Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Poliomyelitis

A. Pengertian
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot.
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralysis).
B. Gambaran Klinis
Poliomielitis terbagi menjadi empat bagian yaitu :
1. Poliomielitis Asimtomatis: Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.
2. Poliomielitis Abortif: Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.
3. Poliomielitis Non Paralitik: Gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk ke dalam fase ke-2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior.
4. Poliomielitis Paralitik: Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
a. Bentuk spinal: Gejala kelemahan/paralysis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.
b. Bentuk bulbar: Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
c. Bentuk bulbospinal: Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar.
d. Kadang ensepalitik: Dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang kejang.
C. Etiologi
Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu:
1. Brunhilde
2. Lansing
3. Leon; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan pengeringan /oksidan. Masa inkubasi : 7-10-35 hari
Klasifikasi virus
Golongan : Golongan IV ((+)ssRNA)
Familia : Picornaviridae
Genus : Enterovirus
Spesies : Poliovirus
D. Penularan
Cara penularannya dapat melalui :
1. Inhalasi
2. Makanan dan minuman
3. Bermacam serangga seperti lipas, lalat, dan lain-lain.
Penularan melalui oral berkembambang biak diusus→verimia virus+DC faecese beberapa minggu.
E. Pencegahan
Cara pencegahan dapat dilalui melalui :
1. Imunisasi
2. Jangan masuk daerah endemis
3. Jangan melakukan tindakan endemis
F. Patofisiologi
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah :
1. Medula spinalis terutama kornu anterior.
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital.
3. Sereblum terutama inti-inti virmis.
4. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-kadang nucleus rubra.
5. Talamus dan hipotalamus.
6. Palidum.
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.
G. Komplikasi
1. Hiperkalsuria
2. Melena
3. Pelebaran lambung akut
4. Hipertensi ringan
5. Pneumonia
6. Ulkus dekubitus dan emboli paru
7. Psikosis
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Lab :
a. Pemeriksaan darah
b. Cairan serebrospinal
c. Isolasi virus volio
2. Pemeriksaan radiology
I. Penatalaksanaan Medis
1. Poliomielitis aboratif
a. Diberikan analgetk dan sedative
b. Diet adekuat
c. Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari,sebaiknya dicegah aktifitas yang berlebihan selama 2 bulan kemudian diperiksa neurskeletal secara teliti.
2. Poliomielitis non paralitik
a. Sama seperti aborif
b. Selain diberi analgetika dan sedative dapat dikombinasikan dengan kompres hangat selama 15 – 30 menit,setiap 2 – 4 jam.
3. Poliomielitis paralitik
a. Perawatan dirumah sakit
b. Istirahat total
c. Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
d. Fisioterafi
e. Akupuntur
f. Interferon
Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan.
Poliomielitis abortif diatasi dengan istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktifitas dapat dimulai lagi.
Poliomielitis paralitik/non paralitik diatasi dengan istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu perlu pemgawasan yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralysis pernapasan.
Fase akut :
a. Analgetik untuk rasa nyeri otot.
b. Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papan penahan pada telapak kaki) agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai.
c. Pada poliomielitis tipe bulbar kadang-kadang reflek menelan terganggu sehingga dapat timbul bahaya pneumonia aspirasi dalam hal ini kepala anak harus ditekan lebih rendah dan dimiringkan kesalah satu sisi.
Sesudah fase akut :
a. Kontraktur atropi dan attoni otot dikurangi dengan fisioterafy. Tindakan ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang.
J. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
Riwayat pengobatan penyakit-penyakit dan riwayat imunitas
2. Pemeriksaan Fisik
a. Nyeri kepala
b. Paralisis
c. Refleks tendon berkurang
d. Kaku kuduk
e. Brudzinky
K. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah.
2. Hipertermi b/d proses infeksi.
3. Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot.
4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf.
5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis.
6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.
L. Intervensi
1 Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah.
intervensi:
1. Kaji pola makan anak.
2. Berikan makanan secara adekuat.
3. Berikan nutrisi kalori, protein, vitamin dan mineral.
4. Timbang berat badan.
5. Berikan makanan kesukaan anak.
6. Berikan makanan tapi sering.
rasional:
1. Mengetahui intake dan output anak.
2. Untuk mencakupi masukan sehingga output dan intake seimbang.
3. Mencukupi kebutuhan nutrisi dengan seimbang.
4. Mengetahui perkembangan anak.
5. Menambah masukan dan merangsang anak untuk makan lebih banyak.
6. Mempermudah proses pencernaan.
2 Hipertermi b/d proses infeksi.
intervensi:
1. Pantau suhu tubuh.
2. Jangan pernah menggunakan usapan alcohol saat mandi/kompres.
3. Hindari mengigil.
4. Kompres mandi hangat durasi 20-30 menit.
rasional:
1. Untuk mencegah kedinginan tubuh yang berlebih.
2. Dapat menyebabkan efek neurotoksi.
3. Mengurangi penguapan tubuh.
4. Dapat membantu mengurangi demam.
3 Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot.
intervensi:
1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman.
2. Auskultasi bunyi nafas.
3. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi atau semi fowler.
4. Berikan tambahan oksigen.
rasional:
1. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi dapat mencegah komplikasi.
2. Mengetahui adanya bunyi tambahan.
3. Merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru.
4. Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru.
4 Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf.
intervensi:
1. Lakukan strategi non farmakologis untuk membantu anak mengatasi nyeri.
2. Libatkan orang tua dalam memilih strategi.
3. Ajarkan anak untuk menggunakan strategi non farmakologis khusus sebelum nyeri.
4. Minta orang tua membantu anak dengan menggunakan srtategi selama nyeri.
5. Berikan analgesic sesuai indikasi.
rasional:
1. Teknik-teknik seperti relaksasi, pernafasan berirama, dan distraksi dapat membuat nyeri dan dapat lebih di toleransi.
2. Karena orang tua adalah yang lebih mengetahui anak.
3. Pendekatan ini tampak paling efektif pada nyeri ringan.
4. Latihan ini mungkin diperlukan untuk membantu anak berfokus pada tindakan yang diperlukan.
5. Mengurangi nyeri.
5 Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis.
intervensi:
1. Tentukan aktivitas atau keadaan fisik anak.
2. Catat dan terima keadaan kelemahan (kelelahan yang ada).
3. Indetifikasi factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk aktif seperti pemasukan makanan yang tidak adekuat.
4. Evaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi secara aman.
rasional:
1. Memberikan informasi untuk mengembangkan rencana perawatan bagi program rehabilitasi.
2. Kelelahan yang dialami dapat mengindikasikan keadaan anak.
3. Memberikan kesempatan untuk memecahkan masalah untuk mempertahankan atau meningkatkan mobilitas.
4. Latihan berjalan dapat meningkatkan keamanan dan efektifan anak untuk berjalan.
6 Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.
intervensi:
1. Kaji tingkat realita bahaya bagi anak dan keluarga tingkat ansietas (mis.renda, sedang, parah).
2. Nyatakan retalita dan situasi seperti apa yang dilihat keluarga tanpa menayakan apa yang dipercaya.
3. Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan jika diminta oleh keluarga.
4. Hindari harapan –harapan kosong mis ; pertanyaan seperti “ semua akan berjalan lancar”.
rasional:
1. Respon keluarga bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari.
2. Pasien mungkin perlu menolak realita sampai siap menghadapinya.
3. Informasi yang menimbulkan ansietas dapat diberikan dalam jumlah yang dapat dibatasi setelah periode yang diperpanjang.
4. Harapan–harapan palsu akan diintervesikan sebagai kurangnya pemahaman atau kejujuran.
M. Tumbuh Kembang Anak Usia 0 -5 Tahun
Penyimpangan tumbuh kembang anak harus dideteksi sejak dini, terutama sebelum anak berumur 3 tahun, agar dapat segera di intervensi. Apabila deteksi terlambat, yang menyebabkan penanganan terlambat sehingga penyimpangan akan sulit untuk diperbaiki.
Terdapat beberapa tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan antara lain:
1. Masa dalam kandungan (prenatal), masa Neonatal (0 – 28 hari), masa Bayi (>6 bulan) terjadi stanger anxiety (cemas).
• Menangis keras
• Pergerakan tubuh yang banyak
• Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan
2. Masa todler (2-3 tahun)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.
• Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain.
• Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat bermain, sedih, apatis.
• Pengingkaran / denial.
• Mulai menerima perpisahan.
• Membina hubungan secara dangkal.
• Anak mulai menyukai lingkungannya.
3. Masa prasekolah (3-6 tahun)
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga menimbulkan reaksi agresif.
• Menolak makan
• Sering bertanya
• Menangis perlahan
• Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
4. Masa sekolah (6-12 tahun)
Perawatan di rumah sakit memaksakan;
• Meninggalkan lingkungan yang dicintai.
• Meninggalkan keluarga.
• Kehilangan kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan.
5. Masa remaja (12-18 tahun)
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Reaksi yang muncul:
• Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
• Tidak kooperatif dengan petugas
• Bertanya-tanya
• Menarik diri
• Menolak kehadiran orang lain
Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi.
Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi:
• Takut
• Cemas
• Perasaan sedih
• Frustasi
Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi
• Marah
• Cemburu
• Benci
• Rasa bersalah
Reaksi lingkungan sosial terhadap hospitalisasi
• Acuh tak acuh
• Terkesan menghindar
Intevensi perawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi.
Fokus intervensi keperawatan adalah:
• Menimalkan stressor
• Memaksimalkan manfaat hospitalisasi
• Memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga
• Mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit
Upaya meminimalkan stressor atau penyebab stress. Dapat dilakukan dengan cara:
• Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
• Mencegah perasaan kehilangan control
• Mengurangi / menimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri
Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan:
• Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
• Modifikasi ruang perawatan
• Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, surat menyurat, bertemu teman sekolah
Mencegah perasaan kehilangan control:
• Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif
• Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
• Buat jadwal untuk prosedur terapi, latihan, bermain
Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
• Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri
• Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
• Menghadirkan orang tua bila mungkin
• Tunjukkan sikap empati
• Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan yang dilakukan melalui cerita dan gambar
• Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak menerima informasi ini dengan terbuka
Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak:
• Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar
• Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak- Meningkatkan kemampuan kontrol diri
• Memberi kesempatan untuk sosialisasi
• Memberi support kepada anggota
Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit:
• Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya
• Kenalkan pada pasien yang lain
• Berikan identitas pada anak
• Jelaskan aturan rumah sakit
• Laksanakan pengkajian
• Lakukan pemeriksaan fisik
Dampak hospitalisasi:
Dampak hospitalisasi yang dialami bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.

Sumber :