A. Stress, Kecemasan dan Frustasi
Teori kesatuan psiko fissik
atau teori psiko fisik totalitas berkembang karena para ahli menyadari bahwa
orang yang keadaan kejiwaannya mengalami gangguan, karena rasa susah, gelisah,
atau ragu-ragu menghadapi sesuatu, ternyata mempengaruhi kondisi fisiknya.
Akibat rasa susah dan gelisah menghadapi masa depan, seseorang kurang dapat
tidur nyenyak, sehingga akhirnya mempengaruhi tingkah laku dan penampilannya.
Sebaliknya keadaan fisik yang kurang sehat, karena sedang sakit, sesudah
mengalami kecelakaan dan cidera, juga dapat mempengaruhi kejiwaan individu yang
bersangkutan : kurang dapat memusatkan perhatian pada masalah yang dihadapi,
kurang dapat berpikir dengan tenang, kurang dapat berfikir dengan cepat, dan sebagainya.
Perasaan atau emosi dapat memberi pengaruh-pengaruh fisiologik seperrti :
Ketegangan otot, denyut jantung, peredaran darah, pernapasan berfungsinya
kelenjar-kelenjar hormon tertentu.
Sehubungan itu semua, maka
jelaslah bahwa gejala psikik akan mempengaruhi penampilan dan prestasi atlet.
Dalam hubungan itu pengaruh gangguan emosional perlu diperhatikan, karena
gangguan emosional dapat mempengaruhi “Psichological Stability” atau
keseimbangan Psikik secara keseluruhan, dan ini berakibat besar terhadap
pencapaian prestasi atlet. Dalam melakukan kegiatan olah raga lebih-lebih untuk
mencapai prestasi yang tinggi, diperlukan fungsinya aspek-aspek kejiwaan
tertentu; misalnya untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam cabang olah raga
yang dimiliki oleh atlet harus dapat memusatkan perhatian dengan baik, penuh
percaya diri, tenang dapat berkonsentrasi penuh meski ada gangguan atau suara
dan lainnya.
1. Gejala emosional “stress”
Seperti halnya pada otot-otot
kita mengalami ketegangan, karena melakukan pekerjaan fisik, maka kitapun
mengalami ketegangan psikik yang disebut “stress”. Menurut Gauron (1984) stress
seperti halnya ketegangan otot tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Kita tidak dapat menghindarkan ketegangan psikik atau stress, beberapa
ketegangan diperlukan dan beberapa ketegangan tidak diperlukan dalam penampilan
dan melakukan tugas. Untuk dapat melakukan gerakan-gerakan tertentu dibutuhkan
adanya ketegangan atau “Lack of Tension” akan berakibat kita tidak dapat
melakukan sesuatu dengan baik. Untuk dapat melakukan gerakan-gerakan tertentu
dibutuhkan adanya ketegangan otot-otot dimana ketegangan tersebut sangat
diperlukan kemanfaatannya.
Setiap atlet bertanding dalam
suatu peristiwa olahraga merasakan adanya peningkatan ketegangan emosional
untuk mengantisipasi situasi pertandingan yang dihadapi. Singer (1986)
mengemukakan bahwa aktivitas penuh ketegangan tidak selalu jelak bagi seorang
atlet. Ditinjau dari macam reaksi mental dan emosional, Singar menunjukkan dan
gejala yang berhubungan dengan emosi yaitu : tidak adanya kesiapan dan penuh
kesiapan. Tidak adanya kesiapan atau “Under Readiness” ada hubungan dengan
kurangnya otivasi, sedangkan “over readiness” atau penuh kesiapan berhubungan
dengan kesiapan untuk menang ataupun penampilan buruk, ketakutan akan kalah dan
sebagainya.
Stress atau ketegangan Psikik
bentuknya dapat beraneka macam menurut Gauron (1984) stress menunjukkan gejala
tidak sama terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi, untuk dapat melakukan
adaptasi. Menghadapi stress, badan manusia mengadakan reaksi dengan cara-cara
atau bentuk yang konsisten ada pengarahan atau “arausal” system syaraf otonom
tertentu. Jadi gejala stress menurut Gauron tersebut dapat lebih bervariasi
dibanding “tension” atau ketegangan fisik yang dialami seseorang.
2. Stress dan Pertandingan
Menurut Scanlan (1984) dalam
tulisannya yang berjudul : “Competitive Stress and The Child Athlete” yang
dimuat dalam buku “Psychological Foundations of Sport” mengemukakan bahwa
“Competitive Stress atau Stress” timbul dalam pertandingan merupakan reaksi
emosional yang negatif pada anak apabila rasa harga dirinya merasa terancam.
Hal seperti ini terjadi apabila atlet junior menganggap pertandingan sebagai
tantangan yang berat untuk dapat sukses, mengingat kemampuan penampilannya, dan
dalam keadaan seperti ini atlet lebih memikirkan akibat dari kekalahannya.
Stress selalu terjadi pada
diri individu apabila sesuatu yang diharapkan mendapat tantangan, sehingga
kemungkinan tidak tercapainya tersebut menghantui pikirannya. Stress adalah
suatu ketegangan emosional yang akhirnya berpengaruh terhadap proses-proses
psikologik maupun proses fisiologi.
Spielberger (1986) dalam
tulisannya mengenai “Stress and Enxiety in Sport” dalam kumpulan ilmiah yang
dihimpun oleh Morgan berjudul “Sport Psycology” (1986) menegaskan bahwa stress
menunjukkan “Psychobiological Prosess” yang komplek, dan proses ini pada
umumnya terjadi dalam situasi yang mengandung hal yang dapat merugikan
berbahaya, atau dapat menimbulkan irustasi (stressor). Stressor menunjukkan
situasi-situasi atau stimuli yang secara obyektif ditandai dengan adanya
tekanan fisik ataupun Psikologik atau bahaya dalam kehidupan sehari-hari dalam
tingkat-tingkat yang berbeda dalam perkembangan manusia. Reaksi yang
berbeda-beda akan muncul dalam menghadapi “Stressor” tergantung pada situasi
tertentu yang diperkirakan menimbulkan ancaman. Ancaman juga berkaitan dengan
persepsi dan penilaian individu terhadap situasi yang dihadapi sebagai hal yang
dapat merugikan dan mengandung bahaya. Dalam hubungannya dengan olahraga,
khususnya kemungkinan terjadinya stress menghadapi pertandingan, maka
permasalahannya sangat banyak tergantung pada diri atlet yang bersangkutan.
Pelatih-pelatih dan banyak peneliti olahraga pada umumnya sepakat adanya pengaruh
dari penonton, baik penonton tamu maupun suporter, terhadap kesehatan mental
atlet. Suatu kondisi mental yang sering kali nampak bila manusia berfikir dan
bertindak bersama-sama dalam suatu kumpulan orang banyak atau gerombolan,
meskipun mereka satu sama lain belum saling mengenal sebelumnya. Pengaruh
penonton yang nampak terhadap pemain pada umumnya berupa menurunnya keadaan
mental kebawah normal. Pengaruh tersebut kadang-kadang demikian dahsyatnya
sehingga pemain seakan-akan ia tidak boleh mengenal dirinya sendiri atau
memiliki dirinya sendiri. Penontonlah yang seakan-akan menggariskan dia apa
yang harus dilakukannya bagaimana ia harus bermain sehingga menurunkan
keasliannya serta keberaniannya dan dia lalu terpaksa memanjakan dirinya
sendiri dengan kebaikan-kebaikan yang palsu, yaitu mengabulkan
permintaan-permintaan penonton, meskipun ia mengetahui bahwa sebenarnya
tindakan itu salah.
3. Pengaruh Pelatihan Pada Kepribadian Atlet
Dalam uraian-uraian diatas
telah dibicarakan secara luas masalah anxiety dan pengaruh-pengaruhnya terhadap
usaha serta prestasi atlet. Akan tetapi hanya mengetahui “The What” saja
mengapa atlet takut tanpa mengetahui “The How” atau bagaimana cara
penyembuhannya tidaklah banyak manfaatnya. Dengan pengetahuan mengenai cara
penyembuhannya. Kita seringkali dapat menyusun teori-teori dan strategi, serta
menciptakan situasi guna menolong atlet menghilangkan atau sekurang-kurangnya
merendahkan anxiet. Hal ini bukanlah berarti bahwa pelatih dapat bertindak
sebagai seorang Psikiater atau Psikolog. Akan tetapi dia harus dapat mengenal
(recognize) isyarat-isyarat atau pertanda-pertanda takut yang berlebihan pada
atlet untuk kemudian menyaringnya, mana yang kira-kira berada dalam
kemampuannya untuk ditangani ddan mana bidang garapan Psikiatris atau Psikolog.
Arousal dan anxiety akan selalu ada dan tidak mungkin dihindari dalam setiap
pertandingan. Tantangan bagi pelatih adalah, bagaimana menolong atlet untuk
mengenal (recognize) arousal dan respon-respon anxiety, sehingga mereka dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap situasi-situasi yang dihadapi, terutama
situasi-situasi yang kurang enak dan kurang menggembirakan baginya. Kemampuan
untuk menyetel dan mengatur tingkat anxiety dan tingkat aktivitas sebelum dan
selama pertandingan merupakan skill yang sangat penting guna memperoleh
prestasi yang setinggi-tingginya oleh karena itu seorang pelatih harus jeli dan
pandai-pandai memperkirakan tingkat aktivasi yang bagaimana yang paling cocok
bagi setiap atletnya agar mereka dapat tampil sebaik mungkin dan prestasi
seoptimal mungkin. Susahnya memang, tidak ada satu-satunya cara yang terbaik
dalam mengggugah emosi mereka sebelum pertandingan. Dan belum tentu
metode-metode inovatif dan kreatif yang ternyata berhasil dan afaktif dalam
situasi tertentu akan juga efektif dalam situasi lain, sekalipun diterapkan
oleh pelatih yang sama.
Selama masa latihan dan
pertandingan, hubungan pelatih dan atlet banyak membawa pengalaman bersama yang
memberi efek terhadap kepribadian atlet. Efek ini bisa bersifat posituf atau
negatif. Hubungan antara pelatih dan atlet biasanya lebih luas dan kuat.
Sebagian besar waktu dan energi dicurahkan untuk berpartisipasi dalam olahraga.
Semakin dekat hubungan antara pelatih dan atlet, semakin kemungkinan seorang
atlet meniru sebagian kepribadian pelatih.
Selanjutnya pengertian dari
pelatih dapat membentuk atlet yang mengalami konflik. Konflik atlet antara
keinginan dan mencapai tujuan, konflik tentang perasaan menghadapi kompetisi
dan konflik antara pribadi dan kepentingan regu kadang-kadang dapat
diselesaikan dengan cara yang baik atas bantuan pelatih. Jadi pelatih adalah
semacam pemberi bimbingan dan nasehat.ahli psikologi yang bekerja untuk suatu
regu mendapati bahwa dalam regu yang berhasil, pelatih dan pemain biasanya
mempunyai data kepribadian yang hampir sama.
4. Stress, Kegelisahan dan Kebangkitan
Tiga istilah yang paling
komplek dan memusingkan dalam psikologi olahraga adalah stress, kecemasan, dan
kebangkitan. Sudah sangat sering istilah-istilah tersebut digunakan seolah-olah
semua bermakna sama. Tetapi tidak pada kenyataannya mereka bahkan tidak mungkin
muncul secara bersamaan. Dalam beberapa situasi pertandingan, baik kegelisahan
maupun kebangkitan yang meningkat (perubahan psikologis) tanpa adanya
kegelisahan (kecemasan Psikologis seperti khawatir atau takut). Tetapi apabila
kegelisahan dipengaruhi, maka kebangkitan akan ditingkatkan juga. Untuk tujuan
kami, stress akan diberi arti sebagai suatu situasi yang potensial dalam
menimbulkan kegelisahan dan kebangkitan. Apalagi perubahan-perubahan ini tidak
terjadi dalam tanggapan yang menuju pada kenyataan atau situasi tersebut
tidaklah penuh dengan tekanan. Harus diakui bahwa situasi yang menyebabkan
suatu tanggapan tekanan dalam diri seorang olahragawan tidak selamanya menimbulkan
tanggapan respon tekanan pada anggota tim lainnya. Ini berarti bahwa setiap
olahragawan akan menanggapi stress secara berbeda dan oleh sebab itu mereka
harus dibimbing secara perorangan. Untuk memahami hal ini pelatih harus
menyadari betapa pentingnya bermain dengan proses kognitif. Penafsiran
olahragawan tentang keadaanlah yang mempengaruhi bagaimana reaksi mereka
terhadap hal ini, secara kejiwaan maupun secara fisiologis. Jadi persepsi
olahragawan tentang keadaan adalah faktor penting yang menentukan tingkah
lakunya.
Banyak tuntutan atlet dan
sifat persaingan olahraga dapat menyebabkan atlet menghadapi stress yang terus
menerus dalam hidupnya. Pada umumnya, apabila stress dapat dikendalikan dengan
baik, maka ia dapat berfungsi sebagai rangsangan yang menggairahkan bagi atlet,
ia menjadi daya tarik bagi mereka untuk berlatih dan membangkitkan semangat
kerja mereka. Tetapi jika stress terjadi secara berlebihan dan berlangsung
lama, ia dapat merusak keberhasilan dan kebahagiaan atlet.
Stress dapat mengarah pada
fenomena yang dewasa ini disebut “Patah Semangat”. Apabila atlet mengalami
patah semangat, mereka seringkali sangsi kemampuan mereka untuk melatih atlet
secara efektif. Selanjutnya kemampuan pelatih olahragawan mungkin juga
diragukan. Pelatih mungkin meyakini bahwa pimpinan olahragawan dan sekolah atau
organisasi merupakan sumber kegagalan. Dengan demikian, atlet yang mengalami
padam semangat menganggap bahwa atlet tidak memungkinkan.
5. Memahami Patah Semangat
Atlet yang mengalami patah
semangat menemukan bahwa mereka lebih mudah lelah dan tidak memiliki lagi
tenaga yang pernah mereka miliki. Mereka sering merasa tak berdaya, mudah marah
dan kurang kendali atas lingkungannya. Atlet yang sudah patah semangat akan
kehilangan kesabarran dan kemungkinan besar menjadi frustasi. Lemahnya atlet
tersebut menjadi berfikiran tertutup dan jadi tidak luwes. Banyaknya waktu yang
dihabiskan dalam tugas untuk berlatih mungkin meningkat, namun lebih sedikit
yang terselesaikan. Akhirnya atlet yang patah semangat menjadi tidak sehat,
terlalu lelah dan merasa tertekan. Merka sering mengalami sakit kepala atau
penyakit fisik dan lainnya. Kegagalan yang pernah dianggap berasal dari
kelemahan yang dapat diperbaiki, dipandang sebagaai rintangan yang mustahil
diatasi. Pada mulanya pelatih semacam itu menyalahkan kegagalan pada kualitas
olahragawannya atau lawan tandingnya. Namun akhirnya atlet tersebut
menginternalisasikan kegagalan tersebut dan menyalahkan dirinya sendiri.
Jelasnya, kita harus melakukan sesuatu untuk menghindarkan atlet mengalami
krisis semacam ini.
B. Mencegah dan Mengatasi Patah Semangat
Patah semangat harus dicegah
apabila orang menginginkan kebahagiaan dan keberhasilan. Pengertian ini
kemudian harus diikuti dengan kesadaran diri tentang nilai-nilai perorangan dan
menafsirkan pengalaman pribadi mereka dalam latihan. Menginsyafi tingginya
tuntutan pribadi untuk berhasil., disertai kuatnya perhatian dan tanggungjawab
pada olahragawan harus dianggap sebagai gejala utama timbulnya patah semangat
pada atlet. Dengan kesadaran diri atlet dapat mulai menggunakan
kekuatan-kekuataan ini untuk keberhasilan mereka tanpa mengabaikan pemenuhan
kebutuhan dan perilaku mereka.. memperolah keseimbangan yang sehat diantara
sesama atlet, pengurus keluarga dan kebutuhan pribadi adalah suatu langkah
pokok guna mengatasi patah semangat.
1. Memegang Teguh Pandangan Yang Benar
Mempertahankan suatu pandangan
yang benar banyak sekali manfaatnya. Apabila atlet menderita stress berat, ia
cenderung memikirkan tuntutan waktu, tenaga yang dihabiskan, masalah
olahragawan, keluhan dari orang tua serta kejengkelan pada pengurus. Tetapi
apabila ia mampu dengan sadar memusatkan perhatian pada masalah yang dihadapi
pada banyak karier lainnya, maka ia akan dapat mengambil manfaat darinya.
2. Lingkungan Baru
Pendekatan lain untuk
mengatasi patah semangat yaitu mencari kerja baru. Untuk tujuan itu olahragawan
haarus hati-hati mengenali kelebihan dan kekurangan jabatan baru. Mereka harus
yakin bahwa mereka akan lebih senang, dan bukannya kurang senang disamping itu,
kadang-kadang sebuah lingkungan baru akan banyak manfaatnya.
3. Menggunakan Asisten Pelatih
Banyak pelatih yang berhasil
mengatasi dan mencegah patah semangat dengan menggunakan asisten-asisten
pelatih berkualitas bakatnya yang bermacam-macam. Jadi asisten pelatih dapat
mengisi peran yang tidak terisi oleh pelatih utama.pelatih yang hemat menyadari
bahwa asisten pelatih muda dapat mudah berhubungan dengan olahragawan. Mereka
mempunyai kelebihan asisten untuk menjaga hubungan antar pribadi dan informasi
umpan balik yang perlu diketahui oleh pelatih kepala. Namun pelatih yang baik
juga mengenali bahwa asisten pada peran ini secara potensial kepala. Namun
pelatih yang baik juga mengenali bahwa asisten pada peran ini secara potensial
dapat menimbulkan masalah. Jadi mereka mengantisipasi bahwa olahragawan akan
mengatakan kepada asisten bahwa merekalah seharusnya manjadi pelatih kepala.
Pelatih kepala memberikan asistennya untuk memberikan umpan balik dari mereka
serta menekankan pentingnya selalu mendukung atlet lain dengan sikap antusias.
4. Dukungan Keluarga
Banyaknya pelatih dapat
melepaskan diri dari stress atlet yang terus menerus melalui dukungan tak terbatas dari orang tua,
kelurga dan teman-teman akrab. Seringkali orang tua ikut serta dalam olahraga
untuk menghindari kesepian yang terus menerus. Kadang-kadang orang tua atau
pacar berfungsi sebagai fotografer olahraga, pencatat nilai atau kepala
hubungan masyarakat. Interaksi yang sangat akrab dengan anggota tim dapat
menarik perhatian orang tua, sehingga ia dapat bertukar pikiran tentang masalah
yang menjadi perhatian pelatih. Seorang atlet seringkali mendapat dukungan yang
sangat besar dari keluarganya. Sebuah keluarga yang siap mendengarkan dan
membahas masalah yang dihadapi olah anaknya sebagai atlet dapat secara aktif
melawan tekanan dan menerima keadaan dirinya. Meskipun terus menerus berjuang
untuk kemajuan dirinya mereka bangga apa yang mereka perankan dalam tiap
pertandingan. Tuntutan ego seorang atlet yang berbahagia akan keadaan diirinya
memberikan pengaruh yang positif dan tidak menimbulkan pengaruh positif.
5. Banggalah Pada Dirimu Sendiri
Atlet yang bangga pada dirinya
sendiri tidak akan mencoba manjadi orang lain.apabila olahragawan menanyakan
strategi melatihnya mereka tidak marah atau menghardik untuk mempertahankan dan
melindungi diri sendiri, bahkan mereka dengan yakin dan jelas menerangkan dan
mempertahankan latihannya. Mereka memberikan tenaga untuk menguasai
pelaksanaaan strateginya, dan yakin bahwa pelaksanaan itu akan membawa
keberhasilan. Atlet yang merasa senang dengan keadaan dirinya adalah orang yang
bahagia dan menyenangkan orang lain, dan orang tua bersama masyarakat.
Hasilnya, para pemain biasanya mempunyai motivasi tinggi. Mereka senang bermain
dengan pelatih yang penuh percaya diri. Olahragawan yang bermain dengan pelatih
tersebut seringkali mencontoh pelatihnya dan menjadi bahagia serta senang
keadaan dirinya yang sebenarnya. Olahragawan seperti itu jauh lebih mudah dan
lebih menyenangkan untuk dilatih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar