BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang
berasal dari faktor ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri dan
diabetes melitus.
Perdarahan masih merupakan trias penyebab kematian maternal tertinggi,
di samping preeklampsi/eklampsi dan infeksi. Perdarahan dalam bidang
obstetri dapat dibagi menjadi perdarahan pada kehamilan muda (<22 minggu),
perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan, dan perdarahan pasca
persalinan.
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan
yang terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa,
solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada
kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai
sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan
intrapartum sebelum kelahiran.
Sebuah kajian deskriptif tentang profil kematian janin
dalam rahim di RS Hasan Sadikin, Bandung periode 2000-2002 mendapatkan 168
kasus kematian janin dalam rahim dari 2974 persalinan. Penyebab kematian
janin dalam rahim paling tinggi oleh karena faktor ibu yaitu ibu dengan
penyulit kehamilan ruptur uteri dan penyulit medis diabetes melitus.
Lebih lanjut, dilakukan pula evaluasi kasus ruptur
uteri di RS Hasan Sadikin dan 3 rumah sakit jejaringnya pada periode
1999-2003. Hasilnya, insiden kasus ruptur uteri di RS Hasan Sadikin 0,09% (1 :
1074). Insiden di rumah sakit jejaring sedikit lebih tinggi yaitu 0,1%
(1:996). Di RSHS, tidak didapatkan kematian ibu, sedangkan di 3 rumah sakit
jejaring didapatkan sebesar 0,4%. Sebaliknya, kematian perinatal di RSHS
mencapai 90% sedangkan di rumah sakit jejaring 100%. Maka dari itu dapat
disimpulkan, kasus ruptur uteri memberi dampak yang negatif baik pada
kematian ibu maupun bayi.
Beberapa kondisi yang berhubungan dengan ruptur uteri,
diantaranya adalah adanya jaringan parut pada uterus (biasanya akibat
melahirkan cesar) dan penggunaan obat-obat penginduksi persalinan.
Kelahiran spontan pasca kelahiran cesar pada
kehamilan sebelumnya (vaginal birth after cesarean/VBAC) dituding berperan
besar terhadap kasus ruptur uteri. Dahulu pada tahun 1916, Cragin EB dalam
New York Medical Journal melontarkan satu kalimat kutipan yang terkenal saat
itu, “Once a cesarean, always a cesarean.” Kutipan itu dilatarbelakangi metode
bedah cesar yang saat itu menggunakan insisi vertikal (klasik). Insisi klasik
menyebabkan risiko tinggi terjadinya ruptur uteri bila wanita tersebut hendak
melahirkan spontan pada kehamilan berikutnya. Lama kelamaan, metode insisi
klasik ditinggalkan dan diganti dengan insisi lintang rendah (low-transverse).
Metode terakhir ini lebih aman dan mulai menggeser metode klasik. Sejak itu,
permintaan bedah cesar terus meningkat.
Pada tahun 1970, hanya 5% kelahiran yang dilakukan
lewat bedah cesar. Angka itu meroket menjadi 24,7% tahun 1988. Saat ini
diperkirakan terdapat 1 juta bedah cesar tiap tahunnya di Amerika. Pada
kenyataannya, risiko yang mungkin terjadi pada kelahiran lewat bedah cesar
lebih besar daripada pervaginam. Selain itu, biaya yang dikeluarkan juga jauh
lebih banyak. Oleh karena itu, American College of Obstetrician and
Gynecologist (ACOG) mulai gencar mempromosikan kembali VBAC. Sejak itu, angka
bedah cesar menurun menjadi 20,8% tahun 1995.
Akhir-akhir ini, VBAC mulai dipertanyakan menyusul
adanya laporan outcome ibu dan bayi yang buruk. ACOG melaporkan insiden ruptur
uteri pada wanita dengan riwayat satu kali bedah cesar insisi lintang rendah
adalah 0,2-1,5 %. Studi lain yang melibatkan lebih dari 130.000 wanita
menemukan rata-rata insiden ruptur uteri adalah 0,6 % (1 dari 170 wanita).
Insiden akan meningkat 3-5 x menjadi 3,9 % pada wanita dengan riwayat 2 atau
lebih bedah cesar (1 dari 26 wanita). Ruptur uteri pada insisi klasik dan
T-shaped 4-9 % sedangkan insisi lintang rendah 1-7 %. Sebagai perbandingan,
studi selama 10 tahun oleh Gardeil F dkk, seperti termuat dalam Eur J Obstet
Gynecol Reprod Biol 1994, menunjukkan bahwa rata-rata insiden ruptur uteri pada
uterus yang tidak memiliki jaringan parut adalah 1 per 30.764 kelahiran
(0,0033 %); pun tidak ada kasus ruptur uteri pada 21.998 primigravida dan
hanya 2 kasus pada 39.529 multigravida. Melihat fakta-fakta tersebut, ACOG
mulai merevisi kembali kriteria VBAC.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa
keperawtan mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit
konjungtivitis.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa keperawatan mampu :
a.
Menjelaskan pengertian Ruptur Uteri.
b.
Menyebutkan penyebab Ruptur Uteri.
c.
Menyebutkan gambaran klinis dari Ruptur Uteri.
d.
Menjelaskan patofisiologi dan patway Ruptur Uteri.
e.
Menjelaskan pemeriksaan penunjang dan diaonostik Ruptur Uteri.
f.
Mengetahui danmampu melaksanakan Askep
tentang Ruptur Uteri.
C.
Manfaat
a.
Bagi Akademi
Bermanfaat untuk menambah
referensi pustaka dan literatur dalam pendokumentasian materi kuliah.
b.
Bagi Mahasiswa / i
1.
Berguna dalam menambah pengetahuan mahasiswa tentang
asuhan keperawatan pada klien Ruptur Uteri.
2.
Melatih mahasiswa dalam mencari bahan referensi untuk
melengkapi makalah yang pada akhirnya terbiasa dalam penyusunan tugas akhir.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
§
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita
dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan
nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal )
§
Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus
pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum
visceral.
( Obstetri dan Ginekologi )
B. ETIOLOGI
1.
riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
2.
induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau
persalinan yang lama
3.
presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada
segmen bawah uterus ).
( Helen, 2001 )
C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.
Dramatis
- Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak
- Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri
- Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
- Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun dan nafas pendek ( sesak )
- Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu
- Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul
- Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibu
- Bagian janin lebih mudah dipalpasi
- Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar
- Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ).
Tenang
- Kemungkinan terjadi muntah
- Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen
- Nyeri berat pada suprapubis
- Kontraksi uterus hipotonik
- Perkembangan persalinan menurun
- Perasaan ingin pingsan
- Hematuri ( kadang-kadang kencing darah )
- Perdarahan vagina ( kadang-kadang )
- Tanda-tanda syok progresif
- Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau kontraksi mungkin tidak dirasakan
- DJJ mungkin akan hilang
D. KLASIFIKASI
Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara :
1.
Menurut waktu terjadinya
a)
R. u. Gravidarum
§
Waktu sedang hamil
§
Sering lokasinya pada korpus
b)
R. u. Durante Partum
§
Waktu melahirkan anak
§
Ini yang terbanyak
2.
Menurut lokasinya
a)
Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang
sudah pernah mengalami operasi seperti
seksio sesarea klasik ( korporal ), miemoktomi
b)
Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada
partus yang sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis
dan akhirnya terjadilah ruptur uteri
yang sebenarnya
c)
Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu
melakukan ekstraksi forsipal atau versi
dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap
d)
Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan
vagina
3.
Menurut robeknya peritoneum
a). R. u. Kompleta : robekan pada dinding uterus
berikut peritoneumnya ( perimetrium ) ; dalam hal ini terjadi hubungan langsung antara rongga perut
dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis
b)
R. u. Inkompleta : robekan otot rahim tanpa ikut robek
peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke lig.latum
4.
Menurut etiologinya
a)
Ruptur uteri spontanea
Menurut etiologinya dibagi 2 :
1)
Karena dinding rahim yang lemah dan cacat
-
bekas seksio sesarea
-
bekas miomectomia
-
bekas perforasi waktu keratase
-
bekas histerorafia
-
bekas pelepasan plasenta secara manual
-
pada gravida dikornu yang rudimenter dan graviditas
interstitialis
-
kelainan kongenital dari uterus
-
penyakit pada rahim
-
dinding rahim tipis dan regang ( gemelli &
hidramnion )
2)
Karena peregangan yang luarbiasa dari rahim
-
pada panggul sempit atau kelainan bentuk dari panggul
-
janin yang besar
-
kelainan kongenital dari janin
-
kelainan letak janin
-
malposisi dari kepala
-
adanya tumor pada jalan lahir
-
rigid cervik
-
retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi
-
grandemultipara dengan perut gantung ( pendulum )
-
pimpinan partus salah
b)
Ruptur uteri violenta
Karena tindakan dan trauma lain :
-
Ekstraksi forsipal
-
Versi dan ekstraksi
-
Embriotomi
-
Braxton hicks version
-
Sindroma tolakan
-
Manual plasenta
-
Kuretase
-
Ekspresi kristeller atau crede
-
Trauma tumpul dan tajam dari luar
-
Pemberian piton tanpa indikasi dan pengawasan
5.
Menurut simtoma klinik
a)
R. u. Imminens ( membakat = mengancam )
b)
Ruptur Uteri ( sebenarnya )
E. DATA SUBYEKTIF DAN DATA OBYEKTIF
1. DataSsubyektif
Gejala Saat Ini
Nyeri Abdomen
dapat tiba-tiba, tajam dan seperti disayat pisau. Apabila terjadi rupture
sewaktu persalinan, konstruksi uterus yang intermitten, kuat dapat berhenti
dengan tiba-tiba. Pasien mengeluh nyeri uterus yang menetap.
Perdarahan Per
Vaginam dapat simptomatik karena perdarahan aktif dari pembuluh darah yang
robek.
Gejala-gejala
lainnya meliputi berhentinya persalinan dan syok, yang mana dapat di luar proporsi
kehilangan darah eksterna karena perdarahan yang tidak terlihat. Nyeri bahu
dapat berkaitan dengan perdarahan intraperitoneum.
Riwayat Penyakit Dahulu
Rupture uteri harus selalu diantisipasi bila pasien
memberikan suatu riwayat paritas tinggi, pembedahan uterus sebelumnya, seksio
sessaria, miomektomi atau reseksi koruna.
2. Data Obyektif
·
Pemeriksaan
Umum
Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari
kehilangan darah akut, biasanya perdarahan eksterna dan perdarahan intra
abdomen.
·
Pemeriksaan Abdomen
Sewaktu persalinan, kontur uterus yang abnormal atau
perubahan kontur uterus yang tiba-tiba dapat menunjukkan adanya ekstrusi janin.
Fundus uteri dapat terkontraksi dan
erat dengan bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding abdomen diatas
fundus yang berkontraksi. Kontraksi uterus dapat berhenti dengan mendadak dan
bunyi jantung janin tiba-tiba menghilang.
Sewaktu atau
segera melahirkan, abdomen sering sangat lunak, disertai dengan nyeri lepas
mengindikasikan adanya perdarahan intraperitoneum.
·
Pemeriksaan
Pelvis
Menjelang
kelahiran, bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi terpalpasi
melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi ke dalam rongga peritoneum.
Perdarahan pervaginam mungkin hebat.
Ruptur
uteri setelah melahirkan dikenali melalui eksplorasi manual segmen uterus
bagian bawah dan kavum uteri. Segmen uterus bagian bawah merupakan tempat yang
paling lazim dari ruptur. Apabila robekannya lengkap, jari-jari pemeriksa dapat
melalui tempat ruptur langsung ke dalam rongga peritoneum, yang dapat dikenali
melalui :
1. Permukaan serosa uterus yang halus dan
licin
2. Adanya usus dan ommentum
3. jari-jari dan tangan dapat digerakkan
dengan bebas
F.
TES LABORATORIUM
1.
Hitung Darah lengkap dan Apusan Darah
Batas dasar hemoglobin dan
nilai hematokrit dapat tidak menjelaskan banyaknya kehilangan darah.
2.
Urinalisis :
Hematuria sering menunjukkan
adanya hubungan denga perlukaan kandung kemih.
3.
Golongan Darah dan Rhesus
4 sampai 6
unit darah dipersiapkan untuk tranfusi bila diperlukan
G.
PENATALAKSANAAN
Tindakan
pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan
pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika, antibiotika, dsb. Bila
keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi
dengan tindakan jenis operasi :
1. histerektomi baik total maupun sub total
2. histerorafia, yaitu luka di eksidir
pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
3. konserfatif : hanya dengan temponade dan
pemberian antibiotika yang cukup.
Tindakan
yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah :
1. keadaan umum penderita
2. jenis ruptur incompleta atau completa
3. jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar,
agak lama, pinggir tidak rata dan sudah banyak nekrosis
4. tempat luka : serviks, korpus, segmen
bawah rahim
5. perdarahan dari luka : sedikit, banyak
6. umur dan jumlah anak hidup
7. kemampuan dan ketrampilan penolong
H. MANAJEMEN
1. Segera hubungi dokter, konsultan, ahli
anestesi, dan staff kamar operasi
2. Buat dua jalur infus intravena dengan
intra kateter no 16 : satu oleh larutan elektrolit, misalnya oleh larutan
rimger laktat dan yang lain oleh tranfusi darah. ( jaga agar jalur ini tetap
tebuka dengan mengalirkan saline normal, sampai darah didapatkan ).
3. Hubungi bank darah untuk kebutuhan
tranfusi darah cito, perkiraan jumlah unit dan plasma beku segar yang
diperlukan
4. Berikan oksigen
5. Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen
segera ( laparatomi dan histerektomi )
6. Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan
kompresi aorta dan tambahkan oksitosin dalam cairan intra vena.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah
20 tahun dan diatas 35 tahun
2. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir,
badan lemah, limbung, keluar keringat
dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat
hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli,
hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil.
Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus
lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
4. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
5. Pengkajian fisik :
Tanda vitalv :
• Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100
mmHg)
• Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
• Pernafasan : Normal/
meningkat ( 28-34x/menit )
• Suhu : Normal/
meningkat
• Kesadaran : Normal
/ turun
•
Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi
• Kulit : Dingin,v berkeringat, kering,
hangat, pucat, capilary refill memanjan
• Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea (
jumlah dan jenis )
•
Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam
2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam
3. Cemas/ketakutan b/d perubahan keadaan atau ancaman kematian
4. Resiko infeksi b/d perdarahan
5. Resiko shock hipovolemik b/d perdarahan.
C. Rencana tindakan keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan
pervaginam
Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan
Rencana tindakan :
Rencana tindakan :
a.
Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan
badannya tetap terlentang
R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous
return dan memungkinkan darah keotak dan organ lain.
b.
Monitor tanda vital
R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
c. Monitor
intake dan output setiap 5-10 menit
R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan
fungsi ginjal
d.
Evaluasi kandung kencing
R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi
uterus
e.
Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan
lainnya diletakan diatas simpisis.
R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan
membantu pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya
inversio uteri
f. Batasi
pemeriksaan vagina dan rectum
R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta
rektum meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi
laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom
Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan
cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.
g. Berikan infus atau cairan intravena
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume
intravaskular
h.
Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia
uteri )
R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan
mengontrol perdarahan
i.
Berikan antibiotic
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi
karena perdarahan
j. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan
tubuh.
2. Gangguan perfusi jaringan b/d
perdarahan pervaginam
Tujuan: Tanda vital dan gas darah dalam batas normal
Rencana keperawatan :
a.
Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
b.
Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan
lidah, suhu kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital,
sirkulasi di jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu
kulit yang dingin
c.
Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin
dimana diperlukan dalam produksi ASI
d.
Tindakan kolaborasi :
·
Monitor
kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda
hipoksia jaringan )
·
Berikan
terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi sirkulasi
jaringan ).
3.
Cemas/ketakutan
berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal
rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
a. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan
paska persalinan
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
b. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia,
takipnea, gemetar )
R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada
respon fisiologis
c. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
c. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R/ Memberikan dukungan emosi
d. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan
takut yang tidak diketahui
e.
Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
f.
Kaji mekanisme
koping yang digunakan klien
R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan
mekanisme koping yang tepat.
4. Resiko
infeksi sehubungan dengan perdarahan
Tujuan : Tidak terjadi infeksi (lokea tidak berbau
dan TV dalam batas normal)
Rencana tindakan :
a.
Catat perubahan tanda vital
R/ Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi
terjadinya infeksi
b.
Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia,
kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya
bakterimia, shock yang tidak terdeteksi
c.
Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi
pengeluaran lokea yang berkepanjangan
d.
Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya
infeksi saluran nafas, mastitis dan saluran kencing
R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
e.
Berikan perawatan perineal,dan pertahankan agar pembalut
jangan sampai terlalu basah
jangan sampai terlalu basah
R/ pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit
iritasi dan
dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri,peningkatan
resiko infeksi.
dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri,peningkatan
resiko infeksi.
f.
Tindakan kolaborasi
• Berikan zat besi ( Anemi
memperberat keadaan )
• Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat
diperlukan untuk keadaan infeksi ).
5. Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan.
Tujuan: Tidak terjadi shock(tidak terjadi penurunan
kesadaran
dan tanda-tanda dalam batas normal)
dan tanda-tanda dalam batas normal)
Rencana tindakan :
a. Anjurkan pasien untuk banyak minum
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan
volume intravascular sehingga dapat meningkatkan volume intravascular yang
dapat meningkatkan perfusi jaringan.
b. Observasitanda-tandavital tiap 4 jam.
R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan
indikator terjadinya dehidrasi secara dini.
c. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan terjadinya shock bila dehidrasi
tidak ditangani secara baik.
d. Observasi intake cairan dan output.
R/ Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi
pengeluaran cairan yang berlebihan.
e. Kolaborasi dalam : - Pemberian cairan infus / transfusi
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume
intravaskular yang dapat meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat mencegah
terjadinya shock.
f. Pemberian koagulantia dan uterotonika.
R/ Koagulan membantu dalam proses pembekuan darah dan
uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan.
D. Evaluasi
Semua tindakan
yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
1. Tanda vital dalam batas normal :
a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b. Denyut nadi : 70-80 x/menit
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
d. Suhu : 36 – 37 oc
2. Kadar Hb :
Lebih atau sama dengan 10 g/dl
3. Gas darah
dalam batas normal
4. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia
mengerti tentang komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
5. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya
dalam mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya
6. Klien dapat
melakukan aktifitasnya sehari-hari
7. Klien tidak
merasa nyeri
8. Klien dapat
mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ruptur Uteri merupakan suatu robekan atau diskontinuita dinding rahim
akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal ) dimana yang menjadi penyebabnya adalah
riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus, induksi dengan oksitosin
yang sembarangan atau persalinan yang lama serta presentasi abnormal ( terutama
terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ) ( Helen, 2001 ) dengan Tanda dan
gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.
Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara yaitu : Menurut waktu
terjadinya, Menurut lokasinya, Menurut robeknya peritoneum, Menurut
etiologinya, dan Menurut simtoma klinik
B. Saran
1.
Untuk Akademi
Diharapkan kepada akademi agar dapat lebih
memperbanyak buku-buku yang dapat menunjang perkuliahan, khususnya mata kuliah Keperawatan
Maternitas dan mata kuliah lainnya.
2.
Untuk Mahasiswa /i
Untuk dapat
membaca dan memberikan masukan tentang makalah ini serta dapat mempergunakan
makalah ini sebagai bahan penunjang materi pembelajaran.
3.
Untuk pembaca
Agar dapat membaca makalah dan menggunakan makalah
ini sebagai bahan bacaan yang bermanfaat bagi si pembaca dan juga yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
- Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot Company, Pholadelpia.
- Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA.
- Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.
- Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia, Jakarta.
- RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR, Surabaya
- Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.
- Tabrani Rab 9 1998), Agenda Gawat Darurat, Alumni, Bandung.