Analisis Kasus Dugaan Malpraktik Perawat Berdasarkan Aspek Hukum dan Etik Profesi



BAB 1
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Perawat adalah suatu profesi yang dalam menjalankan tugas dan perannya harus sesuai dengan kode etik profesi. Perawat juga mempunyai payung hukum yang melindunginya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya yaitu UU Nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan. Dalam praktiknya, jika kita membahas hukum keperawatan maka tidak dapat dipisahkan dari hukum kesehatan termasuk hukum medis dan rumah sakit. Sebagai warga negara, perawat juga terikat oleh aturan hukum perdata, pidana, dan administratif. 
Perawat mempunyai fungsi independen, interdependen, dan dependen. Fungsi independen adalah fungsi autonomi perawat untuk menjalankan asuhan keperawatan mandiri. Sedangkan fungsi dependen adalah bagian dari fungsi kolaborasi perawat dengan profesi kesehatan lain yang biasanya berupa pendelegasian atau mandat dari profesi medis. Dalam menjalankan fungsi independen dan dependen, perawat harus memenuhi standar pelayanan dan peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan perawat dari masalah hukum yang ada kemungkinan untuk masuk ke dalam masalah hukum pidana.
Dalam praktiknya, dikarenakan beberapa faktor, perawat seringkali menjalankan fungsi independen yaitu memberikan asuhan keperawatan mandiri dan fungsi dependen kepada pasien yang tidak sesuai dengan standar pelayanan atau peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini bisa berdampak merugikan atau bahkan mengancam keselamatan pasien. Tindakan ini disebut sebagai kelalaian (negligence) dan karena dilakukan oleh profesional yaitu perawat maka disebut dengan malpraktik. Pasien dan keluarga pasien dapat menuntut perawat atas tindakan yang merugikan pasien ini ke dalam ranah hukum dengan tuntutan dugaan malpraktik. 
Pemberdayaan adalah menciptakan lingkungan dimana individu dapat berperilaku sebagai seorang dewasa yang bertanggung jawab dan mampu mengambil keputusan dalam tingkat pengetahuan tertinggi. Diberdayakan adalah berperilaku dengan penuh integritas untuk menciptakan lingkungan dimana kita dan orang lain dapat mengembangkan karakter, kompetensi, dan sinergi. Perawat mempunyai kekuatan bawaan oleh virtue dari lisensi dan praktik profesional perawat. Perawat juga diberdayakan oleh kapasitasnya untuk membuat keputusan, advokasi, partisipasi terhadap komite, serta pengambilan tanggung jawab dan akuntabilitas yang melekat di dalam praktik perawat. Ketika seseorang menjadi lebih diberdayakan, ini akan mengembangkan kepercayaan diri dan kompetensi. Hal ini dapat menciptakan dampak positif pada personal dan citra profesional perawat. Pencapaian pemberdayaan berarti memastikan perawatan pasien yang berdasarkan etik.
Keberlanjutan berarti mempertahankan dalam keadaaan dinamis atas apa yang sudah dicapai. Nilai-nilai etika dan praktik keperawatan yang berbasis bukti menciptakan keberlanjutan dalam praktik keperawatan. Keberlanjutan sebagai prinsip moral atau etik membutuhkan bahwa keputusan dibuat tidak hanya berfokus pada tindakan saat ini tetapi juga mengantisipasi konsekuensi potensial atau yang diharapkan.
Pada makalah ini akan dibahas tentang kasus etik pada situasi nyata etika pemberdayaan dan etika keberlanjutan. Kasus ini menceritakan tentang kaki bayi yang membusuk dan diduga lantaran malpraktik perawat RSUD. Kasus ini terjadi pada April 2016 dan terpublikasi di gobekasi.co.id pada tanggal 27 April 2016. Bayi S (36 hari) dari pasangan Tn A (45 tahun) dan Ny A (39 tahun) mengalami pembusukan pada bagian kaki kanan diduga disebabkan oleh malpraktik seorang perawat RSUD Kabupaten Bekasi. Luka di kaki kanan bayi S membusuk dan mengeluarkan nanah. Bayi S tampak pucat. Menurut Ny A, pada awalnya bayi Y diare dan dirawat di RSUD Kabupaten Bekasi. Ny A menambahkan bahwa kaki anaknya membusuk disebabkan oleh perawat yang tidak diketahui identitasnya  menginfus kaki kanan anaknya dengan menusuk jarum berkali-kali dikarenakan tidak langsung tepat melakukannya. Bayi S dirawat selama 4 hari pada bulan April 2016 dan selama itu pula perawat selalu menyuntik di kaki kanan anaknya. Setelah pulang ke rumah, diare bayi S sembuh, tetapi kaki kanan anaknya bengkak dan kemudian membusuk. Kondisi bayi S terus menurun. Orang tua bayi S meminta pertanggungjawaban pihak rumah sakit karena kondisi anaknya semakin parah. Kasi pelayanan medis RSUD Kabupaten Bekasi, Markenly mengatakan bahwa akan melakukan tindakan jika memang terbukti kejadian tersebut lantaran malpraktik yang terjadi pada bayi S. Pihak RS menyarankan untuk rawat jalan tiap 3 hari dan untuk .oknum perawat akan diusut oleh pihak RS dan jika terbukti akan diberikan sangsi tegas
Kasus dugaan malpraktik perawat ini dapat dianalisis berdasarkan aspek etik dan hukum terkait dengan managemen pelayanan dan asuhan keperawatan, hak dan kewajiban perawat, dan perlindungan hukum. Selain itu, analisis kami berdasarkan etika pemberdayaan dan etika keberlanjutan.

1.2  Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
a.    Menganalisis kasus kelalaian etik dan hukum terkait dengan managemen pelayanan dan asuhan keperawatan
b.    Menjelaskan tentang hak dan kewajiban perawat
c.    Menjelaskan tentang perlindungan hukum bagi pasien dan perawat
d.   Menganalisis kasus kelalaian etik dan hukum terkait dengan etika pemberdayaan dan etika keberlanjutan




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Asuhan Keperawatan
Perawat adalah salah satu profesional pemberi asuhan yang memiliki peranan penting terhadap pelayanan kesehatan yang di berikan kepada pasien.  Nursing care/caring  (Merawat) dianggap sebagai perilaku manusia yang mencakup keterampilan kognitif, afektif, psikomotor dan administratif di mana kepedulian profesional dapat diungkapkan.  Perawat  memberikan asuhan selama 24 jam dan kontinuitas asuhan perawatan diharapkan harus selalu terjaga.  Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan,  yang pada pelaksanaannya berdasarkan pada manajemen asuhan keperawatan. Manajemen asuhan keperawatan  sangat berhubungan dengan sistim pemberian asuhan, konsep keperawatan, penerapan konsep model keperawatan, sumber daya manusia pemberi asuhan keperawatan, yang bertujuan untuk mencapai asuhan keperawatan yang optimal.
Komponen Manajemen asuhan keperawatan terdiri dari sistim pengorganisasian asuhan keperawatan, sistim klasifikasi pasien, dan metode proses keperawatan. Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.  Proses asuhan keperawatan mengacu pada UU  Keperawatan no 38 tahun 2014  tentang Ketentuan Umum pasal 1 ayat 4 yaitu Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk Asuhan Keperawatan. Asuhan keperawatan adalah suatu proses yang terdiri dari pengkajian, diagnosis, perencanaan, intervensi dan avaluasi.

2.1.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dalam memberikan asuhan keperawatan. Pengkajian adalah tahapan pengumpulan data  dengan menggunakan pemeriksaan fisik ataupun tehnik wawancara. Pengkajian merupakan suatu cara yang sistematis dan dinamis untuk mengumpulkan dan menganalisis data tentang pasien . Penilaian data mencakup tidak hanya data fisiologis, tetapi juga faktor psikologis, sosiokultural, spiritual, ekonomi, dan juga gaya hidup. Misalnya, penilaian perawat terhadap pasien yang dirawat di rumah sakit yang dialaminya tidak hanya mencakup penyebab fisik dan manifestasi rasa sakit, tetapi juga respons pasien - ketidakmampuan untuk bangun dari tempat tidur, menolak makan, menarik diri dari anggota keluarga, marah kepada staf rumah sakit , takut, atau meminta mediasi rasa sakit. Keseluruhan dari informasi digunakan untuk memformulasikan diagnosa keperawatan
2.1.2.  Diagnosis
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis perawat tentang respons klien terhadap kondisi atau kebutuhan kesehatan aktual atau potensial. Diagnosisnya tidak hanya mencerminkan bahwa pasien sakit, tapi rasa sakit itu telah menyebabkan masalah lain seperti kegelisahan, gizi buruk, dan konflik di dalam keluarga, atau berpotensi menyebabkan komplikasi.  Diagnosis adalah dasar untuk rencana perawatan seorang perawat. Formulasi dari diagnosa keperawatan adalah faktor2 yang berhubungan yaitu faktor yang menunjukan beberapa hubungan yang ada kaitannya dengan diagnosa keperawatan dan definisi karakteristik merupakan data atau gejala yang di identifikasi dalam pengkajian.
2.1.3.  Perencanaan
Berdasarkan  diagnosis yang ada perawat menentukan perencanaan  jangka pendek dan jarak panjang yang dapat diukur dan dapat dicapai untuk pasien ini yang mungkin termasuk bergerak dari tempat tidur ke kursi setidaknya tiga kali per hari; menjaga nutrisi yang adekuat dengan mengonsumsi makanan yang lebih kecil dan lebih sering; menyelesaikan konflik melalui konseling, atau mengelola rasa sakit melalui pengobatan yang memadai. Pada tahap ini di tuliskan hasil yang akan dicapai dan intervensi keperawatanannya untuk pencapaiannya. Data penilaian, diagnosis, dan tujuan ditulis dalam rencana perawatan pasien sehingga perawat dan profesional kesehatan lainnya yang merawat pasien mengetahui dan memiliki akses terhadap perawatan pasien. Dalam pembuatan nursing diagnosis bisa merujuk pada diagnosa perawatan berdasarkan NANDA dengan ancuan intervensi dan hasil yg diharapkan (outcome) berdasarkan NIC dan NOC.
2.1.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap dari pelaksanaan terhadap rencana perawatan yang telah di susun. Perencanaan keperawatan diimplementasikan sesuai dengan rencana perawatan, sehingga kelangsungan perawatan pasien selama dirawat di rumah sakit dan persiapan untuk pulang telah  ditentukan dalam perencanaan implementasi keperawatan  didokumentasikan dalam catatan pasien. Selama tahap ini perawat secara kontinu melakukan asesmen terhadap pasien untuk menetukan apakah intervensi yang di kerjakan efektif hasil yang diinginkan tercapai.
2.1.5 Evaluasi
Meskipun evaluasi secara urutannya merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan, ini secara aktual sebenarnya merupakan bagian integral dari setiap tahap  dan merupakan suatu yang harus dilakukan perawat secara terus menerus. Status pasien dan keefektifan asuhan keperawatan harus terus dievaluasi, dan rencana perawatan harus dimodifikasi sesuai kebutuhan pasien.

2.2  Manajemen Pelayanan
Manajemen biasanya diidentikan dengan cara untuk mengatur beberapa hal secara baik dan sesuai dengan tujuan. Pengaturan dilakukan agar hal yang diatur berjalan seimbang,lanvar, dan mencapai tujuan yang diharapkan. Manajemen adalah proses untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang lain (Gillies,1989). Menurut Siagian (1999), manajemen berfungsi untuk melakukan semua kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka mencapai tujuan dalam batas-batas yang telah ditentukan pada tingkat administrasi. Sedangkan liang lie mengatakan manajemen adalah suatu ilmu dan seni perencanaan, pengarahan, pengorganisasian dan pengontrolan dari benda dan manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya Swanburg (2000) mendefinisikan manajemen sebagai ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien, efektif dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan, pengobatan, dan bantuan terhadap para pasien (Gillies,1989). Supaya manajemen dapat berjalan sesuai dengan harapan dan mencapai tujuan organisasi, maka pemahaman tentang prinsip-prinsip manajemen sangatlah dibutuhkan. Ada tujuh prinsip manajemen yang harus diketahui, yaitu perencanaan, penggunaan waktu yang efektif, pengambilan keputusan, pengelola/pemimpin, tujuan sosial, pengorganisasian, dan perubahan.
  1. Perencanaan (planning)
Perencanaan adalah fungsi dasar dan pertama dalam manajemen (the first fungtion of manajemen). Semua fungsi manajemen tergantung dari perencanaan. Perencanaan adalah suatu proses berfikir atau proses mental untuk membuat keputusan  dan peramalan (forecasting). Perencanaan harus berorientasi ke masa depan dan memastikan kemungkinan hasil yang diharapkan  (Swanburg&Swanburg,1999). Dalam perencanaan, salah satu hal yang penting yang menjadi pusat perhatian adalah rencana pengaturan sumber daya manusia (SDM), penyusunan Standar Prosedur Operasional (SPO), penyediaan fasilitas, manajemen sistem informasi, dan sumber daya lain yang relevan. Dalam Swanburg dan Swanburg (1999), perencanaan yang sempurna akan menghasilkan:
a.       Kepuasan klien
b.      Produktivitas
c.       Inovasi
d.      Pengembangan staf
e.       Tujuan anggaran
f.       Kualitas
g.      Iklim organisasi
Artinya, perencanaan yang baik akan meningkatkan capaian tujuan dan pembiayaan yang efektif.

  1. Pengorganisasian (Organizing).
Pengorganisasian adalah pengelompokkan sejumlah aktivitas untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Penugasan pada masing-masing kelompok dilakukan berdasarkan supervise, ada koordinasi dengan unit lain baik secara horizontal maupun secara vertical (Swanburg&Swanburg,1999).
Dalam Swanburg dan Swanburg (1999), prinsip-prinsip dalam pengorganisasian meliputi:
a.       Rantai komando
b.      Kesatuan komando
c.       Cakupan pengawasan
d.      Spesialisasi

  1. Staffing
Staffing merupakan salah satu masalah terbesar dalam organisasi keperawatan, baik di rumah sakit, puskesmas, maupun fasilitas kesehatan lainnya. Komponen dalam proses staffing terdiri dari perencanaan staf, pengaturan jadwal dinas staf, dan manajemen system informasi keperawatan yang meliputi:
a.       Kualitas pelayanan keperawatan yang akan diberikan serta cara penilaiannya
b.      Karakteristik pasien dan kebutuhan perawatannya
c.       Prediksi jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan untuk memenuhi elemen a dan b
d.      Logistik pola program staffing dan cara mengawasinya
e.       Evaluasi kualitas pelayanan, yang berarti juga mengukur kesuksesan proses  staffing

  1. Pengarahan ( Actuating)
Henry Fayol dalam Siagian (2007) menyebut penggerakan sebagai commanding atau directing, sedangkan George R Terry (1993) menggunakan istilah actuating yaitu sebagai upaya atasan untuk menggerakkan bawahan. Pengarahan merupakan hubungan manusia dalam kepemimpinan yang mengikat. Para bawahan digerakkan supaya mereka bersedia menyumbangkan tenaganya untuk secara bersama-sama mencapai tujuan suatu organisasi. Pengarahan dalam organisasi bersifat sangat komplek karena menyangkut manusia dengan berbagai tingkah lakunya yang berbeda-beda (Muninjaya, 1999).
Dalam Swanburg dan Swanburg (1999), aktivitas yang berhubungan dengan fungsi pengarahan di antaranya adalah:
a.       Melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan teori dan ilmu pengetahuan keperawatan
b.      Membuat dan menggunakan perencanaan strategi dan taktik dengan input dari perawat
c.       Menjunjung tinggi moral
d.      Menyediakan sumber daya manusia, material/ bahan habis pakai, dan peralatan 
e.       Menyediakan program pendidikan dan pelatihan untuk mempertahankan kompetensi
f.       Menyediakan, menginterpretasikan, dan mempertahankan standar-standar kebijakan, prosedur, dan peraturan
g.      Memfasilitasi komunikasi
h.      Berkoordinasi lintas disiplin
i.        Kepemimpinan
j.        Konseling dan coaching
k.      Menginspirasi kepercayaan dan kerjasama
l.        Menyelesaikan konflik
m.    Menggunakan proses evaluasi untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas dan produktivitas
n.      Memfasilitasi dinamika kelompok
o.      Mengatur sumber daya manusia

  1. Pengendalian ( Controling)
Menurut Mockler ( 1984 ), pengendalian dalam manajemen adalah usaha sistematis untuk menetapkan standar prestasi kerja agar sesuai dengan tujuan perencanaan, untuk mendesain sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan prestasi yang sesungguhnya dengan standar yang telah ditetapkan, untuk menetapkan apakah ada deviasi dan untuk mengukur signifikansinya, serta mengambil tindakan yang diperlukan untuk memastikan bahwa sumber daya digunakan dengan cara yang efektif dan efisien mungkin untuk mencapai tujuan. Pengendalian adalah proses untuk memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan adalah sesuai dengan aktivitas yang direncanakan dan berfungsi untuk menjamin mutu serta evaluasi kinerja.
Dalam Swanburg dan Swanburg (1999), proses pengendalian meliputi:
a.       Menetapkan standar yang terukur untuk menilai hasil yang diharapkan
b.      Membandingkan standar dengan pelayanan yang ada
c.       Melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan
d.      Tetap melanjutkan proses

2.3  Hak dan Kewajiban Perawat
Hak dan Kewajiban Perawat berdasarkan undang-undang keperawatan no 38 tahun 2014 meliputi :
  1. Pasal 36 UU Keperawatan Tahun 2018
Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berhak untuk:
a.       Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional dari ketentuan peraturan perudang-undangan
b.      Memperoleh informasi yang benar,  jelas, dan jujur dari Klien dan/atau keluarganya.
c.       Menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan;
d.      Menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
e.       Memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.

  1. Pasal 37 UU Keperawatan Tahun 2018
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban:
a.       Melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar Pelayanan Keperawatan dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
b.      Memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
c.       Merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya;
d.      Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar;
e.       Memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah dimengerti mengenai tindakan Keperawatan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;
f.       Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi Perawat; dan
g.      Melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.



2.4   Etika Pemberdayaan dan Keberlanjutan
Pemberdayaan mempunyai arti yang lebih dari mengontrol orang lain dan lingkungan. Pemberdayaan dapat mendukung praktik etik perawat dengan memperkuat kekuatan yang melekat pada peran perawat sebagai advokat pasien dan juga akuntabilitas dan integritas profesional perawat. Sebagai individu, perawat diberdayakan oleh peran, lisensi, pengetahuan dan keahlian, dan hubungan dengan pasien atau profesi kesehatan lain.
Pemberdayaan adalah menciptakan lingkungan dimana individu dapat berperilaku sebagai seorang dewasa yang bertanggung jawab dan mampu mengambil keputusan dalam tingkat pengetahuan tertinggi (Grady (1999) dan Miller (2001) dalam William (2002)). Diberdayakan adalah berperilaku dengan penuh integritas untuk menciptakan lingkungan dimana kita dan orang lain dapat mengembangkan karakter, kompetensi, dan sinergi. Terdapat keseimbangan antara otonomi dan ketergantungan.
Salah satu peran perawat adalah perawat sebagai advokat pasien. Untuk melakukan peran advokat ini diperlukan kekuatan untuk melakukannya. Perawat mempunyai kekuatan bawaan oleh virtue dari lisensi dan praktik profesional perawat. Perawat juga diberdayakan oleh kapasitasnya untuk membuat keputusan, advokasi, partisipasi terhadap komite, serta pengambilan tanggung jawab dan akuntabilitas yang melekat di dalam praktik perawat.
Aspek lain dalam pencapaian pemberdayaan adalah dimensi kelompok. Pemberdayaan tidak hanya berlaku secara individu, tetapi juga melibatkan hubungan dengan orang lain. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa individu mempunyai hak. Dengan pemahaman akan hak dapat meningkatkan rasa kekuatan dan kepercayaan diri. Ketika seseorang sudah melakukan perubahan yang aktual, itu dapat meningkatkan perasaan mampu dan kontrol. Ketika seseorang menjadi lebih diberdayakan, ini akan mengembangkan kepercayaan diri dan kompetensi. Hal ini dapat menciptakan dampak positif pada personal dan citra profesional perawat.
Pemberdayaan adalah proses yang mengubah asumsi dasar tentang kekuatan, membantu, mencapai, dan kesuksesan. Dibutuhkan keberanian untuk mencari dan menerima pemberdayaan. Dibutuhkan keberanian untuk berdiri untuk kepercayaan dan harapan pasien. Dibutuhkan keberanian untuk menjadi advokat pasien. Sebagai perawat profesional harus melanjutkan untuk menjadi advokat untuk pasien dan diri kita sendiri. Pencapaian pemberdayaan berarti memastikan perawatan pasien yang berdasarkan etik.
Keberlanjutan berarti mempertahankan dalam keadaaan dinamis atas apa yang sudah dicapai. Dengan demikian, pengkajian akan terus menerus tetap dilakukan. Nilai-nilai etika dan praktik keperawatan yang berbasis bukti menciptakan keberlanjutan dalam praktik keperawatan (Niholm et al, 2017). Prinsip etik dimana relevan dengan praktik dan nilai-nilai pengambilan keputusan dan nilai moral melekat pada keberlanjutan dan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan. Keberlanjutan dapat dihubungkan dengan nilai dan norma moral keadilan, tanggung jawab, dan kualitas hidup. Keberlanjutan sebagai prinsip moral atau etik membutuhkan bahwa keputusan dibuat tidak hanya berfokus pada tindakan saat ini tetapi juga mengantisipasi konsekuensi potensial atau yang diharapkan (Faculty of SocialWork, Health Care and Nursing Sciences, University of Applied Sciences Esslingen, Germany, 2015).

2.5  Etika karakter
Etika karakter adalah formulasi tersistematis dari sifat karakter yang patut dipuji atau bertanggung jawab terhadap tindakan yang melanggar etik atau hukum (Shelp (1985) dalam Baillie & Garrett (2001)). Tindakan yang benar adalah tindakan yang dilakukan oleh orang yang identik dengan kebajikan. Etika karakter lebih menekankan pada siapa yang melakukan tindakan daripada menekankan pada tindakan itu sendiri. Etika karakter tidak hanya tentang benar atau salah tindakan seseorang, tetapi memberikan petunjuk atas karakteristik dan kebiasaan orang baik.
Etika karakter dikenal dengan virtue based theory. Berbeda dengan Kant dan Utilialiarisme yang melihat etik lebih ke tindakan, Aristoteles melihat etik berfokus pada karakter, untuk menjawab pertanyaan “orang seperti apakah saya seharusnya?”. Aristoteles dalam melihat etik berprinsip pada virtue (Hinman, 2012). Etika karakter harus dilengkapi oleh karakter aksi/tindakan karena dua alasan. Pertama, salah satu kesulitan terbesar yang dihadapi oleh filosofi moral berorientasi pada tindakan adalah dalam aplikasi teori moral terhadap kasus tertentu. Tanpa karakter yang baik, kita hanya mampu mengaplikasikan prinsip moral pada tatanan mekanis, yang insensitive terhadap nuansa situasi. Kedua, ada beberapa tradisi moral yang relevan terhadap pertimbangan kita tentang bagaimana kita bertindak
Salah satu prinsip etika Aristoteles adalah cara mendorong kebahagiaan manusia. Etika Aristoteles menjawab pertanyaan apa yang mendorong kebahagiaan manusia. Virtues adalah kekuatan dari karakter yang mendorong pada kebahagiaan, sedangkan vices adalah kelemahan dari karakter yang menghambat kebahagiaan. Keberanian adalah virtue karena mampu mengatasi ketakutan kita dalam proses mencapai tujuan hidup. Setiap virtue membuat prosesor statusnya baik dan menjalankan fungsi yang seharusnya. Virtue  dari manusia adalah membuat manusia baik dan mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Aristoteles juga melihat manusia yang baik adalah manusia yang mempunyai alasan atau kemampuan berpikir yang baik (Hinman, 2012).
Meskipun tidak secara langsung menjawab tindakan apa yang harus dilakukan, namun bukan berarti tidak ada hubungan antara karakter dengan tindakan yang dilakukan seseorang. Sebagai contoh adalah perbandingan antara seseorang yang mempunyai karakter apa adanya dengan seseorang yang dapat mengekang keinginannya. Seseorang yang apa adanya akan memakan brokoli karena dia memang menyukai brokoli. Sebaliknya, seseorang yang dapat mengekang keinginannya akan makan brokoli meskipun sebenarnya dia lebih menyukai keju, daging merah atau cheesecake, karena dia menyadari bahwa brokoli baik untuk kesehatannya.
Aristoteles menekankan etika dalam upaya meraih kesejahteraan. Seseorang dikatakan baik/bijak jika ia memiliki karakter yang kuat yang mendukung kesejahteraannya. Sebaliknya, karakter yang buruk adalah karakter yang menghambat seseorang meraih kesejahteraan/ kebahagiaan. Aristoteles menjelaskan bahwa sejahtera artinya berfungsi sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, sebuah gitar dikatakan baik apabila gitar tersebut dapat menghasilkan music yang bagus. Demikian juga manusia yang baik adalah manusia yang menjalankan fungsinya dengan benar. Dalam agama tertentu diajarkan bahwa manusia diciptakan untuk tujuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan, sehingga manusia harus memiliki karakter yang sesuai untuk dapat melaksanakan rencana Tuhan.
Aristoteles juga memaknai kesejahteraan sebagai keunikan. Sebagai contoh, pohon plum memiliki karakter yang unik yaitu menghasilkan buah plum. Demikian juga manusia yang memiliki akal budi, yang membedakannya dari makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, manusia dikatakan sejahtera jika ia dapat menggunakan akal budinya dalam menjalani kehidupannya. Aristoteles mendefinisikan kebajikan sebagai berikut:
  • Kebiasaan atau watak/sifat
  • Melibatkan perasaan dan tindakan
  • Mencari makna dari segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia
  • Semua tindakan didasarkan pada alasan yang baik

Alfred Tennison menguraikan ada 16 Pilar kekuatan moral antara lain :
  1. Keberanian ( Courage )
Kekuatan mental untuk bertahan terhadap bahaya. Adanya dorongan untuk melakukan sesuatu adalah kekuatan karakter yang diperlukan untuk terus bertahan dalam menghadapi ketakutan dan tantangan dalam hidup. Tanpa keberanian seseorang tidak dapat mengambil resiko yang diperlukan untuk mencapai hal-hal yang paling dihargai.
  1. Kebijaksanaan ( Wisdom)
Fungsi kebijaksanaan adalah untuk membedakan antara kebaikan dan kejahatan.
  1. Perhatian ( Temperance)
Perhatian diberikan dalam bentuk sikap dan tindakan secara adil. Salah satu penyataan oleh Charles Kingsley adalah “Being forced to work, and forced to do your best, will breed in you temperance and self-control, diligence and strength of will, cheerfulness and content, and a hundred virtues which the idle will never know”.
  1. Komitment ( Commitment )
Tindakan yang mengikat diri (intelektual atau emosional) terhadap suatu tindakan. Ini merupakan sebuah janji untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.
  1. Belas Kasihan ( Compassion)
Kesadaran dan simpati yang mendalam akan penderitaan orang lain. Kemampuan untuk menunjukkan kasih sayang adalah tanda sejati karakter moral
  1. Ketelitian ( Conscientiousness)
Orang yang teliti adalah orang yang memiliki integritas moral dan perhatian khusus untuk melakukan apa yang dianggap hal yang benar untuk dilakukan
  1. Kearifan ( Discernment)
            Kemampuan untuk membuat keputusan yang baik tanpa ada pengaruh dari kepentingan pribadi, ketakutan dan pengaruh dari orang lain
  1. Keadilan ( fairness)
Mewajibkan semua orang untuk bersikap objektif, tidak memihak dan konsisten dengan prinsip etika.
  1. Kesetiaan ( Fidelity)
            Suatu sikap yang berpegang teguh pada komitmen dan kewajiban kepada orang lain serta memperhatikan prinsip kejujuran
  1. Kebebasan ( Freedom)
Adalah suatu sikap atau keadaan dimana seseorang bebas untuk memilih secara pribadi sesuai dengan batas hukum yang mengatur.
  1. Honesty ( Kejujuran)
Adalah keyakinan bahwa seseorang akan bertindak dengan motif yang benar. Hal ini tergantung pada keyakinan pada kekuatan, karakter dan kebenaran yang diyakininya.
  1. Integrity ( Integritas)
Ketaatan yang teguh pada prinsip moral dan rtika yang mengikat dan sebuah komitmen untuk tidak  melakukan tindakan kompromi sedikitpun
  1. Kebaikan ( Kindness )
Menunjukkan perilaku perhatian dan simpati seeta sikap empati pada kebutuhan/kondisi orang lain
  1. Respects ( Menghormati)
            Sikap yang menunjukkan rasa hormat dan penghargaan pada seseorang.
  1. Hopefullness
Sikap atau pandangan untuk melihat sesuatu jauh kedepan dengan optimis dan sikap percaya
  1. Tolerance
Sikap saling menghargai satu dengan yang lain. Toleransi dapat dilihat dengan 2 cara yaitu  sikap positif dan negatif. Sikap positif menunjukkan seseorang menerima adanya perbedaan diantara kelompok. Sedangkan sikap negatif yaitu sikap sesorang yang tidak menerima adanya perbedaan dalam suatu kelompok/golongan.




2.6  Berdasarkan Hukum
  1. Aspek Hukum Dalam Keperawatan
Tenaga kesehatan diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014. Bab dan pasal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan kasus malpraktik perawat di antaranya adalah bab I terutama pasal 1, bab III terutama pasal 8, pasal 9, dan pasal 11, bab IX tentang hak dan kewajiban tenaga kesehatan, bab X terutama pada bagian kedua yaitu kewenangan, bagian keempat tentang Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional, dan bagian kelima tentang persetujuan tindakan tenaga kesehatan, bab XI tentang penyelesaian perselisihan, serta bab XIV tentang ketentuan pidana.
Bab I pasal 1 di antaranya menjelaskan tentang definisi dari tenaga kesehatan, upaya kesehatan, kompetensi, standar profesi, standar pelayanan profesi, organisasi profesi, dan penerima pelayanan kesehatan. Bab III mengatur kualifikasi dan pengelompokan tenaga kesehatan. Pada pasal 8 dijelaskan bahwa tenaga di bidang kesehatan terdiri atas tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan. Dalam pasal 9 dikatakan bahwa tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum Diploma Tiga, kecuali tenaga medis.
Bab IX mengatur tentang hak dan kewajiban tenaga kesehatan. Pasal 58 menjelaskan bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik wajib memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan penerima pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik juga wajib memperoleh persetujuan dari penerima pelayanan kesehatan atau keluarganya atas tindakan yang diberikan serta merujuk penerima pelayanan kesehatan ke tenaga kesehatan lain yang mempunyai kompetensi dan kewenangan yang sesuai.
Bab X mengatur tentang penyelenggaraan keprofesian. Pada bagian kedua dijelaskan tentang kewenangan. Pasal 62 menjelaskan bahwa Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik harus dilakukan sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada kompetensi yang dimilikinya. Pasal 63 menjelaskan bahwa dalam keadaan tertentu Tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya. Pada bagian keempat dijelaskan tentang standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional. Pasal 66 menjelaskan bahwa setiap Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berkewajiban untuk mematuhi standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional. Pada bagian kelima diatur tentang persetujuan tindakan tenaga kesehatan. Pasal 68 ayat 1 mengatur bahwa setiap tindakan pelayanan kesehatan perseorangan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan harus mendapat persetujuan, dan ayat 5 mengatur bahwa setiap tindakan tenaga kesehatan yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Bab XI mengatur tentang penyelesaian perselisihan. Pasal 77 mengatur bahwa setiap penerima pelayanan kesehatan yang dirugikan akibat kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan dapat meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 78 menjelaskan dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya yang menyebabkan kerugian kepada penerima pelayanan kesehatan, perselisihan yang timbul akibat kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bab XIV mengatur tentang ketentuan pidana. Pasal 84 mengatur setiap tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan penerima pelayanan kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun. 
Selain Undang-undang  Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014, juga terdapat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dimana terdapat pasal-pasal yang berhubungan dengan kelalaian, yaitu Rumusan perbuatan yang  melawan hukum terdapat pada Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi:“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena kesalahannya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seorang yang karena  salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut : a. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan, b. Perbuatan melawan hukum tanpa kesengajaan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian), c. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.
Jika ditilik dari model pengaturan KUHPerdata Indonesia tentang perbuatan melawan hukum lainnya, sebagaimana juga KUHPerdata di negara-negara lain dalam sistem hukum Eropa Kontinental, maka model tanggung jawab hukum sebagai berikut : a.Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, (kesengajaan dan kelalaian), sebagaimana terdapat   dalam Pasal 1365 KUH perdata, b.Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur kelalaian, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1366 KUH perdata, c.Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas ditemukan dalam Pasal 1367 KUH perdata. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUH Perdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung  unsur – unsur sebagai berikut : a) Adanya suatu perbuatan, b) Perbuatan tersebut melawan hukum, c) Adanya kesalahan dari pihak pelaku, d) Adanya kerugian bagi korban, e) Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.
Pada Pasal 359 KUHP menyebutkan bahwa barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun. Sedangkan Pasal 360 ayat 1 KUHP menyatakan, barang siapa karena kealpaan menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Jelas ini menunjukkan barhwa bila seseorang yang mana dalam hal ini melakukan sebuah kelalaian yang orang lain terluka akan mendapat sanksi pidana berupa ancaman 5 tahun penjara atau kurungan 1 tahun terhadap apa yang semestinya dia lakukan terhadap tanggung jawabnya tersebut. Pasal ini membuka peluang bagi korban untuk menuntut haknya sebagai pihak yang dirugikan
Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Selain itu pasal 1366 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya. Pasal 1367 KUH perdata menyebutkan bahwa seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.
  1. Undang-Undang Keperawatan
Undang-undang keperawatan yang saat ini berlaku adalah UU Nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan. Bagian dari UU ini yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menganalisis kasus dugaan malpraktik perawat yaitu bab V tentang praktik keperawatan : bagian kesatu meliputi pasal 18 tentang izin praktik perawat, 28 ayat 2; bagian kedua tugas dan wewenang meliputi pasal 29 ayat 1, pasal 32 ayat 1,4,5,6 serta sanksi administratif perawat diatur dalam pasal 58 ayat 2.
Izin praktik perawat dijelaskan pada pasal 18 ayat 1 yang menyatakan bahwa perawat yang menjalani praktik keperawatan wajib memiliki izin. Ayat 2 menyebutkan bahwa izin yang dimaksud adalah SIPP ( Surat Izin Praktek Perawat). Pasal 28 ayat 2 berbunyi praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a) praktik keperawatan mandiri; dan b) praktik keperawatan di fasilitas kesehatan. Pasal 29 ayat 1 menjelaskan tentang tugas perawat dimana pasal ini berbunyi dalam menyelenggarakan praktik keperawatan, perawat bertugas sebagai: a) pemberi asuhan keperawatan, b) penyuluh dan konselor bagi klien, c) pengelola pelayanan keperawatan, d) peneliti keperawatan, e) pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang dan atau, f) pelaksana tugas dalam keterbatasan tertentu.
Pasal 32 ayat 1 menyatakan bahwa pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat 1 huruf e hanya dapat diberikan secara tertulis oleh tenaga medis kepada perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis dan melakukan evaluasi pelaksanaannya. Pasal 32 ayat 4 menyatakan bahwa pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diberikan kepada perawat profesi atau perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang diperlukan. Pasal 32 ayat 5 menyatakan bahwa pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh tenaga medis kepada perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis di bawah pengawasan. Pasal 32 ayat 6 menyatakan bahwa tanggung jawab atas tindakan medis pada pelimpahan wewenang mandat sebagaimana dimaksud  berada pada pemberi pelimpahan wewenang. teguran lisan. Sanksi administratif  dalam pasal 58 ayat 2 yaitu sanksi lisan, tertulis, denda administratif dan pencabutan izin


  1. Peraturan Perundangan Terkait Keperawatan   
Ada 3 jenis Peraturan perundangan yang akan diuraikan terkait dengan praktik keperawatan diantaranya yaitu Permenkes RI  Nomor 148 tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan praktik perawat, Perpres Nomor 90 tahun 2017 tentang Konsil Tenaga Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052 Tahun 2011 Tentang Izin Praktik Dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran
a.       Permenkes RI Nomor 148 Tahun 2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Perawat
        Peraturan terkait tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat diatur dalam Permenkes RI nomor 148 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat. Bab dan Pasal yang perlu diketahui dan dibahas yang berkaitan dengan kasus malpraktik perawat antara lain Bab III tentang Penyelenggaraan praktik keperawatan terutama pasal 8,9,10 dan 12.  Pasal 8 ayat 1 menyebutkan bahwa praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga. Adapun sasaran dalam praktik keperawatan tertulis dalam ayat 2 yaitu praktik keperawatan sebagaimana ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Ayat 3 menjelaskan kegiatan pelaksanaan asuhan keperawatan yang meliputi pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat, dan pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer.
        Pasal 9 menyebutkan bahwa perawat dalam melakukan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Pasal 10 ayat 1 menjelaskan bahwa dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan. Ayat 2 dan 3 menyebutkan bagi perawat yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah, dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan dan harus mempertimbangkan kompetensi, tingkat kedaruratan dan kemungkinan untuk dirujuk.
        Hal yang berkaitan dengan ketidakwenangan oleh perawat tertulis dalam ayat 5 yang menjelaskan bahwa dalam hal daerah telah terdapat dokter, kewenangan perawat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak berlaku. Pada pasal 12 dijelaskan tentang kewajiban yang harus dilakukan oleh perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan diantaranya meminta persetujuan meminta persetujuan tindakan keperawatan yang akan dilakukan, melakukan pencatatan asuhan keperawatan secara sistematis, dan mematuhi standar.
b.      Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052 Tahun 2011 Tentang Izin Praktik Dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran
Izin praktik dan pelaksanaan praktik kedokteran diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052 Tahun 2011. Pasal yang terkait dengan masalah malpraktik keperawatan dapat dilihat pada pasal 23. Pada pasal 23 ayat 1 menjelaskan bahwa Dokter atau dokter gigi dapat memberikan pelimpahan suatu tindakan kedokteran atau kedokteran gigi kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan tertentu lainnya secara tertulis dalam melaksanakan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi. Ayat 2 menyebutkan bahwa tindakan kedokteran atau kedokteran gigi hanya dapat dilakukan dalam keadaan dimana terdapat kebutuhan pelayanan yang melebihi ketersediaan dokter atau dokter gigi di fasilitas pelayanan tersebut. Sedangkan kriteria pelimpahan tindakan dijelaskan pada ayat 3 yaitu bahwa pelimpahan tindakan dilakukan dengan ketentuan : a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan; b. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan; c. pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan; d. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan; dan e. tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.
c.       Peraturan Presiden  Nomor 90 tahun 2017 Tentang Konsil Tenaga Kesehatan
Kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang konsil keperawatan diatur dalam Peraturan Presiden  No 90 tahun 2017 tentang Konsil Tenaga Kesehatan. Pada pasal 1 ayat 2 berbunyi: Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dan sesuai dengan pasal 8 yaitu konsil masing-masing tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1 mempunyai fungsi pengaturan, penetapan dan pembinaan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik tenaga kesehatan untuk  meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
Selain pasal-pasal di atas,  pasal yang perlu dicermati terkait malpraktik keperawatan ditemukan pada pasal 28, 29, 31 dan 34. Pada Pasal 28 mengatur penegakan disiplin tenaga kesehatan. Pasal 28 ayat 1 bahwa setiap orang atau badan hukum yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik keprofesiannya dapat melakukan pengaduan. Pasal 28 ayat 3 menyebutkan kembali bahwa pelanggaran profesi sebagaimana disebutkan dalam ayat 2 adalah dapat berupa pelanggaran terhadap penerapan keilmuan dalam penyelenggaraan keprofesian meliputi penerapan pengetahuan, keterampilan dan perilaku. Ayat 3 pada pasal ini menjelaskan bahwa pelanggaran disiplin profesi tenaga kesehatan dapat berupa pelanggaran terhadap penerapan keilmuan dalam penyelenggaraan keprofesian meliputi penerapan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku. Pasal 29 menjelaskan bahwa bila ada pengaduan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh tenaga kesehatan disampaikan kepada Konsil Keperawatan.
Selanjutnya yang berkenaan dengan masalah tenaga kesehatan adalah pasal 31 ayat 1 yaitu menyusun pedoman pelaksanaan tugas penegakkan disiplin profesi. Ayat 2 menerima pengaduan penerima pelayanan kesehatan yang mengetahui adanya dugaan pelanggaran disiplin profesi tenaga kesehatan. Ayat 3 menolak pengaduan yang bukan kewenangan konsil masing-masing tenaga kesehatan. Ayat 4 Menangani kasus dugaan pelanggaran disiplin profesi tenaga kesehatan  dengan melakukan klarifikasi, investigasi, dan pemeriksaan disiplin termasuk meminta dan memeriksa rekam medis dan dokumen lainnya dari semua pihak yang terkait pada tingkat pertama dan tingkat banding. Ayat 6 memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin profesi tenaga kesehatan pada tingkat pertama. Ayat 7 menentukan dan memberikan sanksi disiplin profesi terhadap pelanggaran disiplin profesi tenaga kesehatan  pada tingkat pertama dan ayat 8 membuat laporan tentang monitoring dan evaluasi serta laporan pelaksanaan penegakan disiplin profesi tenaga kesehatan.
Pasal 31 juga menjelaskan tugas dari konsil keperawatan diantaranya : a.menangani kasus dugaan pelanggaran disiplin profesi Tenaga Kesehatan dengan melakukan klarifikasi, investigasi, dan pemeriksaan disiplin, termasuk meminta dan memeriksa rekam medis dan dokumen lainnya dari semua pihak yang terkait pada tingkat pertama dan tingkat banding, b. memanggil teradu, pengadu, saksi-saksi, dan ahli yang terkait dengan pengaduan untuk didengar keterangannya, c. memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin profesi Tenaga Kesehatan pada tingkat pertama, d. menentukan dan  memberikan sanksi disiplin profesi terhadap pelanggaran disiplin profesi Tenaga Kesehatan pada tingkat pertama dan membuat laporan tentang monitoring dan evaluasi serta laporan pelaksanaan penegakan disiplin profesi Tenaga Kesehatan.
Sanksi yang diperoleh oleh perawat bila melakukan pelanggaran dijelaskan  pada pasal 34 yang menyebutkan bahwa dalam hal tenaga kesehatan terbukti meiakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi disiplin profesi berupa: a. pemberian peringatan tertulis, b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kesehatan.























BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Analisa Kasus Dalam Aspek Manajemen Asuhan Keperawatan
Pada kasus  By S  pasien adalah individu / keluarga yang dalam hal ini memerlukan pelayanan kesehatan sehingga keluarga membawanya ke pusat pelayanan kesehatan.  Keluarga membawa By S karena adanya suatu masalah kesehatan yaitu diare. Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat. Berdasarkan definisi ini pelayanan keperawatan yang diberikan harus berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang memiliki makna bahwa seorang perawat harus memiliki ilmu tentang  penanganan ataupun asuhan pada pasien anak dengan diare
Asuhan keperawatan adalah suatu proses yang terdiri dari pengkajian, diagnosis, perencanaan, intervensi dan avaluasi. Pada kasus ini sebelum perawat melakukan asuhan keperawatan, perawat harus melakukan pengkajian terhadap pasien By S dan orang tuanya sehingga asuhan keperawatan yang di berikan berdasarkan pada temuan dari data pengkajian yang kemudian akan  ditetapkan suatu diagnosa keperawatan. Untuk  menegakan diagnosa ini perawat memerlukan  data tambahan sehingga diagnosa yang di tetapkan lebih adekuat. Beberapa data  yang masih perlu dikaji dapat diperoleh  dengan melakukan wawancara orang tua atau melalui pemeriksaan fisik  terhadap  bayi. Pada kasus diarea masalah keperawatan yang mungkin timbul  adalah masalah gangguan  keseimbangan cairan ( Kekurangan volume cairan baik aktual/resiko) ) dan resiko/aktual ketidakseimbangan elektrolit. Berdasarkan acuan diagnosa keperawatan NANDA, klasifikasi intervensi dan hasil yang diharapkan    pada pasien  by S adalah: manajemen cairan dan manajemen hipovolemia dengan target tercapainya keseimbangan cairan dan elektrolit (NANDA, 2015)
Salah satu intervensi dari manajemen cairan maupun elektrolit berdasarkan Nursing Intervensi dan Clasification adalah monitor masukan  makanan dan cairan serta kolaborasikan pemberian cairan IV. Pada kasus By. S yang mengalami diare dengan asupan oral yang tidak adekuat dan status hidrasi yang kurang tindakan pemberian cairan IV memang  perlu dilakukan. Hal ini telah lakukan oleh perawat  di  RSUD Bekasi. Untuk jumlah dan jenis cairan yang di berikan tentunya merupakan kewenangan bidang medis (dalam hal ini  dokter). Meskipun pemberian cairan merupakan kewenangan tenaga medis perawat harus memiliki ilmu tentang osmolaritas cairan yang masih bisa di berikan melalui akses vena perifer.  Adapun wewenang perawat dapat kita lihat pada penjelasan Pasal 62 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan, yakni melakukan asuhan keperawatan secara mandiri dan komprehensif serta tindakan kolaborasi keperawatan dengan Tenaga Kesehatan lain sesuai dengan kualifikasinya. Tindakan kolaborasi pada NIC , intervensi yang di maksud adalah kolaborasi tentang pemberian cairan IV tetapi untuk pemasangan akses Intra Venus masih perlu di pertegas apakah ini masuk menjadi kewenangan tenaga perawat ? karena  ini tidak tertuliskan secara    eksplisit dalam Undang-undang  tenaga kesehatan ataupun UU Keperawatan, dan standar kompetensi tenaga perawat . 
Pasal 65 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan tertulis : “Dalam melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga Kesehatan dapat menerima pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis.” Ini artinya, jika memang tindakan medis berupa pemberian obat,  suntikan atupun cairan IV itu di luar wewenang perawat namun mereka diberikan pelimpahan itu, maka hal tersebut tidaklah dilarang. Namun dengan melihat pada  ketentuan Pasal 65 ayat (3) UU Tenaga Kesehatan:
  1. Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan;
  2. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan;
  3. pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan; dan
  4. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai dasar pelaksanaan tindakan.
Mengenai tenaga kesehatan (perawat) dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya juga diatur dalam Pasal 63 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan: “Dalam keadaan tertentu Tenaga Kesehatan dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya.” Dengan  penjelasan pada  Pasal 63 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan dikatakan bahwa yang dimaksud "keadaan tertentu" yakni suatu kondisi tidak adanya tenaga kesehatan yang  memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan serta tidak dimungkinkan untuk dirujuk.
Perawat dalam melakukan implementasi asuhan keperawatan harus melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah diberikan baik tindakan mandiri keperawatan, tindakan kolaborasi, ataupun tindakan yang sifatnya pendelegasian. Pada kasus  By S setelah di lakukan implementasi terhadap manajemen pemberian cairan intra vena atau pemberian terapi intra vena  perawat harus melakukan evaluasi patensi dari akses vena serta kecukupan jumlah cairan . Dimana hal ini merupakan  salah satu standart pelasanaan prosedur pada pemberian cairan ataupun injeksi  IV. Hal ini sesuai Pasal 58 UU  bahwa Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktek wajib (a) memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur operasional, dan etika profesi serta kebutuhan Penerima Pelayanan Kesehatan.   Jika setiap tindakan di kerjakan sesuai prosedur dan selalu di lakukan evaluasi, maka kondisi  kaki By S telah  terdeteksi sejak awal  dan tidak menimbulkan komplain dari orang tua.

3.2 Analisa Kasus Dilihat Dari Aspek Manajemen Pelayanan
Dilihat dari aspek manajemen pelayanan keperawatan, kesalahan apapun yang terjadi dialam pelayanan keperawatan menjadi tanggung-jawab manajer keperawatan. Tanggung-jawab ini dapat ditinjau dari 5 fungsi manajemen yang terdiri dari Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing),  Staffing, Pengarahan (Actuating ) dan Pengendalian (Controling)
a.    Perencanaan (Planning)
Dalam fungsi perencanaan, sangat penting untuk diperhatikan ada tidaknya Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk setiap tindakan. Oleh karena itu, dalam kasus ini perlu dicek apakah SPO pemasangan infuse sudah tersedia atau belum. Kalau sudah ada, perlu diperhatikan juga, apakah SPO yang ada tersebut sudah tepat atau belum. Apabila SPO memang sudah tersedia dan SPO tersebut sudah tepat, maka kesalahan kemungkinan bukan dari fungsi perencanaan.
b.   Pengorganisasian ( Organizing)
Jika ditilik dari prinsip-prinsip dalam pengorganisasian yang meliputi rantai komando, kesatuan komando, cakupan pengawasan, dan spesialisasi, maka jelas bahwa manajer keperawatan ikut bertanggung-jawab. Manajer keperawatan harus mengatur setiap perawat dalam struktur organisasi. Dalam struktur organisasi tersebut, dapat dilihat siapa yang posisinya berada di atas perawat tersebut, misalnya ketua tim. Dengan demikian, kesalahan yang dilakukan oleh perawat seharusnya tidak terjadi apabila rantai komandonya jelas dan berjalan dengan baik. Selain itu, cakupan pengawasannya juga perlu dicermati. Cakupan pengawasan yang terlalu besar dapat mengakibatkan berkurangnya kualitas pengendalian.

c.    Staffing
Ditinjau dari fungsi staffing yang memiliki komponen perencanaan staf, pengaturan jadwal dinas staf, dan manajemen system informasi keperawatan, maka jelas bahwa manajer keperawatan dan pimpinan rumah sakit juga harus  bertanggung-jawab dalam kasus ini. Manajer harus melaksanakan fungsi staffing  dengan memastikan kualitas pelayanan keperawatan yang akan diberikan serta cara penilaiannya, karakteristik pasien dan kebutuhan perawatannya, prediksi jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan, logistik pola program staffing dan cara mengawasinya, evaluasi kualitas pelayanan, yang berarti juga mengukur kesuksesan proses  staffing. Apabila fungsi staffing ini berjalan sebagaimana mestinya, kasus kelalaian seharusnya tidak terjadi. Ada kemungkinan kasus ini terjadi karena kondisi staf yang kelelahan karena tugas yang berlebihan, proses pengarahan serta pengawasan/ evaluasi dari atasan yang kurang optimal.
Manajer keperawatan memiliki tanggung jawab untuk mendidik stafnya agar dapat bekerja sesuai standar dan melakukan pelayanan keperawatan yang terbaik sesuai kebutuhan dan kondisi pasien. Manajer keperawatan harus bisa dan mampu menganalisa situasi dan memperkirakan apa yang dibutuhkan sesuai dengan tupoksinya.

d.   Pengarahan ( Actuating)
Berdasarkan fungsi pengarahan, aktivitas yang harus dilakukan oleh seorang manajer keperawatan di antaranya adalah melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan teori dan ilmu pengetahuan keperawatan, membuat dan menggunakan perencanaan strategi dan taktik dengan input dari perawat, menjunjung tinggi moral, menyediakan sumber daya manusia, material/ bahan habis pakai, dan peralatan, menyediakan program pendidikan dan pelatihan untuk mempertahankan kompetensi, menyediakan, menginterpretasikan, dan mempertahankan standar-standar kebijakan, prosedur, dan peraturan, memfasilitasi komunikasi, berkoordinasi lintas disiplin, kepemimpinan, konseling dan coaching, menginspirasi kepercayaan dan kerjasama, menyelesaikan konflik, menggunakan proses evaluasi untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas dan produktivitas, memfasilitasi dinamika kelompok, mengatur sumber daya manusia.
Sumber daya manusia menjadi modal utama dalam terselenggaranya roda organisasi pelayanan kesehatan. Seorang manager keperawatan harus dapat mengelola SDM agar dapat bekerja efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang telah diteteapkan. Manager Keperawatan harus melakukan pengarahan ke kepala ruangan sebagaimana kepala ruangan juga memberi arahan ke staf di ruangan. Kasus Anak S membuktikan bahwa managemen perawatan anak S belum maksimal. Point penting yang perlu diselidiki adalah apakah perawat selalu berkoordinasi dengan teman sejawat saat melakukan operan pasien setiap shift selesai? Bagaimana dengan koordinasi ke dokter penanggung jawab pasien. Apakah sudah ada prosedur yang jelas yang mengatur pelimpahan tugas oleh dokter kepada perawat di RSUD bekasi?. Hal ini penting untuk dijawab dan ditelusuri lebih lanjut.
e.    Pengendalian ( Controling)
Fungsi pengendalian diperlukan untuk memastikan bahwa sumber daya digunakan dengan cara yang efektif dan efisien mungkin untuk mencapai tujuan.  Proses pengendalian meliputi menetapkan standar yang terukur untuk menilai hasil yang diharapkan, membandingkan standar dengan pelayanan yang ada, melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan, serta tetap melanjutkan proses. Pengendalian merupakan sebuah proses untuk memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan adalah sesuai dengan aktivitas yang direncanakan dan berfungsi untuk menjamin mutu serta evaluasi kinerja. Berdasarkan kasus yang menimpa anak S tidak dijelaskan bagaimana fungsi controling di rumah sakit tersebut khususnya dalam pelaksanaan layanan asuhan keperawatan pada pasien. Berdasarkan kasus ini, perlu ditinjau kembali apakah perawat anak di RSUD Bekasi sudah melakukan asuhan keperawatan sesuai prosedur atau tidak. Apakah dalam melakukan prosedur melanggar standar ataupun kode etik profesi atau tidak. Apabila manajer keperawatan menjalankan fungsi pengendalian (controling) dengan baik, maka kasus kelalaian yang dilakukan perawat tidak akan terjadi, karena sudah terdeteksi sejak dini dan segera ditindaklanjuti.

3.3 Analisa Kasus Berdasarkan Hak dan Kewajiban
Berdasarkan kasus tersebut maka perawat disini berkewajiban untuk Memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.Dalam hal ini perawat dalam melakukan pemasangan infus pada By.S harus memperhatikan tempat saat penusukan jarum infus. Pembuluh darahyang sering digunakan yaitu pada vena di daerh lengan (Vena sefalika basal dan median kubiti), pada tungkai, atau vena yang ada di kepala seperti vena temporalis frontalis (khusus untuk anak-anak).
Menurut Perry dan Potter (2005), tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena superfisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Daerah tempat infus yang memungkinkan yaitu permukaan dorsal tangan (vena supervisial dorsalis, vena basilica, vena sefalika), lengan bagian dalam(vena basilica, vena sefalika, vena kubital median, vena median lengan bawah, dan vena radialis), permukaan dorsal (vena safena magna, ramus dorsalis). Menurut Dougherty,dkk.(2010).pemiihan lokasi pemasangan terapi intravena mempertimbangkan beberapa factor, yaitu:
  1. Umur pasien
  2. Prosedur yang diantisipasi
  3. Aktivitas pasien
  4. Jenis intravena
  5. Durasi terapi intravena
  6. Ketersediaan vena pengganti
  7. Terapi intravena sebelumnya
Berdasarkan hal tersebut seharusnya perawat memilih vena yang besar caat melakukan infus seperti di daerah tangan dan kepala khusus pada pasien anak, dan pemilihan vena di daerah kaki merupakan alternastif terakhir. Selain itu aktivitas pasien harus diperhatikan juga karena akan menyebabkan posisi intravena yang berubah, selain itu jenis cairan intravena yang diberikan sangat berpengaruh, karena bila osmolalitas cairan tinggi maka harus diberikan pada vena-vena yang besar sehingga tidak menyebabkan bengkak dan macet.
Kewajiban perawat yang lain adalah memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah dimengerti mengenai tindakan keperawatan kepada klien dan/atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya. Dalam hal ini perawat harus menjelaskan kepada keluarga saat akan melakukan pemasangan intravena dan menjelaskan efek samping atau hal-halyang akan terjadi bila di pasang intra vena. Pada saatitu perawat tidak mengkaji lagi kalau ada bengkak dan kemerahan pada kaki klien, sehingga lama kelamaan kaki By.S seperti busuk.
Diantara kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang perawat tentu saja ada hak yang harus diperoleh oleh perawat, yaitu hak yang berkaitan dengan kasus ini adalah Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional dari ketentuan peraturan perudang-undangan, sehingga dalam kasus ini perawat berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum.

3.4 Analisa kasus berdasarkan pemberdayaan dan berkelanjutan
Pemberdayaan dapat mendukung praktik etik perawat dengan memperkuat kekuatan yang melekat pada peran perawat sebagai advokat pasien dan juga akuntabilitas dan integritas profesional perawat. Sebagai individu, perawat diberdayakan oleh peran, lisensi, pengetahuan dan keahlian, dan hubungan dengan pasien atau profesi kesehatan lain. Berdasarkan paparan kasus bayi S diketahui bahwa peran advokat perawat untuk pasien belum dilakukan karena perawat justru melakukan tindakan yang membahayakan pasien yaitu melakukan tindakan menginfus yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga kaki kanan bayi S bengkak dan akhirnya menyebabkan luka infeksi. Perawat sebenarnya sudah diberdayakan oleh peran, pengetahuan, dan keahlian yang melekat pada profesi perawat sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang berpedoman pada prinsip dan kode etik keperawatan. Akan tetapi, pemberdayaan itu tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh perawat untuk kebaikan pasien.
Diberdayakan mempunyai arti berperilaku dengan penuh integritas untuk menciptakan lingkungan dimana kita dan orang lain dapat mengembangkan karakter, kompetensi, dan sinergi. Dalam kaitannya dengan kasus, perawat dan pasien belum mampu diberdayakan dengan baik karena belum dapat tercipta lingkungan dimana perawat, pasien, dan keluarga dapat mengembangkan karakter, kompetensi, dan bersinergi. Perawat belum mengimplementasikan virtue etik yang berorientasi pada kebaikan dan dapat berfungsi dengan baik.
Pencapaian pemberdayaan adalah memastikan perawatan pasien yang berdasarkan etik. Hal ini belum dapat terwujud karena terjadi pelanggaran terhadap prinsip etik, pelaksanaan peran perawat sebagai advokat pasien belum dilakukan, kewajiban perawat belum dijalankan dengan baik, prosedur tindakan dan proses keperawatan yang belum dilaksanakan sesuai standar, dan hak pasien yang belum dipenuhi selama perawatan. Dikarenakan nilai etika belum dilaksanakan dengan baik dalam perawatan bayi S maka keberlanjutan dalam praktik keperawatan belum tercipta. Hal ini dikarenakan menurut hasil penelitian terakhir diketahui bahwa nilai-nilai etika dan praktik keperawatan yang berbasis bukti menciptakan keberlanjutan dalam praktik keperawatan (Niholm et al, 2017).
Keberlanjutan dapat dihubungkan dengan nilai dan norma moral keadilan, tanggung jawab, dan kualitas hidup. Pada kasus diketahui bahwa bayi S belum dirawat secara adil karena hak pasien belum dijalankan sepenuhnya khususnya hak pasien untuk dilindungi sehingga tidak terjadi hal-hal yang membahayakan pasien. Perawat juga belum melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab karena tidak melakukan prosedur dan proses keperawatan sesuai standar. Selain itu, kualitas hidup bayi S sebagai pasien belum diperhatikan terbukti dengan kenyamanan pasien yang diacuhkan. Lokasi infus yang sudah bengkak tidak dimonitor dengan baik sehingga menimbulkan luka infeksi pada bekas penusukan infus. Tindakan yang dilakukan oleh perawat juga tidak mempertimbangkan prinsip berkelanjutan yang harus mempertimbangkan konsekuensi potensial.


3.5 Analisa Kasus Berdasarkan Karakter Etik
Alfred Tennison menguraikan ada 16 Pilar kekuatan moral, dalam kasus ini terdapat beberapa pilar yang berhubungan, antara lain :
1.    Keberanian ( Courage )
Kekuatan mental untuk bertahan terhadap bahaya, dimana dalam hal ini perawat harus mempunyai keberanian dalam menentukan vena yang akan dipilih dengan mempertimbangkan konsekuansinya, karena pasien dengan diagnosadiare dan membutuhkan cairan intravena dengan segera.
2.    Kebijaksanaan ( Wisdom)
Fungsi kebijaksanaan adalah untuk membedakan antara kebaikan dan kejahatan. Dalam hal ini perawat harus bijaksana dalam menentukan jalur vena yang mana yang sesuai dengan vairan intravena/obat yang akan diberikan.
3.    Perhatian ( Temperance)
Perhatian diberikan dalam bentuk sikap dan tindakan secara adil. Dalam melakukan pemasangan infus tentu saja perawat harus melakukannya dengan penuh perhatian.
4.    Belas Kasihan ( Compassion)
Kesadaran dan simpati yang mendalam akan penderitaan orang lain. Perawat tentunya harus memiliki rasa belas kasihan saat melakukan asuhan keperawatan terhadap klien
5.    Ketelitian ( Conscientiousness)
     Orang yang teliti adalah orang yang memiliki integritas moral dan perhatian khusus untuk melakukan apa yang dianggap hal yang benar untuk dilakukan. Dalam kasus ini tentunya diperlukan ketelitian saat pemilihan vena-vena saat akan melakukan infus sehingga tidak dilakukan penusukan berkali-kali, selain itu diperlukan ketelitian setelah dilakukan pemasangan infus apakah cairannya lancer masuk ke vena atau tidak
6.    Honesty ( Kejujuran)
Adalah keyakinan bahwa seseorang akan bertindak dengan motif yang benar. Hal ini tergantung pada keyakinan pada kekuatan, karakter dan kebenaran yang diyakininya. Kejujuran sangat diperlukan terutama saat menjelaskan kepada keluarga pasien tentang tindakan apasaja yang telah kita lakukan dan yang akan kita lakukan terhadap pasien.
7.    Kebaikan ( Kindness )
       Menunjukkan perilaku perhatian dan simpati seeta sikap empati pada kebutuhan/kondisi orang lain.Dalam hal ini perawat harus memiliki sikap empati sehingga tidak akan melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap klien.

3.6 Analisa Kasus Berdasarkan Hukum
3.6.1. Analisis Kasus Dugaan Malpraktik Dilihat Dari Aspek Hukum Dalam Keperawatan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 menjelaskan definisi kompetensi, yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang Tenaga Kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional untuk dapat menjalankan praktik. Dalam  kasus tersebut ditemukan bahwa perawat anak di rsud bekasi melakukan intervensi medis yang sifatnya delegatif oleh profesi dokter dalam pemberian terapi melalui intravena. Idealnya seorang perawat yang melakukan pemasangan infus adalah perawat yang memiliki keterampilan khusus sesuai dengan kompetensi perawat spesialis anak. Berdasarkan kasus tersebut, tidak disebutkan apakah perawat anak di RSUD tersebut sudah memiliki kemampuan yang cukup dan dinyatakan kompeten untuk memasang infus pada anak, apakah ada pendelegasian oleh dokter ke perawat secara lisan maupun tertulis terkait dengan tindakan medis tersebut.  Namun perbuatan perawat anak RSUD Bekasi tersebut dapat dikatakan melakukan kelalaian bila perawat tersebut melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kompetensi yang ia miliki dan standar opersiona prosedur (SOP ) yang harusnya ia patuhi.
Pasal 62 menjelaskan bahwa Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik harus dilakukan sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada kompetensi yang dimilikinya Kasus yang menimpa perawat di RSUD Bekasi ini merupakan hal yang banyak kita temui di lapangan dimana idealnya yang memiliki wewenang dalam melakukan tindakan invasif adalah profesi kedokteran. Keperawatan adalah profesi yang ruanglingkupnya fokus pada pemberian asuhan keperawatan terhadap klien. Point penting yang perlu diperhatikan dalam kasus ini adalah apakah ada kewenangan perawat dalam memasang infus khususnya pada anak. Bagaimana SOP pelaksanaan pemasangan infus pada anak di rumah sakit tersebut apakah sudah sesuai dengan standar yang benar atau tidak. Bila ada pendelegasian oleh dokter ke perawat secara tertulis, apakah perawat yang mendapatkan delegasi tersebut sudah dinyatakan kompeten sesuai dengan yang diharapkan oleh dokter maupun rumah sakit. 
Berdasarkan informasi yang didapatkan bahwa ibu pasien mengatakan bahwa perawat menusuk area kaki pasien untuk pemasangan infus berulang-ulang kali ditempat yang sama. Anak S tampak kesakitan dan muka anak S tampak pucat. Perawat akan dinyatakan bersalah bila melakukan tindakan yang tidak sesuai standar profesi dan Standar Pelayanan Profesi (pasal 66 Bab X). Standar pelayanan profesi, dalam Pasal 1 ayat 13 didefinisikan sebagai pedoman yang diikuti oleh Tenaga Kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan. Dalam kasus ini, dijelaskan bahwa orang tua pasien merasa tidak nyaman karena perawat anak RSUD Bekasi melakukan penusukan diarea kaki pasien berulang-ulang kali. Pertama-tama perlu dipastikan apakah Perawat anak tersebut adalah perawat yang benar-benar kompeten khususnya dalam pemasangan infus pada anak. Bila tidak, adakah supervisi yang dilakukan oleh atasan beliau dalam proses perawatan dan selama prosedur dilakukan ke pasien. Pasien anak berbeda dengan dewasa karena memiliki struktur yang berbeda dan tingkat kesensitifan yang tinggi. Berdasarkan informasi yang diperoleh, dalam melakukan pemasangan infus pada anak S tidak disebutkan area mana yang terlebih dahulu dipakai untuk menjadi akses dalam pemberian terapi selama perawatan pasien. Sesuai dengan SOP pemasangan infus, area yang menjadi prioritas dalam pemasangan iv line adalah tangan. Namun dalam kasus ini tidak disebutkan apakah perawat tersebut sebelumnya memasang infus di area tangan atau tidak. Selain itu aspek lain yang perlu diperhatikan adalah SOP dalam prosedur pemasangan infus apakah sudah sesuai prosedur atau tidak.
Perawat anak tersebut dapat dikatakan bersalah karena melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Pasal 62 menjelaskan bahwa Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik harus dilakukan sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada kompetensi yang dimilikinya. Pasal 1 Ayat 8 menjelaskan kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang Tenaga Kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap professional untuk dapat menjalankan praktik. Atas kelalaiannya, Perawat anak tersebut dapat dijerat pidana penjara, seperti yang diatur dalam pasal 84 yang berbunyi Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun. 
Jika dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat pasal-pasal yang berhubungan dengan kelalaian, yaitu rumusan perbuatan yang  melawan hukum terdapat pada Pasal 1365 KUHPerdata tentang tanggung jawab dengan unsur kesalahan, kesengajaan dan kelalaian. Pada Pasal 360 ayat 1 KUHP menyatakan, barang siapa karena kealpaan menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Jelas ini menunjukkan bahwa bila perawat anak tersebut terbukti melakukan kelalaian dalam melakukan pemasangan infus pada bayi S yang tidak sesuai prosedur yang harusnya ia jalankan sehingga menyebabkan kaki kanan anak Smembusuk, akan mendapat sanksi pidana berupa ancaman 5 tahun penjara atau kurungan 1 tahun terhadap apa yang semestinya dia lakukan terhadap tanggung jawabnya tersebut. Pasal ini membuka peluang bagi orang tua korban untuk menuntut haknya sebagai pihak yang dirugikan.
Dalam kasus tersebut perawat tersebut akan mendapatkan sanksi yang berlipat dimana ia harus bertanggung jawab terhadap kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya ( kaki kanan anak S membusuk) dan kelalaian ( melakukan pemasangan infus tidak sesuai SOP) yang dia lakukan bila terbukti bersalah sesuai dengan bukti yang ada di persidangan (pasal 1366 KUHP). Selain itu kepala ruangan juga bertanggung jawab terhadap kelalaian yang diakibatkan oleh stafnya karena  ada dibawah pengawasan oleh beliau. Kepala ruangan memiliki tanggung jawab terhadap setiap proses asuhan keperawatan yang berjalan di ruangan tersebut ( pasal 1367 KUHP)
3.6.2        Analisis Kasus Dugaan Malpraktik Berdasarkan Undang-Undang Keperawatan
Perawat dalam praktiknya berpedoman pada Undang-Undang Keperawatan nomor 38 tahun 2014 yang sampai saat ini masih berlaku. Perawat anak di RSUD Bekasi tersebut merupakan seorang perawat yang bekerja di sebuah ruangan perawatan anak dimana perawat tersebut idealnya harus memiliki kompetensi perawat kehususan pada anak dalam memberikan standar asuhan kepada pasien sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada di rumah sakit tempat ia bekerja.  Pasal 29 ayat 1 menyebutkan bahwa perawat dalam praktiknya bertugas sebagai: a) pemberi asuhan keperawatan, b) penyuluh dan konselor bagi klien, c) pengelola pelayanan keperawatan, d) peneliti keperawatan, e) pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang dan atau, f) pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
Berdasarkan pengakuan ibu pasien perawat anak RSUD Bekasi telah melakukan tindakan yang merugikan pasien karena menyebabkan kaki anaknya sampe membusuk karena tindakan yang dilakukan oleh perawat. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari media dikatakan bahwa perawat anak RSUD Bekasi mencoba untuk memsang infus di kaki anak S namun tidak berhasil, kemudian perawat yang lain juga mencoba membantu dan menusuk diarea yang sama beberapa kali sampai kondisi kaki anak bengkak dan pada akhirnya tampak luka yang dalam di area dekat telapak kaki bawah.  Poin penting yang perlu diperhatikan berdasarkan kasus tersebut adalah apakah perawat anak tersebut sudah melakukan prosedur sesuai standar yang ada. Apakah perawat sudah melaporkan ke dokter penanggung jawab pasien tentang kondisi pasien dan kesulitan dalam prosedur yang dilakukan dalam hal ini pemasangan iv line pada anak S dan meminta rekomendasi kepada dokter tersebut.
Prosedur pemasangan infus merupakan salah satu bagian dari kompetensi dokter, namun pada kondisi di lapangan tindakan ini merupakan bentuk pendelegasian kepada perawat. Jika tindakan ini adalah tugas pelimpahan wewenang dari dokter, pelimpahan wewenang ini harus tertulis (pasal 32 ayat 1), diberikan kepada perawat profesi atau perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang diperlukan (pasal 32 ayat 4), harus di bawah pengawasan (pasal 32 ayat 5), serta tanggung jawab berada di bawah pemberi pelimpahan wewenang (pasal 32 ayat 6). Poin-poin di atas yang harus dilihat apakah sudah ada pada kasus perawat RSUD Bekasi atau tidak. Jika pasal 32 ayat 1, 4, dan 5 sudah dilakukan maka dokter sebagai pemberi pelimpahan wewenang tidak dapat lepas tanggung jawab terhadap kasus ini, sesuai dengan pasal 32 ayat 6.
Dalam kasus ini perlu diperjelas kembali tentang status perawat anak yang bertugas di RSUD Bekasi. Point penting yang perlu diketahui apakah perawat yang bertugas tersebut adalah perawat yang kompeten dan sudah terlatih. Selain itu perlu ditelusuri apakah perawat tersebut memiliki surat izin praktek yang legal SIPP sebagaimana yang diatur dalam UU Keperawatan tahun 2014 pasal 18 ayat 1 yang menjelaskan bahwa perawat harus memiliki surat izin. Bila terbukti perawat RSUD Bekasi tidak memiliki izin maka perawat tersebut akan mendapatkan sanksi administratif berupa sanksi lisan, tertulis, denda administratif dan pencabutan izin. Kepala ruangan sebagai perawat yang memiliki tanggung jawab penuh di ruangan tersebut memiliki tanggung jawab dalam kasus yang menimpa perawatnya. Sebagai kepala ruangan perlu mengevaluasi kembali kompetensi perawat yang ada di ruangan dan apakah prosedur sudah berjalan sesuai dengan SOP yang ada di Rumah Sakit tersebut.

3.6.3  Analisis Kasus Dugaan Malpraktik Berdasarkan Peraturan Perundangan Terkait Keperawatan
Izin dan penyelenggaraan praktik perawat diatur dalam Permenkes RI nomor 148 tahun 2010. Pada pasal 8 dikatakan bahwa bahwa praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga (ayat 1), kegiatan pelaksanaan asuhan keperawatan meliputi pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat, dan pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer (ayat 2). Artinya adalah perawat sebagai tenaga kesehatan memiliki fokus dalam tindakan preventif, promotif dan pemulihan. Berdasarkan kasus yang ditemukan, perawat anak di RSUD Bekasi melakukan tindakan medis delegasi yaitu pemasangan iv line. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip asuhan keperawatan yaitu upaya promotif, preventif dan rehabilitatif ( pasal 8 ayat 2).
Pasal 9 menyebutkan bahwa perawat dalam melakukan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Prosedur pemasangan infus/iv line bukan merupakan kewenangan perawat. Berdasarkan kasus,  perawat anak di RSUD Bekasi melakukan pemasangan infus pada anak S di RSUD Bekasi karena anak S mengalami diare dan harus membutuhkan terapi cairan melalui intravena. Jika dintinjau dari peraturan Permenkes no 148 tahun 2010, tindakan ini tidak sesuai dengan sifat  keilmuan dan kompetensi yang ia miliki (pasal 9 ayat 1). Namun Perawat boleh melakukan tindakan tersebut hanya bila ada pelimpahan tugas oleh dokter secara tertulis dan dokter menilai bahwa perawat tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan proseduryang ia delegasikan. Berdasarkan kasus ini, tidak dijelaskan apakah dokter dengan jelas memberikan instruksi baik secara lisan maupun tulisan kepada perawat untuk melakukan pemasangan infus pada anak S dan apakah perawat anak tersebut sudah memiliki kompetensi yang sesuai dengan harapan dokter tersebut. Perawat hanya dapat melakukan tindakan diluar kewenangan bila dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien, tidak ada dokter di tempat kejadian namun harus mempertimbangkan kompetensi, tingkat kedaruratan dan kemungkinan untuk dirujuk (pasal 10).
Adapun kewajiban yang harus dilakukan oleh perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan diantaranya meminta persetujuan tindakan keperawatan yang akan dilakukan, melakukan pencatatan asuhan keperawatan secara sistematis, dan mematuhi standar (pasal 12). Pengkajian, Penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan, intervensi dan implementasi merupakan proses keperawatan yang harus dilakukan oleh perawat di ruangan dan harus terdokumentasi dengan baik dan benar. Tujuannya adalah dokumen tersebut menjadi bukti bahwa perawat sudah melakukan tindakan sesuai prosedur dan diakui oleh hukum. Persetujuan tindakan sangat penting karena dalam membangun sebuah proses keperawatan klien dan keluarga dilibatkan dalam proses untuk membantu proses penyembuhan pasien. Dalam kasus tersebut tidak dijelaskan apakah perawat benar melakukan tindakan yang sesuai dengan prosedur dan delegasi oleh dokter yang terdokumentasikan jelas dalam status pasien. Bila dokter dengan jelas memberikan delegasi kepada perawat, maka tanggung jawab sepenuhnya akan diberikan kepada dokter yang bertanggung jawab terhadap tindakan medis terhadap pasien.  
Perawat merupakan profesi yang tidak dapat dipisahkan dari profesi lain khususnya dokter. Dimana dalam melakukan asuhan keperawatan secara mandiri maupun kolaborasi perawat harus selalu berkomunikasi dengan dokter. Bahkan ada beberapa intervensi kedokteran yang dilakukan oleh perawat dan sudah dianggap menjadi kompetensi perawat itu sendiri seperti memasang infus, pemasangan kateter, NGT, dan sebagainya. Izin praktik dan pelaksanaan praktik kedokteran diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 2052 Tahun 2011. Pada pasal 23 ayat 1 menjelaskan bahwa dokter atau dokter gigi dapat memberikan pelimpahan suatu tindakan kedokteran kepada perawat secara tertulis dalam melaksanakan tindakan kedokteran. Sedangkan kriteria pelimpahan tindakan dijelaskan pada ayat 3 yaitu bahwa pelimpahan tindakan dilakukan dengan ketentuan : a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan; b. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan; c. pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan; d. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan; dan e. tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.
Perawat ST melakukan pemasangan infus pada anak S karena anak S membutuhkan perawatan karena diare. Dalam kasus ini tidak dijelaskan secara detail apakah ada pelimpahan tugas antara dokter dan perawat anak RSUD Bekasi secara tertulis maupun tidak tertulis. Apakah perawat anak RSUD Bekasi sudah memiliki kompetensi yang cukup dalam melakukan intervensi tersebut (ayat 3a).  Bagaimana dengan pengawasan terhadap proses asuhan keperawatan di RSUD Bekasi, apakah ada alur dan standar yang ditetapkan oleh manajemen puskesmas (ayat 3b).  Berdasarkan pasal 23 ayat 3 bila ada pelimpahan tugas oleh dokter kepada perawat, dokter tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan (ayat 3c) asalkan  tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan klinis (ayat 3d) dan tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus (ayat 3e).
Konsil keperawatan merupakan lembaga penting dalam organisasi keperawatan yang memiliki peran yang sangat efektif dalam mengontrol dan melakukan pembinaan dan evaluasi terhadap proses praktik keperawatan yang terjadi di lapangan. Kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang konsil keperawatan diatur dalam Peraturan Presiden  Nomor 90 tahun 2017 tentang Konsil Tenaga Kesehatan. Berdasarkan pasal 1 ayat 2 perawat anak RSUD Bekasi telah melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan pengetahuan dan keterampilannya  serta melakukan tindakan yang bukan kewenangannya. Dalam Hal ini Konsil Tenaga Kesehatan berfungsi sebagai  pengaturan, penetapan dan pembinaan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik Tenaga Kesehatan untuk  meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
Sesuai dengan pasal 28 ayat 1 bahwa setiap orang atau badan hukum yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik keprofesiannya dapat melakukan pengaduan. Pasal 28 ayat 3 menyebutkan kembali bahwa pelanggaran profesi sebagaimana disebutkan dalam ayat 2 adalah dapat berupa pelanggaran terhadap penerapan keilmuan dalam penyelenggaraan keprofesian meliputi penerapan pengetahuan, keterampilan dan perilaku. Selanjutnya yang berkenaan dengan kasus perawat anak RSUD Bekasi maka konsil tenaga kesehatan berwenang untuk  menangani kasus dugaan pelanggaran disiplin profesi tenaga kesehatan  dengan melakukan klarifikasi, investigasi, dan pemeriksaan disiplin termasuk meminta dan memeriksa rekam medis dan dokumen lainnya dari semua pihak yang terkait pada tingkat pertama dan tingkat banding. Dan berdasarkan ayat 5 memanggil teradu, pengadu, saksi-saksi, dan ahli yang terkait dengan pengaduan untuk didengarkan keterangannnya dan menurut ayat 6 memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin profesi tenaga kesehatan pada tingkat pertama serta ayat 7 menentukan dan memberikan sanksi disiplin profesi terhadap pelanggaran disiplin profesi tenaga kesehatan  pada tingkat pertama dan ayat 8 membuat laporan tentang monitoring dan evaluasi serta laporan pelaksanaan penegakan disiplin profesi tenaga kesehatan. Pasal 29 menjelaskan bahwa bila ada pengaduan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan disampaikan kepada Konsil Keperawatan.
Konsil keperawatan bertanggung jawab dalam memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin profesi Tenaga Kesehatan pada tingkat pertama (pasal 31f), menentukan dan  memberikan sanksi disiplin profesi terhadap pelanggaran disiplin profesi Tenaga Kesehatan pada tingkat pertama (pasal 31g) dan membuat laporan tentang monitoring dan evaluasi serta laporan pelaksanaan penegakan disiplin profesi Tenaga Kesehatan (pasal 31h). Sanksi yang diperoleh oleh perawat bila melakukan pelanggaran dijelaskan  pada pasal 34 yang menyebutkan bahwa dalam hal Tenaga Kesehatan terbukti melakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi disiplin profesi berupa: a) pemberian peringatan tertulis, b) rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau c) kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kesehatan.
























BAB 4
KESIMPULAN

5.1  Kesimpulan
1.    Perawat dalam praktiknya harus berpedoman pada kode etik keperawatan. Perawat harus menjalankan fungsi independen dan dependennya sesuai dengan standar pelayanan dan peraturan perundangan yang berlaku. Jika perawat dalam menjalankan fungsi mandirinya yaitu memberikan asuhan keperawatan dan melaksanakan fungsi dependennya misalnya pendelegasian wewenang dari profesi medis tidak sesuai dengan prosedur dan peraturan perundangan yang berlaku, perawat dapat dijerat masalah hukum yaitu dugaan malpraktik.
2.    Dalam menganalisis kasus hukum yang menimpa perawat dalam menjalankan tugas dan fungsinya dapat berpedoman pada undang-undang keperawatan, peraturan perundangan terkait keperawatan, dan aspek hukum lain dalam keperawatan. Peraturan hukum tersebut di antaranya adalah UU Nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan, UU Nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan, Peraturan Presiden  Nomor 90 tahun 2017 tentang konsil tenaga kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052 Tahun 2011 tentang izin praktik dan pelaksanaan praktik kedokteran, Permenkes RI Nomor 148 Tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat, Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang puskesmas, KUH Perdata, dan KUH Pidana.
3.    Pemberdayaan adalah proses yang mengubah asumsi dasar tentang kekuatan, membantu, mencapai, dan kesuksesan. Sebagai perawat profesional harus melanjutkan untuk menjadi advokat untuk pasien dan diri kita sendiri. Pencapaian pemberdayaan berarti memastikan perawatan pasien yang berdasarkan etik.
4.    Selain aspek Hukum perawat juga harus memperhatikan prinsip etik dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, baik itu kode etik profesi, prinsip etik perawat dan nilai-nilai karakter yang baik dalam diri seorang perawat

5.2  Saran
Sebagai perawat yang profesional harus menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan kode etik, standar pelayanan, dan memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk menjamin kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Selain itu untuk menghindarkan perawat dari jeratan kasus hukum malpraktik.




















DAFTAR PUSTAKA

Ashcroft, R. E., Dawson, A., Draper, H., & McMillan, J. R. (2007). Principles of Health Care Ethics (2nd ed). England: Jhon Wiley & Son, Ltd.
Ackley, B & lodwig G, (2011). Nursing Diagnosis Hand Book : An Evidence Based Guide To Planning Care , Nineth Edition. St Louis: Mosby Elsevier.
Bandman,E.L & Bandman,B. (1995). Nursing ethics through the life span. 3th edition. USA: Prentice Hall.
Baillie,H.W., Garrett,R.M., & Garrett,T.M. (2001). Health care ethics:principles and problems.4th edition. USA: Prentice Hall.
Bertens,K. (2002). Etika  ( edisi ke 7), Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Beritacikarang.com. (April 27, 2016). Diduga korban malpraktik oknum RSUD, bayi 36 hari kakinya membusuk. Beritacikarang.com.
DPR RI dan Presiden RI. (2014). UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Jakarta. Pemerintah RI
DPR RI dan Presiden RI. (2014). UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan . Jakarta. Pemerintah RI
Faculty of SocialWork, Health Care and Nursing Sciences. (2015). Sustainability as an ethical principle: ensuring its systematic place in professional nursing practice.  Germany: University of Applied Sciences Esslingen
Gillies, D.A. (1994) Nursing management a system approach, Philadelphia : W.B Sounders Company
Grainger, Joanne.2015. Foundation of Helathcare Etics: Theory to Practice. Sydney : Cambridge University Press.
Gobekasi.co.id. (April 27, 2016). Kaki bayi ini membusuk diduga lantaran malpraktik perawat RSUD. Gobekasi.pojoksatu.id
Harrison,C & Judson,K. (2013). Law & ethics for the health profession. (6th). USA: Mc Graw Hill.
Hinman,L.M. (2012). Ethics: a pruralistic approach to moral theory. 5th edition.
BBC. “Character-based ethics”. Bbc.co.uk. (2014).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14685124 The meaning of caring in the practice of intensive care nursing. Wilkin K1.
Huda A dan Kusuma H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Ber dasarkan Diagnosa Medis dan NANDA Nic-Noc. Edisi Revisi.Jogjakarta: Media Action.
Niholm et al. (2017). Sustainability in care through an ethical practice model.
Podgar, George D. (2013). Legal and Ethical Issues For Health Profesionalis. USA : Jones & Bartlett Learning
PPNI, (2012). Draft Standart Kompetensi Perawat Indonesia. PPNI
Swansberg,RC & Swansberg RJ ( 1999) Introductory manajemen and leadership for nurses: an interactive text, Second edition., Boston : Jones and Bartlett
Publishers. William, Tyna. (2002). Patient empowerment and ethical decision making: the patient/partner and the right to act. 21(3), 100-104.

Tidak ada komentar: