PATHOLOGI /PATOLOGI: PENGETAHUAN TENTANG PERUBAHAN-
PERUBAHAN FISIK DAN FUNGSI PADA TUBUH AKIBAT PENY
FATOLOGI : ADALAH
ILMU/BIDANG STUDI TENTANG PENYAKIT
FOTOGENIK : BERSIFAT
MENYEBABKAN PENYAKIT
PATHOLOIGI MENCAKUP :
·
PATOLOGI
TANAMAN
·
PATOLOGI
SERANGGA
·
PATOLOGI
KEDOKTERAN HEWAN
·
PATOLOGI
KOMPARATIF
·
PATOLOGI
MANUSIA
ORGANISASI SEL
Walaupun di dalam tubuh terdapat
berbagai jenis sel dengan fungsi-fungsi yang sangat khusus, semua sel sampai
satu taraf tertentu, mempunyai gays hidup dan unsur struktural yang serupa. Mereka mempunyai keperluan yang sejajar akan zat-zat seperti oksigen dan suplai
zat makanan, bagi suhu, suplai air, dan
sarana pembuangan sampah yang
konstan. Sel secara harafiah adalah
unit kehidupan, kesatuan lahiriah yang
terkecil yang menunjukkan bermacam-macam fenomena yang berhubungan
dengan hidup. Karena itu, sel juga merupakan
unit dasar penyakit.
Organisasi sel hipotesis yang
"khas", dilukiskan dalam Gambar 3-1. Sel dibatasi oleh membran sel,
yang tidak saja memberi bentuk sel tetapi
juga melekatkannya pada sel lain. Bahkan yang lebih penting, membran sel bekerja sebagai pintu gerbang
dari dan ke sel, memungkinkan hanya zat-zat tertentu saja lewat pada kedua
jurusan, dan bahkan secara aktif mengangkut beberapa zat secara selektif. Membran sel juga yang harus menerima tanda pengaturan dari sekitar tubuh dan
menghantarkan tanda ini ke bagian dalam sel.
Di dalam
sel terdapat nukleus, yang bertindak sebagai pusat pengaturan
karena ternyata bahwa DNA terpusat di dalamnya. Instruksi yang disandikan dalam DNA nukleus sebenarnya
dilaksanakan di dalam sitoplasma, bagian sel yang
di luar nukleus. Sitoplasma adalah medium berair yang mengandung banyak
struktur yang demikian kecilnya sehingga
mereka hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Organ-organ ultra
mikroskopis ini disebut organela, dan fungsi mereka sangat khusus
meskipun dalam batas sebuah sel.
Mitokondria
adalah
organela yang ditugaskan untuk produksi energi di dalam sel. Mereka adalah sumber tenaga dari sel sebab di
dalam mitokondria dioksidasi bermacam-macam zat makanan untuk menghasilkan tenaga penggerak bagi
kegiatan-kegiatan lain dari sel. Retikulum endoplasma dan aparatus
Golgi merupakan semacam sistem pembuatan, proses dan penambalan dalam
sitoplasma. Retikulum endoplasma adalah
suatu jaringan yang terdiri dari tubuli dan sisterna yang saling
berhubungan satu dengan lain, sedangkan kompleks Golgi adalah deretan sisterna. yang pipih yang berhubungan erat serta . esikel-vesikel yang berhuburig?n. Sintesis :Drotein dikerjakan dengan bantuan retikulum endoplasma
di bawah pengawasan RNA (asam ribonukleat) di dalam ribosom. RNA
sitoplasma sebetulnya dihasilkan dan dipimpin oleh DNA nukleus untuk bertindak sebagai semacam regu terakit dalam hubungan dengan peranan khusus DNA. Ribosom melakukan sintesis protein dengan
merakit asam-asam amino menjadi molekul-molekul
kompleks menurut petunjuk-petunjuk yang
diberikan oleh DNA. Aparatus Golgi adalah alat pembungkus yang membungkus hasil-hasil sel untuk dikeluarkan
(sekresi) atau untuk disimpan dalam sel.
Kompleks glikoprotein tertentu juga
dikeluarkan didalam apparatus golgi. Lisosom
adalah bungkusan enzim pencernaan yang terikat
membran, disiapkan oleh sel dan dibiarkan tidak aktif sampai dibutuhkan. Organela lain yang tidak ditunjukkan dalam Gambar 3-1 bertanggung jawab atas fungsi-fungsi istimewa tambahan
di dalam sel, seperti memberi kekakuan dan atau gerakan dengan cara
muskuloskleton. Bermacam-macam organela
mewakili organisme utuh dalam mikrokosmos dan kegiatan mereka harus
dikoordinasi dan diatur secara ketat untuk menjaga integritas sel.
Perlu ditekankan bahwa setiap
sel saling berhubungan satu sama lain melalui berbagai cara waktu mereka
bersatu membentuk jaringan dan organ. Beberapa jaringan, seperti epitel
pembatas atau epitel penutup terdiri dari kelompok sel yang rapat yang saling
melekat erat secara langsung -dengan
sedikit sekali ruang antara. Kelompok
sel jenis ini adalah lunak dan lentur dan tidak dapat mempertahankan
bentuk organ atau kekuatan seluruh tubuh. Sebenarnya jaringan penyambunglah
yang mempersatukan sel-sel tersebut menjadi tubuh karena jaringan ini memiliki
substansi interselular, secara harafiah jaringan penyambung merupakan
zat antara sel. Zat ini merupakan kolagen
yang merupakan suatu protein yang dihasilkan dalam bentuk serabut
MODALITAS
CEDERA SEL
Terdapat
banyak cara di mana sel mengalami cedera atau mati, bentuk-bentuk luka
yang penting hanya dibagi dalam beberapa
kategori. Salah satu faktor yang paling sering yang dapat melukai sel
adalah defisiensi oksigen atau bahan makanan. Sel-sel khususnya bergantung pada
suplai oksigen yang kontinyu, sebab energi dari reaksi-reaksi kimia
oksidatiflah yang menggerakkan sel dan
mempertahankan integritas berbagai komponen sel. Karena itu tanpa oksigen berbagai aktivitas pemeliharaan dan sintesis sel berhenti
dengan cepat.
Sebab kedua yang penting yang dapat melukai
sel adalah fisik, yang sebenarnya menyangkut
robeknya sel, atau paling sedikit adanya gangguan hubungan spasial umum
antara berbagai organela atau gangguan integritas struktural dari salah satu organela atau lebih. Jadi, cedera
akibat mekanik Aan suhu penting sebagai penyebab penyakit pada manusia.
Agen-agen menular yang hidup merupakan kategori
ketiga dari -sebab cedera, dan terdapat banyak cara di mana organisme
tertentu menimbulkan cedera pada sel.
Agen kimia sering dapat melukai sel. Zat-zat toksik ini.- tidak saja
masuk ke dalam sel dari lingkungan melainkan merupakan akumulasi zatzat
endogen (seperti "kesalahan" metabolisme yang ditentukan secara
genetik) dapat melukai sel-sel dengan cara yang sama.
SEL YANG DISERANG
Jika stimulus yang menimbulkan cedera menyerang sebuah sel, maka efek
pertama yang penting adalah spa yang dinamakan lesi biokimiawi. Ini
menyangkut perubahan kimia dari salah satu
atau lebih reaksi metabolisme di dalam sel.
Adalah menarik untuk mencatat bahwa pada tingkat ini sebenarnya sangat
sedikit kelainan yang dipahami. Walaupun pada sel yang cedera dapat terlihat
perubahan-perubahan biokimiawi, kelainan yang sangat sering terlihat merupakan efek kedua atau ketiga dari lesi biokimiawi
primer. Bila kerusakan biokimiawi sudah terjadi, maka sel dapat atau tidak
dapat menunjukkan kelainan fungsi. Sering kali sel memiliki cukup cadangan untuk dapat bekerja tanpa gangguan fungsi yang berarti,
dalam hal lain dapat terjadi kegagalan kontraksi, sekresi atau kegiatan sel
yang lain.
Pada sel dengan kelainan biokimia dan kelainan
fisiologi dapat atau tidak dapat ditemukan perubahan morfologis. Keterbatasan
ini adalah pada segi teknis. Peru bahan- perubahan yang tampak pada pemeriksaan
mikroskopik rutin umumnya adalah perubahan-perubahan yang sudah lama, karena banyak kelainan biokimia dan
kelainan fisiologi mungkin sudah terjadi sebelum kelainan anatomis terjadi. Penemuan
mikroskop elektron memungkinkan untuk mengetahui
lebih awal kerusakan-kerusakan mikroskopis dari berbagai organela, tetapi
dengan teknik yang tersedia dewasa ini masih
banyak sel yang secara fungsional terganggu, tetapi tidak tampak
kelainan secara morfologis.
Suatu serangan terhadap sel tidak selalu mengakibatkan gangguan fungsi. Ternyata,
terdapat mekanisme adaptasi sel terhadap berbagai
gangguan. Misalnya, suatu reaksi umum yang terjadi pada sel otot yang
berada di bawah kerja abnormal adalah
meningkatnya kekuatan dengan
pembesaran, proses ini disebut hipertrofi. Jadi sel-sel otot
jantung dari seorang dengan tekanan darah tinggi akan membesar untuk
menanggulangi tekanan memompa melawan tahanan yang meningkat. Jenis adaptasi
serupa terjadi juga pada tantangan kimiawi tertentu. Barbiturat dan zat-zat
tertentu lain biasanya dimetabolisme dalam sel-sel hati, di bawah pengaruh
sistem enzim yang terdapat dalam sel-sel ini dibantu oleh retikulum endoplasma.
Pada seseorang yang menelan barbiturat, sering terjadi peningkatan yang menyolok pada jumlah retikulum endoplasma di
dalam sel-sel hati, dan ini berhubungan
dengan kenaikan kandungan enzim dalam sel-sel ini dan menambah kemampuan untuk metabolisme obat ini.
KEMATIAN
SEL
Jika
pengaruh berbahaya pada sebuah sel cukup hebat atau berlangsung cukup lama, maka sel akan mencapai
titik di mana sel tidak lagi dapat mengkompensasi dan tidak dapat melangsungkan metabolisme. Pada
hipotesis yang tidak dapat dibantah,
proses- proses ini menjadi ireversibel,
dan sel sebetulnya mati. Pada saat kematian hipotetik ini, sewaktu sel tepat mencapai titik di mana sel tidak dapat kembali lagi, secara morfologis tidak mungkin untuk mengenali bahwa sel
itu sudah mati secara ireversibel. Namun, jika sekelompok sel yang sudah mencapai keadaan ini masih tetap berada dalam hospes yang hidup selama beberapa jam saja, maka terjadi hal-hal tambahan
yang memungkinkan untuk mengenali apakah
sel-sel atau jaringan tersebut sudah mati. Semua sel memiliki berbagai enzim yang banyak, di antaranya bersifat litik. Sewaktu sel hidup, enzim-enzim ini tidak menimbulkan kerusakan pada sel, tetapi enzim-enzim ini dilepaskan pada saat kematian sel, dan mulai melarutkan berbagai unsur sel. Selain itu, pada saat sel mati berubah secara kimiawi, jaringan hidup yang bersebelahan
memberikan respon terhadap perubahan-perubahan itu dan menimbulkan reaksi peradangan akut (lihat Bab 4). Bagian dari reaksi yang terakhir ini adalah pengiriman banyak leukosit atau sel darah putih ke daerah itu, dan selsel leukosit ini membantu pencernaan sel-sel yang mati. Jadi, oleh karena enzim-enzim pencernaan tersebut atau sebagai akibat proses peradangan, maka sel-sel yang sudah mencapai titik puncak di mana sel tidak dapat kembali lagi mulai mengalami perubahan morfologis yang dapat
dilihat.
Bila
sebuah sel atau sekelompok sel atau jaringan
dalam hospes yang hidup diketahui mati, mereka disebut nekrotik. Nekrosis merupakan kematian sel
lokal.
KEMATIAN SOMATIK
Kematian seluruh individu disebut kematian somatik, bandingkan dengan
kematian lokal atau nekrosis.
Dahulu definisi kematian somatik adalah
sederhana. Seseorang dinyatakan meninggal,
jika fungsi vital berhenti tanpa ada kemungkinan untuk berfungsi kembali. Jadi, jika seorang berhenti
bernafas dan tidak dapat diresusitasi, maka jantung dengan cepat berhenti
berdenyut sebagai akibat dari anoksia, dan orang itu tidak dapat disangkal lagi telah mati. Dengan kemajuan
teknologi, maka jika seorang penderita pernafasannya, berhenti dapat dipasang
respirator mekanis. Jika denyut jantung
penderita mulai terputus-putus, maka
dapat dipasang alat pacu jantung elektris. Dengan adanya peralatan untuk "mempertahankan
hidup" semacam ini, maka definisi kematian menjadi sangat sulit.
Sebenarnya, sebaiknya dijelaskan bahwa tidak semua sel tubuh mati secara
serentak. Sudah dibuat jaringan hidup dari jaringan-jaringan yang diambil dari mayat. Dalam rumah sakit sekarang ini, definisi umum tentang kematian somatik menyangkut
kegiatan sistem saraf pusat, khususnya otak.
Jika otak mati, maka kegiatan listrik berhenti dan elektroensefalogramnya, menjadi isoelektris atau "mendatar".
Jika hilangnya kegiatan listrik terjadi
selama jangka waktu yang sudah ditentukan
secara ketat, maka para dokter berwenang menganggap penderita meninggal
walaupun paru dan jantung masih dapat dijalankan terns secara buatan untuk
beberapa, lama perubahan postmortem
Setelah kematian terjadilah perubahan-perubahan tertentu yang dinamakan
perubahan postmortem. Karena reaksi kimia
dalam otot orang mati, timbul
suatu kekakuan yang dinamakan rigor
mortis. Kata algor mortis menunjukkan pada dinginnya mayat,
karena suhu tubuhnya mendekati suhu lingkungan. Perubahan lain disebut livor
mortis atau perubahan warns postmortem. Umumnya perubahan warna semacam
itu disebabkan oleh kenyataan bahwa sirkulasi berhenti, darah di dalam pembuluh
mengambil tempat menurut tarikan gravitasi, dan jaringan-jaringan yang terletak paling bawah dalam tubuh menjadi
merah keunguan, disebabkan oleh bertambahnya kandungan darah. Karena jaringan-jaringan
di dalam mayat itu mati, maka secara mikroskopis
enzim-enzim dikeluarkan secara lokal,
dan mulai terjadi reaksi lisis. Reaksi-reaksi ini, disebut otolisis postmortem (secara harafiah berarti:
melarutkan diri), yang sangat mirip dengan perubahan-perubahan yang terlihat pada
jaringan nekrotik, tetapi tentu saja, tidak
disertai dengan reaksi peradangan. Akhirnya, bila tidak dicegah dengan
tindakan-tindakan tertentu (misalnya, pembalseman) bakteri-bakteri akan tumbuh dengan subur dan akan terjadi pembusukan. Kecepatan
mulai timbulnya perubahan postmortem sangat berbeda-beda, tergantung pada individu maupun pada sifat-sifat lingkungan sekitarnya. Jadi, penentuan waktu kematian yang tepat,
oleh pada dokter dalam cerita detektif khayalan memang hanya merupakan
khayalan.
REAKSI PERADANGAN
Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, selama
hospes tetap hidup ada respon yang menyolok pada jaringan hidup di sekitarnya. Respon
terhadap cedera ini dinamakan peradangan. Yang lebih khusus, peradangan adalah reaksi
vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi
darah ke jaringan-jaringan interstisial pada daerah cedera atau nekrosis.
Ada suatu kecenderungan alamiah yang menganggap peradangan
sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, sebab peradangan tenggorokan, kulit, jaringan lunak atau yang
sejenis dapat menyebabkan keadaan yang
sangat menggelisahkan. Tetapi,
peradangan sebenarnya adalah gejala
yang menguntungkan dan pertahanan, yang
hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan
untuk perbaikan dan pemulihan. Sifat menguntungkan
dari reaksi peradangan secara dramatis
diperlihatkan dengan apa yang terjadi jika
penderita tidak dapat menimbulkan reaksi peradangan yang dibutuhkan, misalnya, jika diperlukan memberikan dosis tinggi obat-obatan yang mempunyai akibat sampingan yang menekan
reaksi peradangan. Dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat, penyebaran yang cepat, atau infeksi yang mematikan, yang disebabkan oleh mikroorganisme
yang biasanya tidak berbahaya.
Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang
dikoordinasi dengan baik yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi peradangan, maka jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis lugs, maka
reaksi peradangan tidak ditemukan di
tengah jaringan, tetapi pada tepinya,
yaitu antara jaringan mati dan
jaringan hidup dengan sirkulasi yang utuh. Jugs, jika ceders langsung mematikan hospes, maka tidak akan ada
petunjuk adanya reaksi peradangan, karena
untuk timbulnya reaksi peradangan diperlukan waktu.
Sebab-sebab
peradangan banyak sekali dan beraneka
ragam, dan penting sekali untuk diketahui bahwa peradangan dan
infeksi itu tidak sinonim. Dengan demikian, maka infeksi (adanya mikroorganisme
hidup dalan jaringan) hanya merupakan salah satu penyebab dari peradangan. peradangan
dapat terjadi dengan mudah pada keadaan
steril sempurna, seperti sewaktu sebagian jaringan mati karena
hilangnya suplai darah. Karena banyaknya keadaan
yang mengakibatkan peradangan, maka pemahaman proses itu merupakan dasar bagi ilmu biologi dan kesehatan. Tanya memahami proses ini orang tidak dapat memahami prinsip-prinsip penyakit menular, pembedahan, penyembuhan luka, dan respon terhadap berbagai trauma, atau prinsip-prinsip bagaimana tubuh menanggulangi bencana kematian jaringan seperti stroke, "serangan
jantung", dan sebagainya.
Walaupun
ada banyak sekali penyebab peradangan
dan ada berbagai keadaan di mania dapat
timbul peradangan, kejadiannya secara garis besar cenderung sama, hanya saja pada
berbagai jenis peradangan terdapat
perbedaan secara kuantitatif. Oleh
karena itu reaksi peradangan dapat
dipelajari sebagai gejala umum dan
memperlakukan perbedaan kuantitatif secara sekunder.
GAMBARAN
MAKROSKOPIS PERADANGAN AKUT
Peradangan
akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap ceders atau kematian
sel. Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau dan
masih dikenal sebagai tanda-tanda pokok peradangan yang mencakup
kemerahan, panas, nyeri, pembengkakan, atau
dalam bahasa Latin klasik, rubor,
kalor, dolor, tumor. Tanda pokok
yang kelima ditambahkan pada abed terakhir yaitu perubahan fungsi atau
functio laesa
Rubor (Kemerahan)
Rubor atau kemerahan biasanya
merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Waktu
reaksi peradangan mulai timbul, make arteriol yang mensuplai daerah tersebut
melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi
lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah
(Gambar 4-1). Keadaan ini, yang dinamakan hiperemia
atau kongesti, menyebabkan warns merah lokal karena
peradangan akut. Timbulnya hiperemia pada permulaan
reaksi peradangan diatur oleh tubuh balk secara neurogenik maupun secara kimia,
melalui pengeluaran zat seperti histamin.
Kalor (panas)
Kalor atau panas, terjadi
bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Sebenarnya, panas
merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37° C,
yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada
suhu 37° C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih banyak
daripada yang disalurkan ke daerah normal.
Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena
jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu-inti 37° C, dan hiperemia
lokal tidak menimbulkan perubahan.
Dolor (rasa sakit)
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau
konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang same, pengeluaran zat kimia
tertentu seperti histamin atau zat kimia
bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan
jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa
diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit.
Tumor (pembengkakan)
Segi paling menyolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkakan lokal
(tumor). Pembengkakan ditimbulkan oleh
pengiriman cairan dan sel-sel dari
sirkulasi darah ke jaringanjaringan
interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah
peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar
eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh
luka baker ringan. Kemudian sel-sel darah putih, atau leukosit meninggalkan
aliran darah, dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.
Fungsio laesa (perubahan
fungsi)"
Fungsio laesa atau perubahan
fungsi adalah reaksi peradangan yang telah dikenal. Sepintas lalu, mudah
dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi abnormal, dan
lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, berfungsi secara abnormal. Namun,
sebetulnya kits tidak mengetahui secara mendalam dengan cara spa fungsi jaringan yang meradang itu terganggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar