Kehamilan tidak banyak memberikan
pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak
mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang
lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, BB menurun, kadang-kadang ada
batuk darah, dan sakit di dada. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan
adanya ronkhi basal, suara caverne atau pleural effusion. Penyakit ini mungkin
bentuknya aktif atau kronik, dan mungkin pula tertutup atau terbuka.
Pada penderita yang dicurigai menderita
TBC Paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD
(puirified protein derivate) 5u, bila hasil positif dilanjutkan dengan
pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh
sinar X, pada penderita TBC Paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA
untuk membuat diagnosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan / uji
sensitivitas. Pada janin dengan ibu TBC Paru jarang dijumpai TBC congenital, janin
baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui ibunya.
TUBERKULOSIS PARU
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon.
Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih merupakan penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya.
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada.
Pada penderita yang dicurigai menderita
TBC paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD
(purified protein derivate) 5u dan bila hasilnya positif diteruskan dengan
pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh
sinar X. Pada penderita dengan TBC paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan
sputum, untuk membuat dianosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan.
Pengaruh TBC paru pada ibu yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak
berbeda dengan wanita tidak hamil. Pada janin jarang dijumpai TBC kongenital,
janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui oleh
ibunya.
ETIOLOGI
-
Sebagaimana
telah diketahui, TBC paru disebabkan oleh basil TB (Mycobacterium tuberculosis
humanis).
-
M.
tuberculosis termasuk familie Mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus,
satu di antaranya adalah Mycobacterium, yang salah satu speciesnya adalah M.
tuberculosis.
-
M.
tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humanis
(kemungkinan infeksi type bovinus saat ini diabaikan, setelah higiene peternakan
makin ditingkatkan).
-
Basil
TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini dimanfaatkan
oleh Robert Koch untuk mewarnai secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini
disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).
-
Basil
TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja
akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap gelombang cahaya
ultraviolet. Basil TB juga rentan terhadap panas-basah, sehingga dalam 2 menit
saja basil TB yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena
air bersuhu 1000 C. basil TB juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena
alkohol 70%, atau lisol 5%.
PATOFISOILOGI
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya.
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya.
Penularan tuberculosis paru terjadi
karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara
dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya,
sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa
angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia
melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.
Pada permulaan penyebaran akan terjadi
beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang
dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat
meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam
jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil
tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil.
Dengan adanya basil yang mencapai ruang
alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus
bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya
leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang
terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia
akut.
Basil ini juga dapat menyebar melalui
getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang
mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit, proses
tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang
biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan Kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami
pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin. Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah
nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian
selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah
atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup
sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut
fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan
dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung,
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.
DIAGNOSIS
Diagnosis
kadang-kadang tidak mudah karena ibu hamil tampak sehat, terutama dalam proses
penyakit tenang.
1. Dalam anamnedsa ibu mengatakan pernah
berobat atau sedang berobat penyakit paru.
2. Keluhan dan gejala : batuk menahun,
hemaptoe, kurus kering.
3. Pemeriksaan fisis-fisiologis pada
paru-paru dijumpai adanya kelainan bunyi nafas.
4. Foto rongent paru-paru.
5. Uji Mantoux.
PENATALAKSANAAN
Penyakit ini akan sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan dipatuhi oleh penderita, berikan penjelasan dan pendidikan kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik sehingga diperlukan pengobatan yang lama dan teratur. Ajarkan untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa. Sebagian besar obat anti TBC aman untuk wanita hamil, kecuali streptomisin yang bersifat ototoksik bagi janin dan harus diganti dengan etambutol, pasien hamil dengan TBC Paru yang tidak aktif tidak perlu mendapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif dianjurkan untuk menggunakan dua macam obat atau lebih untuk mencegah timbulnya resistensi kuman, dan isoniazid (INH) selalu diikutkan karena paling aman untuk kehamilan, efektifitasnya tinggi dan harganya lebih murah.
- Dalam kehamilan :
-
Ibu
hamil dengan proses aktif hendaknya jangan dicampurkan dengan wanita hamil
lainnya pada pemeriksaan antenatal.
-
Untuk
diagnosa pasti dan pengobatan selalu bekerjasama dengan ahli paru.
-
Obat-obatan
: INH, PAS, Streptomisin.
-
TB.
Paru tidak merupakan indikasi untuk abortus buatan dan terminasi kehamilan.
- Dalam persalinan :
-
Bila
proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa, tidak perlu dilakukan
apa-apa.
-
Bila
proses aktif, kala I dan II diusahakan seringan mungkin, pada kala I berikan
obat-obat penenang dan analgetika dosis rendah. Kala II diperpendek dengan
ekstraksi vakum / forcep.
-
Kalau
ada indikasi obstetrik untuk SC, dilakukan bekerjasama dengan ahli anastesi
untuk memperoleh anastesi mana yang terbaik.
- Dalam masa nifas :
-
Usahakan
jangan terjadi perdarahan yang banyak, berikan uterus tonika dan koagulasia.
-
Cegah
terjadinya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika yang cukup.
-
Bila
ada anemia sebaiknya berikan transfusi darah agar daya tahan ibu lebih kuat
terhadap infeksi sekunder.
-
Anjurkan
ibu segera memakai kontrasepsi atau kalau anak sudah cukup untuk tubektomi.
PEMERIKSAAN FISIK
Di sini juga tidak satu pun gejala yang patognomonis untuk TB. Variabilitas gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penyakit ini sangat besar. Bahkan tidak jarang pada stadium permulaan belum dapat ditemukan hal-hal yang patologis sementara gambaran radiologis dan pemeriksaan sputum sudah menunjukkan adanya penyakit TB.
Pada orang dewasa, biasanya
penyakit ini dimulai di daerah paru atas, kanan atau kiri, yang disebut ‘fruh
infiltrat’. Pada auskultasi, hanya akan ditemukan ronki basah halus sebagai
satu-satunya kelainan pemeriksaan jasmani. Bila proses infiltratif ini makin
meluas dan menebal, juga akan didapatkan fremitus yang menguat, dengan redup
pada perkusi, suara nafas bronkeal, serta bronkopi yang menguat.
Bila sudah terjadi kavitas,
akan ditemukan gejala-gejala kavitas, berupa timpani pada perkusi yang disertai
suara napas amforis. Sebaliknya bila terjadi atelektasis, misalnya pada
‘destroyed lung’, suara napas setempat akan melemah sampai hilang sama sekali.
Ronki basah pada umumnya selalu akan didapatkan, mengingat bahwa selalu pula akan terbentuk sekret dan jaringan nekrotik. Makin banyak sekret itu berada, makin kasarlah ronki yang didengar. Melihat ini semua, makin nyatalah bahwa kelainan-kelainan yang dapat ditemukan pada TB sangat variabel, baik jenis, intensitas, jumlah, maupun tempat ditemukannya (pleiomorfi).
Ronki basah pada umumnya selalu akan didapatkan, mengingat bahwa selalu pula akan terbentuk sekret dan jaringan nekrotik. Makin banyak sekret itu berada, makin kasarlah ronki yang didengar. Melihat ini semua, makin nyatalah bahwa kelainan-kelainan yang dapat ditemukan pada TB sangat variabel, baik jenis, intensitas, jumlah, maupun tempat ditemukannya (pleiomorfi).
TES TUBERKULIN
Sebetulnya tes ini bertujuan
untuk memeriksa kemampuan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV), yang
dianggap dapat mencerminkan potensi sistem imunitas selular seseorang,
khususnya terhadap basil TB. Pada seseorang yang belum terinfeksi basil TB,
tentunya sistem imunitas selulernya belum terangsang untuk melawan basil TB.
Dengan demikian tes tuberkulin akan negatif. Sebaliknya bila seseorang pernah
terinfeksi basil TB, dalam keadaan normal sistem ini sudah akan terangsang
secara efektif 3-8 minggu setelah infeksi primer dan tes tuberkulin akan
positif (yaitu bila didapatkan diameter indurasi 10-14 mm pada hari ketiga atau
keempat dengan dosis PPD 5 TU intrakutan).
Kalau seseorang penderita sedang menderita TB aktif, tes tuberkulinnya dapat kelewat positif (artinya diameter indurasi yang ditimbulkannya dapat melebihi 14 mm). Tetapi kalau proses TB-nya hiperaktif, misalnya TB miliaris, seolah-olah seluruh kemampuan potensi imunitas seluler sudah terkuras habis dan tes akan menjadi negatif.
Selama TB masih endemik di Indonesia, yakni infeksi pada umumnya sudah akan terjadi pada usia yang masih muda sekali, tes tuberkulin sebagai tes diagnostik menjadi kurang berarti. Vaksinasi BCG secara masal juga akan lebih menghilangkan arti tes tuberkulin sebagai sarana diagnostik. Mengingat juga ada begitu banyak faktor bukan TB yang dapat mempengaruhi hasil tes tuberkulin, khususnya di negara-negara seperti Indonesia, tes ini makin kehilangan arti sebagai tes diagnostik.
Kalau seseorang penderita sedang menderita TB aktif, tes tuberkulinnya dapat kelewat positif (artinya diameter indurasi yang ditimbulkannya dapat melebihi 14 mm). Tetapi kalau proses TB-nya hiperaktif, misalnya TB miliaris, seolah-olah seluruh kemampuan potensi imunitas seluler sudah terkuras habis dan tes akan menjadi negatif.
Selama TB masih endemik di Indonesia, yakni infeksi pada umumnya sudah akan terjadi pada usia yang masih muda sekali, tes tuberkulin sebagai tes diagnostik menjadi kurang berarti. Vaksinasi BCG secara masal juga akan lebih menghilangkan arti tes tuberkulin sebagai sarana diagnostik. Mengingat juga ada begitu banyak faktor bukan TB yang dapat mempengaruhi hasil tes tuberkulin, khususnya di negara-negara seperti Indonesia, tes ini makin kehilangan arti sebagai tes diagnostik.
Faktor-faktor ini adalah
penyimpanan bahan tes yang tak memenuhi syarat; gizi yang rendah dengan semua
etiologinya, seperti misalnya cacingan, memang kekurangan gizi, dan lain-lain;
pemakaian kortikosteroid yang lama; baru sembuh dari penyakit infeksi berat,
seperti morbili, dan sebagainya; AIDS; dan lain-lain. Semuanya dapat memberikan
hasil negatif palsu.
PEMERIKSAAN SEROLOGIS
Tes ini disebut TBPAP (uji
Peroksidase-Anti Peroksidase untuk TB paru). Berbeda dengan tes tuberkulin,
yang dinilai adalah sistem imunitas humoral (SIH), khususnya kemampuan untuk
memproduksi suatu antibodi dari kelas IgG terhadap sebuah antigen dalam basil
TB. Tentunya bila seorang belum pernah terinfeksi basil TB, SIH-nya belum
diaktifkan. Dengan demikian, tes ini akan negatif. Sebaliknya bila sudah pernah
terinfeksi, SIH-nya sudah akan membentuk IgG tertentu tadi sehingga hasil tes
akan menjadi positif. Handoyo (1998) mengemukakan bahwa sensitivitas tes ini
adalah 98% dan spesifitasnya 94%, namun sampai sekarang di luar negeri tes ini
tetap dianggap sebagai pemeriksaan pelengkap belaka, a.l. karena tak dapat
menunjukkan penyebabnya di satu pihak dan di pihak lain sensitivitas dan
spesifisitasnya dianggap belum baku (ada yang mengatakan hanya 85%.
FOTO RONGENT PARU
Pertama-tama perlu dikemukakan
bahwa fluoroskopi saat ini sudah harus ditinggalkan karena tidak objektif dan
selalu tersirat faktor terburu-buru (mengingat bahaya sinar-X). Di samping itu,
pemeriksaan ini juga tidak akan meninggalkan dokumen otentik.
Pada stadium permulaan, seperti telah diungkapkan di depan, TB mungkin akan lolos pada pemeriksaan jasmani, tetapi pada pemeriksaan foto paru semua ‘fruh infiltrat’ pasti akan diketahui. Disinilah letaknya kepentingan pemeriksaan foto paru untuk diagnosis dini TB.
Dalam rangka diagnosis diferensial, foto paru dapat memegang peranan yang sangat penting, karena berdasarkan letak, bentuk, luas dan konsistensi kelainan, dapat diduga adanya lesi TB. Juga hanya foto paru yang dapat menggambarkan secara objektif kelainan anatomik paru dan luasnya kelainan. Pemeriksaan ini juga meninggalkan dokumen otentik, yang sangat menentukan untuk evaluasi penyembuhan.
Pada stadium permulaan, seperti telah diungkapkan di depan, TB mungkin akan lolos pada pemeriksaan jasmani, tetapi pada pemeriksaan foto paru semua ‘fruh infiltrat’ pasti akan diketahui. Disinilah letaknya kepentingan pemeriksaan foto paru untuk diagnosis dini TB.
Dalam rangka diagnosis diferensial, foto paru dapat memegang peranan yang sangat penting, karena berdasarkan letak, bentuk, luas dan konsistensi kelainan, dapat diduga adanya lesi TB. Juga hanya foto paru yang dapat menggambarkan secara objektif kelainan anatomik paru dan luasnya kelainan. Pemeriksaan ini juga meninggalkan dokumen otentik, yang sangat menentukan untuk evaluasi penyembuhan.
Bagaimanapun besar manfaat
pemeriksaan foto paru dalam diagnostik TB, selalu harus diingat adanya
faktor-faktor yang membatasi makna diagnostiknya, sebagai berikut :
-
‘The
human factor’, yaitu adanya variasi individual dokter yang
menginterpretasikannya.
-
Adanya
organ-organ lain dalam rongga dada, sehingga 20-25% paru akan terlindung oleh
organ lain dan tak akan tampak pada foto PA biasa.
-
Gambaran
penyakit TB yang begitu pleiomorfik, sehingga diagnosis diferensialnya meliputi
puluhan penyakit paru lain.
-
Adanya
kasus-kasus TB dengan sputum BTA positif tetapi dengan foto paru yang normal
atau dengan gambaran penyakit paru lain yang bukan TB.
Pada umumnya kelainan-kelainan yang dapat dijumpai pada foto paru seorang penderita TB akan bervariasi mulai dari suatu bintik kapur, garis fibrotik, bercak infiltrat, penarikan trakea atau mediastinum ke sisi yang sakit, kavitas, sampai ke gambaran atau atelektasis. Kelainan-kelainan ini dapat berdiri sendiri, tetapi dapat pula ditemukan bersama-sama. ‘Destroyed lung’ merupakan contoh khas dalam hal ini. Pada keadaan ini, ditemukan sekaligus atelektasis, kavitas, dan fibrosis dengan penarikan-penarikan mediastinum ke sisi yang sakit (DOUMA, 1980). Yang diartikan dengan ‘vanishing lung’ ialah adanya suatu kavitas teramat besar dalam suatu paru sehingga boleh dikatakan seluruh paru tersebut telah berubah menjadi suatu kavitas.
Pada umumnya kelainan-kelainan yang dapat dijumpai pada foto paru seorang penderita TB akan bervariasi mulai dari suatu bintik kapur, garis fibrotik, bercak infiltrat, penarikan trakea atau mediastinum ke sisi yang sakit, kavitas, sampai ke gambaran atau atelektasis. Kelainan-kelainan ini dapat berdiri sendiri, tetapi dapat pula ditemukan bersama-sama. ‘Destroyed lung’ merupakan contoh khas dalam hal ini. Pada keadaan ini, ditemukan sekaligus atelektasis, kavitas, dan fibrosis dengan penarikan-penarikan mediastinum ke sisi yang sakit (DOUMA, 1980). Yang diartikan dengan ‘vanishing lung’ ialah adanya suatu kavitas teramat besar dalam suatu paru sehingga boleh dikatakan seluruh paru tersebut telah berubah menjadi suatu kavitas.
Untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan dan pleiomorfi ini, bilamana
dihadapkan pada keraguan-keraguan, hendaknya kita secepatnya melaksanakan
pemeriksaan tambahan, misalnya foto dari samping, toplordotik, sampai CT scan,
bronkoskopi, serta ulangan foto setelah beberapa saat.
Pemeriksaan Sputum (sekret bronkus, bahan aspirasi cairan pleura, dsb.)
Tentang pemeriksaan mutakhir dengan Polymerase
Chain Reaction, pada kesempatan ini tidak akan dikupas karena mengingat sangat
mahalnya dalam waktu dekat akan mustahil dikerjakan di Indonesia. Teknik
pemeriksaan sputum sekarang ini bermacam-macam, tetapi pada dasarnya hanya
berkisar pada pemeriksaan mikroskopis, pembenihan, dan tes resistensi. Selain
sputum, spesimen lain yang harus diperiksa ialah sekret bronkus yang
dikeluarkan dengan bronkoskop, bahan aspirasi cairan pleura, dan getah lambung
(sebelum makan pagi).
Dengan demikian pada hakekatnya ada kemungkinan
sebagai berikut :
-
Mikroskopik
akan menghasilkan BTA (Basil Tahan Asam) (+) atau (-)
-
Perbenihan
akan menunjukkan hasil hasil (+) atau (-)
Walaupun secara teoritis, BTA (+) masih mungkin
bukan Mycobacterium TB, melainkan dapat juga Mycobacterium atipik, karena
kemungkinan ini sangat kecil, dalam prakteknya dapat diabaikan, sehingga BTA
(+) dapat dianggap sebagai Mycobacterium TB (+). Tentunya nilai tertinggi pemeriksaan sputum
adalah hasil pembenihan yang positif, artinya yang tumbuh ialah basil TB yang
sesungguhnya. Namun sayang sekali pembenihan ini tidak dapat dikerjakan di
semua laboratorium di Indonesia. Di samping itu, pemeriksaan ini cukup mahal
dan memakan waktu 3 minggu. Oleh karena itu, diambil praktisnya, sekali sputum
BTA (+) sudah dianggap cukup untuk menentukan dianosis TB dan sudah dapat
dibenarkan pemberian pengobatan spesifik dalam rangka penyembuhan penderita
yang bersangkutan.
Kompilasi Hasil dan Interpretasi Akhir
Dari semua hasil yang telah disebutkan akan timbul kemungkinan-kemungkinan
sebagai berikut :
-
Klinis
(anamnesis dan pemeriksaan jasmani) (+) ataupun (-)
-
Foto
rontgen paru (+) ataupun (-)
-
Sputum
BTA (+) ataupun (-)
-
Bila
hanya klinis saja yang (+), maksimum hanya dapat dikatakan sebagai tersangka
(suspec) TB saja, sehingga secara teoritis belum dibenarkan terapi spesifik.
Tentunya, dalam hal ini, dokter yang menanganilah yang berkewajiban
menanggulangi/menyempurnakan pemeriksaan diagnostik semaksimal mungkin, di
samping memikirkan kemungkinan-kemungkinan non-TB lainnya. Dengan demikian,
diagnosis tepat dan terapi yang semestinya tidak terkatung-katung. Tetapi bila
fasilitas pemeriksaan foto rontgen paru dan laboratorium tidak tersedia,
hendaknya dokter tetap berani menegakkan diagnosis TB hanya berdasarkan
temuan-temuan klinis saja.
-
Bila
hanya klinis (+) dan foto (+), walaupun sputum telah diperiksa 3 kali tetapi
selalu BTA (-), masih dapat dibenarkan penentuan diagnosis TB dan dibenarkan
pemberian terapi spesifik (WHO, 1991). Kasus ini dianggap sebagai kasus yang
belum menular.
-
Apabila
hanya foto saja yang (+), dalam bidang pemberantasan TB, penderita yang
bersangkutan tak lebih dari seorang tersangka saja. Sputum harus diperiksa
berulang kali, sehingga begitu didapatkan (+), dapat segera disembuhkan dengan
tuntas. Dalam pelayanan kesehatan perorangan, hendaknya diagnosis TB
benar-benar diperkirakan kembali, sambil menyingkirkan begitu banyak penyakit
yang serupa TB pada foto paru. Dengan lain perkataan, hendaknya diagnosis yang
cepat diupayakan agar secepatnya dapat ditegakkan.
-
Sebaliknya
bila sputum (+), tanpa memperhatikan keadaan klinis ataupun foto paru,
penderita yang bersangkutan harus diobati secepatnya sebagai penderita TB.
Perlu diketahui di sini bahwa mungkin saja foto paru (-) walaupun sputum
jelas-jelas (+). Kemungkinan suatu endobronchitis TB (lesi TB yang terbatas
pada mukosa bronkus) perlu dipikirkan. Di samping itu bila dipakai teknik lain,
pemeriksaan foto rontgen paru mungkin akan tampak kelainan, misalnya dengan
foto toplordotik (untuk dapat melihat puncak paru lebih jelas) ataupun foto
lateral kiri depan (untuk melihat daerah paru yang tersembunyi di belakang
jantung).
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Pengumpulan data
-
Identitas
klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan
satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain (Hendrawan Nodesul,
1996).
-
Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari
pengobatan.
-
Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta
tuberkulosis paru yang kembali aktif.
-
Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
-
Riwayat
psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (Hendrawan Nodesul,
1996).
-
Pola
fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal
didaerah yang berdesak-desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara
dan tinggal dirumah yang sumpek (Hendrawan Nodesul, 1996)
Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh
anoreksia, nafsu makan menurun (Marilyn. E. Doenges, 1999).
Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau
kesulitan dalam miksi maupun defekasi
Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada
akan menganggu aktivitas (Marilyn. E. Doegoes, 1999).
Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada
penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn.
E. Doenges, 1999).
Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan
asolasi karena penyakit menular
Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa,
penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.
Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan
meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya (Marilyn. E.
Doenges, 1999).
Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan
seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka
akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan
terhadap pengobatan (Hendrawan Nodesul, 1996).
Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk
menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
2) Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem-sistem tubuh :
-
Sistem
integumen
Pada kulit terjadi
sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
-
Sistem
pernapasan
Pada sistem pernapasan
pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
¨ Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru,
diafragma, pergerakan napasyang tertinggal, suara napas melemah (Purnawan
Junadi dkk, 1982).
¨ Palpasi : Fremitus suara meningkat
(Alsogaff, 1995).
¨ Perkusi: Suara ketok redup. (Soeparman,
1998).
¨ Auskultasi : Suara napas brokial dengan
atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring (Purnawan. J. dkk, 1982. Soeparman,
1998).
-
Sistem
pengindraan
Pada
klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.
-
Sistem
kordiovaskuler
Adanya
takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman, 1998).
-
Sistem
gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun,
anoreksia, berat badan turun (Soeparman, 1998).
-
Sistem
muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat
kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari- hari yang kurang meyenangkan
(Alsogaff, 1995)
-
Sistem
neurologis
Kesadaran
penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456
-
Sistem
genetalia
Biasanya
klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
3) Pemeriksaan penunjang
-
Pemeriksaan
Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa
suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat
di apeks dan segmen posterior lobus atas paru-paru atau pada segmen superior
lobus bawah (Soeparman. 1998).
-
Pemeriksaan
laboratorium
¨ Darah
: Adanya kurang darah, ada
sel-sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi
pada proses aktif (Alsogaff, 1995).
¨ Sputum :
Ditemukan adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada
penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari (Soeparman
dkk, 1998. Barbara. T. Long, 1996)
-
Test
Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami
infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old
tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan
sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26, dengan cara mecubit daerah lengan
atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5
tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau
lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil
akan diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan (Soeparman, 1998. Barbara.
T. Long, 1996).
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan
sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh yang sehubungan dengan keletihan, anorerksia atau dispnea
3. Resiko terhadap transmisi infeksi yang
sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko potongan
4. Kurang pengetahuan yang sehubungan dengan
kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan
dirumah.
5. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang
berhubugan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk
6. Resiko terjadinya kerusakan pertukaran gas
sehubungan dengan penurunan permukaan efektif proses dan kerusakan membran
alveolar – kapiler
7. Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan
daerah sesak napas dan nyeri dada
INTERVENSI
Dx 1
Ketidakefektifan pola pernapasan yang sehubungan dengan
sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.
Tujuan : Pola nafas efektif
Kriteria hasil :
Klien mempertahankan pola pernafasan yang
efektif
Frekwensi irama dan kedalaman pernafasan
normal (RR 16-20 kali/menit)
Dispneu berkurang
RENCANA TINDAKAN DAN
RASIONAL
Kaji
kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan : catat
setiap perubahan
à Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya
sekret
Kaji
kualitas sputum : warna, bau, knsistensi
à Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan
pengobatan selanjutnya
Auskultasi
bunyi napas setiap 4 jam
à Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi
napas
Baringan
klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi
à Membantu mengembangkan secara maksimal
Bantu
dan ajarkan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai 4
jam
à Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong
sekret keluar
Kolaborasi
dengan tim dokter dalam pemberian obat-obatan
à Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan
sekret dan memperbesar ukuran lumen trakeobroncial.
Dx 2
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
yang sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.
Tujuan : terjadi
peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda malnutrisi.
Kriteria hasil
Klien dapat mempertahankan status
malnutrisi yang adekuat
Berat badan stabil dalam batas yang normal
RENCANA TINDAKAN DAN
RASIONAL
Mencatat
status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral,
riwayat mual/muntah atau diare.
à Berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya
masalah dan pilihan indervensi yang
tepat.
Pastikan
pola diet biasa klien yang disukai atau tidak.
à Membantu dalam mengidentifukasi
kebutuhan/kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki
masakan diet.
Mengkaji
masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.
à Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan
dukungan cairan.
Berikan
perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
à Menurunkan rasa tidak enak karena sisa
sputun atau obat untuk pengobatan respirasi
yang merangsang pusat muntah.
Dorong
makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
à Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ legaster.
à Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ legaster.
Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet.
à Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi
adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet
Dx 3
Resiko terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan
dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko patogen.
Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk
menularkan penyakit seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk
mengubah tes kulit positif.
Kriteria hasil :
Klien mengalami penurunan potensi
menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.
RENCANA TINDAKAN DAN RASIONAL
Identifikasi
orang lain yang berisiko. Contoh anggota rumah, sahabat
à Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi.
à Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi.
Anjurkan
klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta
tehnik mencuci tangan yang tepat.
à Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran
infeksi.
Kaji
tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan.
à Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular.
à Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular.
Identifikasi
faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis.
à Pengetahuan tentang faktor ini membantu
klien untuk mengubah pola hidup dan menghindari
insiden eksaserbasi.
Tekankan
pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
à Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari
setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang
resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
Kolaborasi
dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal.
à Membantu mengidentifikasi lembaga yang
dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran infeksi.
Dx 4
Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kuranganya
impormasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya.
Kriteria hasil :
Klien memperlihatkan peningkatan tingkah
pengetahuan mengenai perawatan diri.
RENCANA TINDAKAN DAN RASIONAL
Kaji
kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media
yang terbaik bagi klien.
à Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik
dan ditingkatkan pada tahapan individu.
Identifikasi
gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri dada, demam,
kesulitan bernafas.
à Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang
memerlukan evaluasi lanjut.
Jelaskan
dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan
lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain.
à Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan
dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien.
Kaji
potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah.
à Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan
dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program.
Dorong
klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab pertanyaan
secara nyata.
à Memberikan kesempatan untuk memperbaiki
kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas.
Berikan
intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh jadwal
obat.
à Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk
mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar.
Evaluasi
kerja pada pengecoran logam/tambang gunung, semburan pasir.
à Terpajan pada debu silikon berlebihan
dapat meningkatkan resiko silikosis, yang dapat secara nagatif mempengaruhi
fungsi pernafasan
Dx 5
Ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan dengan
sekret kental, kelemahan dan
upaya untuk batuk.
Tujuan : jalan nafas efektif.
Kriteria hasil :
Klien dapat mengeluarkan sekret tanpa
bantuan.
Klien dapat mempertahankan jalan nafas.
Pernafasan klien normal (16 – 20 kali per
menit).
RENCANA TINDAKAN DAN RASIONAL :
Kaji
fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman
penggunaan otot aksesori.
à Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan
atelektasis, ronki, mengi menunjukkan akumulasi sekret atau ketidakmampuan
untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori
pernafasan dan peningkatan kerja penafasan.
Catat
kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif.
à Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum
berdarah kental diakbatkan oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat
memerlukan evaluasi lanjut.
Berikan
klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan untuk
nafas dalam.
à Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men
urunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret
kedalam jalan napas bebas untuk dilakukan.
Bersihkan
sekret dari mulut dan trakea.
à Mencegah obstruksi/aspirasi penghisapan dapat
diperlukan bila klien tak mampu mengeluaran sekret.
Pertahanan
masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi
à Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah dilakukan.
à Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah dilakukan.
Lembabkan
udara respirasi.
à Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu
pengenceran sekret.
Berikan
obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan
kortikosteroid.
à Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan
ukuran kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas
dengan hipoksemia
ASMA BRONKHIAL
Asma Bronkhial sering dijumpai dalam
kehamilan dan persalinan. Pengaruh penyakit ini terhadap kehamilan, persalinan
dan nifas dan sebaliknya adalah bervariasi. Asma Bronkhial sering merupakan
penyakit keturunan. Diagnosa biasanya mudah didapat, karena wanita telah sering
berobat kepada dokter atau pengobatan non-medis.
Asma Bronkhial dapat berkurang atau bertambah
dalam kehamilan.
Hindari kemungkinan infeksi pernafasan dan
tekanan emosional, karena ini akan memperberat penyakit primer.
Kehamilan, persalinan dan nifas akan berlangsung
seperti biasa tanpa gangguan kecuali datang serangan asma yang berat ( status
asmatikus ).dalam hal ini berikan obat-obatan dan oksigen. Kala II diperpendek
dengan tindakan ekstraksi atau forcep.
Apabila ada indikasi obstetrik untuk SC,
bekerjasama dengan ahli anatesi untuk memilih narkosa yang paling aman,
biasanya anastesi lumbal atau kaudal.
Obat-obatan : sama saja dengan obat-obat asma
pada masa tidak hamil à Aminophilin, Efedrin dan kortiko steroid. Pemberian
Kortiko steroid harus hati-hati pada kasus pre-eklamsia kartena obat ini dapat
menyebabkan retensi cairan dan kenaikan tekanan darah. Juga harus tersedia
oksigen untuk menghadapi status asmatikus.
Untuk menjarangkan kelahiran pemakaian
kontraseepsi atau tubektomi dianjurkan pada keadaan dimana menjadi lebih berat
pada setiap kehamilan dan persalinan.
PNEUMONIA
Pneumonia atau radang paru dijumpai pada
kehamilan, persalinan dan nifas. Terutama pada kasus-kasus obstetrik berat :
eklamsia, partus lama dan telantar, sesudah operasi.
Asidosis dan hipoksia akan
membahayakan jiwa ibu, hasil konsepsi dan menyulitkan persalinan, karena itu
mengenal dan mengobati Pneumonia sedini mungkin merupakan tindakan yang tepat
Kala II harus segera diperpendek dengan
ekstraksi vacum atau forcep bila janin masih hidup, dengan embriotomi bila
janin sudah mati.
Gejala : demam tinggi, dispnea, sianosis, takikardia,
pada paru terdengar ronchi basah / kering.
Penanganan :
¨
Pembersihan jalan nafas dan kalau perlu dipasang
selang lambung dan endotrakeal tube.
¨
Berikan oksigen.
¨
Obat-obat :
Kortison dosis tinggi ( 1000 mg ), Aminophilin, Antibiotika yang
adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
-
Mansyur Arif dkk, 1999 : Kapita Selekta
Kedokteran, Jakarta
: Media Aescalapius.
-
Prawirotiardjo Sarwana, 2005 : Ilmu Kandungan, Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwana Prawirotiardjo.
-
Prof. R. Sulaeman, 1982 : Obstetri Patologi, Bandung : Eltar Offset.
-
Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1990 : Sinopsis
Obstetri, Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar