1.
Definisi:
§
Semua tumor jinak maupun ganas yang terdapat
pada rongga hidung.
2.
Klasifikasi Histopatologi:
a. Tumor
jinak:
·
Dari jaringan lunak : fibroma, neurofibroma,
meningioma
·
Dari jaringan tulang : osteoma, giant cell tumor,
displasia fibrosa/ossifying fibrome.
·
Odontogenik :
kista-isata gigi, ameloblastoma.
b. Tumor
pra ganas:
·
Inverted papilloma
c.
Tumor ganas:
·
Dari epitel :
karsinoma sel skuamosa, limfoepitelioma,
karsinoma sel basal, silindroma dsb.
·
Dari jaringan ikat : fibrisarkoma,
rabdomiosarkoma.
·
Dari jaringan tulang/tulang rawan: osteosarkoma,
kondrosarkoma.
3. Gejala Klinis:
Gejala dini tidak khas, pada stadium lanjut
tergantung asal tumor dan arah perluasannya.
Gejala hidung:
§
Buntu hidung unilateral dan progresif.
§
Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi
lainnya.
§
Skret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila
ada infeksi.
§
Sekret yang tercampur darah atau adanya
epistaksis menunjukkan kemungkinan keganasan.
§
Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan
oleh gangguan ventilasi sinus, sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif
umumnya akibat infiltrasi tumor ganas.
Gejala lainnya dapat timbul
bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti:
§
Pembengkakan pipi
§
Pembengkakan palatum durum
§
Geraham atas goyah, maloklusi gigi
§
Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.
4. Diagnosis:
§
Anamnesis yang cermat terhadap gejala klinis.
§
Pemeriksaan:
-
Inspeksi terhadap wajah, mata, pipi, geraham dan
palatum
-
Palpasi tumor yang tampak dan kelenjar leher
-
Rinoskopi anterior untuk menilai tumor dalam
rongga hidung
-
Rinoskopi posterior untuk melihat ekstensi ke
nasofaring
-
Pemeriksaan THT lainnya menurut keperluan.
§
Pemeriksaan penunjang:
-
Foto sinar X:
o
WATER (untuk melihat perluasan tumor di dalam
sinus maksilaris dan sinus frontal)
o
Tengkorak lateral ( untuk melihat ekstensi ke
fosa kranii anterior/medial)
o
RHEZZE (untuk melihat foramen optikum dan
dinding orbita)
o
CT Scan (bila diperlukan dan fasilitas tersedia)
-
Biopsi:
o
Biopsi dengan forsep (Blakesley) dilakukan pada
tumor yang tampak. Tumor dalam sinus maksilaris dibiopsi dngan pungsi melalui
meatus nasi inferior. Bila perlu dapat dilakukan biopsi dengan pendekatan
Caldwell-Luc. Tumor yang tidak mungkin/sulit dibiopsi langsung dilakukan operasi.
Untuk kecurigaan terhadap keganasan bila perlu dilakukan potong beku untuk
diperiksa lebih lanjut.
5. Terapi:
§
Tumor jinak:
Terapi pilihan adalah pembedahan dengan
pendekatan antara lain:
1)
Rinotomi lateral
2)
Caldwell-Luc
3)
Pendekatan trans-palatal
§
Tumor ganas:
1)
Pembedahan:
o Reseksi:
§ Rinotomi
lateral
§ Maksilektomi
partial/total (kombinasi eksenterasi orbita atau dengan kombinasi deseksi leher
radikal)
o Paliatif:
mengurangi besar tumor (debulking) sebelum radiasi.
2)
Radiasi:
o Dilakukan
bila operasi kurang radikal atau residif
o Pra
bedah pada tumor yang radio sensitif (mis. Karsinoma Anaplastik, undifferentiated)
3)
Kemoterapi:
o Dilakukan
atas indikasi tertentu (mis. Tumor sangat besar/inoperable, metastasis jauh,
kombinasi dengan radiasi)
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Gejala-gejala khas
tergantung ukuran tumor, kegansan dan stadium penyakit, antara lain:
Gejala hidung:
§
Buntu hidung unilateral dan progresif.
§
Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi
lainnya.
§
Skret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila
ada infeksi.
§
Sekret yang tercampur darah atau adanya
epistaksis menunjukkan kemungkinan keganasan.
§
Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan
oleh gangguan ventilasi sinus, sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif
umumnya akibat infiltrasi tumor ganas.
Gejala lainnya dapat timbul
bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti:
§
Pembengkakan pipi
§
Pembengkakan palatum durum
§
Geraham atas goyah, maloklusi gigi
§
Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.
Pada tumor ganas didapati
gejala sistemik:
§
Penurunan berat badan lebih dari 10 %
§
Kelelahan/malaise umum
§
Napsu makan berkurang (anoreksia)
Pada pemeriksaan fisik
didapatkan:
§
Inspeksi terhadap wajah, mata, pipi, geraham dan
palatum: didapatkan pembengkakan sesuai lokasi pertumbuhan tumor
§
Palpasi, teraba tumor dan pembesaran kelenjar
leher
b. Pengkajian Diagnostik:
§ Rinoskopi
anterior untuk menilai tumor dalam rongga hidung
§ Rinoskopi
posterior untuk melihat ekstensi ke nasofaring
§ Foto
sinar X:
-
WATER (untuk melihat perluasan tumor di dalam
sinus maksilaris dan sinus frontal)
-
Tengkorak lateral ( untuk melihat ekstensi ke
fosa kranii anterior/medial)
-
RHEZZE (untuk melihat foramen optikum dan
dinding orbita)
-
CT Scan (bila diperlukan dan fasilitas tersedia)
§ Biopsi:
-
Biopsi dengan forsep (Blakesley) dilakukan pada
tumor yang tampak. Tumor dalam sinus maksilaris dibiopsi dngan pungsi melalui
meatus nasi inferior. Bila perlu dapat dilakukan biopsi dengan pendekatan
Caldwell-Luc. Tumor yang tidak mungkin/sulit dibiopsi langsung dilakukan
operasi. Untuk kecurigaan terhadap keganasan bila perlu dilakukan potong beku
untuk diperiksa lebih lanjut.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1) Kecemasan b/d krisis situasi (keganasan), ancaman perubahan status kesehatan-sosial-ekonomik, perubahan fungsi-peran, perubahan interaksi sosial, ancaman kematian, perpisahan dari keluarga.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.
Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap
prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
2.
Eksplorasi kecemasan klien dan berikan umpan balik.
3.
Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang lazim
dialami oleh banyak orang dalam situasi klien saat ini.
4.
Ijinkan klien ditemani keluarga (significant others)
selama fase kecemasan dan pertahankan ketenangan lingkungan.
5.
Kolaborasi pemberian obat sedatif.
6.
Pantau dan catat respon verbal dan non verbal klien
yang menunjukan kecemasan.
|
Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien
dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu
klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
Mengidentifikasi faktor pencetus/pemberat masalah kecemasan
dan menawarkan solusi yang dapat dilakukan klien.
Menunjukkan bahwa kecemasan adalah wajar dan tidak hanya
dialami oleh klien satu-satunya dengan harapan klien dapat memahami dan
menerima keadaanya.
Memobilisasi sistem pendukung, mencegah perasaan terisolasi
dan menurunkan kecemsan.
Menurunkan kecemasan, memudahkan istirahat.
Menilai perkembangan masalah klien.
|
2) Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat keganasan, efek-efek radioterapi/kemoterapi.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.
Diskusikan dengan klien dan keluarga pengaruh
diagnosis dan terapi terhadap kehidupan pribadi klien dan aktiviats kerja.
2.
Jelaskan efek samping dari pembedahan, radiasi dan
kemoterapi yang perlu diantisipasi klien
3.
Diskusikan tentang upaya pemecahan masalah perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat berkaitan dengan penyakitnya.
4.
Terima kesulitan adaptasi klien terhadap masalah yang
dihadapinya dan informasikan kemungkinan perlunya konseling psikologis
5.
Evaluasi support sistem yang dapat membantu klien
(keluarga, kerabat, organisasi sosial, tokoh spiritual)
6.
Evaluasi gejala keputusasaan, tidak berdaya,
penolakan terapi dan perasaan tidak
berharga yang menunjukkan gangguan harga diri klien.
|
Membantu klien dan keluarga memahami masalah yang
dihadapinya sebagai langkah awal proses pemecahan masalah.
Efek terapi yang diantisipasi lebih memudahkan proses
adaptasi klien terhadap masalah yang mungkin timbul.
Perubahan status kesehatan yang membawa perubahan status
sosial-ekonomi-fungsi-peran merupakan masalah yang sering terjadi pada klien
keganasan.
Menginformasikan alternatif konseling profesional yang
mungkin dapat ditempuh dalam penyelesaian masalah klien.
Mengidentifikasi sumber-sumber pendukung yang mungkin dapat
dimanfaatkan dalam meringankan masalah klien.
Menilai perkembangan masalah klien.
|
3) Nyeri b/d kompresi/destruksi jaringan saraf dan proses inflamasi.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.
Lakukan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, masase
punggung) dan pertahankan aktivitas hiburan (koran, radio)
2.
Ajarkan kepada klien manajemen penatalaksanaan nyeri
(teknik relaksasi, napas dalam, visualisasi, bimbingan imajinasi)
3.
Berikan analgetik sesuai program terapi.
4.
Evaluasi keluhan nyeri (skala, lokasi, frekuensi,
durasi)
|
Meningkatkan relaksasi dan mengalihkan fokus perhatian
klien dari nyeri.
Meningkatkan partisipasi klien secara aktif dalam pemecahan
masalah dan meningkatkan rasa kontrol diri/keman-dirian.
Analgetik mengurangi respon nyeri.
Menilai perkembangan masalah klien.
|
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status metabolik akibat keganasan, efek radioterapi/kemoterapi dan distres emosional.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.
Dorong klien untuk meningkatkan asupan nutrisi
(tinggi kalori tinggi protein) dan asupan cairan yang adekuat.
2.
Kolaborasi dengan tim gizi untuk menetapkan program
diet pemulihan bagi klien.
3.
Berikan obat anti emetik dan roborans sesuai program
terapi.
4.
Dampingi klien pada saat makan, identifikasi keluhan
klien tentang makan yang disajikan.
5.
Timbang berat badan dan ketebalan lipatan kulit
trisep (ukuran antropometrik lainnya) sekali seminggu
6.
Kaji hasil pemeriksaan laboratorium (Hb, limfosit
total, transferin serum, albumin serum)
|
Asupan nutrisi dan cairan yang adekuat diperlukan untuk
mengimbangi status hipermetabolik pada klien dengan keganasan.
Kebutuhan nutrisi perlu diprogramkan secara individual
dengan melibatkan klien dan tim gizi bila diperlukan.
Anti emetik diberikan bila klien mengalami mual dan
roborans mungkin diperlukan untuk meningkatkan napsu makan dan membantu
proses metabolisme.
Mencegah masalah kekurangan asupan yang disebabkan oleh
diet yang disajikan.
Menilai perkembangan masalah klien.
Menilai perkembangan masalah klien.
|
5) Risiko infeksi b/d ketidak-adekuatan pertahanan sekunder dan efek imunosupresi radioterapi/kemoterapi
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.
Tekankan penting oral hygiene.
2.
Ajarkan teknik mencuci tangan kepada klien dan
keluarga, tekankan untuk menghindari mengorek/me-nyentuh area luka pada
rongga hidung (area operasi).
3.
Kaji hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan
penurunana fungsi pertahanan tubuh (lekosit, eritrosit, trombosit, Hb,
albumin plasma)
4.
Berikan antibiotik sesuai dengan program terapi.
5.
Tekankan pentingnya asupan nutrisi kaya protein
sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
6.
Kaji tanda-tanda vital dan gejala/tanda infeksi pada
seluruh sistem tubuh.
|
Infeksi pada cavum nasi dapat bersumber dari
ketidakadekuatan oral hygiene.
Mengajarkan upaya preventif untuk menghindari infeksi
sekunder.
Menilai perkembagan imunitas seluler/ humoral.
Antibiotik digunakan untuk mengatasi infeksi atau diberikan
secara profilaksis pada pasien dengan risiko infeksi.
Protein diperlukan sebagai prekusor pembentukan asam amino
penyusun antibodi.
Efek imunosupresif terapi radiasi dan kemoterapi dapat
mempermudah timbulnya infeksi lokal dan sistemik.
|
DAFTAR PUSTAKA
Adams at
al (1997), Buku Ajar Penyakit THT, Ed. 6, EGC, Jakarta
Carpenito
(2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC,
Jakarta
Doenges
at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Tim RSUD
Dr. Soetomo (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit THT, RSUD
Dr. Soetomo, Surabaya.
Price
& Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Ed.4, EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar