PENGERTIAN
Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998),
diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah
atau lendir dalam tinja.
C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan
suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Suradi & Rita (2001), diare diartikan
sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara
berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih
dengan bentuk encer atau cair.
Hendarwanto (1999), diare
adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah
cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan
normal yakni 100-200 ml sekali defekasi.
Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari
tiga kali sehari.
Ngastiyah (1997), diare
ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau
dapat bercampur lendir dan darah.
Jadi diare dapat diartikan suatu
kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari
dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah
atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau
usus.
PEMBAGIAN DIARE
Diare Akut.
à Diare yang awalnya mendadak dan
berlangsung singkat, dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari.
Penyebab utamanya adalah bakteri, parasit maupun
virus. Penyebab lain: toksin dan obat, nutrisi enteral diikuti puasa yang
berlangsung lama, kemoterapi dan berbagai kondisi lainnya.
- Diare Kronik.
à Diare yang berlangsung lebih dari tiga
minggu. Ketentuan ini berlaku bagi orang dewasa, sedangkan pada bayi dan anak
ditetapkan batas waktu dua minggu.
Proses terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok,
yaitu konsistensi feses dan motilitas usus, umumnya terjadi akibat pengaruh
keduanya.
ETIOLOGI
Ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam
dua golongan yaitu:
Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan
oleh:
©
Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen
seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium
perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan
bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas,
terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa
dingin, alergi dan sebagainya.
©
Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol
bulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan
jamur terutama canalida.
Diare
osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
© Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak
(LCT), protein, vitamin dan mineral.
© Kurang kalori protein.
© Bayi berat badan lahir rendah dan bayi
baru lahir.
Diare juga dapat
disebabkan oleh faktor psikologi, misalnya ketakutan atau jenis-jenis stress
tertentu yang diperantarai oleh stimulasi usus oleh saraf para simpatis.
Juga terdapat jenis
diare yang ditandai oleh pengeluaran feses dalam jumlah kecil tapi sering.
Penyebab diare jenis ini anatara lain adalah Kolitis Ulserativa dan penyakit
Crohn. Kedua penyakit ini memiliki komponen fisik dan psikologik.
PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan
diare ialah:
Gangguan
osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare.
Rangsangan
tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali
air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena
terdapat peningkatan isi rongga usus.
Gangguan
motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang
selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat
terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak,
kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi
yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
Kehilangan
air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output)
lebih banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian
pada diare. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis). Hal ini terjadi
karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna
sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat
karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam
meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria)
dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan
intraseluler.
Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita
diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini
terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan
adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar
glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak gangguan
gizi.
Terjadinya
penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
-
Makanan
sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah
hebat.
-
Walaupun
susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini
diberikan terlalu lama.
-
Makanan
yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena
adanya hiperperistaltik.
Gangguan
sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan
(shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia,
asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
MANIFESTASI KLINIS
Mula-mula
anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
Sering
buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial
dan wiata.
Warna
tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
Anus
dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam
akibat banyaknya asam laktat.
Terdapat
tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat
badan.
Perubahan
tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung
cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora
komatus) sebagai akibat hipovokanik.
Diuresis
berkurang (oliguria sampai anuria).
Bila
terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan
dalam. (Kusmaul).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan
tinja:
¨ Makroskopis dan mikroskopis
¨ PH dan kadar gula dalam tinja
¨ Bila perlu diadakan uji bakteri
Pemeriksaan
gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan
alkali dan analisa gas darah.
Pemeriksaan
kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
Pemeriksaan
elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
KOMPLIKASI
Dehidrasi
(ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
Renjatan hipovolemik.
Hipokalemia
(dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada
elektro kardiagram).
Hipoglikemia.
Introleransi
laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili
mukosa, usus halus.
Kejang
terutama pada dehidrasi hipertonik.
Malnutrisi
energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.
DERAJAT DEHIDRASI
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi
berdasarkan:
Kehilangan
berat badan
Tidak
ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
Dehidrasi
ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
Dehidrasi
berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
PENATALAKSANAAN MEDIS
Dasar pengobatan diare adalah:
Pemberian
cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
Cairan
per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang
diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO 3 dan glukosa.
Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l.
Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium
50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan
tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan
sukrosa.
Cairan
parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi
berat, dengan rincian sebagai berikut:
Untuk
anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
1 jam
pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts
atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
7 jam
berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts
atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
16
jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
Untuk
anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
1 jam
pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
Untuk
anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
1 jam
pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit
(1 ml=20 tetes).
7 jam
berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
16
jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
Untuk
bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
Kebutuhan
cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4
bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO 3 1½ %.
Kecepatan
: 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8
tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
Untuk
bayi berat badan lahir rendah: Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis
cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO 3 1½ %).
Pengobatan
dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun
dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
Susu
(ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh
Makanan
setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
Susu
khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak
mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan
rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
1. Jenis cairan yang hendak
digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat
merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran meskipun
jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL
tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan
dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada
keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk
mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
2. Jumlah cairan yang hendak
diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan
pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan yang keluar
dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan
cara/rumus:
-
Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma - 1,025
———————- x BB x 4 ml
0,001
-
Metode Pierce:
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
ª diare ringan, kebutuhan
cairan = 5% x kg BB
ª diare sedang, kebutuhan
cairan = 8% x kg BB
ª diare ringan, kebutuhan
cairan = 10% x kg BB
3. Jalan masuk
atau cara pemberian cairan
Rute pemberian cairan pada orang
dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan orali dengan komposisi berkisar 29
g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl stiap liternya diberikan per
oral pada diare ringan sebagai upaya pertama dan juga setelah rehidrasi inisial
untuk mempertahankan hidrasi.
4. Jadwal
pemberian cairan
Jadwal rehidrasi inisial yang dihitung
berdasarkan BJ plasma atau sistem skor diberikan dalam waktu 2 jam dengan
tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadual pemberian
cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada kehilangan cairan
selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan demikian, rehidrasi diharapkan
lengkap pada akhir jam ke-3.
ASUHAN KEPERAWATAN DIARE
I.
PENGKAJIAN
Keluhan
Utama : Buang air berkali-kali dengan konsistensi encer.
- Riwayat Kesehatan Sekarang: Pada umumnya anak masuk Rumah Sakit dengan keluhan buang air cair berkali-kali baik disertai atau tanpa dengan muntah, tinja dpat bercampur lendir dan atau darah, keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran.
- Riwayat Kesehatan Masa Lalu: meliputi pengkajian riwayat :
a. Feeding Air susu ibu atau
formula, umur disapih (2 tahun), jadwal makan/jumlahnya, pengenalan makanan
lunak pada usia 4-6 bulan, peubahan berat-badan, masalah-masalah feeding
(vomiting, colic, diare), dan penggunaan vitamin dan mineral atau suplemen
lain.
b. Penyakit sebelumnya Penyebabnya,
gejala-gejalanya, perjalanan penyakit, penyembuhan, kompliksi, insiden penyakit
dalam keluarga atau masyarakat, respon emosi terhadap rawat inap sebelumnya.
c. Obat-obat terakhir yang
didapat : Nama, dosis, jadwal, lamanya, alasan pemberian.
4. Pemeriksaan Fisik :
-
Tanda-tanda vital
Suhu badan : mengalami
peningkatan
Nadi : cepat dan lemah
Pernafasan : frekuensi nafas
meningkat
Tekanan darah : menurun
-
Antropometri
Pemeriksaan antropometri
meliputi berat badan, Tinggi badan, Lingkaran kepala, lingkar lengan, dan
lingkar perut. Pada anak dengan diare mengalami penurunan berat badan.
-
Pernafasan
Biasanya pernapasan agak
cepat, bentuk dada normal, dan tidak ditemukan bunyi nafas tambahan.
-
Cardiovasculer: Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi cepat
dan lemah.
-
Pencernaan
Ditemukan gejala mual dan
muntah, mukosa bibir dan mulut kering, peristaltik usus meningkat, anoreksia,
BAB lebih 3 x dengan konsistensi encer
-
Perkemihan: Volume diuresis menurun.
-
Muskuloskeletal: Kelemahan fisik akibat output yang berlebihan.
-
Integumen: lecet pada sekitar anus,
kulit teraba hangat, turgor kulit jelek
-
Endokrin: Tidak ditemukan adanya kelaianan.
-
Penginderaan: Mata cekung, Hidung,
telinga tidak ada kelainan
-
Reproduksi: Tidak mengalami
kelainan.
-
Neorologis: Dapat terjadi penurunan
kesadaran.
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah
serta intake terbatas (mual).
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi nutrien
dan peningkatan peristaltik usus.
Nyeri (akut) b.d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
Kecemasan keluarga b.d perubahan status kesehatan anaknya
Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi
b.d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau
keterbatasan kognitif.
Kecemasan anak b.d perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang baru
III. INTERVENSI
Dx : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah
serta intake terbatas (mual)
Tujuan : Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan kriteria
tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi
Berikan cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasi
Pantau intake dan output. Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan
yang keluar bersama feses.
Memberikan informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan
cairan pengganti.
Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium
Menilai status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam basa
Kolaborasi pelaksanaan terapi definitif Pemberian obat-obatan secara kausal penting
setelah penyebab diare diketahui
Dx : Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan
absorbsi nutrien
dan peningkatan peristaltik usus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria
terjadi peningkatan bera badan
Intervensi
Pertahankan tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut.
R à Menurunkan kebutuhan metabolik
Pertahankan status puasa selama fase akut (sesuai program terapi) dan
segera mulai pemberian makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan
R à Pembatasan diet per oral mungkin
ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan peristaltik sehingga terjadi
kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera mungkin penting setelah keadaan
klinis klien memungkinkan.
Bantu pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan program diet
R àMemenuhi kebutuhan nutrisi klien
Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi
R à Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan
mengatasi / mencegah kekurangan
nutrisi lebih
lanjut
Dx : Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi
fisura perirektal.
Tujuan : Nyeri berkurang dengan kriteria tidak terdapat
lecet pada perirektal
Intervensi
Atur posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan lutut fleksi.
R à Menurunkan tegangan permukaan
abdomen dan mengurangi nyeri
Lakukan aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa nyaman seperti masase
punggung dan kompres hangat abdomen
R à Meningkatkan relaksasi, mengalihkan
fokus perhatian kliendan meningkatkan kemampuan koping
Bersihkan area anorektal dengan sabun ringan dan airsetelah defekasi dan
berikan perawatan kulit
R à Melindungi kulit dari keasaman
feses, mencegah iritasi
Kolaborasi pemberian obat analgetika dan atau antikolinergik sesuai
indikasi
R à Analgetik sebagai agen anti nyeri
dan antikolinergik untuk menurunkan spasme traktus GI dapat diberikan sesuai
indikasi klinis
Kaji keluhan nyeri dengan Visual Analog Scale (skala 1-5), perubahan
karakteristik nyeri, petunjuk verbal dan non verbal
R à Mengevaluasi perkembangan nyeri
untuk menetapkan intervensi selanjutnya
Tujuan : Keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang.
Intervensi
Dorong keluarga klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan balik
tentang mekanisme koping yang tepat.
R à Membantu mengidentifikasi
penyebab kecemasan dan alternatif pemecahan masalah
Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang tua
klien yang anaknya mengalami masalah yang sama
R à Membantu menurunkan stres
dengan mengetahui bahwa klien bukan satu-satunya orang yang mengalami masalah
yang demikian
Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus
dalam membantu klien.
R à Mengurangi rangsang
eksternal yang dapat memicu peningkatan kecemasan
Dx : Kurang
pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d
pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau
keterbatasan kognitif.
Tujuan :
Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan
anaknya, serta mampu
mendemonstrasikan perawatan anak
di rumah.
Intervensi
Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan
tentang penyakit dan perawatan anaknya.
R à Efektivitas pembelajaran
dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar belakang pengetahuan
sebelumnya.
Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap
gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari aktivitas sehari-hari.
R à Pemahaman tentang masalah ini
penting untuk meningkatkan partisipasi keluarga klien dan keluarga dalam proses
perawatan klien
Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian
serta efek samping yang mungkin timbul
R à Meningkatkan pemahaman dan
partisipasi keluarga klien dalam pengobatan.
Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi
R à Meningkatkan kemandirian dan
kontrol keluarga klien terhadap kebutuhan perawatan diri anaknya
Dx: Kecemasan
anak b.d Perpisahan dengan orang tua, lingkugan yang baru
Tujuan : Kecemasan
anak
berkurang dengan kriteria memperlihatkan tanda-tanda
kenyamanan
Intervensi
Anjurkan pada keluarga untuk selalu mengunjungi klien dan berpartisipasi
dalam perawatn yang dilakukan
R à Mencegah stres yang berhubungan
dengan perpisahan
Berikan sentuhan dan berbicara pada anak sesering mungkin
R à Memberikan rasa nyaman dan
mengurangi stress
Lakukan stimulasi sensory atau terapi bermain sesuai dengan ingkat
perkembangan klien
R à Meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan secara optimun
DAFTAR PUSTAKA
-
Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 2004, Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
-
Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga, Arif Mansjoer
dkk, Jakarta : Media Aesculapius, 2000.
-
Patofisiologi, Elizabeth J. Corwin, EGC Jakarta, 2000.
-
Price & Wilson 1995, Patofisologi-Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4, EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar