ANALISIS KASUS ETIK DALAM KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI LIBERAL INDIVIDUALISME



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1         LATAR BELAKANG
Right Based Theory merupakan teori yang memandang individu sebagai dasar bangunan dalam bermasyarakat. Dalam perspektif hak individu adalah realitas tertinggi yang tidak dapat direduksi. Dalam pandangan berbasis hak, individu sebagai pembawa hak otonom adalah pusat moral (Friesen, n.d.).

Liberal individualisme berkaitan dengan kebebasan individu mendapatkan hak asasi manusia (Right Based Theory). Hak asasi manusia dalam hal ini dilindungi undang-undang dan hukum baik nasional maupun internasional. Di Indonesia hak asasi manusia tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 dan dalam UU No. 39 tahun 2009. Menurut UU No. 39 Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Allah SWT dan merupakan anugerah Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Hak asasi manusia dalam memperoleh pelayanan kesehatan tercantum dalam Universal Declaration of Human Right pada pasal 22 tentang hak jaminan sosial menyatakan bahwa setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak atas terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya, melalui usaha-usaha nasional maupun kerjasama internasional, dan sesuai dengan pengaturan dan sumber daya setiap negara.

Di Indonesia akhir-akhir ini terdapat pemberitaan tentang penelantaran pasien. Hal ini menjadi bahasan di kalangan masyarakat, penyelenggara pelayanan, pembuat kebijakan dan pemegang kuasa. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas dan menganalisa peristiwa ini dilihat dari sisi etis dengan menggunakan teori liberal individualme.
1.2         TUJUAN PENULISAN
1.2.1   Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami dan menganalisa teori etika liberal individualism dikaitkan dengan contoh kasus nyata.

1.2.2   Tujuan Khusus
a.    Memahami tentang teori liberal individualism
b.    Memahami tentang hak asasi manusia
c.    Memahami hak dan kewajiban pasien
d.   Memahami hak dan kewajiban perawat
e.    Menganalisa kasus nyata dari segi teori liberal individualisme



BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1         LIBERAL INDIVIDUALISM
2.1.1   Sejarah Dan Pengertian Liberal Individualism
Istilah liberalisme dan individualisme muncul pada waktu yang hampir bersamaan. Liberalisme memasuki Eropa Barat pada tahun 1810an dan individulisme  kira-kira satu dekade kemudian. Makna dari dua neologisme ini saling berkaitan dimana masing-masing memodifikasi dan mengklarifikasi yang lain. Meski begitu individualism liberal dipahami sebagai konsep tunggal yang selalu diperbincangkan antara definisi dan nilai-nilai individu dalam pemikiran liberal (Dow & Ambivalences, 2015)

Banyak kaum liberal berpendapat bahwa doktrin liberal individualism adalah teori tentang masyarakat. Dengan kata lain konsep dari individu yang ditemukan di seluruh tradisi liberal diciptakan untuk menjelaskan alasan mengutamakan kepentingan diri sendiri diatas kepentingan negara. Sebagian besar ambiguitas liberal individualism khawatir apakah konsepnya tidak mampu menyampaikan teori yang komplek tentang kepribadian manusia (Dow & Ambivalences, 2015).

Individualism berawal dari paham “aku” lah yang terpenting. Masyarakat dan negara harus menjamin dan melindungi ke aku an tersebut. Apa yang aku pandang baik untuk diriku adalah urusanku, orang lain tidak perlu ikut campur. Inilah dalil awal. Aku dan kau tidak saling merugikan. Itulah dasar segala peraturan (Daldiyono, 2009). Liberalisme individualisme adalah paham kebebasan individu dan kemerdekaan individu. Paham ini berawal dari pendapat “apabila semuanya berlangsung apa adanya tanpa hambatan maka akan tersusun masyarakat ideal sejahtera”(Daldiyono, 2009).

3
Dalam hidup setiap orang kebebasan adalah suatu unsur hakiki. Semua orang mengalami kebebasan justru karena sebagai manusia. Dalam hidup manusia, kebebasan adalah suatu realitas yang kompleks. Kebebasan mempunyai banyak aspek dan banyak karakteristik. Sudah dalam bahasa sehari-hari kata “bebas” dipakai dengan berbagai nuansa dan sesudah pemeriksaan lebih lanjut tetap tinggal banyak arti yang tidak boleh dicampuradukkan. Salah satu usaha pertama dari filsafat adalah membedakan serta menganalisis banyak arti itu dan dengan demikian menciptakan kejelasan (Bertens, 2002).

Beberapa arti kebebasan menurut (Bertens, 2002):
a.    Kebebasan Sosial Politik
Subyek kebebasan sosial politik adalah suatu bangsa atau rakyat, berbeda dengan subyek kebebasan individual adalah manusia perorangan. Kebebasan sosial politik bukannya sesuatu yang selalu sudah ada, melainkan sebagian besar merupakan produk perkembangan sejarah atau lebih tepat lagi produk perjuangan sepanjang sejarah. Dalam sejarah modern dapar dibedakan dua bentuk. Bentuk pertama adalah tercapainya kebebasan politik rakyat dengan membatasi kekuasaan absolute para raja. Bentuk kedua terdiri dari kemerdekaan yang dicapai oleh negara-negara muda terhadap Negara-negara penjajah.
1)   Kebebasan rakyat versus kebebasan absolut
Perwujudan kebebasan sosial politik tidak terbatas pada revolusi Inggris maupun Prancis tetapi mempunyai relevansi yang universal. Inggris dan Prancis menjadi perintis di zaman modern dalam mewujudkan demokrasi yang didasarkan atas kebebasan rakyat. Gagasan yang melatar belakangi kebebasan sosial politik pada dasarnya bersifat etis. Kebebasan rakyat tidak boleh dirampas oleh diktator. Kedaulatan harus tetap ditangan rakyat dan tidak boleh berada pada instansi lain. Hal itu merupak tuntutan etis.
2)   Kemerdekaan versus kolonialisme
Ide dekolonisasi bersifat etis karena di zaman modern timbul keyakinan bahwa tidaklah pantas suatu bangsa dijajah oleh bangsa lain. Dan karena itu situasi kolonialisme tidak boleh terjadi lagi. Sistem kolonialisme ditolak secara umum karena tidak etis.


b.    Anatomi Kebebasan Individual
(Bertens, 2002) menyatakan masalah kekebasan sosial politik dibahas dalam cabang etika yang disebut etika politik, bukan dalam etik umum yang menekankan lebih ke kebebasan individual.
1)   Kesewenang-wenangan
Kebebasan dalam arti kesewenang-wenangan sebenarnya tidak pantas disebut kebebasan. Bebas sesungguhnya tidak berarti lepas dari segala keterikatan. Kebebasan tidak bertentangan dengan keterikatan sebaliknya kebebasan sejati mengandaikan keterikatan dengan norma-norma. Norma-norma tidak menghambat adanya kebebasan, tetapi memungkinkan tingkah laku bebas.
2)   Kebebasan fisik
Orang menganggap dirinya bebas apabila bergerak kemana saja tanpa hambatan apapun, tetapi hal tersebut masih sangat dangkal. Bisa saja orang tidak menikmati kebebasan fisik tetapi sungguh-sungguh bebas. Banyak orang dipenjara dan tetap bebas sepenuhnya.
3)   Kebebasan yuridis
Kebebasan yuridis merupakan aspek dari hak-hak manusia. Hak disini disebut bersamaan dengan kebebasan. Kebebasan yuridis dimaksudkan semua syarat hidup dibidang ekonomi, sosial, politik yang diperlukan untuk menjalankan kebebasan manusia secara konkret.
a)    Kebebasan yang didasarkan hukum kodrat dimaksudkan semua kemungkinan manusia untuk bertidak bebas terikat dengan kodrat manusia. Kebebasan yang idasarkan pada hukum kodrat ini sama dengan hak-hak asasi manusia.
b)   Kebebasan yang didasarkan pada hukum positif diciptakan oleh negara dan merupakan buah hasil perundang-undangan.
4)   Kebebasan psikologis
Yaitu kemampuan mengembangkan dan mengarahkan hidup atau disebut juga kehendak bebas (free will).Kebebasan psikologis berkaitan dengan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk berasio. Jika manusia bertindak berarti tahu apa yang diperbuat dan dan apa sebab berbuat. Kebebasan ini memberi makna kepada perbuatan.
5)   Kebebasan moral
Kekebasan moral bila orang tidak mengalami tekanan atau paksaan moral. Dalam arti tertentu, kebebasan moral adalah kebebasan psikologi-plus. Kebebasan psikologis berarti bebas begitu saja (free), sedangkan kebebasan moral berarti suka rela (voluntary).
6)   Kebebasan eksistensial
     Merupakan kebebasan menyeluruh menyangkut seluruh pribadi manusia, tidak terbatas pada satu aspek tetapi mencakup seluruh eksistensi manusia. Orang bebas secara eksistensial seakan-akan “memiliki dirinya sendiri”. Ia mencapai tahap otonomi, kedewasaan, otentisitas, dan kematangan rohani. Orang yang sungguh bebas dapat mewujudkan eksistensinya secara kreatif.

Beberapa masalah Mengenai Kebebasan:
a.    Kebebasan negatif dan kebebasan positif
Kebebasan negatif bisa dimengerti sebagai “ kebebasan dari. . . “ dan kebebasan untuk . . .”. aspek negatif (bebas dari . . .) tampak paling jelas. Secara spontan kebebasan dimengerti sebagai “terlepas dari tekanan atau paksaan
”. Kebebasan banyak dijelaskan secara negatif. Jauh lebih sulit menjelaskan kebebasan secara positif seperti “kebebasan untuk . . .” harus diisi oleh manusia itu sendiri yang bisa diisi dengan banyak cara dimana kemungkinan sama luasnya dengan kreativitas manusia.
b.    Batas-batas kebebasan
1)   Faktor-faktor dari dalam (fisik dan psikis)
Selalu terdapat struktur badani tertentu yang membatasi kemungkinan-kemungkinan seseorang. Kebebasan juga dibatasi oleh semua yang manusia warisi dari gen-gen. Kebebasan dibatasi oleh kutub pertama dalam oposisi nature-nurture. Nature berarti kodrat atau semua yang dimiliki secara alami, sedangkan nurture meliputi faktor yang ditambah pada nature seperti pendidikan, asuhan, lingkungan tempat tinggal, makanan, dll.
2)   Lingkungan
     Kebebasan juga dibatasi lingkungan baik alamiah maupun sosial.
3)   Kebebasan orang lain
Kebebasan dan gerak-gerik dibatasi oleh orang lain, maka diperlukan tatanan moral. Mengakui kebebasan orang lain berarti menghargai hak-haknya.
4)   Generasi-generasi mendatang
Kebebasan juga dibatasi oleh masa depan umat manusia, seperti kebebasan mengeksploitasi alam yang hanya bisa sampai titik tertentu sehingga bisa menjadi dasar generasi mendatang, hal ini disebut juga sustainable development (pembangunan berkelanjutan).
c.    Kebebasan dan determinisme
Determinisme yang dimaksud disini yaitu suatu sifat yang menandai alam, kejadian di alam berkaitan satu sama lain. Dalam alam diluar manusia terdapat kemungkinan sepenuhnya untuk mengadakan ramalan, hanya dibatasi teknik dan pengetahuan. Keputusan yang diambil manusia pada prinsipnya tidak bisa diramalkan, terutama menyangkut hal yang sangat penting.
.
2.2         HAK ASASI MANUSIA
Hak asasi manusia di dunia diatur oleh PBB melalui Universal Declaration Of Human Right tahun 1948. Yang isinya mencakup bahwa sesorang mempunyai hak untuk:
1.        Hidup
2.        Kemerdekaan dan keamanan badan
3.        Diakui kepribadiannya
4.        Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan hokum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah
5.        Masuk dan keluar wilayah suatu Negara
6.        Mendapatkan asylum
7.        Mendapatkan suatu kebangsaan
8.        Mendapatkan hak milik atas benda
9.        Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
10.    Bebas memeluk agama
11.    Mengeluarkan pendapat
12.    Berapat dan berkumpul
13.    Mendapat jaminan sosial
14.    Mendapatkan pekerjaan
15.    Berdagang
16.    Mendapatkan pendidikan
17.    Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
18.    Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan

Sedangkan di Indonesia hak asasi manusia diatur oleh Pembukaan UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999. Menurut UU No. 39 tahun 1999 hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah Nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, dan kecerdasan serta keadilan.

2.3         HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN MENURUT UU NO 44 TAHUN 2009
2.3.1   Hak pasien menurut UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit :
1      Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit
2      Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien
3      Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi
4      Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
5      Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi
6      Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan
7      Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit
8      Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit
9      Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya
10  Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
11  Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya
12  Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
13  Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya
14  Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit
15  Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya
16  Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
17  Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana
18  Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


2.3.2   Kewajiban pasien
Kewajiban pasien menurut UU No. 38 tahun 2014:
1      Memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang undangan
2      Memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien dan/atau keluarganya
3      Menerima imbalan jasa atas Pelayanan Kesehatan yang telah diberikan
4      Menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan
5      memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.

2.4         HAK DAN KEWAJIBAN PERAWAT MENURUT UU NO 38 TAHUN 2014
2.4.1   Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak
1.    Memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang undangan
2.    Memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien dan/atau keluarganya
3.    Menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan
4.    Menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan
5.    Memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar

2.4.2   Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban :
1.    Melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar Pelayanan Keperawatan dan ketentuan Peraturan Perundang undangan
2.    Memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
3.     
4.    Merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya
5.    Mendokumentasikan Asuhan Keperawalan sesuai dengan standar
6.    Memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah dimengerti mengenai tindakan Keperawatan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya
7.    Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi Perawat
8.    Melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.


BAB 3
PEMBAHASAN

3.1         KRONOLOGIS KASUS
Suparman (60) salah satu pasien RSUD A Dadi Tjokrodipo (Bandar Lampung) dibuang oleh pihak rumah sakit. Kasubag Umum dan Humas Heriyansyah dan Kepala Ruang Rawat Inap E2 Mahendri menjadi otak pelaku dibuangnya kakek renta malang tersebut. Berdasarkan dakwaan JPU, RSUD A Dadi Tjokrodipo pada Jumat (17/1/2014) sekitar pukul 21.00 WIB menerima pasien bernama Suparman dan dirawat di bagian Instalasi Gawat Darurat (IGD). Berdasarkan diagnosa, pasien mengalami Dehidrasi Low Intake, atau kekurangan asupan makanan serta minuman dan infeksi bakteril. Dia lalu dirawat di ruang E2. Selama perawatan tersebut pasien sering mengamuk, berteriak-teriak, gelisah dan sulit diajak komunikas, sehingga mengganggu pasien lainnya. Selain itu, pasien juga tidak memiliki keluarga. Pada Senin (20/1/2014) sekitar pukul 10.00 WIB Mahendri selaku Kepala Ruangan E2 menemui Heriansyah yang merupakan Kasubag Umum dan Kepegawaian.

Dari informasi yang didapat Tribun di kepolisian, awalnya Muhaimin (sopir ambulan) mendapat telepon dari Mahendri, pada Senin (20/1/2014). Mahendri memerintahkan Muhaimin untuk membawa mobil ambulans ke belakang rumah sakit. Sesampainya di belakang rumah sakit, Muhaimin bertemu dengan Mahendri dan Heriyansyah. Kedua orang itu menyuruh Muhaimin membuang seorang pasien yang berada di ruang rawat inap E2.

Sekitar pukul 14.00 WIB, Mahendri mendatangi Andika, Andi, dan Adi yang sedang beristirahat di bagian sanitasi. Mahendri meminta Andika, Andi, dan Adi untuk tidak pulang dulu karena ada kerjaan.Sementara itu Mahendri pulang sebentar ke rumahnya. Pada pukul 15.00 wib, Andika, Andi, dan Adi memutuskan pulang karena Mahendri tidak juga datang. Begitu dalam perjalananan pulang, mereka mendapat telepon dari perawat ruang E2 Erik untuk balik lagi ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Andika, Adi dan Andi melihat Suparman sedang dipapah ke mobil ambulans. Di tempat itu, tampak Mahendri, Heriyansah, Muhaimin, Rika, dan dua siswa yang sedang praktek kerja lapangan (PKL).

Mereka kemudian diperintah oleh Heriyansyah untuk membuang kakek itu ke pasar. Alasannya biar ada yang memberi makan si kakek. Lantaran yang memerintahkan mereka merupakan pimpinan, mereka pun langsung menurutinya.  Namun saat dalam perjalanan, keenam orang itu merasa kasihan. Akhirnya mereka memutuskan membuang di sebuah gubuk di daerah Sukadanaham, Tanjungkarang Barat. Usai membuang kakek Suparman, para pelaku diminta berkumpul di sebuah ruangan oleh Heryansyah. Rupanya pada pertemuan itu, Heriyansyah memerintahkan kepada para pelaku yakni, Rika, Andi, Adi, Mahendri dan Andika untuk merekayasa kejadian tersebut bahwa kakek itu memberontak dan mengamuk, kemudian melompat keluar dari mobil.

Menurut informasi warga melihat si kakek diturunkan dari ambulans dan ditinggalkan di sebuah gardu. Kondisinya kala itu sedang sakit parah dan sekarat. Ada bekas infus di tangannya, dan ia nampak menahan sakit. Ia kemudian dilarikan ke rumah sakit Abdul Moelok untuk segera mendapatkan pertolongan. Namun, ia kemudian meninggal sehari setelah itu.

Warga mengenalnya dengan nama kakek Edi. Ia dikenal sebagai sosok kakek yang ramah dan ringan tangan. Diceritakan oleh seorang wanita bernama Yeti, yang sempat menampung kakek Edi di garasi rumahnya, Almarhum adalah sosok rajin yang kerap menolong warga dan diberi upah untuk makan sehari-hari. Dilansir Merdeka.com, menurut Yeti, kakek Edi berasal dari Palembang, ia ditampung oleh Yeti karena merasa kasihan. Ia merantau ke Lampung karena rumahnya di Palembang digusur PT KAI. Selama lima tahun, ia kemudian tinggal di garasi rumah Yeti. Dua bulan sebelum meninggal, kakek tersebut menghilang entah kemana.

Tanggal 25 Januari 2014, pemberitaan mengenai pembuangan Suparman heboh di media massa. Heriyansyah menyuruh Muhaimin untuk merubah penampilan mobil ambulans yang membuang Suparman. Muhaimin dibantu dengan Ruslan dan Subur merubah penampilan ambulans. Mereka bertiga mencopot stiker ambulans, melepas rotator. Hal itu dilakukan di workshop dekat Rumah Sakit Umum Dadi Tjokrodipo.

Pada Kamis (30/1) sekitar pukul 15.30 WIB, polisi meringkus lima tersangka, yakni Muhaimin (sopir ambulans), Rika Aryadi (perawat), Rudi Hendra Hasan (juru parkir), serta Andi Febrianto dan Andika (cleaning service). Semuanya merupakan pegawai RSUD A Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung.

Direktur Utama Rumah Sakit Umum Dadi Tjokrodipo (RSUDT) Bandar Lampung, dokter Indrasari Aulia dinonaktifkan dari jabatannya. Heriansyah, mantan Kasubbag RSUD A Dadi Tjokrodipo divonis dua tahun penjara. Sementara itu, rekannya mantan Kepala Ruangan Rawat Inap E-2 RSUD, Mahendri, divonis satu tahun 10 bulan penjara. Enam orang lain (eksekutor) divonis 14 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negri Tanjungkarang. Keenam tersangka tersebut adalah Muhaimin (sopir ambulan), Rika Ariadi (pegawai honorer), Andika (office boy), Andi Febrianto (office boy), Adi Subowo (office boy), dan Rudi Hendra Hasan (juru parkir).

3.2         ANALISA KASUS
Berdasarkan kasus diatas terdapat kesenjangan antara teori etika liberal individualism dimana setiap manusia harus dilindungi hak-hak individunya dalam hal ini merupakan hak sosial yang terdapat dalam kebebasan yuridis. Hal ini juga tertuang dalam Universal Declaration of Human Right tentang individu mempunyai hak terhadap jaminan sosial, pembukaan UUD 1945, UU No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia dan UU No. 44 Tahun 2009 tentang kesehatan bahwa pasien berhak memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi. Tindakan yang dilakukan oleh pihak RSUD Dr A Dadi Tjokrodipo merupakan tindakan yang diorganisir oleh salah seorang pejabat RSUD Kasubag Umum dan Humas tersebut.
Seharusnya sebagai rumah sakit umum daerah kota Bandar Lampung, RSUD Dr A Dadi Tjokrodipo yang dibiayai dengan APBD Kota Bandar Lampung, note bene dibiayai dari warga Bandar Lampung memberikan pelayanan terbaik kepada warga Bandar Lampung. Sebab fungsi rumah sakit RSUD Dadi Tjokrodipo adalah sebagai rumah sakit umum daerah, tempat rujukan puskesmas-puskesmas dan rumah sakit swasta di seluruh kota Bandar Lampung. Apalagi menurut keterangan Walikota Bandar Lampung, Herman HN dalam dialog Indonesia Law Yers Club malam itu, untuk tahun Anggaran 2014, Walikota sudah mencadangkan dana sebesar Rp.30 miliar untuk biaya berobat orang miskin kota Bandar Lampung.

Dalam kasus ini perawat yang terlibat juga telah melanggar etika profesi keperawatan dimana seharusnya seorang perawat itu memiliki rasa kepedulian yang tertuang dalam bentuk empati terhadap penderitaan orang lain dalam hal ini pasien. Hal ini juga bertentangan dengan isi UU No. 38 Tahun 2014 tentang keperawatan dimana perawat mempunyai kewajiban memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Para tersangka dijerat dengan pasal 306 KUHP mengenai meninggalkan orang yang memerlukan pertolongan hingga meninggal dunia dengan ancaman hukuman sembilan tahun.



BAB 4
PENUTUP

4.1  KESIMPULAN
1.      Liberalisme individualisme adalah paham kebebasan individu dan kemerdekaan individu. Paham ini berawal dari pendapat “apabila semuanya berlangsung apa adanya tanpa hambatan maka akan tersusun masyarakat ideal sejahtera”
2.      Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah Nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
3.      Hak dan kewajiban pasien tertuang dalam UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
4.      Hak dan kewajiban perawat tertuang dalam UU No. 38 Tahun 2014 tentang keperawatan
 

DAFTAR PUSTAKA


Anonimous, (2014). Hanya di indonesia pasien dibuang. Http//: kompasiana.com
Bertens, K. (2002). Etika. Yogyakarta: Kanisius.
Daldiyono. (2009). How to be a real and sucsessfull student. Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama.
Dow, D. C., & Ambivalences, E. (2015). Liberal Individualism. https://doi.org/10.1002/9781118474396.wbept0606
Friesen, C. (n.d.). A Theological Critique of Rights- Based Theories of Justice. Journal of Mennonite Studies, (d).
Rimawan.r.(2014). Kasus buang pasien dilampung,polisi tetapkan 6 tersangka. http//:tribunmanado.co.id
Sari,h.r.(2014). Ini kronologis kakek yang dibuang dari ambulan.http//: merdeka.com
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang no 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang no 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Undang-undang no 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
Universal Declaration Of Human Right tahun 1948

Tidak ada komentar: