A. PENGERTIAN
Child abuse
atau perlakuan yang salah terhadap anak didefinisikan sebagai segala perlakuan
buruk terhadap anak ataupun adolens oleh orang tua, wali, atau orang lain yang
seharusnya memelihara, menjaga, dan merawat mereka.
Child abuse
adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua atau orang yang merawat
anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu mental maupun fisik,
perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara umum.
Sementara
menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare memberikan definisi
Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan
penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang yang
seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, sehingga keselamatan
dan kesejahteraan anak terancam.
B. KLASIFIKASI
Terdapat 2 golongan besar yaitu :
1. Dalam keluarga
Ø Penganiayaan fisik, non Accidental “injury” mulai dari ringan “bruiser
laserasi” sampai pada trauma neurologik yang berat dan kematian. Cedera fisik
akibat hukuman badan di luar batas, kekejaman atau pemberian racun.
Ø Penelantaran anak/kelalaian, yaitu: kegiatan atau behavior yang langsung
dapat menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik anak dan perkembangan
psikologisnya. Kelalaian dapat berupa:
· Pemeliharaan yang kurang memadai. Menyebabkan gagal tumbuh, anak merasa
kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan, keterlambatan perkembangan
· Pengawasan yang kurang memadai. Menyebabkan anak gagal mengalami resiko
untuk terjadinya trauma fisik dan jiwa
· Kelalaian dalam mendapatkan pengobatan
· Kegagalan dalam merawat anak dengan baik
· Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik anak agar
mampu berinteraksi dengan lingkungannya, gagal menyekolahkan atau menyuruh anak
mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
Ø Penganiayaan emosional
Ditandai dengan kecaman/kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui sebagai anak. Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain.
Ditandai dengan kecaman/kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui sebagai anak. Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain.
Ø Penganiayaan seksual mempergunakan pendekatan persuasif. Paksaan pada
seseorang anak untuk mengajak berperilaku/mengadakan kegiatan seksual yang
nyata, sehingga menggambarkan kegiatan seperti: aktivitas seksual (oral
genital, genital, anal, atau sodomi) termasuk incest.
2. Di luar rumah
Ø dalam institusi/ lembaga,
Ø di tempat kerja,
Ø di jalan,
Ø di medan perang.
C. ETIOLOGI
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:
Ø Stress yang berasal dari anak
a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik anak berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah anak mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda dengan anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.
c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cenderung mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang memiliki temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang memiliki temperamen keras cenderung akan melawan bila dibandingkan dengan anak bertemperamen lemah.
d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati dari hasil perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua.
a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik anak berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah anak mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda dengan anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.
c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cenderung mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang memiliki temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang memiliki temperamen keras cenderung akan melawan bila dibandingkan dengan anak bertemperamen lemah.
d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati dari hasil perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua.
Ø Stress keluarga
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor terkuat yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua faktor ini berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan dilakukan oleh orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya termasuk harus mengorbankan keluarga.
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab lingkungan sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku anak.
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan munculnya perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb.
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor terkuat yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua faktor ini berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan dilakukan oleh orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya termasuk harus mengorbankan keluarga.
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab lingkungan sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku anak.
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan munculnya perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb.
Ø Stress berasal dari orangtua, yaitu:
a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan, sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan orang lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami perlakuan salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap orang lain atau anaknya sebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang pernah dialaminya.
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan membuat orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan anak sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan tindakan kekerasan.
a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan, sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan orang lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami perlakuan salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap orang lain atau anaknya sebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang pernah dialaminya.
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan membuat orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan anak sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan tindakan kekerasan.
D. MANIFESTASI
KLINIS
ü Akibat pada fisik anak
a. Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan retina akibat dari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan organ dalam lainnya.
b. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya.
c. Kematian.
a. Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan retina akibat dari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan organ dalam lainnya.
b. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya.
c. Kematian.
ü Akibat pada tumbuh kembang anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu:
a. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang tidak mendapat perlakuan salah.
b. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu:
a. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang tidak mendapat perlakuan salah.
b. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
· Kecerdasan
- Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam perkembangan
kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
- Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga karena
malnutrisi.
- Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya stimulasi
yang adekuat atau karena gangguan emosi.
· Emosi
- Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang positif, atau
bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosial dengan
orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri.
- Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau
bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik
diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, perilaku aneh,
kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, tempretantrum, dsb.
· Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
· Agresif
Anak mendapatkan perlakuan yang salah secara badani, lebih agresif terhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orangtua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep harga diri.
Anak mendapatkan perlakuan yang salah secara badani, lebih agresif terhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orangtua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep harga diri.
· Hubungan sosial
Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu atau perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.
Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu atau perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.
ü Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret vagina, dan perdarahan anus.
Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis, enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakuak dengan memperhatikan vulva, himen, dan anus anak.
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret vagina, dan perdarahan anus.
Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis, enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakuak dengan memperhatikan vulva, himen, dan anus anak.
ü Sindrom munchausen
Gambaran sindrom ini terdiri dari gejala:
Gejala yang tidak biasa/tidak spesifik
Gejala terlihat hanya kalau ada orangtuanya
Cara pengobatan oleh orangtuanya yang luar biasa
Tingkah laku orangtua yang berlebihan
Gambaran sindrom ini terdiri dari gejala:
Gejala yang tidak biasa/tidak spesifik
Gejala terlihat hanya kalau ada orangtuanya
Cara pengobatan oleh orangtuanya yang luar biasa
Tingkah laku orangtua yang berlebihan
E. EVALUASI
DIAGNOSTIK
Diagnostik
perlakuan salah dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik yang teliti, dokumentasi riwayat psikologik yang lengkap, dan laboratorium.
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
Penganiayaan fisik
Tanda patogomonik akibat penganiayaan anak dapat berupa:
Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau punggung.
Luka bakar yang patogomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan kaki-tangan dalam air panas, atau luka bakar berbentuk lingkaran pada bokong. Luka bakar akibat aliran listrik seperti oven atau setrika.
Trauma kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial, perdarahan retina, dan fraktur tulang panjang yang multipel dengan tingkat penyembuhan yang berbeda.
Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala dan tulang pada penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih dominan pada anak di atas usia 2 tahun.
Pengabaian
Pengabaian non organic failure to thrive, yaitu suatu kondisi yang mengakibatkan kegagalan mengikuti pola pertumbuhan dan perkembangan anak yang seharusnya, tetapi respons baik terhadap pemenuhan makanan dan kebutuhan emosi anak.
Pengabaian medis, yaitu tidak mendapat pengobatan yang memadai pada anak penderita penyakit kronik karena orangtua menyangkal anak menderita penyakit kronik. Tidak mampu imunisasi dan perawatan kesehatan lainnya. Kegagalan yang disengaja oleh orangtua juga mencakup kelalaian merawat kesehatan gigi dan mulut anak sehingga mengalami kerusakan gigi.
Penganiayaan seksual
Tnda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari:
Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret di vagina.
Disuria kronik, enuresis, konstipasi atau encopresis.
Pubertas prematur pada wanita
Tingkah laku yang spesifik: melakukan aktivitas seksual dengan teman sebaya, binatang, atau objek tertentu. Tidak sesuai dengan pengetahuan seksual dengan umur anak serta tingkah laku yang menggairahkan.
Tingkah laku yang tidak spesifik: percobaan bunuh diri, perasaan takut pada orang dewasa, mimpi buruk, gangguan tidur, menarik diri, rendah diri, depresi, gangguan stres post-traumatik, prostitusi, gangguan makan, dsb.
Laboratorium
Jika dijumpai luka memar, perlu dilakuak skrining perdarahan. Pada penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan:
Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah penganiayaan seksual.
Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk genokokus
Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B
Analisa rambut pubis
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
Penganiayaan fisik
Tanda patogomonik akibat penganiayaan anak dapat berupa:
Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau punggung.
Luka bakar yang patogomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan kaki-tangan dalam air panas, atau luka bakar berbentuk lingkaran pada bokong. Luka bakar akibat aliran listrik seperti oven atau setrika.
Trauma kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial, perdarahan retina, dan fraktur tulang panjang yang multipel dengan tingkat penyembuhan yang berbeda.
Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala dan tulang pada penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih dominan pada anak di atas usia 2 tahun.
Pengabaian
Pengabaian non organic failure to thrive, yaitu suatu kondisi yang mengakibatkan kegagalan mengikuti pola pertumbuhan dan perkembangan anak yang seharusnya, tetapi respons baik terhadap pemenuhan makanan dan kebutuhan emosi anak.
Pengabaian medis, yaitu tidak mendapat pengobatan yang memadai pada anak penderita penyakit kronik karena orangtua menyangkal anak menderita penyakit kronik. Tidak mampu imunisasi dan perawatan kesehatan lainnya. Kegagalan yang disengaja oleh orangtua juga mencakup kelalaian merawat kesehatan gigi dan mulut anak sehingga mengalami kerusakan gigi.
Penganiayaan seksual
Tnda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari:
Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret di vagina.
Disuria kronik, enuresis, konstipasi atau encopresis.
Pubertas prematur pada wanita
Tingkah laku yang spesifik: melakukan aktivitas seksual dengan teman sebaya, binatang, atau objek tertentu. Tidak sesuai dengan pengetahuan seksual dengan umur anak serta tingkah laku yang menggairahkan.
Tingkah laku yang tidak spesifik: percobaan bunuh diri, perasaan takut pada orang dewasa, mimpi buruk, gangguan tidur, menarik diri, rendah diri, depresi, gangguan stres post-traumatik, prostitusi, gangguan makan, dsb.
Laboratorium
Jika dijumpai luka memar, perlu dilakuak skrining perdarahan. Pada penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan:
Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah penganiayaan seksual.
Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk genokokus
Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B
Analisa rambut pubis
Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak, yaitu untuk:
a. Identifiaksi fokus dari jejas
b. Dokumentasi
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.
CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma kepala yang berat.
MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi viseral
Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan seksual.
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak, yaitu untuk:
a. Identifiaksi fokus dari jejas
b. Dokumentasi
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.
CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma kepala yang berat.
MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi viseral
Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan seksual.
F. PENATALAKSANAAN
Pencegahan dan penanggulangan
penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah melalui:
v Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
a. Prevensi
primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
Individu
Individu
· Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan masyarakat
· Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik
· Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
· Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi
· Pelayanan referensi perawatan jiwa
· Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku kekerasan.
Keluarga
· Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di masyarakat
· Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua baru
· Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut (follow up)
· Pelayanan sosial untuk keluarga
Komunitas
· Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
· Mengurangi media yang berisi kekerasan
· Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti: pelayanan krisis,
tempat penampungan anak/keluarga/usia lanjut/wanita yang dianiaya
· Kontrol pemegang senjata api dan tajam
b. Prevensi
sekunder-tujuan: diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang stress
Individu
Individu
- Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan pada
keluarga pada tiap pelayanan kesehatan
- Rencana penyelamatan diri bagi korban secara adekuat
- Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta bantuan dan
perlindungan
- Tempat perawatan atau “Foster home” untuk korban
Keluarga
- Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga
- Rujuk
pada kelompok pendukung di masyarakat (self-help-group). Misalnya:
kelompok pemerhati keluarga sejahtera
- Rujuk pada lembaga/institusi di masyarakat yang
memberikan pelayanan pada korban
Komunitas
- Semua profesi kesehatan terampil memberikan pelayanan
pada korban dengan standar prosedur dalam menolong korban
- Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi
respon, melaporkan, pelayanan kasus, koordinasi dengan penegak hukum/dinas
sosial untuk pelayanan segera.
- Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/cedera khususnya
bayi dan anak.
- Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan
pemerintah setempat
- Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi
- Kontrol pemegang senjata api dan tajam
c. Prevensi
tertier-tujuan: redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan kekerasan
Individu
Individu
- Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi korban
- Konseling
profesional pada individu
Keluarga
Keluarga
- Reedukasi orangtua dalam pola asuh anak
- Konseling profesional bagi keluarga
- Self-help-group
(kelompok peduli)
Komunitas
Komunitas
- “Foster home”, tempat perlindungan
- Peran serta pemerintah
- “follow up” pada kasus penganiayaan dan kekerasan
- Kontrol pemegang senjata api dan tajam
v Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harud dijaga agar tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda-tanda aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harud dijaga agar tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda-tanda aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.
v Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
v Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh artikel-artikel pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek maupun jangka panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh artikel-artikel pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek maupun jangka panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.
G. ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:
Psikososial
1) Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
2) Gagal tumbuh dengan baik
3) Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial
4) With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
Muskuloskeletal
1) Fraktur
2) Dislokasi
3) Keseleo (sprain)
Genito Urinaria
1) Infeksi saluran kemih
2) Perdarahan per vagina
3) Luka pada vagina/penis
4) Nyeri waktu miksi
5) Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
Integumen
1) Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
2) Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
3) Adanya tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
4) Bengkak.
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:
Psikososial
1) Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
2) Gagal tumbuh dengan baik
3) Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial
4) With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
Muskuloskeletal
1) Fraktur
2) Dislokasi
3) Keseleo (sprain)
Genito Urinaria
1) Infeksi saluran kemih
2) Perdarahan per vagina
3) Luka pada vagina/penis
4) Nyeri waktu miksi
5) Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
Integumen
1) Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
2) Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
3) Adanya tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
4) Bengkak.
- Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan
pengasuhan b.d. usia muda terutama remaja, kurang pengetahuan mengenai
pemenuhan kesehatan anak dan ketidakadekuatan pengaturan perawatan anak.
b. Kapasitas
adaptif: penurunan intracranial b.d cedera otak
c. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan memasukkan, mencerna,
dan mengabsorpsi makanan karena faktor psikologis.
d. Resiko
keterlambatan perkembangan b.d kerusakan tak akibat kekerasan.
- Intervensi
Dx I: Kerusakan pengasuhan b.d. usia muda terutama remaja, kurang pengetahuan mengenai pemenuhan kesehatan anak dan ketidakadekuatan pengaturan perawatan anak.
NOC: Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka orangtua akan menujukan disiplin yang konstruktif, mengidentifikasi cara yang efektif untuk mengungkapkan marah atau frustasi yang tidak membahayakan anak, berpartisipasi aktif dalam konseling dan atau kelas orangtua.
Intervensi:
- Dukung pengungkapan perasaan
- Bantu orangtua mengidentifikasi deficit atau perubahan
menjadi orangtua
- Berikan kesempatan interaksi yang sering untuk orangtua
atau anak
- Keterampilan model peran menjadi orangtua
Dx II: Kapasitas adaptif: penurunan intracranial b.d cedera otak
NOC: Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka klien akan menunjukkan peningkatan kapasitas adaptif intrakranial yang ditunjukkan dengan keseimbangan cairan, keseimbangan elektrolit dan asam-basa. Status neurologis, dan status neurologis: kesadaran.
Intervensi:
- Pantau tekanan intrakranial dan tekanan perfusi serebral
- Pantau status neurologis pada interval yang teratur
- Perhatikan kejadian yang merangsang terjadinya perubahan
pada gelombang TIK
- Tentukan data dasar tanda vital dan irama jantung dan
pantau perubahan selama dan sesudah aktivitas
- Ajarkan pada pemberi perawatan tentang tanda-tanda yang
mengindikasikan peningkatan TIK (misalnya: peningkatan aktivitas kejang)
- Ajarkan pada pemberi perawatan tentang situasi spesifik
yang merangsang TIK pada klien (misalnya: nyeri dan ansietas); diskusikan
intervensi yang sesuai.
Dx III: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan memasukkan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan karena faktor psikologis.
NOC: Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka klien akan menunjukkan status gizia; asupan makanan, cairan, dan gizi, ditandai dengan indicator berikut (rentang nilai 1-5: tidak adekuat, ringan, sedang, kuat, atau adekuat total).
Makanan oral, pemberian makanan lewat selang, atau nutrisi parenteral total.
Asupan cairan secara oral atau IV
Intervensi:
- Identifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh
terhadap hilangnya nafsu makan pasien
- Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin
dan elektrolit
- Pengelolaan nutrisi: ketahui makanan kesukaan klien,
pantau kandungan nutrisi dan kalori pada cetakan asupan, timbang klien pada
interval yang tepat
- Ajarkan metode untuk perencanaan makanan
- Ajarkan klien/keluarga tentang makanan bergizi dan tidak
mahal
- Pengelolaan nutrisi: berikan informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
DAFTAR PUSTAKA
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang
Anak. Jakarta : EGC.
Situasi anak-anak Dunia, 1991. UNICEF
Adillah,
Chairul. 1994. Penganiayaan Anak, Medika 3.