Implikasi paradigma naturalistic
Bab
sebelumnya telah menjelaskan mengenai perbedaan mendasar antara paradigma
naturalistik dan paradigma positivistik. Sebelum kita membicarakan mengenai
rancangan penelitian kualitatif secara terinci, perlu diketahui penjabaran atau
implikasi dari paradigma naturalistik secara umum.
Entity-in-context.
Penelitian kualitatif selalu
ingin berada sedekat mungkin dengan pembentukan suatu realita di konteks yang
sesungguhnya, tidak artisial. Maka dari itu, peneliti dapat menjelaskan secara
rinci antara fakta-fakta yang diamati dengan konteks tempat terjadinya fakta
tersebut (natural setting). Pemahaman
penelitian terhadap fakta dan pemahaman terhadap konteks sama pentingnya dalam
penelitian kualitatif. (Ini merupakan salah satu alasan yang memotivasi
peneliti Antropologi untuk tinggal selama beberapa waktu di konteks yang akan
diamati).
Manusia
sebagai instrumen penelitian.
Hanya manusia yang dapat menangkap dinamika interaksi
antara fakta dengan konteks penelitian. Demikian pula interaksi antara peneliti
dan yang diteliti justru dideskripsikan dalam penelitian kualitatif (bukan
dikendalikan atau dihindarkan seperti dalam penelitian kuantitatif) untuk
memperkaya data yang diperoleh. Pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, perasaan,
bahkan intuisi justru mempertajam pengumpulan data penelitian kualitatif.
(Jangan disalahartikan bahwa intuisi peneliti secara otomatis dapat dianggap
sebagai data penelitian. Intuisi peneliti dapat digunakan untuk menggali
informasi lain yang mungkin berkaitan). Oleh karena antara peneliti dan yang
diteliti sebenarnya merupakan satu kesatuan dan harus dideskripsikan (bukan
distandardisasi) dalam penelitian, maka penggunaan banyak surveyor dalam
penelitian kualitatif tidak menjadi pilihan yang populer. Implikasi yang lain
adalah bahwa peneliti juga harus mendeskripsikan siapa diri peneliti, dan
bagaimana pengalaman sebelumnya yang berkaitan dengan tema penelitian maupun konteks
penelitian. Pada umumnya dideskripsikan latar belakang, pemahaman dan
sensitivitas budaya (familiaritas, kemampuan bahasa) di tempat penelitian.
Seorang peneliti Amerika yang melakukan penelitian di Yogya tentunya akan
berbeda dengan seorang peneliti yang berasal dari Yogyakarta. (Saya tidak
menyatakan mana yang mutu penelitiannya
lebih baik, akan tetapi jelas proses penelitiannya akan berbeda). Peneliti
Amerika mungkin mempunyai hambatan bahasa, sehingga membutuhkan penterjemah
dalam pengumpulan datanya, sedangkan peneliti Yogyakarta tidak membutuhkan hal
tersebut, dan sebagainya.
Penelitian
kualitatif.
Penelitian kualitatif lebih
memungkinkan untuk menangkap realita ganda (multiple
realities), dan mendeskripsikan situasi secara komprehensif dalam konteks
yang sesungguhnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan cara
sampling yang dapat mengoptimalkan kualitas data yang diperoleh (yaitu purposive sampling atau sampling bertujuan). Dengan demikian,
sampel tidak mewakili dalam hal jumlah responden (kuantitas), namun kualitas
atau ciri-ciri responden yang ingin diwakili. Cara pengumpulan data yang
digunakan pun pada dasarnya adalah cara-cara yang dipakai oleh manusia ketika
berinteraksi dengan manusia lainnya. Penggunaan kuesioner tertutup adalah alat
yang artifisial untuk menangkap suatu realita, oleh karena realita dipaksakan
untuk dimasukkan ke dalam kategori tertentu dengan pilihan yang terbatas pula.
Dengan pengumpulan data kualitatif, peneliti kemudian melakukan analisis data
secara induktif, berdasarkan data-data yang diperoleh. Dengan demikian konsep
atau teori yang dihasilkan benar-benar berasal (emerged) dari data yang dihasilkan (grounded theory) bukan dari teori yang dipercaya sebelumnya. (Ingat
pepatah believing is seeing. Artinya
kalau kita telah mempercayai sesuatu hal, maka hanya hal-hal yang sesuai dengan
kepercayaan kita tersebut yang akan kita lihat atau kita tangkap.) Oleh karena
interaksi antara peneliti dan yang diteliti menjadi sangat dinamis dalam
penelitian kualitatif, seringkali interaksi tersebut mempengaruhi rancangan
penelitiannya dan mengharuskan peneliti untuk melakukan perubahan-perubahan.
Apa yang direncanakan dalam usulan penelitian dapat diubah untuk mengakomodasi
temuan-temuan baru di lapangan (proposal bersifat tentatif, bukan definit).
Fleksibilitas ini justru merupakan kelebihan penelitian kualitatif (emergent design). Oleh karenanya tahapan
penelitian kualitatifpun tidak bersifat linier (seperti halnya dalam penelitian
kuantitatif), namun bersifat iteratif seperti skema berikut ini (WHO, 1994).
Negosiasi makna.
Dalam tahapan penelitian
kualitatif di atas, dinamika yang paling tinggi terdapat pada siklus rancangan
penelitian - pengumpulan data - dan analisis data. Proses ini terjadi secara
simultan, dan hal ini sangat menentukan kualitas data yang diperoleh. Oleh
karena prosesnya bersifat iteratif, proses ini memungkinkan peneliti untuk
lebih memfokuskan fenomena yang akan diamati (fokus ditetapkan secara emergent) serta menegosiasikan
makna ataupun interpretasi dengan para pembuat fakta (responden penelitian)
selama pengumpulan data berlangsung dengan tujuan meningkatkan validitas data.
Validitas dan reliabilitas data.
Dengan paradigma yang berbeda
dengan penelitian kuantitatif, cara menetapkan validitas dan reliabilitas
penelitian kualitatif pun berbeda, meskipun berbasis pada kriteria yang
sama (yaitu truth value,
aplikabilitas, konsistensi dan netralitas). Truth value mempertanyakan apakah hasil penelitian valid atau
mencerminkan the truth, sedangkan
aplikabilitas berkaitan dengan apakah hasilnya dapat diterapkan kepada
subyek atau konteks yang lain (aplikabel). Dua kriteria yang lain adalah
apabila penelitian tersebut direplikasi ke subyek dan konteks yang serupa,
apakah hasilnya akan konsisten (konsistensi) dan pengaruh karakter peneliti
terhadap hasil yang diperoleh (netralitas). Isu mengenai validitas
dan reliabilitas dikenal dengan istilah trustworthiness,
yang secara umum berarti apakah hasil penelitian ini trustworthy (dapat dipercaya) atau worth to trust (bermanfaat untuk dipercaya).
Penulisan laporan.
Dalam penulisan laporan
kualitatif, tanggung jawab utama peneliti adalah mendeskripsikan serinci
mungkin fenomena yang diteliti di konteks yang dipilih (case-study reporting mode).
Kemungkinan aplikabilitas hasil penelitian tersebut di tempat atau konteks
yang berbeda hanya bisa dilakukan atau diklaim oleh orang lain atau penelitian
lain. Sebagai contoh, saya melakukan penelitian persepsi masyarakat terhadap
malaria di kabupaten Jepara, propinsi Jawa Tengah. Penerapan hasil penelitian
yang saya peroleh di kabupaten lain misalnya Purworejo, Jawa Tengah, hanya bisa
diklaim oleh peneliti lain yang menguasai konteks Purworejo, bukan oleh saya.
Dengan demikian, generalisasi berada di tangan peneliti lain atau pembaca,
bukan tanggung jawab peneliti. Hal ini sangat berbeda dengan penelitian
kuantitatif, oleh karena peneliti harus mampu menunjukkan generalisasi hasil
penelitian yang dilakukan di sampel yang dipilih ke populasi tempat sampel
tersebut diambil.
Tabel 2. Perbedaan metodologis antara penelitian kuantitatif dan
kualitatif
|
Penelitian Kuantitatif
|
Penelitian Kualitatif
|
Peran peneliti
|
Tidak dideskripsikan siapa peneliti
|
Peran, latar belakang, pengetahuan sebelumnya, dan
sensitivitas kultural dideskripsikan
|
Tahap penelitian
|
Bersifat linear
|
Bersifat iteratif |
Tujuan penelitian
|
Bertujuan untuk menguji hipotesis; mengungkap what dan how much
|
Bertujuan untuk mengembangkan hipotesis; mengungkap why dan how
|
Usulan penelitian
|
Bersifat definit, peneliti melaksanakan penelitian seperti
yang tertera pada usulan
|
Bersifat tentatif, fokus penelitian, rancangan,
pengumpulan data dan analisis dapat berubah sesuai temuan di lapangan (emergent)
|
Sampling dan sampel
|
Menggunakan probability
sampling; ukuran sampel berbasis pada besar (jumlah) sampel
|
Menggunakan non-probability
sampling atau purposive sampling;
ukuran sampel berbasis pada kualitas atau ciri-ciri sampel yang ingin
diwakili
|
Instrumen penelitian
|
Kuesioner tertutup, ceklis, atau alat penelitian lainnya
|
Manusia (peneliti) sebagai instrumen
|
Pengumpul-an data
|
Umumnya menggunakan kuesioner tertutup atau ceklis melalui
survei atau eksperimental
|
Utamanya menggunakan wawancara mendalam, diskusi
kelompok terarah, atau observasi
|
Bentuk data
|
Angka
|
Kata-kata, kalimat, narasi |
Kebutuhan asisten peneliti
|
Relatif lebih banyak
|
Terbatas dan harus dideskripsikan peran dan siapa asisten
peneliti seperti halnya peneliti utama
|
Analisis data
|
Kemungkinan besar dapat menerapkan uji statistik untuk
menguji hipotesis; analisis data dilakukan setelah seluruh pengumpulan data
selesai
|
Analisis dilakukan secara kualitatif dan dilaksanakan
bersamaan dengan proses pengumpulan data
|
Peran bias
|
Dikendalikan
|
Dideskripsikan |
Generalisasi
|
Merupakan tanggung jawab peneliti
|
Dinyatakan oleh peneliti lain atau pembaca laporan
penelitian
|
Waktu dan biaya penelitian
|
Relatif lebih cepat dan biaya lebih mahal
|
Relatif lebih lama dan biaya lebih murah
|
Latihan.
Anda diminta melakukan penelitian
dengan tema kekerasan rumah tangga pada wanita (domestic violence). Diskusikan tujuan penelitian, rancangan
penelitian dan cara pengumpulan data yang dapat digunakan, baik penelitian
kuantitatif maupun kualitatif.
Merancang penelitian
kualitatif
Silakan anda menyimak bagian
metode penelitian dari dua artikel penelitian yang terlampir pada bab ini
(Rahardjo, Kirana, Tanaya, Wartinah, 1997; Winkvist & Akhtar, 1997).
Penelitian Rahardjo dkk (1997) bertujuan untuk memperoleh model pelayanan
kesehatan usia lanjut yang dapat dikembangkan oleh masyarakat. Ide ini
dilatarbelakangi oleh terjadinya transisi demografi di Indonesia yang
mengakibatkan perlunya dikembangkan dan ditingkatkan upaya kesehatan usia
lanjut. Dalam hal ini perawatan di rumah harus dioptimalkan mengingat budaya
orang Timur yang menjunjung tinggi kewajiban untuk merawat orang tua di rumah.
Di kelurahan Matani, kecamatan Tomohon, kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara
telah dikembangkan perawatan penderita di rumah jemaat (PPRJ) yang diorganisasi
oleh masyarakat. Berikut adalah apa yang tertulis dalam bagian bahan dan cara
kerja (artikel lengkap terlampir).
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif di kecamatan
Tomohon, kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, dengan cara wawancara mendalam,
diskusi kelompok terfokus, observasi langsung dan pengambilan data sekunder.
Adapun informasi yang digali mencakup kebijakan dan pelaksanaannya di Sulawesi
Utara, pelaksanaan pelayanan kesehatan oleh masyarakat berikut organisasinya,
serta dukungan maupun hambatan yang ditemui dan cara mengatasinya. Untuk maksud
tersebut dipilih sumber informasi sebagai berikut:
1.
Para
pengambil keputusan dan stafnya di Kanwil Kesehatan dan Dinas Kesehatan Tingkat
II
2.
Para petugas
kesehatan di tingkat kecamatan dari jajaran Depkes
3.
Para
pengelola Yayasan dan PPRJ
4.
Para perawat
dan kader anggota PPRJ, klien dan keluarganya
5.
Data sekunder
di Tingkat I, II dan PPRJ
Data/informasi
yang diperoleh dianalisis secara kualitatif.
Renungkan pertanyaan-pertanyaan
berikut ini:
1.
Apa kesan saudara terhadap informasi yang terdapat
dalam bahan dan cara kerja pada contoh di atas?
2.
Apakah informasi tersebut cukup lengkap sehingga
peneliti lain dapat melakukan replikasi penelitian di konteks yang berbeda?
3.
Apakah pembaca mempunyai informasi mengenai tujuan
masing-masing cara pengumpulan data tersebut dan alasan pemilihannya?
4.
Apakah pembaca mengetahui siapa yang diwawancara
mendalam, pada kelompok mana DKT dilakukan, dan data apa yang dikumpulkan
melalui observasi?
Kemungkinan jawaban dari seluruh
pertanyaan di atas adalah TIDAK, atau kita sebagai pembaca tidak mempunyai
informasi yang lengkap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Informasi
yang tidak lengkap merupakan kesulitan awal bagi pembaca untuk menilai apakah
hasil studi tersebut dapat dipercaya? Saya tidak mengatakan bahwa studi
tersebut tidak dapat dipercaya, namun sebaliknya, kita juga tidak mempunyai
informasi yang cukup untuk mengatakan bahwa studi tersebut dapat dipercaya
hasilnya. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa penelitian kualitatif
semula seringkali dianggap sebagai "the
second class" dalam kancah penelitian kesehatan. Manifestasi anggapan
ini cukup beragam, mulai dari anggapan bahwa metode kualitatif identik dengan
cara pengumpulan data, penelitian kualitatif tidak dapat dipercaya hasilnya
(karena bersifat subyektif) sampai dengan anggapan bahwa setiap orang dapat
melakukan penelitian kualitatif tanpa bekal yang memadai (lain halnya dengan
penelitian kuantitatif yang memerlukan banyak input, itupun seringkali dianggap
tidak pernah cukup).
Bandingkan informasi yang
terdapat pada bagian bahan dan cara kerja penelitian di atas dengan penelitian
berikut ini. Winkvist dan Akhtar (1997) meneliti mengenai image terhadap kesehatan dan pilihan pelayanan kesehatan di
kalangan wanita dengan sosial ekonomi rendah di Punjab, Pakistan. Penelitian
ini memfokuskan pada prioritas masalah kesehatan wanita di Pakistan dengan
perspektif jender mengingat adanya perbedaan persepsi terhadap kesehatan,
kebutuhan kesehatan dan pelayanan kesehatan antara pria dan wanita. Disamping
itu, penggunaan studi kualitatif untuk menggali masalah kesehatan dan pelayanan
kesehatan dari kacamata wanita masih jarang dilaporkan. Tujuan umum penelitian
ini adalah untuk meneliti hubungan antara jumlah anak (laki dan perempuan) dan
kesehatan maternal. Fokus utama penelitian ini adalah faktor-faktor psikososial
yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh wanita (yaitu persepsi
atau image wanita terhadap prioritas
kesehatan dalam kehidupan secara umum dan pilihan pelayanan kesehatan) dan
variasi menurut ciri-ciri anak (jumlah anak dan jenis kelamin) dan wanita.
Berikut adalah pokok-pokok yang ditulis dalam bagian metode (artikel lengkap
terlampir).
Paragraf
1 (hal. 1484, kolom 1) menjelaskan
mengenai konteks penelitian, dalam hal ini propinsi Punjab, dan penelitian yang
telah berlangsung di propinsi ini. Pemilihan daerah penelitian dikemukakan
disini untuk mewakili daerah perkotaan dan pedesaan.
Paragraf
2 (hal. 1484, kolom 2) mendeskripsikan
mengenai populasi penelitian ini, yaitu seluruh ibu rumah tangga (terdapat
perkecualian), pekerjaan suami, jenis keluarga (inti atau extended) dan cara memperoleh makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
Deskripsi mengenai daerah penelitian terdapat pada artikel lain (dengan
pengarang yang sama) yang dirujuk dalam artikel tersebut
Paragraf
3 (hal. 1484, kolom 2) menjelaskan
mengenai strategi samplingnya, yaitu dengan membedakan wanita dengan jumlah anak
sedikit (<4) dan banyak (>4), dan di dalam kategori tersebut
masing-masing dibedakan wanita dengan >2/3 anak laki atau >2/3 anak
perempuan. Penelitian ini merekrut baik wanita yang bertempat tinggal dekat
dengan fasilitas kesehatan maupun yang jauh, ataupun yang kooperatif dan tidak
kooperatif. Total sampel penelitian ini berjumlah 42 wanita, 24 wanita di
pedesaan dan 18 di perkotaan.
Paragraf
4 (hal. 1484 kolom 2) menguraikan cara
pengumpulan data, yaitu wawancara mendalam dengan pertanyaan terbuka. Wanita
dikunjungi sedikitnya 4 kali selama 9 bulan penelitian. Bagian ini menjelaskan
situasi pada saat wawancara, lama wawancara, verbal consent, penolakan wawancara, ijin penelitian dari komisi
etik, perekaman data, dan penyusunan transkrip.
Paragraf
5 (hal. 1484 kolom 2 - hal. 1485)
menjelaskan mengenai cara peneliti mengakses wilayah penelitian, siapa
peneliti, dan bias yang mungkin timbul dalam penelitian ini.
Paragraf
1 (hal. 1485 kolom 1) mengungkapkan
macam strategi yang digunakan untuk meningkatkan kredibilitas hasil penelitian
(yaitu triangulasi cara pengumpulan data dan subjek, member-checking melalui DKT, dan peer-debriefing[1] dengan kolega peneliti Amerika maupun
Pakistani dengan minat yang serupa, dan reflective
journals untuk menggali ide-ide yang bias. (Pada paragraf ini banyak
istilah dan konsep baru yang akan dibahas pada bagian validitas dan
reliabilitas data pada penelitian kualitatif. Untuk saat ini, cukup mengenai
istilahnya saja terlebih dahulu).
Paragraf
2 (hal. 1485 kolom 1) menyatakan mengenai
kesepakatan antara berbagai sumber data.
Paragraf
3 (hal. 1485 kolom 1-2) menjelaskan
mengenai kategori sampel yang mempunyai makna dalam penelitian ini. Status
sosial ekonomi rendah ternyata masih dapat dikelompokkan lagi, selain bahwa
terdapat kelompok lain berdasarkan kasta (meskipun kemudian dijelaskan bahwa
pengelompokkan ini tidak mempunyai makna penting dalam kaitannya dengan tujuan
penelitian ini).
Paragraf
4 (hal. 1485 kolom 2) menguraikan
mengenai cara analisis data, yaitu secara konstan melakukan
pembandingan-pembandingan (constant
comparative method), matriks, dan peta konsep, serta kemungkinan
generalisasi ke wilayah lain di Punjab ataupun wilayah yang lebih luas.
Bagaimana kesan sekilas pembaca
mengenai bagian metode pada penelitian Winkvist dan Akhtar (1997) di atas?
Sekilas kita akan memperoleh kesan bahwa lebih banyak informasi mengenai metode
penelitian yang diberikan kepada pembaca. Apabila kita menyimak bagian tersebut
dengan teliti, maka terdapat lebih banyak jawaban YA dari pertanyaan yang sama
yang diajukan pada penelitian mengenai model pelayanan usia lanjut. Saya
berharap bahwa artikel Winkvist dan Akhtar (1997) lebih memberikan gambaran
kepada saudara mengenai apa yang dimaksud dengan rancangan penelitian pada
penelitian kualitatif dan informasi apa saja yang harus dituliskan.
Untuk mengembangkan bagian
rancangan (atau metode) penelitian pada penelitian kualitatif, beberapa penulis
mencoba mengembangkan kriteria yang dapat digunakan sebagai pedoman penyusunan
usulan (dan juga laporan penelitian) sekaligus dipakai untuk menganalisis
secara kritis hasil penelitian kualitatif (misalnya Britten, Jones, Murphy,
Stacy, 1995; Marshall & Rossman, 1989; Miles & Huberman, 1994; Popay,
Rogers, Williams, 1998; Harris, Jerome, Fawcett, 1997). Hal ini telah
dikembangkan terlebih dahulu pada penelitian kuantitatif. Sackett, Haynes,
Guyatt, dan Tugwell (1991) misalnya telah menyusun kriteria untuk mengevaluasi
studi mengenai tes diagnosis, prognosis, analisis pengambilan keputusan klinis,
dan terapi; serta ahli-ahli epidemiologi juga mengembangkan kriteria untuk
rancangan penelitian yang spesifik, misalnya survei, case-control, cohort
ataupun intervensi.
Utarini, Winkvist, dan Pelto,
(1999) mengembangkan kriteria untuk mengevaluasi artikel penelitian
kualitatif yang menggunakan rancangan rapid assessment procedures (RAP) yang
diterbitkan dalam bentuk artikel di jurnal ilmiah. Kriteria tersebut terdiri
dari 11 pertanyaan dan akan dimodifikasi sebagai pedoman untuk mendeskripsikan
bagian rancangan penelitian dalam modul ini. Kesebelas kriteria tersebut
adalah:
1.
Tujuan:
Apakah tujuan penelitian dideskripsikan dengan jelas?
2.
Subjektivitas:
Apakah latar belakang, pemahaman, pengalaman atau hubungan dengan konteks
penelitian sebelumnya dan familiaritas terhadap budaya setempat dideskripsikan
dengan jelas?
3.
Pedoman
pengumpulan data: Apakah ada deskripsi yang jelas mengenai pedoman
pengumpulan data dan proses penyusunannya?
4.
Staf: Apakah
proses rekrutmen dan pelatihan asistem peneliti dideskripsikan dengan jelas?
5.
Cara pengumpulan
data: Apakah alasan pemilihan cara pengumpulan data dan jenis data yang
dikumpulkan untuk setiap cara pengumpulan data dideskripsikan dengan jelas?
6.
Seleksi lokasi
penelitian: Apakah digunakan strategi sampling yang tepat untuk memilih
lokasi penelitian?
7.
Seleksi informan:
Apakah sistematika proses memilih informan dideskripsikan dengan jelas?
8.
Kredibilitas:
Apakah strategi untuk meningkatkan kredibilitas dideskripsikan dengan jelas?
9.
Analisis:
Apakah proses analisis tepat dan dideskripsikan dengan jelas?
10. Penyajian: Apakah hasil dan pembahasan
dideskripsikan dengan jelas?
11. Etik: Apakah prinsip etik penelitian
dipegang teguh dan apakah proses memperoleh informed consent diuraikan?
Uraian berikut akan menjelaskan
masing-masing kriteria tersebut, dengan penekanan pada informasi apa yang perlu
disajikan dalam proposal penelitian. Penjelasan lebih lanjut yang bersifat
teknis (misalnya teknis melakukan berbagai cara pengumpulan data, teknis
analisis kualitatif) akan diberikan pada bagian yang terpisah.
Tujuan penelitian
Secara umum, penelitian
kualitatif lebih memfokuskan pada jawaban atas pertanyaan why dan how, sedangkan
pertanyaan kuantitatif menjawab pertanyaan how
much atau how many. Polit dan
Hungler (1997) secara rinci menjabarkan berbagai jenis pertanyaan penelitian
kuantitatif dan kualitatif berdasarkan tujuan penelitian (yaitu untuk
mengidentifikasi, mendeskripsikan, mengeksplorasi, menjelaskan, serta
memprediksi dan mengkontrol) (Tabel 3). Contoh aplikasi tujuan penelitian
kualitatif di program kesehatan disajikan oleh WHO berikut ini (WHO, 1994):
-
Mengeksplorasi masalah kesehatan yang tidak banyak
diketahui sebelumnya
-
Mengidentifikasi persepsi lokal mengenai kesehatan dan
prioritas pembangunan
-
Mengidentifikasi strategi intervensi dan target
populasi yang relevan
-
Meneliti kelayakan, akseptabilitas, dan ketepatan suatu
program kesehatan baru
-
Mengembangkan kegiatan dan materi komunikasi, informasi
dan edukasi yang sesuai
-
Mengidentifikasi masalah-masalah dalam intervensi yang
sedang berjalan dan menyarankan pemecahan masalah yang sesuai
-
Membantu interpretasi hasil penelitian kuantitatif
-
Merancang instrumen penelitian kuantitatif melalui
identifikasi topik pertanyaan yang relevan dan penyusunan kalimatnya.
Tabel 3. Macam pertanyaan pada penelitian kuantitatif dan kualitatif
berdasarkan tujuan penelitian*
Tujuan
|
Pertanyaan
penelitian kuantitatif
|
Pertanyaan
penelitian kualitatif
|
Identifikasi
|
|
Fenomena apakah ini?
Apa nama fenomena tersebut?
|
Deskripsi
|
Berapa prevalensi kejadian fenomena tersebut?
Seberapa sering kejadiannya?
Apa karakteristik fenomena tersebut?
|
Apa dimensi fenomena tersebut?
Variasi-variasi apa yang terjadi?
Apa yang penting dari fenomena tersebut?
|
Eksplorasi
|
Apa faktor-faktor yang berkaitan dengan fenomena tersebut?
Apa yang melatarbelakangi fenomena tersebut?
|
Bagaimana karakteristik keseluruhan fenomena tersebut?
Apa yang sesungguhnya terjadi?
Bagaimana konteks terjadinya atau dialaminya fenomena
tersebut?
|
Eksplanasi
|
Seberapa kekuatan hubungan antara fenomena dengan faktor-faktor
yang berkaitan?
Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab fenomena tersebut?
Apakah fenomena tersebut dapat dijelaskan dengan teori X?
|
Fenomena tersebut terjadi pada situasi-situasi apa?
Mengapa fenomena tersebut ada?
Apa makna fenomena tersebut?
Bagaimana terjadinya fenomena tersebut?
|
Prediksi dan
kontrol
|
Apa yang akan terjadi bila fenomena tersebut diubah atau
diintervensi?
Apabila terjadi fenomena X, apakah akan diikuti oleh
fenomena Y?
Bagaimana mengubah kejadian atau prevalensi suatu
fenomena?
Apakah kejadiannya dapat dikendalikan?
|
|
* Sumber: Polit &
Hungler, 1997.
Tidak ada penelitian yang etis
tanpa dilandasi oleh tujuan dan manfaat penelitian yang jelas. Oleh karenanya,
tujuan penelitian harus dinyatakan secara jelas dan tidak dirancukan dengan
manfaat penelitian. Berikut ini adalah contoh tujuan beberapa penelitian
kualitatif di bidang promosi dan perilaku kesehatan.
Table 4. Contoh tujuan penelitian dari beberapa penelitian kualitatif
Penga-rang/
Tahun
|
Masalah
|
Tujuan penelitian
|
Lokasi
|
Lama
|
Bentley, et al., 1988
|
Manajemen kasus diare
|
To provide information on:
(1) beliefs about diarrhea and feeding patterns during diarrheal episodes ;
(2) language and scope of the multisite survey; (3) cultural and social
information to facilitate the educational intervention phase.
|
Peru dan Nigeria
|
6 mg di Peru dan 4 mg
di Nigeria
|
Watts et al., 1989
|
Guinea worm
|
To explore: (1) the nature
and extent of the impact of the disease on the mothers, their families and
communities; and (2) coping strategies used.
|
Nigeria
|
2 bl
|
Ong et al., 1991
|
Puskes-mas
|
To define health and social
needs of an urban, deprived community.
|
Inggris
|
5 bl
|
Agye-pong 1992
|
Malaria
|
To investigate
sociocultural factors affecting malaria transmission and control--community
perceptions relating to malaria causation, diagnosis, treatment, and
prevention.
|
Gana
|
3 mg in- tensif, 6 bl
total
|
Kresno et al., 1994
|
ISPA
|
To identify local beliefs,
perceptions, terminology, home care, and health care-seeking behaviors
surrounding ARI in infants and young children.
|
Indo-nesia
|
3 bl
|
Murray et al., 1994
|
Praktek umum
|
To explore the use of rapid
appraisal in defining the health and social needs of a community and to
formulate joint action plans between the residents and service providers
|
Inggris
|
3 bl
|
Shawyer et al., 1996
|
Diare
|
To investigate rural
mothers' and grandmothers' belief system of illness categories, perceived
causes and appropriate management of diarrhea in children under five years of
age and the potential influence of grandmothers resident in the household on
the decisions of the mothers
|
Thai-land
|
3 bl
|
Adrien et al., 1996*
Willms et al., 1996**
Singer et al., 1996***
|
HIV/
AIDS
|
To identify the information
necessary to design programs that reduce the risk of HIV transmission in
selected ethnocultural communities
To identify risk situations
specific to vulnerable persons living in ethnocultural communities, in order
to understand the risk-enhancing behaviors that actually take place
To: (1) identify social and
cultural contexts of risk factors for HIV transmission in six ethnocultural
communities; (2) determine the particular risk behaviors to include in the
survey in the next phase; and (3) establish sampling frames and appropriate
data collection strategies for the behavior survey
|
Kanada
|
31 bl
|
Mathur et al., 1996
|
Nutrisi
|
To: (1) develop and test
tools for rapid appraisal of economic and morbidity profile and dietary
intake; (2) collect data on the economic, morbidity, and dietary profiles
using conventional interview schedules; and (3) compare data obtained by the
two methods for economic status and dietary profile.
|
India
|
4 bl
|
*Artikel ini berisi
keseluruhan rancangan penelitian; ** berisi rancangan studi RAP; dan *** berisi
hasil studi RAP
Untuk penulisan tujuan penelitian
dengan jelas. Tujuan penelitian yang baik memberikan informasi tidak hanya
mengenai hasil akhir yang akan dicapai dalam suatu penelitian, tetapi juga
gambaran mengenai unit analisis, lokasi penelitian dan rancangan yang akan
digunakan. Tujuan penelitian yang pada umumnya ditulis pada bagian latar
belakang tersebut kemudian digunakan sebagai dasar dari alasan pemilihan
penelitian kualitatif. Jenis penelitian beserta alasannya dideskripsikan pada
bagian metode penelitian.
Creswell (1994) mengusulkan agar
perumusan tujuan penelitian kualitatif menggunakan struktur sebagai berikut :
Tujuan penelitian ini adalah untuk ________________
(memahami? mendeskripsikan? mengembangkan? mengeksplorasi?) ___________ (konsep
atau tema yang diteliti) pada ______________ (unit analisis: individu, proses,
kelompok, masyarakat, dll) di ___________ (konteks studi) menggunakan rancangan
________________ (kuantitatif atau kualitatif, sebutkan rancangannya).
(Modifikasi Creswell, 1994).
Rancangan penelitian
Dalam penelitian kuantitatif,
kita mengenal berbagai rancangan penelitian yang dapat digunakan. Rancangan
tersebut dapat dibedakan menurut ada tidaknya intervensi yang dilakukan oleh
peneliti, yaitu non-eksperimental (misalnya cross-sectional
survey, case-control, cohort) dan eksperimental (clinical trial dan quasi-experimental). Sebelum kita membahas analogi rancangan
penelitian pada penelitian kualitatif, terdapat beberapa ciri rancangan
penelitian kualitatif secara umum (modifikasi Polit & Hungler, 1997):
Variabel.
Penelitian kualitatif pada umumnya tidak menggunakan istilah variabel dependen
dan independen, oleh karena penelitian ini jarang sekali mengendalikan atau
memanipulasi variabel independen ataupun konteks penelitian. Variabel juga
tidak dapat didefinisioperasionalkan seperti halnya pada penelitian
kuantitatif. Definisi operasional variabel pada penelitian kualitatif lebih
menunjukkan definisi oprasional konsep atau fenomena utama yang akan diteliti (working definition).
Point
pengumpulan data. Seperti halnya penelitian kuantitatif, penelitian
kualitatif pun dapat bersifat cross-sectional
(1 kali pengumpulan data per responden) ataupun longitudinal
(beberapa kali pengumpulan data per responden dalam kurun waktu tertentu).
Sebagai ilustrasi, Sureni (1999) meneliti perilaku seksual pasangan pada
penderita kanker serviks dan payudara dengan cara mewawancara penderita secara
terpisah sebanyak 4 kali dalam kurun waktu 6 bulan.
Setting.
Peneliti kualitatif selalu mengumpulkan data penelitian dalam konteks atau
setting tempat fenomena tersebut terjadi.
Berbicara mengenai rancangan (design) suatu penelitian, rancangan
penelitian kuantitatif seperti yang telah disebutkan di atas barangkali dapat
dipadankan dengan beberapa tradisi dalam penelitian kualitatif (research tradition). (Untuk
selanjutnya, istilah tradisi penelitian digunakan secara bergantian dengan
istilah rancangan penelitian penelitian). Tradisi-tradisi tersebut tidak
lepas dari asal disiplin ilmu tempat berkembangnya tradisi tersebut. Beberapa
istilah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Overview mengenai beberapa tradisi penelitian kualitatif
Disiplin
|
Tradisi
|
Fokus
|
Antropologi
|
Etnografi |
Fokus utama adalah budaya. Studi etnografi berusaha
mengungkap "What is the culture
of this group of people?". Cara pengumpulan data utama yang
digunakan adalah observasi partisipasi dengan konsekuensi kerja lapangan yang
intensif. Interpretasi dan analisis temuan studi etnografi disajikan menurut
perspektif budaya.
|
Psikologi/
Filosofi
|
Fenomenologi |
Fokus utama adalah pengalaman nyata. Pertanyaan yang
ingin dijawab adalah "What is the
structure and essence of experience of this phenomenon for these people?"
Dengan kata lain, deskripsi mengenai bagaimana pengalaman orang lain dan apa
maknanya bagi mereka. Fenomena yang diamati dapat berupa emosi, hubungan,
perkawinan, pekerjaan, dan sebagainya.
|
Sosiologi
|
Grounded theory
Symbolic interactionism
|
Merupakan strategi induktif untuk menyusun dan
menkonfirmasi teori yang berasal dari data empirik.
"What common
set of symbols and understandings have emerged to give meaning to people's
interactions?" Kata kunci tradisi ini adalah interaksi. Bagaimana
cara orang menterjemahkan dan menginterpretasi interaksi sosial? Asumsi yang
mendasari adalah seseorang menciptakan makna melalui interaksi mereka dengan
orang lain. Makna tersebut kemudian menjadi fakta atau realitas.
|
Sumber: Patton (1990); Polit
and Hungler (1997)
Ketegangan antara basic dan applied research sering dijumpai dalam berbagai disiplin, demikian
pula halnya dalam aplikasi penelitian kualitatif di bidang kesehatan. Biasanya,
peneliti-peneliti yang menggunakan tradisi kualitatif murni (basic research) mengklaim bahwa
penelitian yang mereka lakukan merupakan gold-standard.
Mereka memandang secara skeptis terhadap penelitian yang dilakukan oleh
peneliti applied research (dalam hal
ini applied qualitative research).
Skeptisisme tersebut muncul oleh karena kemampuan penelitian applied untuk menghasilkan pengetahuan
baru yang memacu pengembangan suatu teori dan pemahaman terhadap fenomena yang
diteliti (Utarini et al, 1999).
Di lain pihak,
terdapat kebutuhan untuk memperoleh informasi kualitatif di bidang kesehatan. Rapid Assessment Procedures (RAP)
merupakan salah satu bentuk penelitian kualitatif terapan yang dikembangkan
oleh para antropolog kesehatan untuk merespon kebutuhan manajer program
kesehatan untuk memperoleh informasi yang terfokus, tepat waktu, dan juga dapat
dipercaya hasilnya. Hal ini dikarenakan manajer program kesehatan tidak dapat menunggu
terlalu lama hasil suatu survei ataupun penelitian kualitatif murni untuk
memperoleh evaluasi mengenai program yang dilakukan. Ciri utama RAP adalah
(Utarini et al, 1999):
·
Fokus masalah kesehatan atau sosial yang terarah
(terbatas)
·
Sampel informan kunci dan responden yang relatif
kecil jumlahnya
·
Periode pengumpulan data yang relatif singkat
·
Pedoman pengumpulan data yang mengarahkan
penelitian pada fokus yang terbatas
·
Pengumpulan data dengan berbagai metode (multiple methods)
Penelitian di bidang kesehatan
pada umumnya bersifat applied qualitative
research. Oleh karenanya rancangan penelitian kualitatif pada tabel 5 tidak
selalu diterapkan. Untuk penyusunan usulan penelitian, apabila ada rancangan
khusus yang digunakan maka seyogyanya rancangan tersebut disebutkan secara
eksplisit.
Subjektivitas dan
staf
Penggunaan istilah subjektivitas
dalam kehidupan sehari-hari seringkali mempunyai konotasi yang negatif. Apabila
seseorang mempunyai pendapat yang berbeda dengan pendapat orang pada umumnya,
maka label yang kita berikan adalah bahwa pendapat tersebut subjektif oleh
karena hanya satu atau sebagian kecil orang yang berpendapat demikian (maka
dari itu pendapat tersebut legitimate
untuk diabaikan). Dengan demikian, subyektif mempunyai konotasi tidak benar,
tidak tepat, tidak dapat dipercaya, bias (atau tidak objektif). Pandangan
naturalistik tentu saja berbeda. Satu pendapat dapat saja bersifat obyektif
apabila pendapat tersebut memang benar-benar dapat dipercaya. Jumlah bukan
merupakan kriteria untuk mengelompokkan sesuatu menjadi subjektif atau
objektif, melainkan kualitas informasinya.
Interpretasi subjektif yang lain
berkaitan dengan pengertian bahwa peneliti tidak independen terhadap fakta atau
fenomena yang diamati (Renungkan bahwa objektivitas yang absolut tidak pernah
terjadi dalam penelitian!). Dalam penelitian kualitatif, subjektivitas menjadi
sumber kekuatan untuk meningkatkan validitas data yang dikumpulkan. Oleh
karenanya kualitas data sangat bergantung pada kualitas peneliti (manusia) sebagai
instrumen penelitian, yaitu keterampilan metodologis, sensitivitas dan
integritas peneliti. Agar pembaca dapat memahami subjektivitas peneliti (dan
juga komplementaritas peneliti apabila peneliti lebih dari satu orang),
dibutuhkan informasi mengenai latar belakang profesional, pemahaman awal (pre-understanding) peneliti, dan
sensitivitas kultural (misalnya familiaritas dengan lokasi penelitian dan
kemampuan peneliti menggunakan bahasa
setempat). Hal yang sama juga perlu dideskripsikan untuk asisten peneliti,
selain rekrutmen dan cara melatihnya. Berikut adalah contoh deskripsi dari
beberapa artikel:
“She was
chosen (as a moderator) because of her vast experience in health education
techniques and her credibility with the local Native population, having dealt
extensively with Native health issues." (Penelitian
mengenai needs assessment untuk HIV/AIDS pada kelompok penduduk asli di
perkotaan di Kanada oleh Brassard, Smeja, Valverde, 1996)
"The principal investigator is a female doctor with
additional formal training in public health and a special interest in women’s
health (AU). Prior to this study, she has performed a number of
qualitative-based studies. She is Javanese and speaks the language well. She
initially spent six months in Jepara to get acquainted to the area, the
organization and individuals involved in malaria control program. The second
author (AW), who guided study design, data collection and analysis, is a
Swedish nutritionist, with experiences of using both quantitative and
qualitative methods for investigating health issues in developing countries.
Following the first six months for study orientation, a research assistant
(FMU) was recruited. She is graduated from Anthropology, willing to live in the
area, and speaks the local language". (Studi RAP mengenai persepsi
masyarakat Jepara terhadap penyakit malaria oleh Utarini, Winkvist, Ulfa,
2000).
Pedoman pengumpulan data
Dalam proses pengumpulan data
penelitian kualitatif, manusia berfungsi sebagai instrumen utama penelitian.
Meskipun demikian, pada pelaksanaannya peneliti dibantu oleh pedoman
pengumpulan data (misalnya pedoman wawancara, pedoman DKT, pedoman observasi
terbuka dan sebagainya). Pedoman ini membantu peneliti melakukan pengumpulan
data secara efisien. Sebagaimana halnya dengan kuesioner tertutup pada
penelitian kuantitatif, pedoman penelitian kualitatif pun disusun secara
sistematis melalui prosedur tertentu dan bertujuan untuk meningkatkan mutu data
yang diperoleh (lihat catatan mengenai penyusunan pedoman pengumpulan data).
Oleh karenanya, proses penyusunan pedoman tersebut penting dideskripsikan.
Apakah pedoman disusun oleh satu orang? Apakah pedoman disusun di balik meja,
tanpa studi lapangan? Apakah dilakukan penelitian kuantitatif sebelumnya untuk
menyusun pedoman DKT?
Untuk studi RAP, terdapat
beberapa pedoman pengumpulan data yang telah dipublikasi, yaitu manajemen diare
di rumah tangga (Herman & Bentley, 1992), infeksi saluran pernapasan akut
(WHO, 1993), malaria (Agyepong, Aryee, Dzikunu, Manderson, 1995), vitamin A (Blum,
Pelto, Pelto, Kuhnlein, 1997), women's health (Gittelsohn, Pelto, Bentley,
Bhattacharyya, Jensen, 1998), dan HIV/AIDS (Scrimshaw et al., 1991).
Cara pengumpulan data
Dalam penelitian kualitatif
terdapat banyak cara yang dapat dipakai untuk mengumpulkan data, namun yang
paling sering digunakan adalah wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah
(DKT) dan observasi. Dalam rancangan penelitian perlu dijelaskan cara
pengumpulan data apa yang digunakan (dengan mempertimbangkan kekuatan dan
kelemahan masing-masing cara serta bagaimana memilih sampelnya), tujuan dan
jenis data yang diharapkan dari setiap cara pengumpulan data tersebut.
Tabel 6. Kekuatan dan kelemahan cara pengumpulan data kualitatif
Cara pengumpulan data
|
Kekuatan
|
Kelemahan
|
Wawancara mendalam:
peneliti sebelumnya menetapkan topik yang akan ditanyakan
|
Lebih sistematik dan
komprehensif dibanding wawancara informal, dengan mempertahankan gaya
percakapan (conversational)
|
Topik yang penting mungkin
terlupakan. Pewawancara terkadang mengubah urutan dan pernyataannya, sehingga
mungkin menghasilkan respon yang berbeda, mengurangi komparabilitas dengan
wawancara yang lain.
|
DKT: teknik pengumpulan
data dalam kelompok dengan mengoptimalkan interaksi antar peserta DKT
|
Menghasilkan informasi yang
banyak dalam waktu singkat. Cara ini tepat untuk mengidentifikasi dan
mengeksplorasi kepercayaan, sikap dan perilaku, dan mengidentifikasi
pernyataan yang relevan untuk wawancara individual. DKT merupakan bentuk
komunikasi yang paling familier bagi masyarakat.
|
Tidak menghasilkan
informasi berupa frekuensi atau distribusi kepercayaan atau sikap, sulit
melaksanakannya, membutuhkan keterampilan fasilitator yang tinggi. Peserta
dapat saling mempengaruhi pendapat peserta yang lain.
|
Observasi terbuka: observer
merupakan orang luar, bukan partisipan. Apa yang diobservasi hanya ditentukan
secara umum, bertujuan untuk mengobservasi perilaku dalam konteks yang
holistik.
|
Tepat untuk mengeksplorasi
aspek masalah yang belum diketahui dan memahami perilaku dalam konteks fisik
dan sosial. Dapat menghasilkan banyak "kejutan".
|
Tidak menghasilkan ukuran
perilaku yang tepat dan dapat diulang, sehingga tidak dapat digunakan untuk
memantau perubahan perilaku.
|
Partisipasi observasi:
pendekatan peneliti sehingga peneliti menjadi anggota aktif (berpartisipasi
aktif) dalam perilaku yang diamati. Umumnya cara ini melibatkan wawancara dan
observasi terbuka.
|
Dapat menggunakan seluruh
cara pengumpulan data dengan membangun rapport
yang baik, dapat digunakan untuk menyusun pertanyaan yang relevan,
memahami proses, kejadian, dan hubungan-hubungan dalam konteks sosialnya.
|
Banyak memakan waktu,
peneliti harus mampu menggunakan bahasa setempat, membutuhkan keterampilan
observasi dan mencatat yang tinggi.
|
Sampling
Isu sampling harus dideskripsikan
dalam kaitannya dengan 2 hal, yaitu alasan pemilihan lokasi penelitian dan
pemilihan responden penelitian (sampel). Alasan pemilihan lokasi penelitian
beserta deskripsinya relevan untuk membahas kemampuan generalisasi suatu hasil
penelitian. (Pada umumnya artikel penelitian banyak mendeskripsikan lokasi
penelitian, namun jarang terdapat informasi alasan pemilihan lokasi tersebut).
Strategi sampling lebih didasarkan atas pengetahuan mengenai variasi geografis,
epidemiologis, ekologis, demografi, budaya, ataupun bahasa, daripada
pertimbangan jumlah lokasi penelitian seperti halnya dalam penelitian
kuantitatif. Penelitian kuantitatif dapat memberi informasi yang berharga dalam
pertimbangan sampling ini.
Penelitian Adrien, Godin, Cappon,
Singer, Maticka-Tyndale, Willms (1996) yang bertujuan untuk mengidentifikasi
informasi yang dibutuhkan untuk merancang program untuk menurunkan risiko
penularan HIV di masyarakat etnik tertentu di Kanada menggunakan tiga kriteria
untuk memilih masyarakat etnik: epidemiologi infeksi HIV/AIDS, jumlah populasi
dan lokasi masyarakat di perkotaan, serta kekompakan dan tingkat partisipasi
masyarakat.
Isu sampling kedua berkaitan
dengan bagaimana strategi sampling dalam penelitian kualitatif. Berbagai
pertanyaan yang muncul antara lain apakah perlu menggunakan random sampling? Apabila tidak,
bagaimana mengendalikan bias yang mungkin muncul? Random sampling didasari atas asumsi bahwa karakteristik populasi
mengikuti distribusi normal dan setiap individu mempunyai kesempatan yang sama
untuk terpilih dalam sampel. Kedua hal ini tidak berlaku dalam prinsip
penelitian kualitatif. Alasan pertama, random
sampling menghasilkan jumlah sampel yang optimal. Dalam penelitian
kualitatif, terhadap hubungan yang terbalik antara kualitas informasi yang
dikumpulkan dari setiap responden dengan jumlah responden. Alasan kedua,
semakin bervariasi suatu fenomena, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai saturasi[2],
sehingga semakin besar jumlah sampelnya. Selain itu, alasan yang fundamental
adalah bahwa penelitian kualitatif justru mencari responden yang dapat
memberikan informasi mengenai fenomena yang diteliti. Apabila fenomena tersebut
berkaitan dengan pengalaman tertentu, maka penelitian kualitatif akan
mengidentifikasi responden yang mempunyai pengalaman terbanyak. Oleh karenanya,
pemilihan sampel menjadi bias oleh karena mempunyai tujuan tertentu (purposive sampling). Morse (1998) justru
menyatakan memang harus bias (it must be
biased). In her words, "it is
the wise and smart use of bias that enables our research to be efficient and
valid and our theories to be elegant and whole”.
Terdapat 2 jenis strategi
sampling, yaitu probabilistic dan non-probabilistic sampling. Probabilistic samping digunakan pada
penelitian kuantitatif, sedangkan non-probabilistic
atau purposive sampling digunakan
dalam penelitian kualitatif. Disebut purposive,
oleh karena cara samplingnya memang bertujuan (purpose) tertentu, yaitu memilih sampel yang kaya informasi. WHO
secara komprehensif mengkomplikasi macam-macam cara sampling yang dapat
digunakan dalam penelitian kualitatif (WHO, 1994) (Tabel 6). (Saudara tidak
perlu memahami setiap jenis sampling tersebut, tetapi setidaknya mempunyai
persediaan cukup banyak tentang jenis sampling yang dapat dipilih nantinya!)
Isu sampling ketiga berkaitan
dengan sampel responden yang dipilih. Pertanyaan yang sering diajukan adalah
berapa besar sampel yang dibutuhkan atau ideal? Apa patokan dalam menentukan
besar sampel? Sandelowski (1995) menjawabnya dengan mengatakan bahwa "neither small nor large, but too small or
too large". Artinya penilaian apakah jumlah sampel dalam penelitian
kualitatif memadai atau tidak bukan merupakan persoalan kecil atau besar per se (baca: jumlahnya kecil atau
besar), namun didasarkan atas pertimbangan apakah terlalu kecil atau terlalu
besar untuk strategi sampling yang digunakan dalam rangka menjawab pertanyaan
penelitian.
Penetapan besar sampel pada
akhirnya tergantung pada tujuan penelitian dan strategi sampling yang dipilih.
Menurut Sandelowski (1995), apabila digunakan strategi deviant case sampling
dengan tujuan untuk memahami suatu fenomena yang luar biasa (unsual), maka 1 kasus mungkin sudah
memadai. (Kasus tidak selalu berarti orang, dapat berarti kejadian,
pengalaman, proses, kelompok, dan sebagainya). Sebaliknya, maximum
variation sampling merupakan salah satu strategi sampling yang paling
sering digunakan dan membutuhkan minimum besar sampel yang paling besar
dibandingkan dengan strategi sampling yang lain. Pada prinsipnya, semakin
bervariasi suatu fenomena yang diamati, semakin banyak unit sampling yang
dibutuhkan untuk mencapai saturasi.
Tabel 7. Strategi sampling non-probabilistic
atau purposive*
Jenis sampling
|
Tujuan
|
Extreme or deviant
cases
|
Sampel dengan manifestasi fenomena yang luar biasa
|
Intensity sampling
|
Memilih beberapa kasus dengan manifestasi fenomena yang
intensif (tetapi tidak luar biasa)
|
Maximum variation
sampling, yaitu memilih variasi fenomena yang beragam
|
Memperoleh variasi yang maksimal, mendokumentasikan
variasi yang beragam atau unik, mengidentifikasi pola-pola yang sering
dijumpai
|
Homogeneous sampling
|
Memfokuskan pada responden yang homogen untuk
memfasilitasi wawancara kelompok atau diskusi kelompok terarah
|
Typical case
sampling
|
Menunjukkan atau menonjolkan pola yang khas, normal, umum,
atau sering terjadi
|
Stratified
purposeful sampling, yaitu memilih informan dari subkelompok yang ingin
diamati
|
Menggambarkan ciri-ciri subkelompok tertentu yang ingin
diamati, melakukan perbandingan antar kelompok
|
Critical case sampling,
yaitu memilih kasus (lokasi, kejadian, individu) yang memiliki kekhususan
atau penting untuk alasan tertentu
|
Memaksimalkan informasi apabila sumber dayanya terbatas
(sehingga peneliti harus membatasi jumlah lokasi penelitian atau besar
sampel)
|
Snowball or chain
sampling (memilih 1 atau 2 informan kunci, kemudian meminta mereka
mengusulkan informan berikutnya)
|
Memfasilitasi identifikasi fenomena yang ingin diamati
|
Criterion sampling (memilih
kasus yang memenuhi kriteria tertentu)
|
Meneliti jenis kasus tertentu secara mendalam,
mengidentifikasi seluruh sumber variasi
|
Theory-based
sampling (sampling berdasarkan kontruk teori dari fenomena yang diamati)
|
Mengelaborasi dan meneliti konstruk teoritis dari fenomena
yang diamati
|
Confirming and
disconfirming cases
|
Mengelaborasi dan mendalami analisis awal dengan mencari
perkecualian dan menemukan variasi
|
Opportunistic
sampling (memanfaatkan suatu kesempatan)
|
Memanfaatkan sesuatu yang tidak diharapkan
|
Random purposeful
sampling (kecil, tetapi dipilih secara acak)
|
Meningkatkan kredibilitas data apabila sampel terlalu
besar. Meskipun diambil secara acak, tidak dapat dilakukan generalisasi
statistik
|
Sampling politically
important cases
|
Menarik perhatian orang terhadap suatu penelitian, atau
menghindari perhatian yang tidak diperlukan)
|
Mixing sampling
strategies within a study
|
Meningkatkan validitas hasil penelitian dengan cara
triangulasi.
|
Convenience sampling
(memilih siapa saja yang mudah dipilih, dijangkau, dsb.)
|
Menghemat waktu, biaya dan usaha, namun informasi yang
diperoleh mempunyai kredibilitas yang rendah.
|
Sumber: WHO, 1994.
Trustworthiness
Trustworthiness artinya apakah hasil penelitian tersebut berguna
untuk dipercaya (trustworthy atau worth to trust). Dalam penelitian
kuantitatif, digunakan istilah validitas (internal dan eksternal), reliabilitas
dan objektivitas. Lincoln dan Guba (1985) menyarankan empat kriteria
yang serupa dengan kriteria penelitian kuantitatif di atas dan strategi untuk
meningkatkan atau menetapkan trustworthiness
masing-masing kriteria (yang akan diuraikan pada bab terpisah). Kriteria
tersebut adalah:
Tabel 8. Kriteria trustworthiness*
Kriteria
|
Penelitian
Kualitatif
|
Penelitian
Kuantitatif
|
Truth value:
Bagaimana cara menetapkan bahwa hasil penelitian merupakan
“the truth”? Who’s truth?
|
Credibility:
Apakah subjek penelitian dapat mengenali deskripsi dan
interpretasi pengalamannya sendiri dalam hasil penelitian? (Konsep multiple realities)
|
Internal validity:
Apakah ada kesalahan sistematik (bias atau confounding)
yang dapat menganggu hasil penelitian? (Konsep 1 single truth)
|
Applicability:
Apakah hasilnya dapat diterapkan ke konteks atau subjek
yang lain (aplikabel)?
|
Transferability/Fitting-ness:
Menurut audiens, apakah hasil penelitian dapat
ditransfer ke tempat, waktu, atau subjek lain?
|
External validity:
Apakah hasilnya dapat digeneralisasi ke populasi
penelitian?
|
Consistency:
Apabila studi direplikasi ke subjek atau konteks yang
serupa, apakah hasilnya konsisten?
|
Dependability/Audit-ability:
Berdasarkan konsep time
dan context-bound, faktor-faktor
apa yang mempengaruhi konsistensi hasil penelitian apabila diterapkan ke
subjek atau konteks yang lain?
|
Reliability:
Apabila studi diulang pada subjek atau konteks yang sama,
apakah hasilnya serupa?
|
Neutrality:
Apakah karakter peneliti (bias, motivasi, minat, atau
pandangan) mempengaruhi hasil penelitian?
|
Confirmability:
Apakah berbagai cara pengumpulan data menghasilkan
penemuan yang serupa?
|
Objectivity:
Apakah peneliti bersikap objektif, value free?
|
Sumber: Lincoln dan Guba, 1985.
Analisis
Bagian ini merupakan letak
kelemahan artikel atau laporan penelitian kualitatif secara umum. Seringkali
pembaca hanya diberi informasi mengenai "what" (temuannya) dan sedikit bahkan tidak ada informasi
mengenai "how"
(bagaimana data tersebut dikumpulkan dan dianalisis). Proses analisis dalam
penelitian kualitatif sangat berbeda dengan penelitian kuantitatif, oleh karena
proses analisis dan juga pengumpulan data merupakan bagian dari emergent design dan dilakukan secara bersamaan (ongoing analysis). Proses analisis dimulai segera setelah
pengumpulan data dimulai. Peneliti harus mendeskripsikan perekaman data,
persiapan analisis (penyusunan transkrip), proses analisis dan cara
analisisnya.
Analisis menceritakan mengenai
bagaimana strategi peneliti untuk mereduksi sekian banyak data yang diperoleh
dari responden menjadi informasi yang punya makna, yang lebih ringkas. Caranya
adalah dengan melakukan koding. Koding adalah suatu proses yang kreatif untuk
memecah data menjadi unit yang lebih kecil (kode), memahami unit-unit tersebut,
dan kemudian merangkum kembali unit-unit tersebut (dalam bentuk kategori dan
hubungan antar kategori). Unit koding dapat berupa kata, kalimat, atau
paragraf, atau bagian dari data yang mempunyai makna tersendiri.
Untuk melakukan koding, perlu
dipersiapkan kelengkapan transkrip (yaitu catatan lengkap mengenai seluruh data
yang diperoleh dari responden, dalam bentuk aslinya). Transkrip tersebut
sebelumnya dibaca setidaknya 2 kali, agar dapat mengingat kembali situasi dan
isinya dan dengan demikian dapat melakukan koding in the right mood (penjelasan lebih lanjut mengenai koding terdapat
dalam bab analisis data). Strategi koding dapat dilakukan dengan individual coding (koding yang dilakukan
secara individual), group coding
(koding yang dilakukan oleh kelompok), ataupun kombinasi keduanya untuk
meningkatkan reliabilitas antar peneliti. Kode atau label tersebut kemudian
dikelompokkan (proses ini disebut open
coding), dan dicari bentuk keterkaitan antara satu kelompok dengan kelompok
yang lain (disebut axial coding).
Penyajian
Salah satu
perbedaan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif adalah bahwa pembaca
artikel penelitian seringkali merasa bahwa penyajian penelitian kuantitatif
lebih sistematik daripada penelitian kualitatif, sehingga lebih mudah ditangkap
alur pikir dan isinya. Penyajian hasil dan pembahasan dapat ditulis menjadi
satu atau terpisah. Untuk penelitian kualitatif mungkin lebih mudah apabila
ditulis dalam satu bagian, namun berisi informasi mengenai hasil penelitian dan
pembahasannya. Pembahasan tidak hanya mencakup pembahasan hasil penelitian, tetapi
juga meliputi pembahasan metodologis dan teoritis.
Seperti halnya penelitian
kuantitatif yang datanya dapat disajikan dalam berbagai bentuk, misalnya tabel,
grafik histogram, garis, pie, dan sebagainya, data kualitatif juga dapat
disajikan dengan berbagai cara agar menarik bagi para pembacaranya. Cara
penyajian kualitatif dapat berupa penyajian menggunakan kuotasi langsung, pohon
taksonomi (taxonomy tree), bentuk
tabel, skema koding, flow-chart, matriks, narasi, dan metafora. Disamping
digunakan untuk menyajikan data pada laporan penelitian ataupun artikel
publikasi, cara-cara penyajian tersebut dapat pula digunakan dalam proses
analisis dan interpretasi data. Miles dan Huberman (1994) mendeskripsikan
penyajian data dengan sangat rinci. Berikut adalah cara penyajian yang banyak
digunakan dan penggunaannya.
Tabel 9. Berbagai cara penyajian hasil penelitian kualitatif
Cara penyajian
|
Penggunaannya
|
Kuotasi |
Kuotasi adalah kutipan
pernyataan responden dalam bentuk aslinya (kalimat atau dialog), yang dapat
disajikan sebagai bagian dari kalimat (apabila tidak terlalu panjang) atau
terpisah dalam paragraf tersediri (apabila cukup panjang). Cara penyajian ini
paling banyak digunakan, sehingga sering dianggap sebagai satu-satunya cara
penyajian hasil kualitatif.
|
Tabel/matriks
|
Tabulasi dalam penelitian
kualitatif berisi kata atau kalimat, bukan angka seperti halnya dalam
penelitian kuantitatif.
|
Diagram
|
Berbagai bentuk diagram dapat
digunakan dalam penyajian kualitatif terutama untuk menunjukkan suatu proses.
Diagram dapat menunjukkan arah keterkaitan, kekuatan hubungan, ataupun jenis
hubungan. Contohnya diagram alir, diagram peta konsep atau variabel (web).
|
Denah
|
Penyajian berbentuk denah dapat
digunakan dalam observasi terbuka untuk menggambarkan suatu lokasi, tata
letak atau alur kegiatan.
|
Model
|
Peran penelitian kualitatif
untuk mengembangkan hipotesis atau teori dapat disajikan dalam bentuk model
teori.
|
Metafora
|
Metafora adalah menyusun
pengelompokkan atau pemolaan tertentu. Sebagai contoh, penelitian mengenai
fungsi organisasi Departemen Kesehatan di Inggris menghasilkan metafora
organisasi sebagai religi, mesin, organisme, dan marketplace.
|
Etik
Setiap penelitian sebaiknya
dimintakan ethical clearance, yaitu
semacam persetujuan dari komite etik penelitian di suatu institusi bahwa
penelitian yang akan dilakukan ini tidak membahayakan responden penelitian. Ethical clearance pada umumnya diajukan
oleh peneliti apabila penelitian yang akan dilakukan mencakup tindakan invasif
pada tubuh manusia. Tren pada saat ini
adalah mencantumkan informasi ini pada artikel di jurnal internasional, oleh
karena meskipun menggunakan penelitian kualitatif, cara pengumpulan datanya pun
dapat menginvasi pemikiran orang lain.
Penggunaan kombinasi
penelitian kuantitatif dan kualitatif
Dalam penelitian, seringkali
penelitian kuantitatif digunakan secara bersamaan dengan penelitian kualitatif.
Bahkan hal ini cenderung menjadi tren penelitian kesehatan saat ini. (Namun
demikian, saya tidak menyarankan mahasiswa S2 untuk menggunakan kedua
penelitian tersebut, oleh karena konsekuensinya adalah saudara harus menguasai
kedua penelitian tersebut. Lebih baik memilih satu diantaranya dan melakukannya
dengan baik.) Mengingat paradigma yang digunakan dalam kedua penelitian
tersebut bertentangan, maka sangatlah logis apabila kedua penelitian tersebut
tidak dapat digunakan secara seimbang dalam sebuah penelitian, namun digunakan
secara komplementer.
Morgan (1998) mengembangkan "The Priority-Sequence Model"
berdasarkan prinsip komplementaritas antara penelitian kuantitatif dan
kualitatif. Sesuai dengan nama modelnya, maka langkah pertama yang harus
dilakukan oleh peneliti adalah menetapkan
prioritas utama rancangan penelitian
yang akan digunakan, yaitu apakah akan melakukan penelitian kuantitatif
ataukah penelitian kualitatif. Pertimbangan ini tentunya didasarkan oleh
pertimbangan bahwa rancangan penelitian yang berbeda mempunyai kelebihan yang berbeda
pula. Langkah berikutnya, adalah bagaimana urutan
penerapan rancangan penelitian komplementer tersebut, apakah akan
diterapkan sebelum atau sesudah rancangan penelitian utama. Keputusan ini
berkaitan erat dengan tujuan penggunaan rancangan penelitian komplementer serta
informasi tambahan apakah yang akan melengkapi rancangan penelitian utama.
Berdasarkan model tersebut, diperoleh 4 rancangan sebagai berikut:
Tabel 10. The Priority-Sequence
Model*
|
|
Prioritas: rancangan utama
|
||
|
|
Kuantitatif
|
Kualitatif
|
|
Urutan: rancang-an komple-menter
|
Di awal
|
(1) Kualitatif à KUANTITATIF
Studi kualitatif di awal
dapat digunakan untuk merancang kuesioner atau intervensi pada studi
kuantitatif. Contohnya penggunaan DKT untuk mengembangkan materi promosi yang
sesuai dengan budaya masyarakat.
|
(2) Kuantitatif à KUALITATIF
Studi
kuantitatif dapat digunakan untuk memberi pedoman mengenai hal-hal apa yang
harus diperdalam dalam studi kualitatif ataupun dalam hal sampling
kualitatif.
|
|
|
Follow-up
|
(3) KUANTITATIF Ã kualitatif
Studi
kualitatif pada akhir studi kuantitatif membantu peneliti untuk mengevaluasi
dan menginterpretasi data yang diperoleh, terutama untuk hasil yang sulit
dipahami atau tidak diharapkan atau menjadi outlier
|
(4) KUALITATIF Ã kuantitatif
Studi
kuantitatif di akhir dapat digunakan untuk melakukan generalisasi hasil,
menguji hipotesis yang muncul dari studi kualitatif.
|
|
* Sumber: Morgan, 1998
Diantara keempat rancangan
kombinasi tersebut, rancangan pertama dan keempat adalah rancangan yang paling
banyak digunakan. Coreil, Augustin, Holt, Halsey (1989) menggunakan rancangan
penelitian kualitatif di awal mengenai hambatan-hambatan dalam pemanfaatan
fasilitas pelayanan untuk mengidentifikasi faktor-faktor maternal yang dapat
memprediksi tingkat imunisasi anak. Faktor-faktor tersebut kemudian digunakan
dalam rancangan penelitian utama (yaitu penelitian kuantitatif dengan
rancangan case-control) untuk
mengukur faktor risiko. Contoh penggunaan rancangan keempat adalah pada
penelitian mengenai strategi masyarakat miskin di Amerika menghadapi masalah
biaya pelayanan kesehatan (Strickland & Strickland, 1995). Penelitian ini
diawali dengan temuan studi kualitatif yang menunjukkan bahwa terdapat 5
strategi yang digunakan oleh masyarakat miskin, yaitu pemrioritasan pelayanan,
pembiayaan pelayanan, penggunaan sumber daya yang rasional, substitusi
pengobatan, dan penundaan pelayanan. Studi kualitatif ini kemudian diikuti
dengan survei untuk menjawab pertanyaan strategi mana yang paling sering
digunakan oleh masyarakat. Hasilnya, strategi yang paling banyak digunakan
adalah strategi menunda pelayanan (45,1%).
Referensi
Adrien A, Godin G, Cappon P, Singer SH,
Maticka-Tyndale E, Willms D. Overview of the Canadian study on the determinants
of ethnoculturally specific behaviors related to HIV/AIDS. Canadian Journal of
Public Health 1996; 87 (Suppl 1), S4-10.
Agyepong IA, Aryee B, Dzikunu H, Manderson L. The
malaria manual: the guidelines for the rapid assessment of social, economic and
cultural aspects of malaria. Geneva: UNDP/World Bank/WHO Special Program for
Research & Training in Tropical Disease (TDR); 1995.
Agyepong IA.
Malaria: ethnomedical perceptions and practice in an Adangbe farming community
and implications for control. Social Science and Medicine 1992; 35 (2), 131-137.
Bentley ME, Pelto GH, Straus WL, Schumann DA,
Adegbola C, Pena EDL. Rapid ethnographic assessment: applications in a diarrhea
management program. Social Science and Medicine 1988; 27(1): 107-116.
Blum L, Pelto PJ, Pelto GH, Kuhnlein HV. Community
assessment of natural food sources of vitamin A: guidelines for an ethnographic
protocol. Boston: International Nutrition Foundation for Developing Countries
and International Development Research Center; 1997.
Brassard P, Smeja C, Valverde C. Needs assessment for an urban native
HIV and AIDS prevention program. AIDS Education and Prevention 1996; 8(4):
343-351.
Britten N, Jones R, Murphy E, Stacy R. Qualitative research methods
in general practice and primary care. Family Practice 1995;12(1): 104-113.
Coreil J, Augustin A, Holt E, Halsey NA. Use of ethnographic research
for instrument development in a case-control study of immunization use in
Haiti. International Journal of Epidemiology 1989;18(4) Suppl 2:S33-37.
Creswell JW. Research design: qualitative and quantitative
approaches. London: Sage Publications; 1994.
Gittelsohn, Pelto, Bentley ME, Bhattacharyya K, Jensen JL. Rapid
Assessment Procedures (RAP): ethnographic methods to investigate women's
health. Boston: International Nutrition Foundation; 1998.
Harris KJ, Jerome NW, Fawcett
SB. Rapid assessment procedures: a review and critique (Commentary).
Human Organization 1997; 56(3): 375-8.
Herman E and Bentley M. Manuals for ethnographic data collection:
experience and issues. Social Science
and Medicine 1992; 35(11): 1369-1378.
Kresno S, Harrison GG, Sutrisna B, Reingold A. Acute respiratory
illnesses in children under five years in Indramayu, West Java, Indonesia: a
rapid ethnographic assessment. Medical Anthropology 1994; 15, 425-434.
Lincoln YS and Guba EG. Naturalistic inquiry. London: Sage
Publications; 1985.
Marshall C and Rossman GB. Designing qualitative
research. London: Sage Publications; 1989.
Mathur P, Sharma S, Wadhwa A. Rapid assessment
procedures for the health and nutritional profile of adolescent girls: an
exploratory study. Food and Nutrition Bulletin 1996; 17(3): 235-240.
Miles MB and Huberman AM. Qualitative data analysis,
an expanded sourcebook (2nd ed.). London: Sage publications; 1994.
Morgan DL. Practical strategies for combining qualitative and
quantitative methods: applications to health research. Qualitative Health
Research 1998;8(3):362-376.
Morse JM. What's wrong with random selection? (Editorial).
Qualitative Health Research 1998;8(6): 733-735.
Murray SA, Tapson J, Turnbull L, McCallum J, Little
A. Listening to local voices: adapting rapid appraisal to assess health and
social needs in general practice. British Medical Journal 1994; 308, 698-900.
Ong BN, Humphris G, Annett H, Rifkin S. Rapid
appraisal in an urban setting, an example from the developed world. Social
Science and Medicine 1991; 32(8), 909-915.
Patton MQ. Qualitative evaluation and research methods. 2nd
edition. London: Sage Publications; 1990.
Polit DF and Hungler BP. Essentials of nursing research: methods,
appraisal, and utilization. 4th edition. Philadelphia: Lippincott;
1997.
Popay J, Rogers A, Williams G. Rationale and standards for the
systematic review of qualitative literature in health services research.
Qualitative Health Research 1998; 8(3): 341-351.
Rahardjo TBW, Kirana R, Tanaya ZA, Wartinah. Model pelayanan
kesehatan usia lanjut oleh masyarakat (penelitian kualitatif di Kecamatan
Tomohon, Sulawesi Utara). Jurnal Epidemiologi Indonesia 1997;1(1):9-18.
Sackett DL, Haynes RB, Guyatt GH, Tugwell P.
Clinical epidemiology, a basic science for clinical medicine (2nd ed.). Boston:
Little, Brown and Company; 1991.
Sandelowski M. Sample size in qualitative research.
Research in Nursing and Health 1995;18:179-183.
Scrimshaw SCM, Carballo M, Ramos L, Blair BA. The
AIDS rapid anthropological assessment procedures: a tool for health education
planning and evaluation. Health Education Quarterly 1991; 18(1): 111-123.
Shawyer RJ, Gani AS, Pununimana AN, Seuseu NKF. The
role of clinical vignettes in rapid ethnographic research: a folk taxonomy of
diarrhoea in Thailand. Social Science and Medicine 1996; 42(1), 111-123.
Singer SM, Willms DG, Adrien A, Baxter J, Brabazon
C, Leaune V. Many voices --
sociocultural results of the ethnocultural communities facing AIDS study in
Canada. Canadian Journal of Public Health 1996; 87(Suppl 1): S26-32.
Strickland WJ and Strickland DL. Coping with the
cost of care: an exploratory study of lower income minorities in the rural
South. Fam Community Health 1995;18(2):37-51.
Sureni I. Perilaku seksual pasca diagnosis kanker
leher rahim dan payudara, studi kasus di DIY. Magister Promosi dan Perilaku
Kesehatan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada; 1999.
Utarini A, Winkvist A, Pelto GH. Appraising Rapid Assessment
Procedures (RAP) studies in health: eleven critical criteria. 1999. Submitted
to Qualitative Health Research.
Utarini A, Winkvist A, Ulfa FM. Rapid Assessment Procedures of
Malaria in Low Endemic Countries: Community perceptions in Jepara District,
Indonesia. In manuscript.
Watts SJ, Brieger WR, Jacoob M. Guinea worm: an in-depth study of
what happens to mothers, families and communities. Social Science and Medicine
1989; 29(9): 1043-1049.
Willms D, Singer SM, Adrien A, Godin G,
Maticka-Tyndale E, Cappon P. Participatory aspects in the qualitative research
design of phase II of the ethnocultural communities facing AIDS study. Canadian
Journal of Public Health 1996; 87 (Suppl 1): S15-21.
Winkvist A and Akhtar HZ. Images of health and health care options
among low income women in Punjab, Pakistan. Social Science and Medicine
1997;45(10):1483-1491.
World Health Organization. Focused ethnographic study of acute
respiratory infections. Geneva: World Health Organization, Programme for the
Control of Acute Respiratory Infections Division of Diarrheal and Acute
Respiratory Disease Control; 1993.
World Health Organization.
Qualitative research for health programmes. Geneva: WHO Division of Mental
Health; 1994.
Ceklis Penulisan Rancangan Penelitian Kualitatif
(sesuai dengan pedoman
Pascasarjana UGM)
3.1
Jenis dan rancangan penelitan
·
Apakah pembaca
memperoleh gambaran mengenai keuntungan dan kerugian penggunaan penelitian
kualitatif dalam penelitian Saudara?
·
Apakah dijelaskan jenis
rancangan kualitatif yang digunakan? Apabila ada pendekatan spesifik yang
digunakan (misalnya etnografi, antropologi, grounded-theory, rapid assessment
procedures, dsb.) dapat dijelaskan pada bagian ini.
3.2
Materi penelitian
·
Apakah dijelaskan
alasan pemilihan lokasi atau organisasi sasaran penelitian? Apakah digunakan
teknik sampling tertentu?
·
Karakteristik apa yang
ingin diwakili dalam sampling? Bagaimana cara penetapan informan kunci,
kelompok FGD ataupun sampling observasinya tergantung dari cara pengumpulan
data yang dipilih)
3.3
Alat penelitian
·
Apakah disebutkan cara
pengumpulan data yang dipilih beserta alasannya? Bagaimana prosedur
pengumpulan datanya?
·
Apakah dikembangkan dan
digunakan pedoman lapangan untuk pengumpulan data?
·
Apakah digunakan
asisten peneliti, bagaimana cara merekrut dan melatih asisten peneliti?
·
Apakah dijelaskan latar
belakang, pre-understanding, dan sensitivitas peneliti dan asisten peneliti
yang mungkin mempengaruhi penelitian Saudara?
3.4
Variabel
·
Apa variabel konstruk
yang digunakan pada penelitian ini?
·
Bagaimana definisi
variabel yang diacu pada penelitian ini?
3.5
Jalannya penelitian
·
Apakah dijelaskan
langkah-langkah untuk mendapat ijin penelitian dan melakukan pendekatan
terhadap lokasi dan sasaran penelitian?
·
Apakah dijelaskan
prosedur pencatatan informasi selama pengumpulan data?
3.6
Analisis data
·
Apakah dideskripsikan
tahap-tahap dalam proses analisis data (coding)?
·
Apakah dijelaskan cara
untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas data?
·
Apakah dijelaskan
keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian kualitatif ini?
·
Apakah dijelaskan
temuan-temuan yang diharapkan dari penelitian kualitatif ini?
|
[1] Member-check adalah umpan balik hasil
penelitian kepada responden lain yang serupa dengan subjek penelitian sebagai
pembuat realita pada saat proses pengumpulan data masih berlangsung. Peer-debriefing adalah mengungkapkan
hasil penelitian kepada orang lain (biasanya pakar) yang tidak terlibat dalam
penelitian selama proses pengumpulan data masih berlangsung. Reflective journals adalah catatan
peneliti untuk merefleksikan ide-ide yang bersifat subyektif atau bias (Lincoln
& Guba, 1985). Triangulasi adalah kombinasi beberapa metode untuk mengamati
fenomena yang sama (Patton, 1990).
[2] Saturation (saturasi) atau redundancy mempunyai arti harafiah
kejenuhan. Makna kejenuhan adalah pada saat tertentu peneliti sudah tidak
memperoleh informasi baru (bukan penelitinya yang jenuh), sehingga pengumpulan
data mungkin sudah memadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar