A. TINJAUAN TEORI
I. Pengertian
Tetanus
adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa
disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium
tetani
II. Etiologi
Sering kali tempat masuk kuman sukar dikteahui teteapi
suasana anaerob seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam
luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang
biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
III. Patofisiologi
Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah
menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar
intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya
keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun
mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak
juga terpengaruh.
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran
yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+)
dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada orang dewasa
sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya
dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang yang berlangsung
lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat.
IV. Prognosa
Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan
cepat akan berkembang menjadi berat
V. Manifestasi Klinik
- Keluhan dimulai dengan
kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus)
- Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot
dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak
kaki)
- Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang
spontan yang makin lam makin seinrg dan lama, gangguan saraf otonom seperti
hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yan
gberat
- Bila
periode”periode of onset”
pendek penyakit dengan
cepat akan berkembang menjadi
berat
Untuk mudahnya tingkat
berat penyakit dibagi :
1. ringan ; hamya
trismus dan kejang lokal
2. sedang ; mulai
terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata,
opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.
VI. Penatalaksanaan Medik
Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :
a. eliminasi kuman
1. debridement
untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara
membuang jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi,
membersihkan liang telinga/otitis media, caires gigi.
2. antibiotika
penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2
hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang
timbul.
b. netralisasi toksin
toksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum
melekat di jaringan.
Dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI
c. perawatan suporatif
perawatan penderita tetanus harus intensif dan
rasional :
1. nutrisi dan cairan
- pemberian cairan IV
sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti sering kejang,
hiperpireksia dan sebagainya.
- beri nutrisi tinggi
kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral
- bila sounde naso
gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian makanan
peroral hendaknya segera dilaksanakan.
2. menjaga agar nafas
tetap efisien
- pemebrsihan jalan nafas dari lendir
- pemberian xat asam tambahan
- bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat)
3. mengurangi kekakuan
dan mengatasi kejang
- antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan
dengan kebutuhan dan respon klinis.
- pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin
sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal
terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis
rumatan.
Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi
2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada
hari berikutnya
- bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang
belum teratasi , harus dilakukan pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu
denga pernafasan maknaik (ventilator)
4. Pengobatan penunjang
saat serangan kejang adalah :
1.
Semua pakaian ketat dibuka
2.
Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3.
Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin kebutuhan oksigen
4.
Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen
.
B. KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TETANUS
I. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk
mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan
pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan
data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan.
Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan
yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data
didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien
dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi
(yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu
berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa
catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua
materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus tetenus ini meliputi :
a. Data subyektif
1.
Biodata/Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial
anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
2.
Keluhan utama kejang
3.
Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang
ditanyakan :
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada
tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi
memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya
kejang dengan demam..
Lama serangan
Seorang ibu yang
anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan
kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan
pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar
diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal,
tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa
kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa
tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik
?
Apakah serangan dengan
kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala,
seperti pada spasme infantile ?
Pada kejang demam
sederhana kejang ini bersifat umum.
Frekuensi serangan
Apakah penderita
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan
berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang
timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan sebelum, selama
dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu
ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya
lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan
bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera
sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, dan sebagainya ?
Riwayat penyakit
sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare,
truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal,
kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
4.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita
mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami
kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat
trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang
menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman
yang menghasilkan endotoksin.
5.
Riwayat kesehatan keluarga.
Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang
kurang aseptik.
6.
Riwayat sosial
Hubungan interaksi
dengan keluarga dan pekrjaannya
7.
Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan
sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan
fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan
tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang
berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan
kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
Bagaimana pandangan
terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan
apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan
pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan
kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ?
Makanan apa saja yang
disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis
dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi :
BAK : ditanyakan
frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau,
dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.
BAB : ditanyakan
kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair
atau berlendir ?
Pola aktivitas dan
latihan
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur
? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum
tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
b. Data Obyektif
1.
Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat
kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana
akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2.
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Rambut
Dimulai warna,
kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi
energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung
dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.
Adakah tanda rhisus sardonicus,
opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat serangan kejang
terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan.
Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa fungsi telinga,
kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan
nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya
pendengaran.
Hidung
Apakah ada pernapasan
cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana
konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Adakah tanda-tanda
sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa
jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
Tenggorokan
Adakah tanda-tanda
peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
Leher
Adakah tanda-tanda kaku
kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
Thorax
Pada infeksi, amati
bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman,
adakah retraksi
Intercostale ? Pada
auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana keadaan dan
frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi
atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah distensia
abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan
peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana keadaan kulit
baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana
keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema,
atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah
akral ?
Genetalia
Adakah kelainan bentuk
oedema, tanda-tanda infeksi ?
c. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang
tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :
1.
Darah
Glukosa
Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi
kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2.
Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak
ruang dan adanya lesi
3.
EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak
melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil
biasanya normal.
d. Analisa dan Sintesa Data
Analisa data merupakan
proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi,
mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola
data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat
kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang
disebut diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas,
singkat, dan pasti tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat
dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan
yang muncul adalah :
1.
Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang
berulang.
2.
Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan
sekunder dari depresi pernafasan
3.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi
sekret yang berlebihan pad ajalan nafas atas.
4.
Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya
berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai
5.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin
II. Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang
akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan
kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan
keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
a. Diagnosa Keperawatan : Risiko terjadinya cedera
fisik berhubungan dengan kejang berulang
Tujuan
: Klien tidak mengalami cedera selama perawatan
Kriteria
hasil :
1.
Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang
2.
klien tidur dengan tempat tidur pengaman
3.
Tidak terjadi serangan kejang ulang.
4.
Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20
x/menit
5.
Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Identifikasi dan hindari faktor pencetus
2.
tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang
yang tenang dan nyaman
3.
anjurkan klien istirahat
4.
sediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan gudel untuk
mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang
5.
lindungi klien pada saat kejang dengan :
-
longgarakn pakaian
-
posisi miring ke satu sisi
-
jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya
-
kencangkan pengaman tempat tidur
-
lakukan suction bila banyak sekret
6.
catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya
sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang
timbul.
7.
sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi
keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejang
8.
observasi efek samping dan keefektifan obat
9.
observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung
10. lakukan pemeriksaan
neurologis setelah kejang
11. kerja sama dengan tim
:
-
pemberian obat antikonvulsan dosis tinggi
-
pemeberian antikonvulsan (valium, dilantin, phenobarbital)
-
pemberian oksigen tambahan
-
pemberian cairan parenteral
-
pembuatan CT scan
|
1. Penemuan faktor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran
toksin tetanus.
2. Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi stimuli atau
rangsangan yang dapat menimbulkan kejang
4. efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolisme.
5. lidah jatung dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas.
5. tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera
fisik.
6. dokumentasi untuk pedoman dalam penaganan berikutnya.
7. tanda-tanda vital indikator terhadap perkembangan
penyakitnya dan gambaran status umum klien.
8. efek samping dan efektifnya obat diperlukan
motitoring untuk tindakan lanjut.
9 dan 10 kompliksi kejang dapat terjadi depresi
pernafasan dan kelainan irama jantung.
11. untuk mengantisipasi kejang, kejang berulang
dengan menggunakan obat antikonvulsan baik berupa bolus, syringe pump.
|
b. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan klien dan
keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan
klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya dapat meningkat.
Kriteria Hasil :
1.
Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan
penanganannya
2.
klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi
3.
klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan penejlasan dna
pendidikan kesehatan yang diberikan.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Identifikasi tingkat pengetahuan klien dan
keluarga
2. Hindari proteksi yang berlebihan terhadap klien ,
biarkan klien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
3. ajarkan pada klein dan keluarga tentang
peraawatan yang harus dilakukan sema kejang
4. jelaskan pentingnya mempertahankan status
kesehatan yang optimal dengan diit, istirahat, dan aktivitas yang dapat
menimbulkan kelelahan.
5. jelasakan tentang efek samping obat (gangguan
penglihatan, nausea, vomiting, kemerahan pada kulit, synkope dan konvusion)
6. jaga kebersihan mulut dan gigi secara teratur
|
1. Tingkat pengetahuan penting untuk modifikasi
proses pembelajaran orang dewasa.
2. tidak memanipulasi klien sehingga ada proses
kemandirian yang terbatas.
3. kerja sama yang baik akanmembantu dalam proses
penyembuhannnya
4. status kesehatan yang baik membawa damapak
pertahanan tubuh baik sehingga tidak timbul penyakit penyerta/penyulit.
5. efek samping yang ditemukan secara dini lebih
aman dalam penaganannya.
6. Kebersihan mulut dan gigi yang baik merupakan
dasar salah satu pencegahan terjadinya infeksi berulang.
|
2.3.4
Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan
merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien (
Santosa. NI, 1989;162 )
2.3.5
Evaluasi
Tahap evaluasi dalam
proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan
menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila
perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall C, 1999, Rencana
Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC,
Jakarta
Marilyn E. Doenges,
1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC,
Jakarta
Santosa NI, 1989, Perawatan
I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Suharso Darto, 1994, Pedoman
Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar