan terutama menghindri rasa sakit dan penderitaan dan peningkatan kesenangan dan kebahagiaan (welfarisme)
c.         Setiap individu yang mampu memiliki berbagaai jenis pengalaman dan kepentingan positifdan negative harus diperhitungkan sama/adil (persamaan status moral dan ketidakberpihakan)
d.        Adanya kewajiban moral untuk memaksimalkan keuntungan secara keseluruhan dengan menghitung keseluruhan konsekuensinya dan memilih pilihan yang secara keseluruhan memberikan manfaat tertinggi (maksimalisasi).
e.         Kualitas moral ditentukan oleh gabungan (konsekuensi) di semua individu yang terpengaruh yang dapat mengalami pengalamanpositifdan negatif.
Bentuk Utilitarianisme terdiri dari tindakan dan peraturan (act and rule utilitarianisme). Menurut Donagan (1979) dan Simon (2000) utilitarianisme dapat diklasifikasikan menjadi:
a.         Act utilitarianisme
Berpendapat bahwa prinsip dasar utiltarianisme ditetapkan dalam perbuatan. Prinsip dasar tersebut dipakai untuk menilai kualitas moral suatu perbuatan. Utilitarianisme tindakan berfokus pada tindakan yang dilarang di masyarakat, misalnya tidak boleh membunuh, mencuri, menipu, dan lain-lain serta diukur dalam konsekuensi.
b.        Rule utilitarianisme
Rule utilitarianisme merupakan suatu aturan moral umum lebih layak digunakan untuk menilai suatu tindakan, artinya yang utama bukanlah untuk menilai suatu tindakan mendatangkan manfaat terbesar bagi banyak orang melainkan harus ditanyakan apakah tindakan sesuai dengan aturan moral yang harus diikuti olah semua orang. Perbuatan adalah baik secara moral bila sesuai dengan aturan moral yang paling berguna bagi suatu masyrakat. Kesulitan utama timbul dalam utilitarianisme aturan jika terjadi konflik aturan antara dua aturan moral. Contohnya seorang bapak yang tidak memiliki uang lalu mencuri uang untuk dapat membeli obat anaknya yang sakit keras dan wajib meminum obat tersebut. Konflik utilitarianisme antara bapak (orang tua) yang mau menyelamatkan anaknya tetapi bapak yang mencuri uang (aturannya orang tidak boleh mencuri). Utilitarianisme peraturan lebih memegang prinsip aturan norma dan moral yang ada dimasyarakat mengenai apa yang baik dan benar dan apa yang dilarang dan tidak termasuk peraturan didalam agama serta diukur dalam kegunaannya.

Utilitarianismedirancang dengan mempertimbangkan konsekuensi suatu tindakan, bagaimana jika tidak dilakukan dan bagaimana jika dilakukan. Pertimbangan konsekuensi berisikan dampak, hasil, kemungkinan, cara lain, dan biaya yang dikeluarkan (Cranmer & Nhemachena, 2013). Konsekuensi sendiri memiliki beberapa tipe yaitu actual. Probable,Possiblesebagai berikut (Hayry, 1994):
a.         Aktual
Konsekuensi aktual merupakan akibat dari tindakan yang sudah dilakukan. Konsekuensi adalah status sebagai hasil dari tindakan. Apa yang kita lakukan mempunyai efek pada kita dan orang lain.
b.        Probable
Konsekuensi probable adalah kemungkinan yang akan terjadi jika tindakan dilakukan. Karena kita pada umumnya mengetahui tentang dampak menengah dari pilihan kita pada kejadian masa depan dimana alamlah yang akan mengarahkan pilihan kita pada beberapa tingkatan, walaupun tidak ada kebutuhan prioritas theoretikal yang diberikan bagi prospek yang serba cepat.
c.         Possible
Konsekuensi possible adalah mungkin dapat terjadi akibat dari suatu tindakan.Status yang akan datang sebagai hasil konsekuensi tindakan kita. Pesimis yang kuat atau optimis dan aversi risiko yang ekstrim atau mengambil risiko dapat memilih pilihan ini.
Prinsip dasar filsafat utilitarianisme yaitu prinsip asosiasi dan prinsip kebahagiaan terbesar. Prinsip asosiasi berakar pada psikologi tentang adanya refleks yang dikondisikan. Bentham menyatakan bahwa hukum memiliki kemampuan sebagai stimulus untuk mengkondisikan ide-ide tentang kebaikan. Prinsip kebahagiaan terbesar menjelaskan bahwa setiap orang pada dasarnya menyukai kesenangan (pleasure) dan membenci penderitaan (pain). Tindakan yang baik adalah memperbanyak kesenangan dan tindakan yang buruk adalah berbuat sebaliknya. Bentham (1781) menyebutkan 14 kesenangan dan 12 penderitaaan.
Empat belas kesenangan tersebut adalah kesenangan indera, kekayaan, ketrampilan, persahabatan, nama baik, kekuasaan, kesenangan piety, kesenangan benevolence, kesenanganmalevolence, kesenangan memori, kesenangan imajinasi, harapan, asosiasi, relief. Dua belas penderitaan adalah privasi, penderitaan indera, kelemahan, musuh, nama buruk, penderitaan piety, penderitaanbenevolence, penderitaan malevolence, penderitaan memori, penderitaan imajinasi, harapan, ketergantungan asosiasi.
Terminologi kesenangan disinonimkan sebagai kebahagiaan (happiness). Jadi hukum yang baik adalah yang bisa mendatangkan kesenangan. Makin banyak kesenangan atau kebahagiaan bisa didatangkan, makin baik kualitas hukum itu.Tugas individu hanya mengejar sebanyak mungkin kesenangan bagi diri dan jangan berbenturan dengan hukum karena hukum memang berfungsi utnuk menyesuaikan antara kepentingan individu dan kepentingan publik. Mill mengoreksi pendekatan Bentham tentang rasa simpati (feeling of sympathy) harus ditumbuhkan agar individu tidak sampai melukai kepentingan sosial.

2.4  MENGAPA UTILITARIANISME
Moralitas utilitarianisme mengajarkan agar kepentingan keseluruhan wajib diprioritaskan di atas kepentingan pribadi. Hal inilah yang membedakan utilitarianisme dengan cara berpikir egoism atau altruism. Ukuran kebaikan adalah apa yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kemanfaatan merupakan sesuatu yang mutlak dan dikejar oleh semua orang karena mereka semua berkenyakinan bahwa kemanfaatan akan menjamin tercapainya kebahagiaan. 
Pengkajian kebaikan dan keburukan konsekuensi, semua komponen dalam moral seharusnya seimbang, diperhitungkan dan lebih baik konsekuensi moral tindakan tersebut dikumulatifkan. Tindakan dengan konsekuensi terbaik adalah hak dan setiap individu seharusnya menampilkannya. Konsekuensi permasalahan secara moral mempromosikan kategori baik atau buruk yang didefinisikan secara eksplisit atau implisit oleh penganut teori utilitarian. Hasil yang dikatakan baik atau buruk cenderung melakukan tindakan yang hakekatnya benar atau salah. Hasil dari mempromosikan baik atau buruk cenderung melakukan benar atau salah secara instrumental. Tidak ada perbedaan yang kaku antara keduanya karena semua efek yang kita lakukan, atau kegagalan untuk melakukan, seharusnya menjadi bagian dari analisa.
2.4.1 Penerapan utilitarianisme dalam bidang kesehatan
Pelayanan kesehatan tidak selalu mudah menentukan konsekuensi dari tindakan individu, dan siapa yang dapat menentukan apa yang menjadi hasil terbaik tindakan tersebut. Terkadang pendekatan dentologi dan consequentialist berlawanan satu sama lain dimana yang satu berpusat pada hal-hal individu, namun yang lainnya menyatakan hak komunitas yang lebih besar (Mason.W.et all.,2008).
Pendekatan utiliatarianisme digunakan cukup umum dalam bioetika dan beberapa bioethicists yang paling terkenal secara internasional. Utilitarian sangat berpengaruh dalam refleksi penggunaan teknologi baru atau masa depan yang seringkali mendukung pandangan ramah teknologi dan lebih optimis tentang potensi mereka untuk mengubah masyarakat menjadi lebih baik (Scott, 2017).
Scott (2017),dalam bukunya menuliskan beberapa diskusi tentang aplikasi aliran utilitarianisme yaitu sebagai berikut:
a.         Pengambilan keputusan dalam akhir hidup (end of life decision making)
Utilitarian telah berdebat mengenai perbedaan antara membunuh dan membiarkan kematian sehubungan dengan pertanyaan tentang euthanasia dan membantu bunuh diri (Glover,1990). Mereka berpendapat pentingnya mempertimbangkan penderitaan yang dialami orang-orang dalam situasi akhir kehidupan dimana keputusan medis untuk membiarkan kematian tanpa menyebabkan (peran aktif) kematian dapat memyebabkan penderitaan yang jauh lebih tinggi daripada intervensi aktif (Rachel,1975). Utilitarianisme menilai pentingnya penilaian kualitas hidup didalam memutuskan pengobatan termasuk argument bahawa jika janin atau bahkan dalam beberapa kasus, bayi baru lahir memiliki kapasitas dan kualitas hidup yang memadai maka hal itu secara etis diperbolehkan untuk mengakhiri hidup mereka (Kuhse dan Singer,1985; Siner 1993).
b.        Perbuatan keputusan untuk system reproduksi
Utilitarian berpendapat bahwa diperbolehkan berbagai intervensi reproduksi; mulai dari tindakan abrsi hingga penggunaan teknologi baru. Mereka telah mendukung berbagai penggunaan intervensi untuk memungkinkan orang tua untuk memilih embrio merek termasuk mengijinkan adanya kembaran penyelamat(Alghrani dan Harris,2006). Mereka juga mendukung penggunaan diagnosis genetik pra implantasi (PGD) untuk menghindari penanaman embrio dengan penyakit genetik atau bahkan lebih kontroversial lagi, pemilihan anak-anak berdasarkan karakteristik non penyakit selama IVF (Savvlescv,2001)
c.         Peningkatan manusia
Utilitarian telah banyak mendukung perangkat tambahan yaitu penggunaan intervensi perawatan kesehatan bukan untuk perawatan tetapi untuk perbaikan orang-orang dalam rentang normal untuk memperbaiki karakteristik spesisfik tentang diri merek sendiri (Harris,2010; Sarlescu da Bastrom, 2009). Perangkat tambahan yang menggunakan intervensi perawatan kesehatan yang ada meliputi antara lain: doping (Foddy dan Sarulescu,2007) atau peningkatan kognitif,misalnya dengan cara Ritalin (Greely et all,2008).
d.      Penelitian yang melibatkan embrio.
Utilitarian telah mengemukakan pentingnya memajukan penelitian untuk menyembuhkan penyakit. Merka telah mendukung penggunaan sel induk embrionik dalam penelitian. Berdasarkan argument bahwa penelitian ini tampaknya memilki kesempatan terbaik untuk mendapatkan positif (Harris, 2004). Merek juga mendukung penggunaan cloning dalam penelitian embrio dalam keadaan terbatas.
e.       Partisipasi penelitian.
Utilitarian telah meperdebtakna kewajiban semua pasien untuk berpartisipasi dalam penelitian guna memperluas bias bukti untuk pengobatan berbasis bukti dan memperbaiki basis pengetahuan yang ada (Harris,2005).
f.       Alokasi Sumber daya
Utilitarian berpendapat bahwa penerapan prinsip utilitas berarti bahwa sumber daya dalam system kesehatan harus dialokasikan berdasarkan penggunaan utilitas paling banyak untuk biaya yang dikeluarkan. Analisis manfaat biaya adalah teknik ekonomi kesehatan dasar dn didasarkan pada penalaran utilatari (Torrance, 1987).Ini bisa diterapkan ke semua bidang dimana peran prinsip utilitarian untuk keputusan alokasi telah dibahas secara luas dalam wilayah tranplantasi organ (Persad et all, 2009). Masalah khusus juga diangkat oleh asumsi beberapa utilitarian bahwa kehidupan individu dengan cacat kognitif kurang berharga daripada individu kognitif normal(Vehmas, 1999).

2.4.2 Kelebihan teori utilitarianisme
Pandangan yang mendukung teori ini menyatakan bahawa daya tarik pendekatan utilitarianisme terutama didasarkan pada nilai positif dari etika ini (Smith, 2000):
a.         Rasionalitas
Prinsip moral dari utiliatarianisme yang didasarkan pada kriteria yang rasional memungkinkan dasar yang jelas dan langsung untuk formulasi maupun menguji kebijakan / tindakan. Dalam hal ini, utilitarianisme tidak meminta kita untuk menerima aturan kebijakan/prinsip tanpa alasan tetapi meminta kita untuk menguji nilainya rasional terhadap standar manfaat.
b.        Kebebasan
Utilitarianisme mengasumsikan kebebasan setiap orang dalam berperilaku dan bertindak. Kebebasan yang dimaksud dalam hal ini kebebasan memilih alternatif tindakan yang dirasa memberi manfaat sesuai dengan konsep the greastest happiness of the greatest number.Setiap orang bebas dalam berperilaku dan bertindak sesuai dengan pemikirannya sendiri, yang dilandasi dengan kriteria yang rasional dalam hal ini satndar manfaat.
c.         Universalitas
Etika utilitarianisme mengutamakan manfaat / akibat dari suatu tindakan bagi banyak orang dan kriteria ini dapat diterima dimana saja dan kapan saja.

2.4.2 Kelemahan utilitarianisme
Menurut Smith (2000), ada beberapa kelemahan paham utilitarianisme, yaitu:
a.         Bagaimana dapat menaksirkan jumlah kebahagiaan yang mungkin muncul dari tindakan khusus/ aturan umum.
b.        Dapat menjadi tidak adil dalam kasus bila kebahagiaan mayoritas mungkin menuntut pengorbanan dari pihak tidak bersalah/ sistem yang tidak adil. Contohnya perbudakan.
c.         Apakah cukup untuk menyatakan bahwa moralitas diputuskan hanya oleh tindakan dan tidak pernah melalui maksud/motif.






BAB III
PEMBAHASAN

3.1  KASUS
Anak M, usia 13 tahun, laki-laki masuk ke ruangan IGD dengan keadaan umum sakit berat, nilai GCS 3, kesadaran coma dengan diagnosa medis: penurunan kesadaran e.c epilepsi dd. Susp. SOL. Pada pasien ini langsung dilakukan tindakan intubasi di IGD karena kondisi pasien tersebut. Pasien tersebut tidak dapat dilakukan CT Scan karena fasilitas CT Scan sedang rusak dan tidak ada dokter spesialis bedah saraf sehingga oleh dokter IGD pasien dianjurkan untuk dirujuk ke RS lain yang memiliki fasilitas CT Scan dan dokter spesialis bedah saraf, namun keluarga menolak dengan alasan biaya dan jarak tempuh yang lumayan jauh dari rumah (ada surat penolakan resmi).
Sehingga akhirnya pasien kemudian dirawat di ruang ICU. Pada hari perawatan ke tujuh (7), tim dokter (dokter spesialis anak, dokter spesialis anastesi dan dokter spesialis saraf) menyatakan kondisi anak tersebut MBO (Mati batang otak). Kondisi ini sudah dijelaskan di depan seluruh keluarga bahwa prognosis penyakitnya tidak baik (tidak ada harapan). Selain itu, dokter juga memberikan pilihan atau alternatif tindakan selanjutnya, apakah pasien mau dibawa pulang saja atau mau diteruskan perawatannya. Tim kerohanian RS sudah beberapa kali mengunjungi pasien dan keluarga untuk melakukan doa bersama, dan melakukan pendekatan kepada keluarga untuk menerima kondisi anaknya dengan ikhlas dan sabar.
Dengan penjelasan tersebut, diharapkan keluarga dapat memberikan tanggapan atau keputusan sehingga tim medis dapat melakukan intervensi selanjutnya, namun keluarga hanya meminta untuk tetap dilakukan perawatan yang terbaik (dilanjutkan untuk perawatan di ICU). Setelah dirawat selama 10 hari, kondisi pasien semakin memburuk dan akhirnya meninggal.



3.2  ANALISA KASUS
Kasus di atas dapat dilakukan analisa berdasarkan berbagai dimensi, yaitu:
3.2.1        Analisa dari sisi keluarga, perawat, dan rumah sakit
a.         Keluarga
Salah satu fungsi keluarga menurut Friedman (1998) adalah fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function). Fungsi perawatan dan pemeliharaan kesehatan yang dimaksud adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.
Dalam kasus di atas menurut paham utilitarianisme, keluarga membawa pasien ke RS, karena keluarga berharap akan ada manfaat dari perawatan terhadap kondisi kesehatan anaknya. Akan tetapi dalam proses perawatannya, diperlukan tindak lanjut untuk merujuk pasien ke RS lain. Keluarga pasien kembali dihadapkan membuat keputusan apakah bersedia di rujuk atau tidak. Dan akhirnya keluarga memilih tidak bersedia di rujuk, dimana pertimbangan keluarga adalah manfaat untuk tidak merujuk lebih besar daripada merujuk karena jika pasien dirujuk, maka keluarga akan mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk kebutuhan sehari-hari diluar dari biaya perawatan pasien dan mengganggu fungsi ekonomi keluarga. Hal ini menurut kelompok sesuai jika dikaitkan dengan teori utilitarianisme yaitu keluarga mementingkan kebutuhan anggota keluarga yang lain dibandingkan pasien.
Sementara jika dipandang dari subyek pasien bahwa keputusan untuk tidak merujuk tidak memberikan manfaat bagi pasien dan menyebabkan kematian sehingga ini dipandang sebagai tindakan yang tidak tepat bagi beberapa orang terutama dari segi agama.
b.        Perawat
Salah satu peran perawat adalah sebagai advokator. Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya dan hak atas privasi (Hidayat, 2008). Dalam kasus di atas, perawat memastikan informasi yang disampaikan oleh dokter benar-benar dipahami oleh keluarga, terutama mengenai resiko yang terburuk. Perawat kembali menjelaskan pilihan-pilihan dari segi medis tentang prognosis penyakit pasien dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti.
Dengan memberikan informasi secara terperinci sehingga keluarga memahami maka diharapkan keluarga dapat memutuskan pilihan yang tepat dan membawa banyak manfaat terhadap perawatan pasien yang akan dilakukan selanjutnya.
c.         Rumah Sakit
Pada kasus ini keputusan tim IGD untuk menganjurkan pasien dirujuk merupakan tindakan yang benar karena prasarana dan sarana yang dimiliki oleh RS tidak mendukung untuk diberikan pelayanan kepada pasien ini (sesuai diagnosanya). Tim IGD menghargai keputusan keluarga untuk tidak mau dirujuk dengan memberikan pilihan pasien dirawat di ICU. Indikator pasien dirawat di ICU pada kasus ini adalah dengan diagnosa medis : penurunan kesadaran e.c epilepsi dd Susp. SOL dan diintubasi.
Perjalanan penyakit pasien ini di hari rawatan 1-7 menunjukkan perburukan,  yang secara klinis dinyatakan adanya MBO (mati batang otak). Tindakan tim RS yang dilakukan oleh tiga dokter (dokter sepesialis anak, dokter spesialis anestesi, dokter spesialis saraf) adalah menginformasikan tentang kondisi penyakit pasien ini kepada keluarga. Pada hari rawatan 7-10 pasien masih dirawat di ICU dengan pertimbangan bahwa keluarga meminta supaya pasien tetap dirawat di ICU. Pertimbangan dari keluarga tersebut dihargai oleh pihak RS sebagai hak otonomi pasien. Walaupun menurut prognosanya penyakit pasien ini buruk, yaitu berujung kepada kematian.
Sesuai dengan teori utilitarianisme, tindakan pihak RS untuk menyetujui keputusan keluarga atas dasar pemanfaatan bagi keluarga dan pasien adalah baik. Walaupun dari segi fungsi manajemen RS tidak memberikan sikap yang tegas terkait kriteria pasien yang dirawat di ICU untuk kasus ini yaitu kondisi mati batang otak. Hal ini dianggap merugikan RS secara menyeluruh karena pemanfaatan ruang ICU yang tidak sesuai dengan kriteria rawat pasien ICU. Sementara tempat tidur yang dipakai oleh pasien tersebut seharusnya bisa digunakan untuk pasien lain yang sesuai dengan kriteria prioritas rawatan ICU. Berdasarkan PMK No.1778/Menkes/SK/XII/2010 seharusnya pasien tersebut dipindahkan ke ruangan perawatan biasa kecuali organ tubuh pasien tersebut nantinya akan digunakan donor organ,  

3.2.2        Analisa Berdasarkan Prinsip Etik Keperawatan
a.         Otonomi
Otonomi adalah hak untuk menentukan nasib sendiri, kemerdekaan dan kebebasan. Pemberi pelayanan kesehatan menghormati hak pasien dalam membuat keputusan, walaupun pemberi pelayanan (perawat) tidak setuju dengan keputusan pasien. Perawat sudah melakukan prinsip otonomi karena sudah menjelaskan prognosa penyakit dan pilihan perawatan dan menyerahkan sepenuhnya keputusan pada keluarga.
b.        Justice (Keadilan)
Justice adalah kewajiban untuk bersikap adil terhadap semua orang tidak memandang ras, jenis kelamin, status perkawinan, diagnosa medis, tingkat sosial, tingkat ekonomi, dan agama (keadilan distributif) dalam memberikan pelayanan kesehatan. Dalam kasus ini perawat menjalankan prinsip justice ketika memutuskan untuk segera menangani pasien saat di IGD, bahkan ketika pasien menolak untuk dirujuk, dengan tidak melakukan pembedaan.
c.      Fidelity (Kesetiaan)
Fidelitydalam pelayanan kesehatanmeliputi kesetiaan profesional atau kesetiaan pada kesepakatan dan bertanggung jawab sebagai bagian dari praktik profesi. Kesetiaan adalah pendukung utama dalam tanggung jawab, walaupun konflik dalam kesetiaan mungkin timbul karena kewajiban yang harus diberikan kepada individu yang berbeda atau kelompok. Pada kasus di atas, perawat juga menjalankan prinsip fidelity ini yaitu dengan tetap melakukan asuhan keperawatan secara profesional (kode etik perawat) sekalipun tidak sesuai dengan harapan perawat agar pasien dirujuk agar mendapatkan perawatan terbaik.
d.     Beneficence (kemurahan hati)
Beneficence adalah memberikan pelayanan yang baik pada pasien secara holistik termasuk keyakinan, perasaan, dan keinginan pasien. Dalam kasus ini perawat juga mematuhi prinsip beneficience yaitu memberikan pelayanan terbaik secara profesional kepada pasien. 
e.      Nonmaleficence
Nonmaleficence adalah memberikan pelayanan tidak akan membahayakan pasiennya baik di sengaja atau tidak.  Dalam kasus ini perawat juga melakukan tindakan yang tidak membahayakan bagi keselamatan pasien karena tetap melakukan asuhan keperawatan secara profesional saat keluarga menolak untuk dirujuk.
f.       Veracity (kejujuran)
Veracity adalah pemberi pelayanan kesehatan mengatakan yang sebenarnya (jujur). Pasien harus tahu mengenai penyakit yang dideritanya, pengobatan, dan prognosisnya. Tindakan tim dokter dan perawat untuk memberikan penjelasan secara jujur (baik ketika di IGD, maupun di ICU) juga memenuhi prinsip veracity.

3.2.3        Dari kasus diatas dapat dianalisa menggunakaan teori etik utilitarianisme, tindakan dikatakan benar jika membawa manfaat atau hasil akhir yang besar.
a.         Utilitarianisme individual oleh Bentham
Pada kasus ini keputusan yang diambil oleh keluarga tidak membawa manfaat yang besar bagi pasien karena keluarga memutuskan untuk tetap dirawat di RS dengan keterbatasan fasilitas (CT Scan) dan dokter spesialis bedah saraf. Hal ini dibuktikan dari sejak masuk IGD sampai hari perawatan ke 10 keluarga masih tetap memilih untuk dirawat di ICU.
Sedangkan dari sisi medis untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar, pasien sebaiknya dirujuk ke RS lain yang memiliki fasilitas lebih lengkap sesuai kebutuhan pasien. Akan tetapi berdasarkan kode etik, perawat dan dokter harus menghormati otonomi pasien yang saat ini diwakili oleh keluarga, yaitu menolak untuk dirujuk. Hal ini membawa konsekwensi yang buruk yaitu pasien meninggal pada hari ke 10.
b.        Utilitarianisme evolusioner oleh Singer
Menurut teori ini, memaksimalkan pemanfaatan yang lebih tinggi kepada manusia sehingga memungkinkan tindakan- tindakan medis guna mencegah adanya kecacatan yang permanen dimana kecacatan tersebut mengakibatkan manusia tersebut menjadi beban bagi manusia lainnya. Sehingga dalam kasus diatas keputusan keluarga untuk tetap melanjutkan perawatan di ICU yang seharusnya dirujuk dapat menimbulkan kecacatan yang permanen bahkan kematian. Bahkan sebelum pasien tersebut meninggal, berdasarkan fungsinya An.M secara nyata memberikan beban bagi keluarganya.


BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Utilitarianisme sering juga disebut consequentialism (konsekuensialisme) yaitu suatu pemahaman moral yang menilai bahwa semua tindakan dinilai benar/baik atau salah/jelek semata-mata berdasarkan konsekuensi atau akibat yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Konsekuensi dinilai baik apabila bisa memberikan kebahagiaan dan mengandung asas kegunaan.Konsekuensi tersebut dapat dikumulatifkan sehingga tindakan dengan kebaikan terbesar adalah kebaikan yang memberikan manfaat dengan jumlah terbesar. Atau dengan kata lain tindakan yang benar adalah yang menghasilkan surplus kebahagian terbesar. Moralitas utilitarianisme mengajarkan agar kepentingan keseluruhan wajib diprioritaskan di atas kepentingan pribadi. Hal inilah yang membedakan utilitarianisme dengan cara berpikir egoism atau altruism. Kemanfaatan merupakan sesuatu yang mutlak dan dikejar oleh semua orang karena mereka semua berkenyakinan bahwa kemanfaatan akan menjamin tercapainya kebahagiaan.
Di dalam dunia kesehatan utilitarianisme lebih berfokus pada mempromosikan bentuk kualitas hidup. Pelayanan kesehatan tidak selalu mudah menentukan konsekuensi dari tindakan individu dan siapa yang dapat menentukan apa yang menjadi hasil terbaik tindakan tersebut. Terkadang pendekatan dentologi dan consequentialist berlawanan satu sama lain dimana yang satu berpusat pada hal-hal individu, namun yang lainnya menyatakan hak komunitas yang lebih besar. Inilah yang menjadi kelemahan dari utilitarianisme bahwa dapat menjadi tidak adil bila kebahagiaan mayoritas (membawa manfaat terbanyak) menuntut pengorbanan dari pihak yang kebahagiaannya lebih sedikit (membawa manfaat lebih sedikit), seperti studi kasus dalam bab sebelumnya.


4. 2 SARAN
Perawat didalam menjalankan fungsinya sebaiknya memperhatikan dan memegang berbagai teori dan landasan berpikir. Paham etik utilitarianisme adalah salah satu paham yang dapat memperkaya perawat dalam menganalisa kasus dan berpikir secara kritis tindakan apa yang tepat untuk dilakukan yang tentunya tidak melanggar berbagai aturan/norma yang berlaku. Sehingga kiranya perawat perlu memiliki paham ini sebagai salah satu acuan yang dapat digunakan didalam melakukan pelayanan asuhan keperawatan secara profesional.


 
DAFTAR PUSTAKA

Aiken, T. (2004).Legal,ethical and politicalissues in nursing (2nd ed.).USA:FA Davis Company
Bentham, J. (1781). An introduction to the principles of morals and legislation.Batoche Books
Bertens, K. (2013). Etika. Edisi Revisi. Yogyakarta: Kanisius
Cranmer & Nhemachena. (2013). Ethics for nurses theory and practise. England: Open University
Donagan,A. (1979). The concept of a theory of morality. Chicago and London: The University of Chicago
Eggleston,B & Miller,D.E.(2014). The cambridge companion to utilitarianism.UK: Cambridge University Press
Hayry,M.(1994).Utilitarianisme. In Ashcroft,R., Dawson,A., Draper,H., (Editors). Principles of health care ethics(2nd Ed). UK: John Wiley & Sons, Ltd
Kemenkes (2010). Pedoman penyelenggaraan pelayanan ICU di RS.PMK NO.1778/MENKES/SK/XII/2010
Mason.W.et all., (2008). Key concepts in nursing (p.148). California: SAGE
Potter, P.A.,& Perry, A.G., (2007). Fundamental keperawatanJakarta: EGC

Potter, Patricia A, Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamental keperawatan. Jakarta: EGC

Purba (2009). Dilema etik dan pengambilan keputusan etis dalam praktek keperawatan jiwa.Jakarta: EGC

Rustiyanto, Ery. (2009). Etika Profesi. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Scott.P.A., (2017). Key concept andissues in nursing ethics (p.29-40). California:Springer International Publishing
Shidarta. (2007). Utilitarianisme. Edisi ke-1. Jakarta: UPT Universitas Tarumanegara
Simon.(2000). Masalah-masalah lmoral sosial actual dalam perspektif iman Krsiten.Yogyakarta:Kanisius
Smith.(2000). Ide-ide filsafat dan agama dulu dan sekarang.Yogyakarta: Kanisius 

Tidak ada komentar: