Diagnosa
Medis pada kasus diatas adalah AIDS
AIDS
Pengertian
AIDS
atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam
bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh
Dapatan.
Acquired
: Didapat, Bukan penyakit keturunan
Immune
: Sistem kekebalan tubuh
Deficiency
: Kekurangan
Syndrome
: Kumpulan gejala-gejala penyakit
Kerusakan
progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS
) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit
yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit
parah bahkan meninggal.
- AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )
- AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare )
- AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention )
- Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai
beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan
retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap
limfosit T.
- Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik /
langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang.
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan
protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup
120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan
reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel
killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse
transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4
yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan
kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi
yang permanen. Enzim inilah yang
membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga
keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper.
Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4
helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin,
dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper
terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan
menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif.
Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T
penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat
tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama
waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah
sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah
infeksi.
Sewaktu
sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit
baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang
parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah
200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia
AIDS.
- Klasifikasi
Sejak
1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS
(kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap
menderita AIDS.
- Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja
dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan
tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C.
- Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
- Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty )
- Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
- Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B
mencakup :
- Angiomatosis Baksilaris
- Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
- Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
- Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
- Leukoplakial yang berambut
- Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
- Idiopatik Trombositopenik Purpura
- Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
- Kategori Klinis C
Contoh
keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
- Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
- Kanker serviks inpasif
- Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
- Kriptokokosis ekstrapulmoner
- Kriptosporidosis internal kronis
- Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
- Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
- Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
- Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
- Isoproasis intestinal yang kronis
- Sarkoma Kaposi
- Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
- Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
- M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
- Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
- Pneumonia Pneumocystic Cranii
- Pneumonia Rekuren
- Leukoenselophaty multifokal progresiva
- Septikemia salmonella yang rekuren
- Toksoplamosis otak
- Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
5. Gejala Dan Tanda
Pasien
AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan
merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun)
pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan,
diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif,
dan lesi oral.
Dan
disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi
1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi
opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia
interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis,
kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal :
- Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala
penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit
kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah
ditubuh.
- Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
- Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
6. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi,
HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
- kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
- Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
- Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
- Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
- Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
- Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
- Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d.
Respirasi
Infeksi
karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus,
dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal
nafas.
e.
Dermatologik
Lesi
kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
- Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
- Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
7.
Penatalaksanaan
Belum
ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency
Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
- Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
- Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
- Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
- Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
- Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV), maka pengendaliannya yaitu :
- Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan
pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian
infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab
sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
- Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat
antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi
antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk
pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk
pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel
T4 > 500 mm3
- Terapi Antiviral Baru
Beberapa
antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat
ini adalah :
- Didanosine
- Ribavirin
- Diedoxycytidine
- Recombinant CD 4 dapat larut
- Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen
tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat
menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang
pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
- Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
- Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a.
Riwayat Penyakit
Jenis
infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur
kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan
pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada
lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes
meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis,
keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat
mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan
penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
- Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapiradiasi,defisiensinutrisi,penuaan,aplasia
timik,limpoma,kortikosteroid,globulin anti limfosit,disfungsi timik congenital.
- Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik
leukemia kronis,mieloma,hipogamaglobulemia congenital,protein – liosing
enteropati (peradangan usus)
b.
Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
-
Aktifitas / Istirahat
Gejala
: Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
Tanda
: Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan
TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
-
Sirkulasi
Gejala
: Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda
: Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis,
perpanjangan pengisian kapiler.
-
Integritas dan Ego
Gejala
: Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari
doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda
: Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
-
Eliminasi
Gejala
: Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal,
nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda
: Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri
tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan
karakteristik urine.
-
Makanan / Cairan
Gejala
: Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda
: Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk,
edema
-
Hygiene
Gejala
: Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda
: Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
-
Neurosensori
Gejala
: Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status
indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda
: Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
-
Nyeri / Kenyamanan
Gejala
: Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
Tanda
: Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.
-
Pernafasan
Gejala
: ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
Tanda
: Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
-
Keamanan
Gejala
: Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi
imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda
: Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran
kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
-Seksualitas
Gejala
: Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi,menurunnya libido,penggunaan pil
pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia
-
Interaksi Sosial
Gejala
: Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS
Tanda
: Perubahan interaksi
-
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala
: Kegagalan dalam perawatan,prilaku seks beresiko tinggi,penyalahgunaan
obat-obatan IV,merokok,alkoholik.
c.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes
Laboratorium
Telah
dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian.
Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya
terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
1.
Serologis
- Tes
antibody serum
Skrining
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan
merupakan diagnosa
- Tes
blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency
Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari
sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus Human
ImmunodeficiencyVirus (HIV ) )
Peningkatan
nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
-
Kadar Ig
Meningkat,
terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
-
Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi
DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV
mungkin positif
2. Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah,
feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya
infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.
3. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun
dugaan kerusakan paru-paru
4. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody
terhadap virus tersebut. Antibody
terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan.
Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan
hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi
antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining
produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada
tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji –
kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma.
Tes tersebut, yaitu :
1. Tes
Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi
antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency
Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa
seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus
(HIV) disebut seropositif.
2. Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Indirect Immunoflouresence
Pengganti
pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
4. Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi
protein dari pada antibody.
c. Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya.
Protein tersebut disebut protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture
assay sangat spesifik untuk HIV – 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya
kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi AIDS.
Pengkajian
Data
dasar :
Nama
: Tn. W
Umur
:
40 tahun
Jenis
kelamin :
Laki-laki
Alamat
:
Jakarta
Analisa Data
DS :
- diare sudah 1 bulan tak sembuh-sembuh meskipun
sudah berobat kedokter.
-
Tn. W mengatakan bahwa dia
diare cair kurang lebih 15x/hari
DO :
- hasil foto thorax, pleural effusion kanan
Hasil LAB :
-
Hb 11 gr/dl
-
Leukosit 20.000/uL
-
Trombosit 160.000/uL
-
LED 30 mm
-
Na 98 mmoL/L
-
K 2,8 mmol/L
-
Cl 110 mmol/L
2. Diagnosa keperawatan
1.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih
2.
Resiko terhadap infeksi b.d imunodefisiensi
Analisa
data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
DS :
diare sudah 1 bulan tak sembuh-sembuh meskipun
sudah berobat kedokter.
Tn.
W mengatakan bahwa dia diare cair kurang lebih 15x/hari
DO :
-
Na 98 mmoL/L
-
K 2,8 mmol/L
-
Cl 110 mmol/L
|
Output yang berlebih
|
Kekurangan volume cairan
|
2
|
DS :
Tn.W mengatakan BB menurun 7 kg dalam 1 bulan
serta sariawan mulut tak kunjung sembuh.
DO :
-
Leukosit 20.000/uL
-
Trombosit 160.000/uL
-
LED 30 mm
|
Imunodefisiensi
|
Resiko infeksi
|
Rencana asuhan keperawatan
Dx :
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih
Tujuan
: – mempertahankan hidrasi cairan yang dibuktikan oleh normalnya kadar
elektrolit
Kriteria hasil : – Terpenuhinya kebutuhan cairan
secara adekuat
-
Defekasi kembali normal, maksimal 2x sehari
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
Kolaborasi
|
|
Dx : Resiko infeksi b.d imunodefisiensi
Tujuan
:
– Mengurangi resiko terjadinya infeksi
-
Mempertahankan daya tahan tubuh
Kriteria
hasil: – Infeksi berkurang
- Daya tahan tubuh meningkat
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
Kolaborasi
|
|