BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asuhan keperawatan sebagai
suatu pelayanan profesional diberikan berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil dari
pengembangan/penelitian ilmu keperawatan dan dilandasi oleh kode etik
keperawatan. Kode etik mengatur hubungan antara perawat dan pasien, perawat
terhadap petugas, perawat terhadap anggota tim kesehatan, perawat terhadap
profesi dan perawat terhadap pemerintah. Pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral
serta penerapannya merupakan hal yang sangat penting dan mendasar dalam
memberikan asuhan keperawatan dimana nilai-nilai pasien
selalu menjadi pertimbangan dan dihormati. Memahami masalah
etika, hukum, dan sosial untuk menyelesaikan masalah dalam praktek sangat
penting untuk melayani pasien, keluarga, dan masyarakat dengan aman serta
perawatan kesehatan yang efektif (Badzek, Laurie, Henaghan, Turner, Martha,
& Rita, 2013).
Praktek asuhan keperawatan
tidak bisa lepas dari kode etik atau aturan-aturan yang berlaku, sehingga dalam
melakukan tindakan keperawatan harus mampu berpikir kritis sesuai prosedur dan
standar yang berlaku agar terhindar dari segala macam bentuk kelalaian.
Nilai-nilai, keyakinan dan filosofi individu memainkan peranan penting pada pengambilan keputusan etik yang menjadi
bagian tugas rutin perawat. Saat ini masalah yang berkaitan dengan etika telah
menjadi masalah utama disamping masalah hukum, baik bagi pasien, masyarakat
maupun pemberi asuhan keperawatan. Masalah etik menjadi semakin kompleks karena
adanya kemajuan ilmu dan tehnologi yang secara dramatis dapat mempertahankan
atau memperpanjang hidup manusia. Pada saat yang bersamaan pembaharuan nilai
sosial dan pengetahuan masyarakat menyebabkan masyarakat semakin memahami hak-hak individu, kebebasan dan
tanggung jawab dalam melindungi hak yang dimiliki (Aiken, 2004).
Pada dasarnya keperawatan
sebagai profesi senantiasa mengabdi pada kemanusiaan, mendahulukan kepentingan
masyarakat diatas kepentingan pribadi, bentuk pelayanannya bersifat humanistik,
menggunakan pendekatan secara holistik berdasarkan pada ilmu, kiat dan kode
etik keperawatan sebagai tuntutan utama dalam melaksanakan asuhan keperawatan (James H & Husted, 2008). Namun mengapa
masih banyak kejadian-kejadian muncul dalam praktek keperawatan yang begitu
marak diberitakan di media massa terkait kelalaian dari seorang atau lebih
perawat dan dinilai tidak bertanggung jawab? Hal ini menurut kelompok
dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan perawat dalam memahami hukum dan etika
keperawatan. Sehingga tindakan yang dilakukan adakalanya dapat berakibat fatal terhadap keselamatan (Lachman, 2006). Oleh sebab itu, kelompok tertarik untuk mengambil
satu kasus dari suatu media yang terkait hukum dan etika keperawatan yaitu
“Anak Meninggal, Tuntut Rumah Sakit. Dosen Kebidanan Laporkan RS X”.Kelompok
akan membahas kasus ini dari sudut pandang etika dan hukum yang berlaku di indonesia.
Dengan harapan akan menambah literatur dan pengetahuan perawat terkait etika
dan hukum dalam setiap pemberian asuhan keperawatan pada pasien dan
keluarganya.
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Dengan memahami konsep etika dan hukum, setiap perawat akan
memperoleh arahan dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang merupakan tanggung
jawab moralnya dan tidak akan membuat keputusan secara sembarangan.
1.2.2
Tujuan Khusus
1.
Menganalisis
kelalaian etika dan hukum terkait kasus yang ada dengan manajemen
pelayanan dan asuhan keperawatan.
2.
Mengidentifikasi batasan hak dan kewajiban perawat
dalam perspektif etik dan hukum.
3.
Menjelaskan upaya perlindungan hukum bagi perawat
melalui sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi serta akreditasi.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Etika
Etik berasal dari kata Yunani kuno ethos dalam bentuk tunggal mempunyai
banyak arti yaitu tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan,
adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adat kebiasaan. Arti
kata etika (ta etha) menjadi latar
belakang terbentuknya istilah etika yang oleh filsuf Yunani besar
Aristoteles(384-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral
(Bertens, 2002).
Menurut Bertens (2013) etika adalah:
a.
Nilai-nilai (sistem nilai) dan norma-norma moral yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya
etika Yunani, etika agama Budha. Jadi etika Yunani yang berarti sistem nilai
yang berlaku di Yunani dimana sistem nilai yang berlaku tiap individu maupun
kelompok.
b.
Kumpulan asas atau nilai moral (yang dimaksud adalah kode etik), misalnya kode etik
keperawatan.
c.
Ilmu tentang yang baik buruk, filsafat moral.
Ada beberapa alasan mengapa etika perlu menurut Franz Magnis-Suseno :
a.
Etika diperlukan untuk mencapai suatu pendirian dalam pergolakan
pandangan-pandangan moral.
b.
Etika membantu agar tidak kehilangan orientasi di tengah gelombang
modernisasi
c.
Etika membuat kita sanggup untuk menghadapi ideologi-ideologi baru
dengan kritis dan objektif agar tidak mudah terpengaruh
d.
Etika diperlukan oleh kaum agama menemukan dasar kemantapan dalam iman
kepercayaan mereka.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa etika adalah sutu
nilai dannorma moral yang menjadi pegangan bagi setiap kelompok maupun
perorangan dalam mengatur tingkah lakunya baik atau buruk.
2.1.1 Etika Dalam Keperawatan
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang
mempunyai bidang dalam kesejahteraan manusia, yaitu dengan memberikan bantuan
pada individu yang sehat maupun sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup
sehari-harinya. Keperawatan
bersifat universal bagi klien, oleh
karena itu pelayanan yang diberikan oleh perawat selalu berdasarkan pada
cita-cita yang luhur, niat yang murni untuk keselamatan dan kesejahteraan umat
manusia tanpa membeda-bedakan bangsa, suku, warna kulit, umur jenis kelamin,
aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan social
(Dalami, Rochimah dan Suryani, 2010).
Salah satu yang mengatur
hubungan antara perawat dan pasien adalah etika. Dasar pemikiran tentang etik
pada setiap profesi memiliki perbedaan, hal ini disebabkan karena bentuk intervensi
dari setiap profesi yang berbeda (Pedoman Perilaku sebagai Penjabaran Kode
Etik, 2017). Bentuk intervensi dari profesi keperawatan adalah ‘kepedulian’
yang diwujudkan dalam bentuk relasi.
2.1.1.1Kode Etik
Kode etik adalah kumpulan dari nilai-nilai
dan standar perilaku profesi.Kode etik memberikan kerangka kerja dalam
pengambilan keputusan untuk profesi dalam praktik sehari-hari.Kode etik harus
direvisi secara berkala untuk mencerminkan perubahan dalam profesi dan
masyarakat sebagai satu kesatuan. Meskipun kode etik tidak dapat ditegakkan
secara hukum sebagai undang-undang, pelanggaran kodeetik profesional
menunjukkan bahwa seseorang tidak berperilaku secara profesional, yang akan
mendapat sanksi disipliner mulai dari teguran, denda penangguhan, dan pecabutan
lisensi/ijin (Aiken, 2004).
Kode
Etik Keperawatan Berdasarkan Keputusan Musyawarah Nasional VI PPNI N0 09/Munas
VI/PPNI/2000
Perawat
dan Klien
1. Perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien, dan tidak
terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis
kelamin, aliran politik, dan agama yang dianut serta kedudukan social.
2. Perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati
nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari klien.
3. Tanggung jawab utama perawat adalah
kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan.
4. Perawat wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya
kecuali jika diperlukan oleh berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
Perawat
dan Praktik
1. Perawat memelihara dan meningkatkan
kompetisi dibidang keperawatan melalui belajar terus menerus.
2. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan
keperawatan yang tinggi disertai kejujuran professional yang menerapkan
pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
3. Perawat dalam membuat keputusan
didasarkan pada informasi yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta
kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan
memberikan delegasi kepada orang lain.
4. Perawat senantiasa menjunjung tinggi
nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku professional.
Perawat
dan Masyarakat
Perawat
mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung
berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.
Perawat
dan Teman Sejawat
1. Perawat
senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan tenaga
kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja
maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
2. Perawat
bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal.
Perawat
dan Profesi
1.
Perawat
mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan pelayanan
keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.
2.
Perawat
berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi keperawatan.
3.
Perawat
berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara kondisi
kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi.
Kode Etik Menurut ANA (Martha, D Fowler, 2010) :
a. Ketentuan 1 : Perawat
memberikan pelayanan dengan rasa menghormati martabat yang melekat pada setiap
individu, harga diri, dan keunikan setiap individu.
b. Ketentuan 2 : Perawat
bertanggung jawab kepada pasien baik individu, keluarga, kelompok, komunitas
maupun populasi.
c. Ketentuan 3 : Perawat
mempromosikan, menganjurkan, dan melindungi hak, kesehatan, dan keamanan
pasien.
d. Ketentuan 4 : Perawat
memiliki wewenang, akuntabilitas, dan tanggung jawab dalam tugasnya membuat
keputusan dan mengambil tindakan yang konsisten dengan kewajibannya untuk
memberikan perawatan kepada pasien secara optimal.
e. Ketentuan 5 : Perawat
bertanggung jawab untuk mempromosikan kesehatan dan keselamatan, tidak
membeda-bedakan individu, meningkatkan kompetensi personal dan profesional.
f. Ketentuan 6 : Perawat baik
secara individu maupun bersama-sama menetapkan, mempertahankan, dan memperbaiki
lingkungan guna meciptakan kondisi kerja yang kondusif untuk memberikan
perawatan kesehatan yang aman dan berkualitas.
g. Ketentuan 7 : Perawat dalam
tatanan apapun memajukan profesi keperawatan baik melalui penelitian,
mengumpulkan bukti ilmiah, pengembangan standar profesi baik keperawatan maupun
kesehatan.
h. Ketentuan 8 : Perawat
bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya dan masyarakat umum untuk
melindungi hak asasi manusia, mempromosikan kesehatan, dan mengurangi perbedaan
pelayanan kesehatan.
i. Ketentuan 9 : Profesi
keperawatan baik secara kolektif melalui organisasi profesi harus
mengartikulasikan nilai keperawatan, menjaga integritas profesi, dan
mengintegrasikan prinsip keadilan sosial ke dalam keperawatan dan kebijakan
kesehatan.
Kode Etik menurut ICN
(International Council of Nursing, 2012) :
a. Perawat dengan individu
Perawat bertanggung jawab kepada individu yang menuntut
pelayanan keperawatan, menyediakan lingkungan yang menjaga hak asasi, nilai,
kepercayaan individu, keluarga, dan komunitas.
b. Perawat dan praktik
Perawat memiliki tanggung jawab dan akuntabilitas
terhadap praktik keperawatan dan meningkatkan kompetensi dengan cara belajar
secara terus-menerus.
c. Perawat dan profesi
Perawat memikul peran utama dalam menentukan dan
melaksanakan standar praktik klinik keperawatan, manjemen, penelitian, dan
edukasi.
d. Perawat dengan tenaga
lainnya
Perawat memungkinkan untuk kolaborasi
dan menghargai hubungan dengan tenaga perawat lain dan dengan bidang lainnya.
2.1.1.2Prinsip etik keperawatan
Prinsip etik keperawatan,
meliputi (Pedoman Perilaku sebagai Penjabaran Kode Etik, 2017) :
1. Respect to others
Respect to others diartikan sebagai perilaku perawat yang menghormati
atau menghargai klien dan keluarganya. Contohnya, saat
perawat memulai melakukan asuhan keperawatan harus didahului dengan mengenalkan
diri pada pasien dan diakhiri dengan berpamitan setelah melakukan asuhan
keperawatan.
2. Compassion
Compassion
secara sederhana dapat diartikan
sebagai rasa iba atau empati pada penderitaan klien.
3. Advocacy
Advocacy
dapat diartikan melindungi klien agar selama dilakukan asuhan keperawatan,
intervensi yang diberikan bebas dari ancaman atau bahaya. Hal ini dapat
dilakukan apabila perawat memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kompetensi yang dimilikinya.
4. Intimacy
Intimacy
diartikan sebagai keakraban atau kedekatan perawat dengan klien. Dalam
asuhan keperawatan secara profesional, hubungan antara perawat dan klien sangat
dekat sehingga sering digambarkan sebagai ibu dekat dengan anaknya.
Selain empat prinsip etik diatas ada unsur lain yang menjadi pertimbangan, yaitu beneficience, non-maleficence dan justice yang disampaikan oleh Hipocrates
(400-300 SM). Kemudian Beauchamp & Childress (1969) menambahkan autonomy yang banyak terkait dengan informed consent.
Beneficience adalah merupakan suatu kegiatan yang membawa
kebaikan untuk klien atau lebih dikenal dengan doing good. Sedangkan non-maleficenceadalah
kegiatan yang tidak mencelakakan klien dan dikenal dengan do no harm. Prinsip terakhir dari Hipocrates adalah justiceyaitu kewajiban untuk bersikap adil terhadap semua
orang tidak memandang ras, jenis kelamin, status perkawinan, diagnosa medis,
tingkat sosial, tingkat ekonomi, dan agama (keadilan distributif) dalam
memberikan pelayanan kesehatan. Kemudian Beauchamp & Childress (1969) melengkapinya
denganautonomyatau patient rights yang banyak digunakan
dalam proses informed consent.
Prinsip etik keperawatan
lainnya yaitu :
1.
Veracity
Veracity
mempunyai pengertian agar perawat menjelaskan dengan lengkap dan akurat
agar pasien memperoleh suatu pemahaman terhadap masalah yang dideritanya
terkait dengan asuhan keperawatan.
2.
Privacy
Privacy dimaksudkan bahwa
selain diri pasien, tidak boleh ada yang mengakses informasi tentang diri
pasien. Privacy merupakan wujud
perlindungan yang diberikan oleh perawat pada pasien yang dimulai saat pasien
masih sadar sampai pasien tidak sadar atau meninggal.
3.
Confidentiality
Prinsip ini hampir sama dengan prinsip privacy, dimana bertujuan agar
penjelasan yang diberikan secara jujur hanya boleh diberikan kepada pasien dan
tidak boleh diberikan kepada orang lain.
4.
Fidelity
Fidelity diartikan
sebagai semua informasi dalam bentuk interaksi perawat dan pasien dapat
dipercaya kebenarannya.
2.1.1.3Ethics Of Empowerment and Sustainability
A.
Empowerment
Kata empowerment atau
pemberdayaan tidak hanya terbatas pada pengertian kontrol, pengaruh, wewenang,
komando atau dominasi. Empowerment atau pemberdayaan itu sendiri lebih dari
sekedar mengendalikan orang lain dan lingkungan. Dalam praktik keperawatan,
pemberdayaan dapat mendukung praktik etika untuk memperkuat kekuatan yang melekat pada
peran perawat
sebagai pendukung pasien serta integritas profesional dan akuntabilitas perawat(Schroeter, 2007)
Sebagai seorang perawat, kita
diberdayakan oleh peran, lisensi, pengetahuan serta keahlian. Pemberdayaan tidak boleh
menjadi tujuan yang kita perjuangkan, melainkan sebuah perjalanan yang
berkembang dalam praktik profesional keperawatan. Selain itu, perawat juga diberdayakan melalui
kapasitas perawat
dalam pengambilan keputusan, advokasi, tata kelola bersama, partisipasi komite,
dan pengambilan tanggung jawab dan pertanggungjawaban yang melekat pada praktik keperawatan(Schroeter, 2007)
B.
Sustainability
Sustainability atau
keberlanjutan adalah kesetaraan dari waktu ke waktu, dimana mengacu pada
pemberian bobot yang sama dalam keputusan saat ini maupun masa depan. Transisi
menuju keberlanjutan melibatkan pergerakan dari proses dan teknologi siklus ke
siklus. Satu-satunya proses yang bisa kita andalkan tanpa batas adalah siklus;
semua proses linier akhirnya harus berakhir. Intinya, keberlanjutan adalah
tentang etika karena menyerukan kepada orang-orang saat ini untuk tidak hanya
mempertimbangkan kondisi populasi saat ini, tetapi juga kondisi potensial
populasi masa depan(Kibert, Thiele, Peterson, & Monroe, 2007)
Dalam proses asuhan
keperawatan, etika keberlanjutan digunakan untuk mempertahankan apa yang telah
ada agar tetap bersifat dinamis sehingga proses asuhan keperawatan dapat terus
menerus dilakukan.
2.2 Pengertian Hak dan
Kewajiban
Pengertian Hak
Hak adalah tuntutan
seorang terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya sesuai dengan
keadilan, moralitas, dan legalitas.
Pengertian Kewajiban
Kewajiban adalah
tanggung jawab seseorang untuk melakukan sesuatu yang memang harus dilakukan
agar dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan haknya.
Peranan Hak
1. Mengekspresikan kekuasaan
dalam konflik
2. Pembenaran pada suatu
tindakan
3. Menyelesaikan perselisihan
2.2.1 Hak dan Kewajiban Perawat
Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan yang merupakan salah satu dari praktik
keperawatan tentunya seorang perawat memiliki hak dan kewajiban. Dua hal dasar
yang harus dipenuhi, dimana ada keseimbangan antara tuntutan profesi dengan apa
yang semestinya didapatkan dari pengembanan tugas secara maksimal. Memperoleh
perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai
standar profesi dan standar operasional prosedur (SPO), merupakan salah satu
hak perawat yang mempertahankan kredibilitasnya dibidang hukum serta menyangkut
aspek legal atas dasar peraturan perundang-undangan dari pusat maupun daerah.
Hal ini seperti dipaparkan pada materi sebelumnya sedang dipertimbangkan oleh
berbagai pihak, baik dari PPNI, Organisasi profesi kesehatan yang lain,
lembaga legislatif serta elemen pemerintahan lain yang
berkepentingan.
Selain mendapatkan perlindungan hukum secara legal,
perawat berhak untuk memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien
dan atau keluarganya agar mencapai tujuan keperawatan yang maksimal. Jadi
kepada klien dan keluarga yang berada dalam lingkup keperawatan tidak hanya
memberikan informasi kesehatan klien kepada salah satu profesi kesehatan
lainnya saja, akan tetapi perawat berhak mengakses segala informasi mengenai
kesehatan klien, karena yang berhadapan langsung dengan klien tidak lain adalah
perawat itu sendiri.
Hak perawat yang lain yaitu melaksanakan
tugas sesuai dengan kompetensi dan otonomi profesi. Ini dimaksudkan agar
perawat dapat melaksanakan tugasnya hanya yang sesuai dengan ilmu pengetahuan
yang didapat berdasarkan jenjang pendidikan dimana profesi lain tidak dapat
melakukan jenis kompetensi ini. Perawat berhak untuk dapat memperoleh
penghargaan sesuai dengan prestasi, dedikasi yang luar biasa dan atau bertugas
di daerah terpencil dan rawan.
Hak – Hak Perawat
1. Memperoleh perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2. Mengembangkan diri melalui kemampuan
spesialisasi sesuai latar belakang.
3. Menolak keinginan
klien/pasien yang bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan serta
standar profesi dan kode etik profesi.
4. Mendapatkan informasi
lengkap dari klien/pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya.
5. Meningkatkan pengetahuan
berdasarkan perkembangan IPTEK dalam bidang keperawatan secara terus-menerus.
6. Diperlakukan adil dan jujur
oleh rumah sakit maupun oleh klien/pasien dan keluarganya.
7. Mendapatkan jaminan
perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya.
8. Diikutsertakan dalam
penyusunan penetapan kebijakan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
9. Diperhatikan privasinya dan
berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh klien/pasien dan atau
keluarganya serta tenaga kesehatan lain.
10. Menolak pihak lain yang
memberi anjuran/permintaan tertulis untuk melakukan tindakan yang bertentangan
dengan perundang-undangan, standar profesi,dan kode etik profesi. Mendapatkan
penghargaan imbalan yang layak dari jasa profesinya sesuai peraturan/ketentuan
yang berlaku di rumah sakit. Memperoleh kesempatan mengembangkan karir sesuai
dengan bidang profesinya.
Kewajiban Perawat
Dalam
melaksanakan praktik keperawatan perawat berkewajiban untuk memberikan
pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi, standar praktek
keperawatan, kode etik, serta kebutuhan klien atau pasien dimana standar
profesi, standar praktek dan kode etik tersebut ditetapkan oleh organisasi
profesi dan merupakan pedoman yang harus diikuti oleh setiap tenaga
keperawatan. Perawat yang melaksanakan tugasnya diwajibkan untuk merujuk klien
dan atau pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemerikasaan
atau tindakan. Hal ini juga tergantung situasi, jika lingkungan kita juga tidak
memungkinkan maka kita sebagai perawat dapat menerangkan alasan yang
tepat.
Perawat wajib untuk merahasiakan segala
sesuatu yang diketahuinya tentang klien dan atau pasien, kecuali untuk
kepentingan hukum. Hal ini menyangkut privasi klien yang berada dalam asuhan
keperawatan karena disisi lain perawat juga wajib menghormati hak-hak klien dan
atau pasien dan profesi lain sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang
berlaku. Perawat wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya. Kewajiban lain yang jarang diperhatikan dengan serius yaitu
menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu keperawatan
dalam meningkatkan profesionalsme. Beberapa faktor-faktor yang membuat kita
malas mengembangkan ilmu keperawata banyak sekali.
Kewajiban Perawat Meliputi :
1.
Perawat wajib memiliki :
a.
Surat ijin Perawat (SIP) sebagai bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan diseluruh
wilayah Indonesia.
b.
Surat ijin Kerja (SIK) sebagai bukti tertulis
yang diberikan kepada perawat untuk melakukan praktek keperawatan di
sarana kesehatan.
c. Surat ijin
Praktek Perawat (SIPP) sebagai bukti tertulis yang diberikan kepada perawat
untuk menjalankan praktek perawat perorangan/kelompok.
2. Perawat wajib
menghormati hak-hak pasien.
3. Perawat wajib
merujuk kasus yang tidak dapat ditangani.
4. Perawat
menyimpan rahasia pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Perawat wajib
memberikan informasi kepada pasien/keluarga yang sesuai dengan batas kewenangan
perawat.
6. Meminta
persetujuan setiap tindakan yang akan dilakukan oleh perawat sesuai dengan
kondisi pasien baik secara tertulis maupun
secara lisan.
7. Mencatat setiap tindakan
keperawatan dokumentasi asuhan keperawatan/secara akurat sesuai
peraturan dan SPO yang berlaku.
8. Mematuhi standar profesi
dan kode etik perawat Indonesia dalam melaksanakan praktik profesi keperawatan.
9. Meningkatkan pengetahuan
berdasarkan perkembangan IPTEK keperawatan dan kesehatan.
10. Melakukan pertolongan
darurat yang mengancam jiwa pasien sesuai batas kewenangan dan SPO.
11. Melaksanakan program
pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Mentaati
semua peraturan perundang-undangan.
12. Mengumpulkan angka kredit
profesi dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh SIK
ulang dan SIPP. Menjaga hubungan kerja yang baik antara sesama perawat
maupun dengan anggota tim kesehatan lain.
2.3
Aspek hukum dalam kelalaian
2.3.1 Pengertian
Kelalaian (Negligence)
Kelalaian
tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti malpraktik,
artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian. Kelalaian
adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar standar sehingga
mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno, 2005).Sehingga dapat dikatakan bahwa kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak
mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim
dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama.Yang menjadi
ukurannya yaitu standar asuhan keperawatan, kode etik keperawatan.
2.3.2
Jenis-Jenis
Kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005),
sebagai berikut:
a)
Malfeasance:
yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum atau tidak tepat/layak, misal:
melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang memadai/tepat.
b)
Misfeasance:
yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi dilaksanakan
dengan tidak tepat, misal: melakukan tindakan
keperawatan dengan menyalahi prosedur.
c)
Nonfeasance: Adalah
tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan kewajibannya, misal: pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan.
2.3.3
Unsur-Unsur
Kelalaian
Sampurno (2005), menyampaikan
bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi
4 unsur, yaitu:
a)
Duty atau
kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak melakukan
tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.
b)
Dereliction
of the duty atau penyimpangan kewajiban.
c)
Damage
atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian
akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
d)
Direct
cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam
hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban
dengan kerugian yang setidaknya menurunkan “Proximate cause”.
2.3.4
Dasar Hukum Perundang-Undangan Praktek Keperawatan
Beberapa perundang-undangan yang
melindungi bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan yang ada di Indonesia,
adalah sebagai berikut:
a)
Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, yang mengatur tentang asas, fungsi, tugas, dan tanggung jawab, serta
hal-hal lain terkait penyediaan layanan kesehatan melalui rumah sakit.
b)
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, yang mengatur segala sesuatu tentang kesehatan terutama sumber daya
di bidang kesehatan yaitu segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan,
sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan
teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat..
c)
Undang-undang No. 38 tentang Keperawatan, yang
mengatur tentang sumber daya perawat: registrasi, kompetensi, area praktik
keperawatan, dan lain-lain yang berhubungan dengan keperawatan.
d)
Perpres No.90 tahun 2017 tentang Konsil
Keperawatan, yang mengatur tentang fungsi, wewenang dan kaitannya sebagai badan
penegak disiplin tenaga kesehatan.
2.3.5
Tanggung
Jawab Hukum dalam Keperawatan
Pertanggungjawaban
hukum perawat bisa dipilah berdasarkan bidang hukum itu sendiri yakni secara
Hukum Administrasi Negara (HAN), secara hukum Perdata dan secara Hukum Pidana
(Budhiartie, 2009).
a)
Pertanggungjawaban secara HAN akan bersumber dari kewenangan yang
diperoleh dan dihubungkan dengan fungsi perawat dalam menjalankan profesinya.
Kewenangan atribusi yang melekat pada fungsi independen dimana perawat
menjalankan tugasnya berdasarkan kewenangan yang diperolehnya melalui peraturan
perundangan-undangan. Dan kewenangan atribusi tersebut berdasarkan asuhan
keperawatan (ASKEP). Kewenangan mandat terdapat dalam fungsi interdependent
dimana kewenangan perawat diperoleh dalam suatu kerja sama tim. Kewenangan
delegasi melekat pada fungsi dependen dimana tindakan yang dilakukan perawat
sebenarnya merupakan tanggung jawab dokter, namun tugas tersebut berikut
pertanggungjawabannya diserahkan kepada perawat yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu.
b)
Pertanggungjawaban secara hukum perdata akan bersumber pada perbuatan
melawan hukum atau wanprestasi. Pertanggungjawaban nya bisa langsung atau
menjadi tanggung gugat bersama dokter/rumahsakit, bergantung pada jenis
tindakan yang dilakukan.
c) Sementara
pertanggungjawaban secara hukum pidana akan bersumber terhadap persyaratan
untuk dapat dimintai pertanggungjawaban hukum; yakni (1) adanya perbuatan/
tidak berbuat yang berdasarkan aturan tertulis (2) adanya kemampuan bertanggung
jawab (3) adanya suatu kesalahan, baik sengaja maupun lalai (4) dan tidak ada
unsur pemaaf dan unsur pembenar. Bentuk pertanggungjawaban adalah mandiri dan
langsung sesuai dengan fungsi sanksi pidana itu nantinya yaitu membuat jera
pelakunya.Perawat juga dimungkinkan untuk
bertanggungjawab secara bersama-sama dengan profesi lain jika ada kerjasama di
dalam melaksanakan praktik.
2.3.6 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014
Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 37 tentang
kewajiban perawat
Perawat dalam melaksanakan praktik
keperawatan berkewajiban :
a. Melengkapi sarana dan prasarana pelayanan
keperawatan sesuai dengan standar pelayanan keperawatan dan ketentuan peraturan
perundangundangan
b. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar
pelayanan keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan
c. Memberikan informasi yang lengkap, jujur,
benar, jelas, dan mudah dimengerti mengenai tindakan keperawatan kepada klien
dan/atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan
pasal 38 tentang hak pasien
Praktik keperawatan, klien berhak :
a. Mendapatkan informasi
secara, benar, jelas, dan jujur tentang tindakan Keperawatan yang akan
dilakukan
b. Mendapatkan pelayanan
keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan, standar
profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan
2.3.7
Beberapa
bentuk Kelalaian dalam Keperawatan
Pelayanan kesehatan
saat ini menunjukkan kemajuan yang cepat, baik dari segi pengetahuan maupun
teknologi, termasuk bagaimana penatalaksanaan medis dan tindakan keperawatan
yang bervariasi.Sejalan dengan kemajuan tersebut kejadian malpraktik dan juga
adanya kelalaian juga terus meningkat sebagai akibat kompleksitas dari bentuk
pelayanan kesehatan khususnya keperawatan yang diberikan dengan standar
keperawatan (Craven & Hirnle, 2000).
Beberapa situasi yang
berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian dalam keperawatan diantaranya yaitu
:
a)
Kesalahan pemberian obat,
b)
Mengabaikan keluhan pasien,
c)
Kesalahan mengidentifikasi masalah klien,
d)
Kelalaian di ruang operasi,
e)
Timbulnya kasus decubitus selama dalam
perawatan,
f)
Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan
pasien: contoh yang sering ditemukan adalah kejadian pasien jatuh
yang sesungguhnya dapat dicegah jika perawat memperhatikan keamanan tempat
tidur pasien. Beberapa rumah sakit memiliki aturan tertentu mengenai penggunaan
alat-alat untuk mencegah hal ini.
2.3.8 Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan
oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja kepada pasien dan
keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, individu perawat pelaku kelalaian
dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata
dalam bentuk ganti rugi (Sampurno,
2005).
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 KASUS
NY.T seorang dosen akademi kebidanan membawa anaknya 21
bulan masuk ke IGD sebuah RS.X pada tgl 1-11-2017 selasa pagi dengan keluhan
demam, pilek, batuk, muntah serta lemas. Menurut Ny.T anaknya dibawa ke IGD
supaya mendapat infus karena muntah semalaman.Inform consent telah ditandatangani dalam hal menerima pengobatan
secara intra vena (IV). Pasien masuk perawatan
ruang anak kelas satu sebagai pasien umum krena tidakmemiliki BPJS.
Infus sempat ditarik anak saya terlepas, lalu istirahat 1 jam kemudian infus
dipasang lagi. Jam 15an Ny.T ditanya oleh perawat apakah anaknya punya alergi
makanan dan obat ?Ny.T menjawab anaknya tidak ada alergi makanan dan obat.
Kemudian anak Ny.T disuntik antibiotik cefotaxim langsung diselang infus, tanpa
diskin test. Jam 16.00 bibir anak saya mulai bentol. Ny.T melaporkan kejadian
tersebut kepada perawat yang berdinas, perawat bilang nanti akan dikonsulkan ke
dokter dulu.
Jam 17an pasien mengeluh gatal dan menggaruk, Ny.T
melaporkan lagi hanya dijawab dokter belum datang. Pasien mulai gelisah.Ny.T
kemudian kurang perhatian pada anaknya karena banyak pengunjung. Sampai jam
21.00 baru Ny.T sadar lidah anak saya membesar dan biru. Dan sebelum jam
21.00,suami Ny.T selalu menanyakan keperawat yang berdinas 2x lagi menanyakan
dokter, selalu dijawab masih banyak pasien. Ny.T tidak sabar, keluar ruangan
dan membawa anak saya ke nurse stasion dan teriak kemana dokternya, lidah psien
bengkak mulai biru. Baru dibawa turun ke poli anak untuk bertemu dokter
Medy Prijambodo sp.A. Sampai di ruangan
dokter diperiksa pupil, mata sudah tidak mengikuti cahaya, tetapi dokternya dengan
santainya bilang mungkin karena panasnya jadi mengigau.Dokter sepertinya tidak
paham dengan kondisi pasien. Tiba-tiba kondisi pasien membiru, menggigit lidah,
Ny. T teriak-teriak bahwa aanknya membiru,barulah dokter dan perawat panik,
pasien dibawa ke ruang HCU.
Menurut Ny.T ruangan HCU kosong, peralatan tidak
siap.Dilakukan tindakan bantuan pernafasan dan pijat jantung tapi sangat tidak
standar. Reposisi membuka jalan nafas tidak dilakukan, membersihkan jalan nafas
tidak dilakukan, langsung saja dipompa dengan airbag, sampai Ny. T mendengar
bunyi cairan yang dipaksa masuk ke dalam kerongkongan. Ny T teriak slim sucker,
slim sucker (penghisap lendir), perawat mendorong alat, memasang toples vaccum,
Ny. T marah minta yang manual saja karena kelamaan.Ny.T mengatakan biar pasien
Ny.T yang menghisap slimnya. Dokter menyerah pasrah meski grafik lain masih
bergerak. Ny.T meminta handscoon (sarung tangan) karena Ny. T pikir selang
steril, ternyata tidsk steril.Ny. T panik minta pertolongan keluar, ruangan operasi
Ny. T teriak ke ruang operasi (OK) untuk menanyakan apakah ada dr anastesi ?ada
tidak dokter yang kompeten melakukan bantuan pernafasan. Ny.T ditinggalkan
diruangan bersama anaknya yang masih membiru, dokter pergi, perawat pada hilang
semua, mereka ketakutan.Kemudian pasien meninggal dunia.Ny. T mengatakan karena
Ny. T adalah tenaga kesehatan maka Ny. T tahu anaknya telah dizolimi. Somasi,
sistemnya harus diperbaiki, biar tidak terulang pada pasien lain.
3.2Analisa Kasus Berdasarkan Aspek Etik dan
Hukum
Perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan berusaha untuk mencapai kesejahteraan secara fisik, mental,
spiritual yang bersumber dari kebutuhan pelayanan dari klien. Etika keperawatan
akan muncul dalam setiap tingkah laku termasuk penampilan diri serta keputusan
yang diambil dalam memberikan respons pada situasi yang muncul. Dengan
pemahaman tersebut, maka dibutuhkan pemahaman yang lebih mendalam tentang
etika. Selain itu, penerapan dari etika dalam melaksanakan asuhan keperawatan
menjadi bagian penting dan bagian paling mendasar, dimana kebutuhan pasien
menjadi prioritas utama (Badzek et al, 2013). Asuhan
keperawatan dikatakan efektif apabila terjalin hubungan terapeutik antara
perawat dan pasien, perawat dan keluarga
serta tenaga kesehatan lainnya, hal ini dapat dilihat baik dari kode
etik dan prinsip etik keperawatan. Memahami masalah etika, hukum, dan sosial untuk
menyelesaikan masalah dalam praktek sangat penting untuk melayani pasien,
keluarga, dan masyarakat dengan aman serta perawatan kesehatan yang efektif
(Badzek, Laurie, Henaghan, Turner, Martha, & Rita, 2013).
Semua prinsip etik keperawatan harus ada pada seorang
perawat yang profesional, sehingga dalam pelayanannya dapat melakukan asuhan
keperawatan sesuai dengan standar dan dapat memenuhi hak pasien baik itu di Rumah Sakit
atau pelayanan kesehatan lain (Blais, Hayes, Kozier & Erb, 2007).
Berdasarkan kasus tersebut, perawat
tampak tidak melakukan kode etik pada hubungan antara perawat dan klien dimana
seharusnya perawat wajib melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan SPO.
Tindakan tes alergi dilakukan sebelum penyuntikan antibiotik, hal ini ditujukan
agar mengetahui apakah klien ada alergi terhadap antibiotik tersebut. Namun
dalam kasus tersebut, didapatkan data bahwa perawat tidak melakukan tes alergi
sebelum penyuntikan antibiotik.
Menurut Guy (2010), perawat dalam melakukan
asuhan keperarawatan harus menyampaikan informasi yang benar dan jujur kepada pasien terkait
dengan tindakan atau resiko yang akan dialami oleh pasien, tidak dianjurkan
seorang perawat menyampaikan informasi yang tidak benar dengan harapan pasien mau
mengikuti tindakan keperawatan sesuai dengan situasi dan kasus yang ada.
Tindakan perawat dalam kasus tersebut
juga melanggar prinsip etik keperawatan, dimana yang dilanggar adalah prinsip respect to others, compassion, advocacy,
intimacy dan non-maleficence.
Dalam kasus, perawat tidak memiliki respect
to others karena pada saat ibu pasien melaporkan perubahan kondisi pada anaknya,
perawat tidak langsung segera melihat dan mengobservasi kondisi pasien,
melainkan hanya memberikan solusi akan menghubungi dokter. Perawat tersebut
juga tidak memiliki compassion atau rasa empati pada pasien, karena tidak
segera mengobservasi perubahan kondisi pasien. Pada prinsip advocacy, perawat harus memberikan
perlindungan bagi pasien selama dalam asuhan keperawatan terutama dalam
intervensi keperawatan.
Pada prinsip intimacy, perawat harus melakukan
pengawasan selama pasien dirawat sampai pasien dinyatakan sembuh. Namun dalam
kasus tersebut, perawat tidak melakukan pengawasan atau melakukan observasi
selama perubahan kondisi pasien sehingga terjadi perburukan kondisi pasien.Pada
prinsip non-maleficencedimana perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan tidak mencelakakan pasien. Pada kasus
tersebut tindakan yang dilakukan perawat dapat mencelakakan pasien karena tidak
dilakukan tes alergi sebelum penyuntikan antibiotik.
Pada kasus ini, ethics of empowerment and sustainabilitybelum
tepat dilaksanakan oleh perawat. Seorang perawat dalam menjalankan asuhan
keperawatan berdasarkan ethics of
empowermentharus berfokus dan mempunyai penekanan pada sumber daya yang ada
dalam paktek keperawatan, selain itu pemberdayaan juga dapat mendukung praktik
etika untuk memperkuat kekuatan yang melekat pada peran perawat sebagai pendukung pasien serta
integritas profesional dan akuntabilitas perawat. Dalam kasus ini, perawat
tidak bertindak sebagai advokator atau sebagai pelindung. Perawat tidak
mempertahankan lingkungan yang aman bagi pasien dan tidak mengambil tindakan
untuk mencegah terjadinya kecelakaan serta tidak melindungi klien dari kemungkinan efek
yang tidak diinginkan dari suatu tindakan, dimana perawat tidak memastikan
bahwa pasien memiliki alergi terhadap antibiotik dengan cara tes alergi
sehingga mengakibatkan perburukan kondisi dan akhirnya menimbulkan kematian.
Dalam penerapan ethics of sustainabilityjuga belum
dilakukan secara baik oleh perawat, dimana etika keberlanjutan digunakan untuk
mempertahankan apa yang telah ada agar tetap bersifat dinamis sehingga proses
asuhan keperawatan dapat terus menerus dilakukan. Setelah melakukan tindakan
penyuntikan antibiotik tanpa melakukan tes alergi, perawat tidak melakukan
observasi lanjutan sehingga tidak mengetahui perburukan yang terjadi pada
kondisi pasien dan akhirnya menimbulkan kematian pada pasien.
Pemberian asuhan keperawatan
yang dimulai dari pengkajian data, merumuskan diagnosa keperawatan,
merencanakan tindakan keperawatan, melakukan intervensi keperawatan serta melakukan
evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan
berkesinambungan serta berkelanjutan, jika mengalami hambatan pada salah satu
bagian maka akan menimbulkan efek untuk proses asuhan keperawatan selanjutnya.
Oleh karena itu, dalam memberikan pelayanan kepada pasien dengan menerapkan
asuhan keperawatan diperlukan keberlanjutan yang sistematis dan terarah.
Pada
kasus perawat yang tidak melakukan skintest sebelum memberikan antibiotik
cefotaxim, perawat yang tidak respon terhadap kondisi pasien, sarana prasarana
yang tidak memadai, dan tindakan kegawatdaruratan yangtidak sesuai prosedur
adalah suatu bentuk kelalaian perawat yang melanggar kode etik, standar
pelayanan keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Perawat tersebut melanggar
Undang-Undang RI No.38 Tahun 2014 Pasal 37 tentang kewajiban perawat dalam
melaksanakan praktik keperawatan dan pasal 38 tentang hak pasien dalam praktik
keperawatan.
BAB 4
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Dasar pemikiran tentang etik pada
setiap profesi memiliki perbedaan, hal ini disebabkan karena bentuk intervensi
dari setiap profesi yang berbeda. Dalam profesi perawat salah satu yang mengatur
hubungan antara perawat dan pasien adalah etika.Prinsip etik
keperawatanmeliputirespect to others, compassion, advocacy, veracity, privacy, confidentiality, fidelity
dan intimacy. Selain prinsip etik tersebut diatas ada
unsur lain yang menjadi pertimbangan, yaitu beneficience,
non-maleficence dan justice serta autonomy yang
banyak terkait dengan informed consent.
Empowerment
atau pemberdayaan dalam praktik keperawatan dapat
dilihat melalui kapasitas perawat dalam pengambilan keputusan,
advokasi, tata kelola bersama, partisipasi komite, dan pengambilan tanggung
jawab dan pertanggungjawaban yang melekat pada praktik keperawatan. Sustainability
atau keberlanjutan adalah kesetaraan dari waktu ke waktu, dalam
proses asuhan keperawatan, etika keberlanjutan digunakan untuk mempertahankan
apa yang telah ada agar tetap bersifat dinamis sehingga proses asuhan
keperawatan dapat terus menerus dilakukan secara sistematis, terarah dan
berkelanjutan.
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan
dampak yang luas, selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti
rugi. Oleh sebab itu perawat dituntut untuk membekali dirinya dengan standar
praktek keperawatan, kode etik dan aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Upaya
perlindungan hukum bagi perawat dapat melalui sistem registrasi, lisensi atau sertifikasi
serta akreditasi (patuh memiliki STR, SIP dan lulus Uji Kompetensi
Profesi serta memiliki sertifikat pelatihan).
4.2
Saran
4.2.1
Perawat
Belajar dari kasus ini maka sebagai
perawat kita harus membekali diri kita dengan ilmu pengetahuan, menguasai apa
itu etik keperawatan, bagaimana standart praktek keperawatan yang berlaku serta
up grade keterampilan kita dengan
mengikuti pendidikan berkelanjutan atau pelatihan dan seminar keperawatan.
4.2.2
Pendidikan
Mendorong mahasiswa keperawatan untuk
menjadi agen pembaharu dengan selalu berpikir kristis, kreatif dan innovatif,
sehingga dapat mengembangkan asuhan keperawatan demi tercapainya kualitas
pelayanan praktek keperawatan.
4.2.3
Rumah
Sakit / tempat pelayanan kesehatan
Menyediakan fasilitas, sarana dan
prasarana memadai yang dibutuhkan dalam pemberian asuhan kesehatan pada pasien.
Sehingga dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya dapat memberikan
pelayanan optimal. Pelayanan yang
optimal seiring dengan peningkatan kualitas pelayanan, dimana jika tercapai
akan membawa keuntungan bagi RS atau tempat pelayanan kesehatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aiken,T.D. &
Catalano, J.T. (1994). Legal.Ethical, and
political issues in nursing. Philadelphia: F.A.Davis Company
American Nurses
Association (2010).Nursing: Scope and
standards of practice (2nd Edition). Silver Spring, MD: Nursesbooks.org
Asmara, Galang & Widodo, A.H.B. (2000).Tanggung
jawab hukum perawat dalam melaksanakan praktek mandiri, Vol. 5, No.2. Jurnal
Persfektif.
Budhiartie, Arrie. (2009). Pertanggungjawaban
hukum perawat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit.Vol. 11,
No. 2, Hal. 45-51. Online-Journal.unja.ac.id
Badzek, Laurie, Henaghan, M., Turner, Martha, & Monsen,
Rita. (2013). Ethical, legal, and social issues in the translation of genomics
into health care. Journal of Nursing Scholarship, 45(1),
15-24.
Bertens,
K. (2013). Etika. Yogyakarta: Kanisius.
Blais,
K., Hayes, J., Kozier, B., & Erb, G. (2007). Praktik
Keperawatan Profesional: Konsep dan Perspektif. Jakarta: EGC Kedokteran.
Craven, R.F. & Hirnle, C.J. (2000).Fundamentals of nursing: human health and
function, 3rd ed. USA: Lippincott Williams &
Wilkins
Guy,
H. (2010). Accountability and legal
issues in tissue viability nursing. Nursing
Standard, 25(7), 62-4, 66-7.
James H, H., & Husted,
G. L. (2008). Ethical Decision Making in Nursing and Health Care: The
Symphonological Approach.
Lachman, V. D. (2006). Applied ethics in nursing.
Retrieved from http://site.ebrary.com/id/10265603
Kibert, C., Thiele, L.,
Peterson, A., & Monroe, M. (2007). The
ethics of sustainability. Textbook, 16–36.
https://doi.org/10.4324/9780203962084
Schroeter,
K. (2007). Advocacy: the tool of a hero.
Journal of Trauma Nursing : The Official Journal of the Society of Trauma
Nurses, 14(1), 5–6.
https://doi.org/10.1097/01.JTN.0000264133.95147.54
Perpres No.90 tahun 2017 tentang Konsil Keperawatan
Sampurno, B .(2005). Malpraktik dalam pelayanan
kedokteran.Materi seminar tidak diterbitkan.
Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-undang No. 38 tentang
Keperawatan
International
Council of Nurses.(2012). The ICN code of
ethics for nurses. Diakses melalui www.icn.ch
PPNI.(2000).
Kode etik keperawatan lambang panji PPNI dan ikrar keperawatan. Jakarta:
Sekretariat DPP PPNI.
Undang-Undang
Republik Indonesia No.38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
Canadian Nurses
Association. (1999). Code of Ethics For
Registered Nurses. Canada.
Huston, C.J. Leadership Roles and Management Functions in
Nursing.Theory and Aplication.Third edition.Philadelphia : Lippincott.
Husted Gladys.
(1995). Ethical Decision Making in
Nursing. 2nded. St.Louis : Mosby.
Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept
theory and practices. Philadelphia.
Priharjo, R. (1995).
Pengantar etika keperawatan.Yogyakarta : Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar